BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Proporsi Prevalence kejadian Pre Hipertensi
Gambar 5.1 Diagram Pie Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan
Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.1 di atas dapat dilihat bahwa proporsi prevalence hipertensi pada usia 18-40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe
Kabupaten Deli Serdang tahun 2015 adalah sebesar 53,9. Menurut penelitian Tripena di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Medan
2011 dengan menggunakan desain case series terdapat distribusi proporsi penderita pre hipertensi sebesar 13,7 Tripena, 2011.
Pre hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah 120-139 mg yang disebabkan oleh berbagai faktor risiko yaitu genetik, umur, sukuetnik, geografis,
jenis kelamin, diet, obesitas, stress, gaya hidup, dan penggunaan alat kontrasepsi hormonal WHO, 2013.
53,9 46,1
Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
Kejadian pre hipertensi di Desa Jati Kesuma termasuk tinggi karena berbagai faktor resiko seperti stress 61,4, asupan garam tinggi 82,4,
kebiasaan merokok 76,9 dan konsumsi alkohol 80,0.
5.2 Analisis Bivariat
5.2.1 Hubungan Umur dengan Kejadian Pre Hipertensi
Gambar 5.2 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Umur Dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.2 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pre hipertensi tertinggi pada penduduk yang berumur 18-25 tahun yaitu 57,1 dan terendah
pada penduduk berumur 26-40 tahun yaitu 52,1. Kejadian Pre Hipertensi pada kelompok umur 18-25 tahun dan 26-40 tahun relatif sama.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chi-square, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian pre hipertensi secara
statistik p0,05. Ratio prevalence pre hipertensi pada penduduk dengan
57,1 52,1
42,9 47,9
10 20
30 40
50 60
18-25 Tahun 26-40 Tahun
Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi
Umur
P roporsi
Universitas Sumatera Utara
kelompok umur 18-25 tahun dan 26-40 tahun adalah 1,098 95 CI=0,780- 1,546.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Manik di Posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan 2011 dengan pendekatan cross sectional
didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian hipertensi, dengan nilai p=0,605 Manik, 2011. Penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian Anggraini dkk di Puskesmas Bangkinang 2009 dengan pendekatan case control study yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang bermakna secara statistik antara usia dengan kejadian hipertensi, dengan nilai p=0,541 Anggraini, 2009.
Jumlah individu yang mengalami hipertensi meningkat sejalan dengan meningkatnya usia Tierney dkk, 2002. Tekanan darah cenderung rendah pada
bayi dan mulai meningkat pada masa kanak-kanak. Kemudian akan meningkat lebih nyata selama masa pertumbuhan dan pematangan fisik di usia remaja
Semple, 1992. Pada penelitian ini kelompok umur 18-25 tahun lebih tinggi karena
penderita pre hipertensi lebih banyak ditemukan pada laki-laki 82,1 di bandingkan dengan perempuan 39,5. Penelitian ini membatasi usia dari 18-40
tahun sehingga cenderung lebih nyata pada laki-laki dari pada wanita terlebih sebelum wanita mengalami masa menopause.
Universitas Sumatera Utara
5.2.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre Hipertensi
Gambar 5.3 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan
Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.3 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pre hipertensi tertinggi pada laki-laki yaitu 82,1 dan terendah pada perempuan 39,5.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chi-square, terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian pre hipertensi p0,05. Ratio
prevalence pre hipertensi pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 2,079 95 CI=1,517-2,847.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kartikasari di Desa Kabongan Kidul, Kabupaten Rembang 2012, diperolah ada hubungan yang bermakna
antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi, dengan nilai p=0,008. Kartikasari, 2012.
