Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

tenggelamnya matahari. 10 Kelompok-kelompok ini sangat sulit untuk disatukan karena mempunyai alasan fikih masing-masing, yang berbeda satu sama lain. Kelompok yang menekankan pedomannya pada rukyat dipresentasikan oleh organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia NU, yang mana sistem penentuan awal bulan Kamariah biasa disebut ru‟yah al-hilal bi al-fi‟li atau istikmal menyempurnakan bulan Syakban 30 hari. Sedangkan kedudukan hisab hanyalah sebagai pembantu dalam melaksanakan rukyat. 11 Organisasi kemasyarakatan terbesar kedua yang dipresentasikan Muhammadiyah, yang mana sistem penentuan awal dan akhir bulan Ramadan melalui Majlis Tarjih menggunakan hisab wujud al-hilal milad al-hilal. Kendatipun demikian, Muhammadiyah menyatakan “apabila ahli hisab menetapkan bahwa tanggal bulan belum tampak, atau sudah wujud tetapi tidak kelihatan, padahal kenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu juga, Majlis Tarjih memutuskan bahwa rukyat lah yang muktabar”. Karena itulah Muhammadiyah lebih mengidentifikasikan dirinya sebagai Mazhab Hisab. 12 Sedangkan kelompok yang menekankan pedomannya pada perhitungan tahun Jawa lama dan rukyatul hilal adalah pemikiran hisab rukyah yang dianut oleh Aboge penganut Islam Alip Rebo Wage. Hal ini timbul karena persentuhan Islam dengan budaya lokal atau yang sering menimbulkan corak budaya tersendiri di luar dugaan 10 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha Jakarta: Erlangga, 2007, h. 82. 11 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat Menyatukan NU dan Muhammadiyah, h. 110. 12 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat Menyatukan NU dan Muhammadiyah, h. xv. dan melahirkan pemikiran tersendiri, dalam pemikiran hisab rukyat. 13 Dalam pemikirannya ada beberapa prinsip utama, yakni pertama, prinsip penentuan tanggal selain berdasarkan kalender Hindu-Muslim-Jawa, adalah dina niku tukule enjing lan ditanggal dalu hari itu lahirnya pagi dan diberi tanggal malam harinya. Kedua, bahwa jumlah hari dari bulan puasa menurut cara perhitungan Aboge selalu genap 30 hari. Adapun istilah Aboge dapat dirinci bahwa a berasal dari Alip, salah satu dari delapan tahun siklus windu, bo mengacu pada rebo hari Rabu, dan ge berasal dari Wage, salah satu dari hari pasaran yang lima. Kelompok ini merupakan kelompok keagamaan yang cukup konsisten dalam menentukan awal bulan karena hitungan komunitas Aboge ini hanya untuk rutinitas keagamaan dan kegiatan sehari-hari sedangkan untuk menentukan awal bulan yang berkaitan dengan ibadah khususnya awal bulan Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha mengikuti ketetapan Pemerintah. 14 Aboge ini tersebar di beberapa daerah Indonesia. Salah satunya adalah Aboge yang terdapat di Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati. Perbedaan-perbedaan tersebut tentu akan memberikan dampak hukum terhadap waktu dari pelaksanaan suatu ibadah. Sebagai contoh apabila ibadah puasa dilaksanakan sebelum waktunya maka ibadah puasa tersebut dinyatakan tidak sah atau batal, namun sebaliknya apabila telah dinyatakan masuk waktunya untuk berpuasa sementara umat Islam belum juga melaksanakannya, maka umat Islam 13 Alfina Rahil Ashidiqi , “Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge Studi Terhadap Komunitas Aboge Di Purbalingga ”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009, h. 4. 14 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat Menyatukan NU dan Muhammadiyah, h. 82-84. tersebut berarti telah melalaikan ibadah puasa sebagaimana yang telah diwajibkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu sudah sepantasnya umat Islam memiliki sistem penanggalan yang mapan, ajeg dan mampu memberikan kepastian tanggal agar tidak menimbulkan kebimbangan dan keraguan bagi umat Islam itu sendiri, sehingga akan lebih menambah keyakinan dan kekhusyukan dalam melaksanakan suatu ibadah. Seiring dengan semakin maju dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta teknologi saat ini, tentu akan semakin memberi kemudahan bagi umat Islam dalam membuat sistem penanggalan yang berdasarkan almanak astronomi dan peredaran bulan lunar system. 15 Berangkat dari keadaan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkannya dalam tulisan yang berjudul “PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH DALAM PERSPEKTIF ABOGE Studi Terhadap Pedoman Kegiatan Keagamaan dan Rutinitas Sehari-hari bagi Komunitas Aboge di Wilayah Kabupaten Pati Jawa Tengah ”.

