Demografi Masyarakat Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti Kabupaten

Sarana perekonomian di Desa Kembang meliputi: 26 toko kios warung, 2 koperasi simpan pinjam, 616 perusahaan industri besar dan sedang, 2 perusahaan industri kecil, dan lain-lain. 4

B. Profil Komunitas Aboge di Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti

Kabupaten Pati Penanggalan Jawa merupakan salah satu produk budaya asli bangsa Indonesia. System penanggalan Jawa tersebut, seperti halnya budaya Jawa lainnya, perlahan mulai hilang dari peredaran. 5 Tetapi karena sifatnya yang pasti sebagai Mathematical Calender membuat penanggalan Jawa tetap ada yang menggunakan. Istilah Aboge dapat dirinci bahwa a berasal dari Alip, salah satu dari delapan tahun siklus windu, bo mengacu pada rebo hari Rabu, dan ge berasal dari Wage, salah satu dari hari pasaran yang lima yang berarti tahun Alip jatuh pada hari Rabo Wage. Hal ini timbul karena persentuhan Islam dengan budaya lokal atau yang sering menimbulkan corak budaya tersendiri di luar dugaan dan melahirkan pemikiran tersendiri, dalam pemikiran hisab rukyat. 6 Aboge di Desa Kembang Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati tidak merupakan sebuah organisasi melainkan sebuah kelompok masyarakat Islam yang kebanyakan adalah paranormal yang menggunakan sistem penghitungan Aboge Alip Rebo Wage untuk rutinitas sehari-hari karena 4 Data Laporan Monografi Kabupaten Pati, Kecamatan Dukuhseti Desa Kembang, Keadaan Bulan November 2014. 5 Hendro Setyanto, Membaca Langit Jakarta: Al-Ghuraba, 2008, h. 68. 6 Alfina Rahil Ashidiqi, “Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge Studi Terhadap Komunitas Aboge Di Purbalingga”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009, h. 4. dalam penentuan awal bulan Kamariah mereka mengikuti ketetapan Pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Agama. Komunitas Aboge di Desa tersebut tidak dipimpin oleh seorang ketua, hanya saja orang yang faham ilmu Aboge dianggap sebagai Sesepuh dan tidak terkait secara organisasi dengan komunitas Aboge di daerah-daerah lain. Tokoh-tokoh Aboge di Desa tersebut tidak diketahui secara jelas, karena mereka mendapatkan ilmu itu secara turun-temurun. Namun ada yang mengatakan bahwa tokoh Aboge yang dulu adalah Wong Islam Abangan, salah satunya Sunan Kalijaga, dan orang pertama kali yang memperkenalkan Islam Aboge adalah Ngabdullah Syarif Sayid Kuning yang terkenal dengan nama Sayid Abdullah dan Aji Saka. Sedangkan tokoh Aboge yang ada di Desa Kembang adalah Edi, Imam Suroso, Mbah Macan julukan Yusuf Rustam, Mbah Kasemo, Mbah Sukamto dan Mbah Kumbino.