Pada usia dini tidak terbukti nyata tentang adanya perbedaan tekanan darah antara pria dan wanita. Akan tetapi, mulai pada masa remaja, pria
82,1
39,5 17,9
60,5
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Laki-Laki Perempuan
Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi
Umur Umur
Umur
P roporsi
Umur Umur
Jenis Kelamin
Universitas Sumatera Utara
cenderung menunjukkan perubahan tekanan darah lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Laporan Komisi Pakar WHO, 2011.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori, karena wanita yang berusia muda terlebih belum mengalami masa menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar HDL. Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
5.2.3 Hubungan Suku dengan Kejadian Pre Hipertensi
Gambar 5.4 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Suku dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.4 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pre hipertensi tertinggi pada suku bukan Jawa yaitu 59,4 dan terendah suku Jawa yaitu 51,8.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chi-square, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara suku dengan kejadian pre hipertensi p0,05. Ratio
prevalence pre hipertensi pada penduduk suku Jawa dengan bukan Jawa adalah 0,873 95 CI=0,613-1,243.
51,8 59,4
48,2 40,6
10 20
30 40
50 60
70
Jawa Bukan Jawa
Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi
P ro
p o
rsi
Suku
Universitas Sumatera Utara
Menurut penelitian Tripena di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Medan 2011 dengan menggunakan desain case series penderita hipertensi tertinggi
adalah suku Batak sebesar 50,9 dan terendah lain-lain yaitu suku Ambon dan Toraja 1,1 .
Suku mungkin berpengaruh pada hubungan antara umur dan tekanan darah, seperti yang ditunjukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang meninggi
bersamaan dengan bertambahnya umur secara progresif pada orang Amerika berkulit hitam dibandingkan dengan orang Amerika berkulit putih. Laporan
Komisi Pakar WHO, 2011. Pada penelitian ini suku bisa menjadi variabel protektif, karena dapat
menjadi variabel yang mengendalikan kejadian pre hipertensi melalui asupan makanan. Hal ini terlihat dari suku jawa yang lebih senang makan yang manis
dibandingkan asin sehingga mampu mengendalikan tekanan darah tinggi.
Universitas Sumatera Utara
5.2.4 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Pre Hipertensi
Gambar 5.5 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Pendidikan dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan
Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.5 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pre hipertensi tertinggi pada pendidikan rendah yaitu 58,0 dan terendah pada pendidikan tinggi
yaitu 50,8. Kejadian Pre Hipertensi pada penduduk yang berpendidikan rendah dan tinggi relatif sama. Hasil analisis statistik dengan uji chi-square, tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian pre hipertensi p0,05. Ratio prevalence pre hipertensi pada penduduk dengan
pendidikan rendah dan tinggi adalah 1,142 95 CI=0,816-1,599. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Manik di Posyandu
lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan 2011 dengan pendekatan cross sectional diperoleh proporsi hipertensi tertinggi pada kelompok SD yaitu 54,50
58 50,8
42 49,2
10 20
30 40
50 60
70
Pend. Rendah Pend. Tinggi
Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi
Pendidikan
P roporsi
Universitas Sumatera Utara
dan terendah pada kelompok Akademi PT yaitu 7,10, dengan nilai p=0,016. Manik, 2011.
Pada gambar 5.5 dapat dilihat bahwa proporsi penduduk dengan pre hipertensi yang berpendidikan rendah lebih tinggi dibandingkan yang
berpendidikan tinggi. Namun, distribusi keduanya relatif sama sehingga tidak ada perbedaan atau hubungan yang bermakna.
5.2.5 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Pre Hipertensi
Gambar 5.6 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Pekerjaan dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan
Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.6 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pre hipertensi tertinggi pada yang bekerja 64,2 dan terendah pada yang tidak bekerja 45,2.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chi-square, terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian pre hipertensi p0,05. Ratio
prevalence pre hipertensi pada penduduk dengan status pekerjaan bekerja dan tidak bekerja adalah 1,420 95 CI=1,011-1,996.
