Menurut Salim HS definisi perjanjian, yaitu: “Perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek yang satu dengan
subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain
berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya”.
27
Pengertian perjanjian dalam rumusan pendapat sarjana di atas memberikan pengertian mengenai perjanjian merupakan konsekuensi dalam hukum bahwa
dalam suatu perjanjian terdapat dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk melakukan suatu hal, di mana salah satu pihak adalah pihak yang wajib
melakukan suatu prestasi debitur dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas suatu prestasi tersebut kreditur.
B. Asas-asas Perjanjian
Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas. Asas-asas yang terpenting adalah:
1. Asas kepribadian personalitas 2. Asas kebebasan berkontrak
3. Asas konsensualisme 4. Asas daya pengikat kontrak pacta sunt servanda
5. Asas itikad baik
27
Salim H. S, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, hal. 27 Selanjutnya disebut buku II
Universitas Sumatera Utara
Ad. 1. Asas kepribadian personalitas Asas ini diatur dan ditemukan dalam ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata
yang berbunyi “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan pengikatan atau
perjanjian selain untuk dirinya sendiri. ”
Meskipun secara sederhana dikatakan bahwa ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata menunjuk pada asas personalia, namun lebih jauh dari itu, ketentuan
Pasal 1315 KUHPerdata juga menunjuk pada kewenangan bertindak dari seseorang yang membuat atau mengadakan perjanjian. Secara spesifik ketentuan
Pasal 1315 KUHPerdata ini menunjuk pada kewenangan bertindak sebagai individu pribadi sebagai subyek hukum pribadi yang mandiri, yang memilki
kewenangan bertindak untuk dan atas namanya sendiri.
28
Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya, sebagaimana diintrodusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata
dinyatakan bahwa: “Dapat pula perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu
perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau suatu pemberian orang lain, mengandung s
uatu syarat semacam itu”. Pasal ini mengontruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian
untuk kepentingan pihak ketiga, dengan syarat yang ditentukan.
29
Sedangkan pada Pasal 1318 KUHPerdata tidak hanya mengatur untuk diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang
memperoleh hak dari padanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka dalam
28
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008, hal. 15
29
Salim H. S, buku II, Op.Cit, hal. 12
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan diri sendiri, ahli
warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Dalam setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak pasti dicantumkan identitas dari subyek
hukum yang meliputi nama, umur, tempat domisili, dan kewarganegaraan. Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318
KUHPerdata membahas ruang lingkup yang lebih jelas.
30
Ad. 2. Asas kebebasan berkontrak Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral
di dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan dalam aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para
pihak.
31
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian, b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun,
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
32
30
Ibid, hal. 13
31
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, hal 108
32
Salim H. S, buku II, Op.Cit, hal. 9
Universitas Sumatera Utara
Apabila mengacu pada Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang dibingkai oleh pasal-pasal lain dalam satu kerangka sistem hukum kontrak vide Pasal 1320,
1335, 1337, 1338 ayat 3 serta 1339 KUHPerdata, maka penerapan asas kebebasan berkontrak ternyata perlu dibingkai oleh rambu-rambu hukum lainnya,
Hal ini berarti kebebasan para pihak dalam membuat kontrak perlu memerhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Memenuhi syarat-syarat sahnya kontrak; b. Untuk mencapai tujuan para pihak, kontrak harus mempunyai kausa;
c. Tidak mengandung kausa palsu atau dilarang undang-undang; d. Tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, kesusilaan, dan ketertiban
umum; e. Harus dilaksanakan dengan itikad baik.
33
Ad. 3. Asas konsensualitas Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat 1
KUHPerdata, yang menentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak.
34
Selanjutnya yang dimaksud dengan asas konsensual dalam suatu perjanjian adalah bahwa suatu perjanjian sudah sah dan
mengikat ketika tercapainya kata sepakat, selama syarat-syarat sahnya perjanjian sudah dipenuhi. Dalam hal ini, dengan tercapainya kata sepakat, maka pada
prinsipnya dengan beberapa kekecualian, perjanjian tersebut sudah sah, mengikat dan sudah mempunyai akibat hukum yang penuh, meskipun perjanjian
33
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., Hal. 118
34
Salim H. S, buku II, Op.Cit., hal 10.
Universitas Sumatera Utara
tersebut belum atau tidak ditulis. Konsekuensi yuridisnya adalah bahwa sejak saat itu, sudah terbit hak dan kewajiban sebagaimana yang disebut dalam perjanjian
tersebut. Karena itu, suatu perjanjian tidak harus dibuat secara tertulis. Jadi, pada prinsipnya dengan beberapa kekecualian, suatu perjanjian lisan pun sebenarnya
sudah sah secara hukum dan sudah mengikat secara penuh.
35
Ad.. 4. Asas daya pengikat kontrak pacta sunt servanda Kekuatan mengikat dari perjanjian yang muncul seiring dengan asas
kebebasan berkontrak merupakan manifestasi pola hubungan manusia yang mencerminkan nilai-nilai kepercayaan di dalamnya. Menurut Eggens manusia
terhormat akan memelihara janjinya. Sedang Grotius mencari dasar konsensus dalam ajaran Hukum Kodrat bahwa “janji itu mengikat” pacta sunt servanda,
karena “kita harus memenuhi janji kita” Promissorum implendorum obligatio. Dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam perjanjian terkandung suatu asas
kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur
lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral.
36
Ad. 5. Asas itikad baik Asas iktikad baik adalah salah satu asas yang terdapat dalam Pasal 1338
KUHPerdata menyatakan bahwa: “Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad
baik” artinya dalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seorang manusia. Jadi selalu mengingat bahwa manusia sebagai
35
Munir Fuady, Op.Cit, hal. 182
36
Mariam Darus Bardrulzaman, KUHPerdata Buku III, Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Bandung: Alumni, 2001, hal. 114
Universitas Sumatera Utara
anggota masyarakat harus jauh dari sifat merugikan pihak lain, atau menggunakan kata-kata secara membabi buta pada saat kedua belah pihak membuat suatu
perjanjian. Kedua belah pihak selalu memerhatikan hal-hal ini, dan tidak boleh menggunakan kelalaian pihak lain untuk menguntungkan diri pribadi.
37
Asas iktikad baik merupakan salah satu hal penting dalam hukum perjanjian, Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam yaitu iktikad baik nisbi
relative-subjektif dan mutlak absolute-objektif. Pada iktikad baik yang nisbi orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad
baik yang mutlak, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan menurut norma-norma objektif.
38
C. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian