yang dikenal di dalam Keppres No.55 Tahun 1993 hanyalah untuk keperluan penyampaian ganti rugi yang telah disepakati, akan tetapi orang
yang bersangkutan tidak diketemukan
9
3. Perpres No 36 Tahun 2005 jo Perpres No 65 Tahun 2006 Tentang
Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum
Dengan berlakunya Perpres Nomor 36 Tahun 2005, ada sedikit perbedaan dalam tata cara konsinyasi tanah untuk kepentingan umum, Menurut Pasal
10 ayat 2 Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 dinyatakan dalam hal kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum yang telah diadakan
musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak tercapai kesepakatan, panitia pengadaan tanah menetapkan besarnya ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a dan menitipkan ganti rugi uang kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi
tanah yang bersangkutan. Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini terjadi perubahan yang sangat
besar dalam hal pengadaan tanah. Pemerintah dapat menitipkan uang kepada pengadilan apabila jalan musyawarah tidak menemukan hasil
dalam artian pemilik lahan tetap menolak penawaran harga yang ditentukan oleh pemerintah. Namun ada dampak negatif dari
9
Abdulrrahman, Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Bandung : Citra Aitya Bakti, 1994, h. 66.
ditetapkannya Peraturan Presiden tersebut yakni pemerintah menjadi seperti sewenang-wenang dalam hal menentukan pengadaan tanah padahal
alternatif terakhir yang dapat ditempuh adalah dengan pengajuan permohonan pencabutan hak atas tanah berdasarkan UU No. 20 Tahun
1961, dan bukannya dengan mengkonsinyasikan uang ganti rugi ke pengadilan negeri dan menganggap kewajibannya dalam pengadaan lahan
sudah selesai, dan dengan serta merta melakukan pembangunan di lahan tersebut.
4. Undang-Undang No 2 Tahun 2012
Dengan berlakunya Undang-Undang No.2 Tahun 2012 mekanisme konsinyasi kembali diberi tambahan seperti dinyatakan dalam Undan
Undang ini yakni “Dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk danatau
besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, atau putusan pengadilan negeriMahkamah
Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Ganti Kerugian dititipkan di pengadilan negeri setempat
”.
10
Dalam Pasak 42 ayat 1 dinyatakan “Penitipan Ganti Kerugian selain sebagaimana dimaksud pada ayat 1, juga dilakukan terhadap:
a. Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian tidak diketahui
keberadaannya; atau b.
Objek Pengadaan Tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian:
10
Pasal 42 ayat 1 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2012.