64,2
45,2 35,8
54,8
10 20
30 40
50 60
70
Bekerja Tidak Bekerja
Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi
Pekerjaan
P roporsi
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Martiningsih di Poliklinik pernyakit dalam RSUD Bima dengan menggunakan desain penelitian cross
sectional yang menunjukkan bahwa proporsi hipertensi pada kelompok yang bekerja 83,6 dan pada kelompok yang tidak bekerja 56,4, dengan nilai
p=0,004 Martiningsih, 2011. Pada gambar 5.6 dapat dilihat bahwa kejadian pre hipertensi lebih tinggi
pada penduduk yang bekerja dibandingkan yang tidak bekerja. Hal ini dapat terjadi karena stress yang dialami di tempat kerja dimana beban kerja yang
dilakukan lebih banyak dibandingkan yang tidak bekerja.
5.2.6 Hubungan Status Pernikahan dengan Kejadian Pre Hipertensi
Gambar 5.7 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status Pernikahan dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma
Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.7 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pre hipertensi tertinggi pada yang belum menikah yaitu 70,4 dan terendah pada yang sudah
menikah yaitu 48,9. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chi-square,
48,9 70,4
51,1 29,6
10 20
30 40
50 60
70 80
Menikah Belum Menikah
Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi
Status Pernikahan
P roporsi
Universitas Sumatera Utara
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status pernikahan dengan kejadian pre hipertensi p0,05. Ratio prevalence pre hipertensi pada penduduk yang
sudah menikah dan belum menikah adalah 0,694 95 CI=0,502-0,961. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Tripena di RS
Bhayangkara kota Medan 2011 yang menunjukkan bahwa status perkawinan penderita hipertensi tertinggi adalah kawin sebesar 82,9 dan yang terendah
adalah jandaduda dengan 17,1. Tidak ada penderita hipertensi yang belum menikah, karena usia terendah penderita adalah 28 tahun Tripena, 2011.
5.5.7 Hubungan Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi dengan Kejadian Pre Hipertensi
Gambar 5.8 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa
Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.8 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pre hipertensi tertinggi pada responden yang ada riwayat keluarga menderita hipertensi yaitu
63,2
44,8 36,8
55,2
10 20
30 40
50 60
70
Ada Tidak ada
Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi
Riwayat Keluarga yang Menderita Hipertensi
P roporsi
Universitas Sumatera Utara
63,3 dan terendah yaitu responden yang tidak ada riwayat keluarga menderita hipertensi yaitu 44,8. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chi-square,
terdapat hubungan yang bermakna antara keluarga yang memiliki riwayat hipertensi dengan kejadian pre hipertensi p0,05. Ratio
prevalence pre
hipertensi pada penduduk yang ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi dan tidak ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi adalah 1,409 95
CI=0,995-1,995. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kartikasari di Desa
Kabongan Kidul, Rembang 2012 dengan menggunakan desain penelitian case control, ditemukan proporsi hipertensi pada kelompok yang memiliki riwayat
keluarga 88,7 dan yang tidak memiliki riwayat keluarga 11,3. Berdasarkan hasil penelitian yang sama, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi p=0,000. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih
mendekati tekanan darah orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah dibanding dengan anak adopsi. Hal ini menunjukkan bahwa gen yang diturunkan,
dan bukan hanya faktor lingkungan seperti makanan dan status sosial, berperan besar dalam menentukan tekanan darah. Laporan Komisi Pakar WHO, 2001
Universitas Sumatera Utara
5.2.8 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Pre Hipertensi
Gambar 5.9 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan
Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.9 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pre hipertensi tertinggi pada yang obesitas 54,5 dan terendah pada yang tidak obesitas yaitu
53,8. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chi-square, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian pre hipertensi
p0,05. Ratio prevalence pre hipertensi pada penduduk yang obesitas dan tidak obesitas adalah 1,013 95 CI=0,574-1,788.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sugiharto di Kabupaten Karanganyar 2007 dengan menggunakan desain penelitian case control,