C. Model dan Metode Penentuan Awal Bulan Sistem Aboge

Masyarakat Desa Kembang adalah penganut hisab Islam Jawa sistem Aboge. Dalam menentukan awal bulan kamariyah masih murni menggunakan perhitungan Jawa tersebut. Aboge adalah akronim dari Alip, Rabu, Wage yang memiliki arti bahwa tahun Alip jatuh pada hari Rabu Wage. Perhitungan Aboge ini mereka dapatkan dari nenek moyang yang diwariskan secara turun-temurun. Dalam kalender Jawa nama tahun selama satu windu adalah Alip, Ehe, Jimawal, Ze, Dal, Be, Wawu, Jimakir. Nama-nama tahun tersebut memiliki arti masing-masing, Alip artinya ada- ada mulai berniat, Ehe memiliki arti tumandang melakukan, Jimawal artinya gawe pekerjaan, Ze adalah lelakon proses, nasib, Dal artinya urip hidup, Be memiliki arti bola-bali selalu kembali, Wawu artinya marang ke arah, Jimakir artinya suwung kosong. Kedelapan tahun tersebut membentuk kalimat “ada-ada tumandang gawe lelakon urip bola-bali marang suwung ” mulai melaksanakan aktifitas untuk proses kehidupan dan selalu kembali kepada kosong. Tahun dalam bahasa Jawa memiliki arti wiji benih, kedelapan tahun itu menerangkan proses dari perkembangan wiji yang selalu kembali kepada kosong yaitu lahir-mati, lahir-mati yang selalu berputar, 7 tanpa ada perubahan kepada hisab sistem Asapon. Lahirnya sistem penanggalan Jawa Islam ini tidak terlepas dari jasa Sultan Agung Hanyokrokusumo yang merubah kalender Saka. Kalender Sultan Agung yakni sistem penanggalan yang didasarkan pada peredaran Bumi mengelilingi Matahari. Di daerah Tengger, tanah Badui dan kelompok orang Samin mengikuti kalender Saka yang merupakan warisan zaman Hindu-Budha. Permulaan tahun Saka ini adalah hari Sabtu 14 Maret 78 M, yaitu ketika Prabu Saliwahana Aji Saka pertama kali mendarat di Pulau Jawa. Oleh sebab itulah penanggalan ini dikenal dengan almanak Saka yang dipakai sampai awal abad ke-17. 8 Pada permulaannya, Tahun Tareh Jawa dihitung dengan peredaran Matahari dan ber-windu=30 tahun dengan nama Tahun Hindu Jawa Soko. Kemudian pada 7 Suryati, “Penggunaan Sistem Aboge dalam Penentuan Awal Bulan Kamariah dan Implementasinya dalam Kehidupan Masy arakat Desa Cikakak Wangon Banyumas”, Skripsi S1 Fakultas Syariah IAIN Walingoso Semarang, 2012, h. 60. 8 Slamet Hambali, Almanak Sepanjang Masa Sejarah Sistem Penanggalan Masehi, Hijriyah dan Jawa Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011, h. 17. tahun 1555 Saka, oleh Sri Sultan Muhammad tahun tersebut dirubah dengan didasarkan pada peredaran Bulan yang disesuaikan dengan tahun Hijriyah. Tetapi tahunnya tetap 1555 sedangkan perputaran tahunnya dirubah berwindu 8 tahun yang terdiri dari tahun kabisat dan basithah. Windu tahun Jawa diberi rumus dengan 8 huruf abjadiyyah dengan urutan sebagai berikut dan berlaku untuk selama-lamanya tanpa ada perubahan. Tahun pertama : Alip ا Tahun kedua : Ehe ه Tahun ketiga : Jimawal ج Tahun keempat : Ze ز Tahun kelima : Dal د Tahun keenam : Be Tahun ketujuh : Wawu و Tahun Kedelapan : Jim Akhir ج Biasanya diringkas dalam sebuah huruf hijaiyyah زجه جوبد . Untuk lebih jelasnya ialah bahwa tahun-tahun Ehe, Dal, dan Jim Akhir adalah tahun Kabisat Wuntu. Dan tahun-tahun Alip, Jim Awal, Ze, Be, dan Wawu adalah tahun Basithah Wastu. 9 Sistem kalender Jawa dan kalender Hijriyah memiliki kesamaan yaitu mengacu pada sistem peredaran Bulan ketika mengorbit Bumi Kamariah, 9 Muh. Choeza’I Aliy Comal, Pelajaran Hisab Isthilah, cet.I, Semarang: t.p., 1977, h. 6-7. perbedaannya adalah 1 tahun dalam kalender Hijriyah berumur 354 hari 8 jam 48 menit atau 354 1130 hari, sedangkan kalender Jawa berumur 354 hari 9 jam atau 354 38 hari. Agar tahun baru Hijriyah dan Jawa dapat bersamaan 1 Muharram dan 1 Suro setiap tahun maka harus ada penyesuaian yang membutuhkan waktu 120 tahun. Sejak tahun 1555 Jawa sampai sekarang 1948 Jawa 2015 Masehi telah berganti era 120 tahunan yang ke-4 Asapon. Apabila ditelusuri, selisih waktu tersebut bisa terjadi karena tahun Jawa pada satu periode yaitu 120 tahun memiliki 45 tahun kabisat dengan rincian 3 x 120 : 8 = 45. Akan tetapi dalam perhitungan tahun Hijriyah hanya mempunyai 44 tahun kabisat dalam satu periode 120. Dengan rincian 11 x 120 : 30 = 44. Jadi dalam 120 tahun, tahun Jawa mendahului satu hari dari tahun Hijriyah. Artinya apabila tahun Hijriyah sudah masuk bulan baru, maka bulan Jawa masih pada akhir bulan lama. Menurut perhitungan di atas, perbedaan tahun Hijriyah dengan tahun Jawa selisih 3 hari. Tetapi sekarang hanya selisih 1 hari karena menurut ketetapan dari Kraton Solo sudah dilampaui 2 x 1 hari yaitu pada tahun 1674 dan 1748 Jawa. Pada dasarnya kedua tahun di atas adalah tahun Kabisat yang ditetapkan sebagai tahun Basithah. Oleh karena itu, selisih tahun Jawa dengan tahun Hijriyah sekarang hanya terpaut 1 hari. 10 10 Ali Mas’udi, “Penentuan Awal Bulan Kamariah Menggunakan Sistem Aboge dan Implementasinya Studi Kasus di Desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati,” Skripsi S1 Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, 2014, h. 90-91.