B. Identifikasi Masalah

1. Banyaknya sistem atau cara dalam menentukan awal bulan Kamariah. 2. Terjadinya perbedaan awal dan akhir Ramadan. 3. Banyaknya ormas-ormas golongan yang memiliki pendapat atau pemahaman tersendiri. 15 Chairul Zen S., Al- Falaky, “Penentuan Awal Bulan Qomariah”, artikel diakses pada 25 September 2014 dari http:sumut . Kemenag.go.id.penentuan-awal-bulan-qomariah.html.

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan judul diatas, agar pembahasan yang akan diteliti tidak melebar tanpa arah karena banyaknya pemikiran penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia maka penulis batasi dalam hal “Penentuan Awal Bulan Kamariah di Komunitas Aboge di Daerah Pati ”, khususnya dalam penentuan awal bulan Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha.

2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan pembatasan masalah di atas maka dalam penelitian ini permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana metode kalender Aboge yang ada di komunitas Aboge Pati? 2. Apa saja fungsi dari kalender Aboge di komunitas Aboge di Pati?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui metode yang digunakan komunitas Aboge di Pati dalam menentukan awal bulan. 2. Untuk mengetahui fungsi kegunaan dari kalender Aboge.

E. Tinjauan Review Kajian Terdahulu

1. Judul Skripsi : “Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge Studi Terhadap Komunitas Aboge di Purbalingga. Oleh : Alfina Rahil Ashidiqi, SJAS 2009 Skripsi ini membahas tentang suatu fenomena atau kenyataan sosial yang berupa studi kasus komunitas Aboge di Purbalingga dalam menentukan awal bulan Kamariah berdasarkan Hisab Aboge yang bermuara pada seluk beluk atau sejarah konsep penanggalan Jawa. Komunitas Aboge di Purbalingga memahami perhitungan Aboge sebagai interpretasi dari surat Yunus ayat 5 dan menggunakan rujukan Kitab Primbon Sembahyang dan Mujarrab dalam menentukan awal bulan Kamariah. Metodologi penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Sedangkan skripsi yang penulis tulis membahas tentang fenomena pada komunitas Aboge di Desa Kembang yang masih menggunakan hitungan Aboge, namun tidak untuk menentukan awal bulan Kamariah yang berkaitan dengan ibadah melainkan hanya untuk kegiatan keagamaan dan rutinitas sehari-hari yang diinterpretasi dari Tafsir al-Hidayah surat Fusilat ayat ke 41, dibagian asbabun nuzul HR. Ibnu Jarir ayat 9, 10, 11, dan 12 karya Syekh Nawawi Al-Bantani. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiologi-antropologi. 2. Judul Skripsi : “Penentuan Awal Bulan Qamariyah dalam Perspektif Hizbut Tahrir” Oleh : Jumiatil Huda, SJAS 2011 Skripsi ini membahas tentang perbedaan pendapat antara intern kalangan hisab dan rukyat, namun lebih kepada kalangan rukyat karena menurut penulis salah satu penyebab perbedaan pendapat dikalangan rukyat adalah tentang mathla’, penelitian ini lebih menekankan terhadap metode rukyatulhilal yang berdasarkan hadis “shumu liru‟yatihi wa afthiru liru‟yatihi” yang digali dari metodologi istinbath At-Ta‟âdul wa At-Tarajih dan kesepakatan pendapat para ulama atau mazhab yang sama-sama menggunakan sistem rukyatulhilal. Tapi bukan berarti menafikan adanya metode hisab. dalam skripsi ini, penulisnya menginginkan dengan adanya institusi politik pemersatu umat Khilafah harus bahkan wajib menyatukan umat secara global agar perbedaan pendapat tersebut mampu disatukan oleh keputusan seorang khalifah. Sedangkan skripsi yang penulis tulis membahas tentang fenomena pada komunitas Aboge di Desa Kembang yang masih menggunakan hitungan Aboge, namun tidak untuk menentukan awal bulan Kamariah yang berkaitan dengan ibadah melainkan untuk kegiatan keagamaan dan rutinitas sehari-hari yang diinterpretasi dari Tafsir al-Hidayah surat Fusilat ayat ke 41, dibagian asbabun nuzul HR. Ibnu Jarir ayat 9, 10,11, dan 12 karya Syekh Nawawi Al- Bantani. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiologi-antropologi.