ditemukan proporsi hipertensi pada kelompok yang obesitas 62,96 dan pada kelompok yang bukan obesitas 45,41, dengan nilai p=0,84 Sugiharto, 2007.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian Manik di Posyandu lansia wilayah kerja
54,5 53,8
45,5 46,2
10 20
30 40
50 60
Obesitas Tidak Obesitas
Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi
Status Gizi
P roporsi
Universitas Sumatera Utara
Puskesmas Parsoburan 2011 dengan menggunakan desain cross sectional yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan
kejadian hipertensi, diperoleh nilai p=0,301 Manik, 2011. Obesitas atau kelebihan berat badan pada kebanyakan kajian berkaitan
dengan 2-6 kali meningkatkan risiko mendapatkan hipertensi. Obesitas berarti menyimpan energi dalam bentuk lemak sehingga meningkatkan jumlah jaringan
lemak dan meningkatkan beban kerja jantung. Dari data pengamatan, regresi multivariat TD menunjukkan kenaikan berat badan 10 kg dapat menaikkan TDS
2-3 mmHg dan TDD 1-3 mmHg Laporan Komisi Pakar WHO, 2011. Pada hasil penelitian ini diperoleh distribusi proporsi penduduk yang
obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak obesitas. Namun, kedua distribusi proporsi relatif sama sehingga tidak menunjukkan adanya perbedaan
atau hubungan.
Universitas Sumatera Utara
5.2.9 Hubungan Stress dengan Kejadian Pre Hipertensi
Gambar 5.10 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Stress dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.10 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pre hipertensi tertinggi pada responden yang stress yaitu 61,4 dan terendah pada
yang tidak stress yaitu 34,4. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chi- square, terdapat hubungan yang bermakna antara stress dengan kejadian pre
hipertensi p0,05. Ratio prevalence pre hipertensi pada penduduk yang stress dan tidak stress adalah 1,788 95 CI=1,075-2,971.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sugiharto di Kabupaten Karanganyar 2007 dengan menggunakan desain penelitian case control,
ditemukan proporsi hipertensi pada kelompok yang stress 58,7 dan yang tidak stress 43,41, dengan nilai p=0,008 Sugiharto, 2007.
Stress mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap tingkat kejadian hipertensi. Seseorang yang berada dalam keadaan stress berarti telah terjadi proses
61,4
34,4 38,6
65,6
10 20
30 40
50 60
70
Stress Tidak Stress
Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi
Stress
P roporsi
Universitas Sumatera Utara
fisiologis dimana sistem saraf simpatis teraktivasi yang selanjutnya dapat menstimulus pengeluaran hormon adrenalin dan kortisol. Respon fisiologis ini
menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah Halgin, 2010. 5.2.10 Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Pre Hipertensi
Gambar 5.11 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Auspan Garam dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan
Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.11 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pre hipertensi tertinggi pada responden dengan asupan garam tinggi yaitu 82,4 dan
terendah pada yang asupan garamnya normal yaitu 42,0. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chi-square, terdapat hubungan yang bermakna antara
asupan garam dengan kejadian pre hipertensi p0,05. Ratio prevalence pre hipertensi pada penduduk dengan asupan garam tinggi dan normal adalah 1,962
95 CI=1,454-2,647.
82,4
42
17,6 58
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Tinggi Normal
Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi
Asupan Garam
P roporsi
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Anggraini dkk di Puskesmas Bangkinang 2009 dengan pendekatan case control study yang menunjukkan
distribusi proporsi penderita yang asupan garamnya tinggi yaitu 61,5 dan yang asupan garamnya normal yaitu 31,7, dengan nilai p=0,003 Anggraini, 2009.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang mengatakan asupan garam yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Asupan natrium yang
meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan, yang meningkatkan volume darah. Hal ini sebaliknya juga terjadi, ketika asupan natrium berkurang maka
begitu pula volume darah dan tekanan darah pada beberapa individu Hull, 1993.
