Tujuan Mempelajari Etika Kajian Teori

percobaan. Karena akal manusia terbatas, yang tak mampu menjelajah wilayah yang metafisik, maka kebenaran ilmu pengetahuan dianggap relatif. Maka ilmu pengetahuan selalu siap diuji kebenarannya dan akan tetap diakui sebagai benar sampai ada pembuktian dengan bukti yang lebih kuat. Menurut pandangan Al-Gazali, ilmu dapat dilihat dari dua segi, yaitu ilmu sebagai proses dan ilmu sebagai obyek. Melalui segi proses, Al-Ghazali membagi ilmu menjadi ilmu hissiyah, ilmu aqliyah dan ilmu ladunni. Ilmu hissiyah diperoleh manusia melalui penginderaan alat indra, sedangkan ilmu aqliyah diperoleh melalui kegiatan berfikir akal. Sedangkan ilmu ladunni diperoleh langsung dari Allah, tanpa melalui proses penginderaan atau pemikiran nalar, melainkan melalui hati, dalam bentuk ilham. 18 Ilmu juga dapat dikatakan sebagai obyek menurut pandangan Al-Ghazali dapat dibagi menjadi tiga kelompok: a. Ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlak, baik sedikit maupun banyak, seperti sihir, azimat, nujum dan ilmu tentang ramalan nasib. Ilmu ini tercela karena tidak memiliki nilai manfaat, baik di dunia maupun di akhirat. b. Ilmu pengetahuan yang terpuji, baik sedikit maupun banyak, namun kalau banyak lebih terpuji, seperti ilmu agama dan ilmu tentang beribadat. Ilmu pengetahuan seperti itu terpuji secara mutlak karena dapat melepaskan manusia yang mempelajarinya dari perbuatan tercela, mensucikan diri, membantu manusia mengetahui kebaikan dan mengerjakannya, memberitahu manusia ke jalan dan usaha mendekatkan diri kepada Allah dalam mencari ridha-Nya guna mempersiapkan dunia untuk kehidupan akhirat yang kekal. c. Ilmu pengetahuan yang dalam kadar tertentu terpuji, tetapi jika memperdalaminya tercela, seperti ilmu keTuhanan, cabang ilmu filsafat dan 18 Jalaluddin, Usman Said. Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994 h. 140. sebagian dari filsafat Naturalisme. Menurut Al-Ghazali, ilmu-ilmu tersebut jika diperdalam akan menimbulkan kekacauan pikiran dan keraguan, dan akhirnya cenderung mendorong manusia kepada kufur dan ingkar. 19 Menyimak pandangannya, terlihat bahwa Al-Ghazali berpendapat bahwa ilmu sebagai obyek tidak bebas nilai. Setiap ilmu pengetahuan yang dipelajari harus dikaitkan dengan nilai moral dan nilai manfaat. Karena itu selanjutnya ia melihat ilmu dari sudut pandang nilai ini dan membaginya menjadi dua kelompok. Pembagian ini didasarkan atas nilai manfaat bagi yang mempelajarinya dan bagi kepentingan masyarakat.

7. Keutamaan Menuntut Ilmu

Sesungguhnya ilmu memiliki kedudukan yang mulia dan tinggi itu seperti yang diungkapkan dalam QS. Al-Mujaadilah: 11                “…Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang- orang yang diberinya ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa ya ng kamu kerjakan”. 20 Allah subh ȃnahu wa ta‟ȃlȃ telah memuji ilmu dan pemiliknya serta mendorong hamba-hamba-Nya untuk berilmu dan membekali diri dengannya. Demikian juga sunnah Nabi Muhammad shallallȃhu „alaihi wa sallam sebagaimana dalam haditsnya: ْوُ ثِرْوُ ي ََْ َءاَيِبْن َْأا منِإ ْنَمَف , َمْلِعْلا اْوُ ثَرَو اَمَِإَو , اًََْرِد َاَو اًراَنْ يِد ا ٍظَِِ َذَخَأ َُذَخَأ ٍرِفاَو . 19 Ibid., h. 141 20 Departemen Agama Republik Indonesia, Al Quran dan Terjemahannya, Jakarta : Syȃmil Cipta Media, 2005.