4. Akhlaqnya
Syaikh ‘Utsaimin merupakan gambaran hidup seorang „ lim, ahli ibadah dan peneladan akhlak Rasulullah
shallallȃhu „alaihi wa sallam, akhlak beliau adalah apa yang terkandung dalam al-
Qur’an. Syaikh ‘Utsaimin juga dikenal sangat toleran, santun dan tenang. Orang-orang selalu berkumpul dimana saja dia
berada. Mereka mengajukan berbagai pertanyaan dan juga permohonan bantuan, sementara beliau mendengarkan setiap orang dengan penuh perhatian, seakan-
akan beliaulah yang khusus mengurus dan membantu mereka. Beliau selalu berusaha membiasakan diri untuk bersabar dan menahan amarah demi mengikuti
jejak teladan Nabi Muhammad shallallȃhu „alaihi wa sallam.
3
5. Mazhab Keilmuan
Syaikh Utsaimȋn selalu mengikuti dalil dalam setiap pembahasannya.
Hal ini nampak terlihat dalam syarahnya
“Asy-Syarh Ul-mumti‟ „Ala Zȃdil Mustaqni”. Sekalipun banyak dari masalah yang dikuatkannya sesuai dengan apa
yang dipegang oleh “Syaikh Al-Islȃm” dan muridnya. Akan tetapi, terkadang dia
menyalahi mereka, berdasarkan dalil. Ada sebuah perkataannya yang lebih berharga dari pada emas, yaitu
“temukan dalil sebelum kamu berkeyakinan dan jangan berkeyakinan sebelum kamu menemukan dalil. Jika tidak maka kau pasti
akan celaka”.
4
6. Metode pengajaran
Syaikh Utsaimȋn lebih memfokuskan metode pengajarannya pada penghafalan matan dan meminta para murid untuk menghafalkannya dan
meneruskannya dengan penjelasan dan dengan disertai penelitian masalah di setiap pelajaran, kemudian menjelaskan mana yang terkuat dari perkataan para
ulama tanpa ada kecenderungan mengikuti hawa nafsu. Dan juga senang dengan
3
Ibid,. h.xv.
4
Ibid,. h.xv.
tambahan yang berasal dari murid atau pertanyaan dari mereka, atau bahkan kritikan.
Pada saat menjelaskan suatu masalah beliau lebih cenderung kepada dialog dan tanya jawab, setelah mendengar jawaban dari para murid dan dialog
mereka.
7. Karya-karyanya
Beliau mempunyai banyak karya tulis yang bermanfaat, diantaranya adalah:
a. Kitab At-Tauhid
b. Kitab Kasyfu „sy-Syubuhat
c. Kitab Al-Khabȃir
d. Kitab Tsalȃtsatu „i-Ushul
e. Kitab Mukhtashorul Inshof wa „sy-Syarhul Kabir
f. Kitab Mukhtashor Zadul Ma‟ad
g. Beliau mempunyai fatwa-fatwa dan makalah-makalah yang dihimpun
dan diberi judul Majmu‟atu Mu‟allafatil Imam Muhammad bin Abdul
Wahab yang disusun di bawah koordinasi Universitas Muhammad bin Su’ud.
5
B. Pembahasan
Ciri khusus ummat Islam adalah beradab yang santun, berakhlak mulia, serta bersikap yang shalih. Syaikh Muh
ammad bin Shȃlih Al-‘Utsaimȋn merupakan salah satu ulama yang menaruh perhatian besar terhadap kondisi
ummat muslimin, khususnya permasalahan pendidikan. Oleh karena itu, beliau merasa perlu untuk memberikan solusi dari permasalahan yang terjadi, salah
satunya adalah etika-etika dalam menuntut ilmu yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu, yaitu sebagai berikut:
5
Muh ammad bin Shȃlih Al-‘Utsaimȋn, Syarah Tsalȃsatul Ushȗl: Mengenal Allah, Rasul,
dan Dinul Islam, Solo: Al-Qawam, 2005, h.2 .
1.
Niat
Niat secara bahasa artinya tujuan atas suatu perbuatan, maksud yang tersimpan dalam hati; kehendak yang belum dilahirkan; janji untuk melakukan
sesuatu; nadzar.
6
Menurut Syaikh Utsaimȋn, seorang penuntut ilmu harus
memaksudkan mencari ilmu untuk mendapatkan wajah Allah dan negeri akhirat, karena Allah mendorong dan menekankan hal itu kepada manusia. Jadi, apabila
seseorang berniat mencari ilmu hanya untuk memperoleh ijazah, agar dengan ijazah itu dia mendapatkan kedudukan atau penghasilan, maka dia tidak akan
mencium aroma surga. Rasulullah shallallȃhu „alaihi wa sallam bersabda,
ِها َهْجَو ِهِب ْيِغَتْبَ ي اًمْلِع َمملَعَ ت ْنَم اًضَرَع ِهِب َبْيِصُيِل ماِإ ُهُمملَعَ تَ ي َا
ْدََِ ََْ اَيْ ندلا َنِم . ِةَم اَيِقْلا َمْوَ ي ِةمنَْْا َفْرَع
“Barangsiapa mencari ilmu yang seharusnya ditujukan untuk mengharap wajah Allah
subhȃnahu wa ta‟ȃlȃ, lalu tidaklah dia mempelajarinya melainkan untuk mencari keuntungan dunia, maka d
ia tidak akan mencium aroma surga” HR.Imam Ahmad
7
Pendapat Syaikh Utsaimȋn tersebut sejalan dengan pendapat Al-Zȃrnuji
dalam kitabnya ta‟lȋm muta‟allim yang mengatakan bahwa seyogyanya bagi para
pencari ilmu harus berniat waktu belajar, supaya ilmu yang mereka cari tidaklah sia-sia. Sebab niat itu menjadi pokok dari segala hal.
8
Begitu juga Muhammad Athiyah Al-Abrasyi dalam bukunya beberapa pemikiran pendidikan Islam
mengatakan bahwa sebelum belajar seorang penuntut ilmu hendaknya memulai dengan mensucikan hatinya dari sifat-sifat kehinaan, sebab proses menuntut ilmu
termasuk ibadah dan keabsahan ibadah harus disertai dengan kesucian hati, serta
6
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002,Edisi ke-3, h.782.
7
Muh ammad bin Shȃlih Al-‘Utsaimȋn, Panduan Lengkap Menuntut Ilmu Terjemah
Kitȃbul „Ilmi, Penerjemah: Abu Haidar Al-Sundawy, Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2006, h.25.
8
Aliy As’ad, Bimbingan Belajar bagi Penuntut Ilmu Terjemah Ta‟lim Muta‟allim, Surabaya: Menara Kudus, 2008, h.10.