pendidikan agama Islam, penambahan jam pada mata pelajaran pendidikan agama Islam dan penggunaan metode pembelajaran pendidikan Islam yang
sesuai diharapkan akan menimbulkan perubahan peserta didik yang memiliki ranah cipta, ranah rasa, dan ranah karsa. Sehingga tujuan dari
pembelajaran yang diharapkan oleh semua pihak bisa tercapai. Berdasarkan paparan di atas, maka penulis terdorong untuk melakukan
penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul
“HUBUNGAN ANTARA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP
KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK DI SMPN 226 JAKARTA SELATAN”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Dalam mengajarkan
pelajaran agama
sebagian guru
menyampaikannya kurang menarik 2. Kurangnya bimbingan dan perhatian dari sebagian guru agama pada
perkembangan emosi peserta didik 3. Kurangnya waktu yang proporsional untuk mata pelajaran
pendidikan agama Islam 4. Interaksi antara guru agama dengan peserta didik ketika di sekolah
maupun ketika belajar masih kurang terlalu aktif
C. Pembatasan Masalah
Untuk mengatasi agar permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini tidak terlalu kompleks dan meluas maka peneliti memberikan batasan-
batasan masalah. Pembatasan masalah ini bertujuan agar penelitian yang akan dilakukan dapat tercapai pada sasaran dan tujuan yang baik. Adapun
pembatasan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Pembelajaran pendidikan agama Islam yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam yang dilaksanakan di sekolah.
2. Kecerdasan emosional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap mengenali emosi sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri
sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam di SMPN 226 Jakarta Selatan?
2. Bagaimana gambaran kecerdasan emosional peserta didik di SMPN 226 Jakarta Selatan?
3. Adakah hubungan antara pembelajaran pendidikan agama Islam terhadap kecerdasan emosional peserta didik di SMPN 226 Jakarta
Selatan?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran pendidikan
agama Islam di SMPN 226 Jakarta Selatan. 2. Untuk mengetahui bagaimana gambaran kecerdasan emosional
peserta didik di SMPN 226 Jakarta Selatan. 3. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pembelajaran
pendidikan agama Islam terhadap kecerdasan emosional peserta didik di SMPN 226 Jakarta Selatan.
F. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi para pembaca umumnya 2. Melatih penulis dalam membuat karya ilmiah
3. Dapat memberi kontribusi positif bagi sekolah, untuk lebih mengembangkan perannya dalam mendidik para peserta didik
dalam mengembangkan kecerdasan emosional
4. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bagi siapa saja yang berkecimpung di dunia
pendidikan mengenai pentingnya kecerdasan emosional dalam pendidikan.
8
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pembelajaran secara sederhana diartikan sebagai usaha mempengaruhi
emosi, intelektual, dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri. Melalui pembelajaran akan terjadi proses
pengembangan moral keagamaan, aktivitas, dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Pembelajaran
berbeda dengan mengajar yang pada prinsipnya menggambarkan aktivitas guru, sedangkan pembelajaran menggambarkan kreativitas
peserta didik.
1
Pembelajaran juga bermakna “sebagai upaya membelajarkan seseorang
atau kelompok orang melalui berbagai upaya dan berbagai strategi, metode dan pendekatan kearah pencapaian tujuan yang telah direncanakan
”.
2
Pembelajaran juga bisa diartikan “sebagai proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar UU SPN No.20 tahun 2003
”.
3
Sadirman dalam bukunya yang berjudul Interaksi dan Motivasi dalam Belajar Mengajar menyebutkan istilah pembelajaran dengan interaksi
edukatif. Menurut beliau, yang dianggap interaksi edukatif adalah interaksi yang
dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan untuk mendidik dalam rangka
mengantarkan peserta
didik kearah
kedewasaannya. Pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing peserta
didik di dalam kehidupannya, yakni membimbing dan mengembangkan diri sesuai dengan tugas perkembangan yang harus dijalani. Proses
edukatif memiliki ciri-ciri: ada tujuan yang ingin di capai, ada pesan yang akan ditransfer, ada pelajar, ada guru, ada metode, ada situasi, dan
ada penilaian.
4
1
Abuddin Nata, Perpekstif Islam tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2009, h.85
2
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013, h. 4
3
Ibid., h. 4
4
Ibid., h. 5
Pembelajaran itu sendiri merupakan suatu upaya membelajarkan atau suatu upaya mengarahkan aktivitas peserta didik kearah aktivitas belajar.
Di dalam proses pembelajaran, terkandung dua aktivitas sekaligus, yaitu aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar peserta didik.
Proses pembelajaran merupakan interaksi, yaitu interaksi antara guru dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta didik. Proses
pembelajaran merupakan situasi psikologis, di mana banyak ditemukan aspek-aspek psikologis ketika proses pembelajaran berlangsung.
5
Berdasarkan pada kajian di atas, maka sebenarnya yang diharapkan dari penggunaan istilah pembelajaran adalah
“usaha membimbing peserta didik dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses
belajar untuk belajar ”.
6
Menurut PP 192005 proses pembelajaran setidaknya harus meliputi empat tahapan, yaitu:
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran untuk
terlaksanannya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam implementasinya, keseluruhan tahapan proses pembelajaran itu
hendaknya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotifasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. Lebih penting dari itu semua, dalam proses pembelajaran pendidik harus memberikan keteladanan.
7
Menurut menurut Muhibbin Syah yang mengutip pendapat Jerome S. Bruner, dalam proses pembelajaran seorang peserta didik menempuh tiga
fase, yaitu: a. Fase informasi tahap penerimaan materi. Dalam fase ini seorang
peserta didik yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari. Diantara infomasi yang
diperoleh itu ada yang sama sekali baru atau berdiri sendiri ada pula yang berfungsi menambah, memperhalus, dan memperdalam
pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki
5
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005 hal. 8
6
Abuddin Nata, op. cit, h. 87
7
Choirul Fuad Yusuf, Kajian Peraturan dan Perundang-undangan Pendidikan Agama Pada Sekolah. Jakarta: Pena Citasatria, 2008, h. 119