5.2.11 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Pre Hipertensi
Gambar 5.12 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma Kecamatan
Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.12 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pre hipertensi tertinggi pada responden dengan aktivitas fisik tidak cukup 55,6 dan
terendah pada yang aktivitas fisik cukup yaitu 43,8. Berdasarkan hasil analisis
43,8 55,6
56,2 44,4
10 20
30 40
50 60
Cukup Tidak Cukup
Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi
Aktivitas Fisik
P roporsi
Universitas Sumatera Utara
statistik dengan uji chi-square, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian pre hipertensi p0,05. Ratio prevalence pre
hipertensi pada penduduk dengan aktivitas fisik cukup dan tidak cukup adalah 0,788 95 CI=0,440-1,411.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sugiharto di Kabupaten Karanganyar 2007 dengan menggunakan desain penelitian case control,
ditemukan proporsi hipertensi pada kelompok yang aktivitas fisiknya tidak cukup 53,04 dan pada kelompok yang aktivitas fisiknya cukup 32,50 dengan nilai
p=0,019 Sugiharto, 2007 Manfaat aktivitas fisik yang cukup tidak hanya sekedar mengontrol berat
badan. Orang yang aktivitas fisiknya cukup memiliki tekanan darah yang lebih rendah, pola tidur lebih baik, stres lebih sedikit, dan pada umumnya harapan hidup
yang lebih besar daripada mereka yang tidak cukup aktivitas fisiknya. Sheps, 2005
Pada penelitian ini diperoleh bahwa antara aktivitas fisik dengan kejadian pre hipertensi tidak berhubungan. Hal ini dikarenakan, secara statistik distribusi
kejadian pre hipertensi pada penduduk yang melakukan aktivitas fisik cukup dengan yang tidak cukup relatif sama.
Universitas Sumatera Utara
5.2.12 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pre Hipertensi
Gambar 5.13 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma
Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.13 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pre hipertensi tertinggi pada responden yang merokok yaitu 76,9 dan terendah pada
yang tidak merokok yaitu 47,2. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square, terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan
merokok dengan kejadian pre hipertensi. Ratio prevalence pre hipertensi pada penduduk dengan kebiasaan merokok yang merokok dan tidak merokok adalah
1,630 95 CI=1,202-2,210. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kartikasari di Desa
Kabongan Kidul, Rembang 2012 dengan menggunakan desain penelitian case control, ditemukan proporsi hipertensi pada kelompok merokok 91,3 dan yang
tidak merokok 37,3, dengan nilai p=0,000 Kartikasari,2012. Tetapi tidak
76,5
47,2
23,1 52,8
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Merokok Tidak Merokok
Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi
Kebiasaan Merokok
P roporsi
Universitas Sumatera Utara
sejalan dengan penelitian Manik di Posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan 2011 dengan pendekatan cross sectional yang menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi p=0,772 Manik, 2011.
Merokok dapat meningkatkan tekanan darah secara temporer yaitu tekanan darah sistolik yang naik sekitar 10 mmHg dan tekanan darah diastolik naik sekitar
8 mmHg. Hal tersebut dapat terjadi karena pengaruh nikotin dalam rokok yang mempengaruhi peredaran darah sehingga menyebabkan peningkatan denyut
jantung, tekanan darah, dan juga menyebabkan pengapuran Dekker, 1996; Laporan Komisi Pakar WHO, 2011.
Pada penelitian ini, ditemukan kejadian pre hipertensi lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan gambar 5.3. Kebiasaan merokok biasanya
lebih menjadi gaya hidup laki-laki yang sering berkumpul bersama teman- temannya, berkumpul di warung dan begadang sambil menghisap rokok untuk
menghangatkan badan atau mengurangi stress.
