Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

mewah, dan hal-hal negatif lain pun dilakukan tanpa ada rasa malu dan takut kepada Allah subh ȃnahu wa ta’ȃlȃ. 11 Ini semua adalah cermin dari sistem pendidikan yang diterapkan saat ini yang cenderung sekular, materialistis, miskin nilai, kering rohani, dan jauh dari adab-adab yang luhur. Itulah produk-produk yang telah dihasilkannya. Syaikh Muhammad bin Shȃlih Al-‘Utsaimȋn merupakan Ulama yang hidup pada era kemajuan Islam, dimana tanda-tanda kemerosotan moral dan etika semakin tampak di lingkungan pendidikan. Sehingga beliau merasa perlu untuk memberikan solusi dari permasalahan yang terjadi terhadap para penuntut ilmu. Banyaknya peserta didik yang belum mengetahui etika dalam menuntut ilmu, sehingga banyak penuntut ilmu yang masih bersikap tercela baik kepada orang tua, guru, maupun lingkungan sekitarnya. Hal tersebut membuktikan bahwa adanya keharusan beretika yang baik bagi seluruh manusia apalagi mereka yang sedang menuntut ilmu. Sehingga atas dasar tersebut membuat penulis merasa perlu untuk membahas beberapa pandangan Syaikh Muhammad bin Shȃlih Al-‘Utsaimȋn tentang adab-adab penuntut ilmu dalam pembahasan yang tertulis di skripsi ini dengan judul “Etika Menuntut Ilmu Studi Buku Kitȃb Al-„Ilmi Karya Syaikh Muh ammad bin Shȃlih Al-„Utsaimȋn”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Pola kehidupan masyarakat yang semakin universal dapat menimbulkan penurunan tatakrama kehidupan sosial dan moral etika para penuntut ilmu. 11 Muh ammad bin Shȃlih Al-‘Utsaimȋn, Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu, Jakarta: Pustaka Imam Asy- Syafi’i, 2005, h.xi. 2. Kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar baik orang tua maupun masyarakat mengenai perlunya pembentukan etika yang baik, sehingga penuntut ilmu sulit merealisasikannya. 3. Sistem pendidikan yang sekuler dan matrealistis mengakibatan miskinnya etika seseorang, bahkan cenderung menjauh dari adab-adab yang luhur. 4. Masih banyaknya penuntut ilmu yang tidak atau kurang beretika dan masih bersikap tercela baik kepada orang tua, sesama murid, guru, maupun lingkungan sekitarnya. 5. Perlunya keteladanan seorang guru untuk mencontohkan akhlaqul karȋmah kepada peserta didiknya.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Sesuai identifikasi masalah di atas, agar memperjelas dan memperkuat fokus penelitian ini, maka penulis batasi penelitian ini pada satu masalah pokok, yakni masih banyaknya penuntut ilmu yang kurang beretika dan masih bersikap tercela, baik kepada orang tua, guru, sesama murid maupun lingkungan sekitar. Cukup banyak skripsi yang membahas tentang permasalahan ini, maka penelitian ini difokuskan pada buku Kitȃb Al-„Ilmi karya Syaikh Muhammad bin Shȃlih Al-‘Utsaimȋn. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini menggunakan bentuk pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana etika yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu dalam Kitȃb Al-„Ilmi?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengenal dan mengetahui bagaimana etika yang harus dimiliki oleh seorang penuntut ilmu menurut pandangan Syaikh Muh ammad bin Shȃlih Al-‘Utsaimȋn yang terdapat dalam bukunya yang berjudul Kitȃb Al-„Ilmi. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini sedikit banyaknya dapat menambah kontribusi dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya pendidikan. 2. Menanamkan kesadaran akan pentingnya etika dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi para penuntut ilmu. 3. Acuan bagi para penuntut ilmu agar senantiasa bersikap sesuai dengan etika dan nilai yang berlaku dalam agama dan masyarakat . 4. Memberikan sumbangsih karya ilmiah yang bermanfaat untuk dipersembahkan kepada para pembaca umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri. 8

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pengertian Etika

Manusia pada dasarnya mengerti akan apa yang baik dan apa yang buruk, ia dapat membedakan antara kedua hal tersebut. Pengetahuan manusia akan baik dan buruk merupakan pembawaan yang telah ada pada setiap diri manusia. Hal ini dijelaskan dalam Al- Qur’an surah al-Ma’idah ayat 100:                  “Katakanlah: tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang- orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan. 1 Ayat al- Qur’an tersebut secara implisit ditunjukkan bahwa manusia telah mempunyai tanggapan baik dan buruk sebelum ia menghadapi kenyataan hidup didunia. Sehingga bisa dikatakan bahwa setiap manusia telah memiliki pengetahuan tentang etika atau persoalan mengenai baik dan buruk, yang mana hal tersebut menyangkut persoalan akan makna kehidupan. Karena itu sampai di mana tertib-teraturnya kehidupan yang ia bina, tergantung pada sedalam apa 1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al Quran dan Terjemahannya, Jakarta : Syȃmil Cipta Media, 2005. manusia mampu memahaminya. Sebab itulah dapat dimengerti mengapa terdapat berbagai corak kehidupan manusia yang beranekaragam. Secara etimologi ka ta etika berasal dari bahasa Yunani kuno “ethikos” dan “ethos” dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput; kandang; habitat; kebiasaan; adat; akhlak; watak; perasaan; sikap; dan cara berpikir. Etika mempunyai tiga pengertian: pertama, ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral akhlak; kedua, kumpulan asas atau nilai yang berkaitan dengan akhlak; ketiga, nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan masyarakat. 2 Ahmad Amin berpendapat bahwa etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat 3 , sedangkan menurut ahli filsafat seperti yang dijelaskan oleh Hamzah Ya’qub bahwa etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. 4 Lebih lanjut menurut Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar dewantara seperti yang dikutip oleh Abudin Nata, etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan perimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan. 5 Etika bagi seseorang terwujud alam kesadaran moral moral conciousness yang memuat keyakinan ‘benar dan tidak’ sesuatu. Perasaan yang muncul bahwa ia akan salah bila melakukan sesuatu yang diyakininya tidak benar berangkat dari norma-norma moral dan perasaan self-respect menghargai diri bila ia meninggalkannya. Tindakan yang diambil olehnya harus ia pertanggungjawabkan 2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa , Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, Cet. Ke-1, h. 237. 3 Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, Cet. Ke-8, h.3 4 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah Suatu Pengantar, Bandung: Diponegoro, 1988, Cet. Ke-4, h.13. 5 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, Cet. Ke-10, h.88.