Universitas Sumatera Utara
5.2.13 Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Pre Hipertensi
Gambar 5.14 Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Pre Hipertensi di Desa Jati Kesuma
Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.14 di atas dapat dilihat bahwa proporsi pre hipertensi tertinggi pada responden yang mengonsumsi alkohol yaitu 80,0 dan
terendah pada yang tidak mengkonsumsi alkohol yaitu 50,0. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chi-square, terdapat hubungan yang bermakna antara
konsumsi alkohol dengan kejadian pre hipertensi p0,05. Ratio prevalence pre hipertensi pada penduduk yang mengonsumsi alkohol dengan tidak mengonsumsi
alkohol adalah 1,600 95 CI=1,162-2,204. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sugiharto di Kabupaten
Karanganyar 2007 dengan menggunakan desain penelitian case control,, ditemukan proporsi hipertensi pada kelompok yang mengkonsumsi alkohol 81,8
80
50
20 50
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Minum Alkohol Tidak Minum Alkohol
Pre Hipertensi Tidak Pre Hipertensi
Konsumsi Alkohol
P roporsi
Universitas Sumatera Utara
dan yang tidak mengkonsumsi alkohol 48,0, dengan nilai p=0,028 Sugiharto, 2007.
Alkohol mempengaruhi tekanan darah. Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan darah yang lebih tinggi
dari pada individu yang tidak minum atau minum sedikit alkohol Hull, 1993. Pada penelitian ini diperoleh bahwa peminum minuman beralkohol lebih
tinggi dibandingkan dengan yang tidak minum. Hal ini sejalan dengan hasil analisa statistik kebiasaan merokok dimana laki-laki cenderung lebih suka minum-
minuman beralkohol dibandingkan perempuan yang lebih aware terhadap dirinya.
5.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan uji statistik chi square, dengan pendekatan cross sectional untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan
dependen dimana kedua variabel merupakan data kategorik. Desain ini mempunyai kelemahan dimana subjek penelitian hanya diteliti melalui observasi
yang dilakukan hanya sekali. Populasi pada penelitian ini adalah penduduk yang berusia 18-40 tahun sehingga kejadian pre hipertensi belum begitu tampak karena
masih awal patogenesis penyakit. Pada penelitian ini, tidak ditanyakan apakah responden sedang minum
obat anti hipertensi atau tidak sehingga bisa saja terjadi bias dimana seseorang sebenarnya sedang menderita pre hipertensi atau hipertensi tetapi tekanan
darahnya normal. Selain itu, asupan makanan juga kurang ditanyakan secara detail, hanya asupan garam yang ditanyakan sehingga tidak begitu terlihat
pengaruh pola makan pada kejadian pre hipertensi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Proporsi Prevalence kejadian pre hipertensi pada usia 18-40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang adalah
53,9. 6.1.2 Distribusi penduduk berusia 18-40 tahun berdasarkan karakteristik
individu di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun 2015 tertinggi pada kelompok umur 26-40 tahun 63,5,
jenis kelamin perempuan 66,1, suku Jawa 72,2, pendidikan SMA 51,3, tidak bekerja 53,9 dan sudah menikah 76,5.
6.1.3 Distribusi penduduk berusia 18-40 tahun berdasarkan faktor risiko di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun
2015 lebih banyak terdapat pada keluarga yang tidak ada riwayat hipertensi 50,4, BB Normal 50,4, stress 72,2, asupan garam
normal 70,4, aktivitas fisik tidak cukup 86,1, kebiasaan merokok tidak ada 77,4, dan kebiasaan mengonsumsi alkohol tidak ada 87,0.
6.1.4 Ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin p=0,001, pekerjaan p=0,042, riwayat keluarga yang memiliki hipertensi p=0,049, stress
p=0,009, asupan garam p=0,001, kebiasaan merokok p=0,007 dan konsumsi alkohol p=0,030 dengan kejadian pre hipertensi pada usia 18-
40 tahun di Desa Jati Kesuma Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara