Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat

36 Dari kromatogram pada gambar di atas, komposisi asam lemak minyak biji alpukat tersebut disajikan pada tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat Asam Lemak Komposisi Asam Miristat 14:0 1,4120 Asam Palmitat 16:0 20,3439 Asam Palmitoleat 16:1 2,7729 Asam Stearat 18:0 1,2328 Asam Oleat 18:1 15,8823 Asam Linoleat 18:2 47,3531 Asam Linolenat 18:3 4,9721 Asam Arachidat 20:0 1,8139 Asam Gadoleat 20:1 4,2160 Total 100,0000 Asam Lemak Jenuh SFA 24,8026 Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal MUFA 22,8712 Asam Lemak Tak Jenuh Jamak PUFA 52,3252 Rasio Asam LinoleatAsam Linolenat 9,52 Rasio PUFASFA 2,11 Berdasarkan data komposisi asam lemak dari minyak biji alpukat, maka dapat ditentukan bahwa berat molekul FFA minyak biji alpukat adalah 276,224 grmol. Dari kromatogram di atas, dapat dilihat bahwa komponen asam lemak yang dominan adalah asam lemak tidak jenuh jamak yaitu asam linoleat sebesar 47,3531 bb, asam lemak jenuh berupa asam palmitat sebesar 20,3439 bb, dan asam lemak tidak jenuh tunggal yaitu asam oleat sebesar 15,8823 bb. Berdasarkan hasil yang dilaporkan Bora [20] minyak biji alpukat dengan pelarut n-heksana juga mengandung asam lemak dominan yang sama tetapi dengan proporsi yang berbeda yaitu asam linoleat 18:2 sebesar 38,892 ± 0,585, asam palmitat 16:0 sebesar 20,847 ± 0,843 dan asam oleat 18:1 sebesar 17,410 ± 0,058. Kandungan asam linoleat, asam palmitat dan asam oleat dalam minyak dengan pelarut n-heptana lebih besar dibanding dengan yang diekstraksi menggunakan n-heksana. Asam oleat merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA asam linoleat dan linolenat, yang pada suhu tinggi asam oleat akan teroksidasi dan berubah menjadi asam linoleat [38]. Reaksi oksidasi pada minyak terjadi pada suhu lebih dari 90 o C 90 o C [39]. Inilah yang 37 menyebabkan kandungan asam linoleat yang menggunakan n-heptana lebih besar dibanding dengan yang menggunakan n-heksana. Total dari asam lemak tak jenuh tunggal MUFA yang diperoleh sebesar 22,8712 dan asam lemak tak jenuh jamak PUFA 52,3252 lebih besar dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Bora [19] yaitu MUFA sebesar 20,712 dan PUFA sebesar 46,726. Tetapi total asam lemak jenuh yang diperoleh lebih kecil dibanding dengan yang dilaporkan oleh Bora [19] sebesar 32,495. Perbedaan komposisi asam lemak ini dapat disebabkan oleh perbedaan lokasi tumbuhan berasal dan faktor lain seperti kematangan dan proses pemanenan [20]. Rasio asam linoleat dengan asam linolenat C18:2C18:3 diperoleh sebesar 9,52 yang lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan Bora [19] dan Galvao [40] berturut-turut yaitu 5,92 dan 2,95. Nilai rasio C18:2C18:3 yang lebih tinggi pada minyak biji alpukat berkhasiat menurunkan kolesterol darah trigliserida dan HDL yang telah diuji pada tikus [40]. Kemudian tingginya rasio PUFASFA telah dilaporkan dapat mengurangi penyakit kardiovaskular dan direkomendasikan nilai minimumnya adalah 0,4 [40]. Rasio PUFASFA yang diperoleh sebesar 2,11. Hasil di atas juga memperlihatkan bahwa asam lemak pada minyak biji alpukat didominasi oleh asam linoleat yang merupakan asam lemak tak jenuh jamak PUFA. Sartika, 2008 menyatakan bahwa PUFA berperan penting dalam transport dan metabolisme lemak, fungsi imun, mempertahankan fungsi dan integritas membran sel [41]. Oleh karena itu, minyak biji alpukat yang dihasilkan cukup berkhasiat untuk kesehatan. Meskipun masih diperlukan pengujian lebih lanjut mengenai toksisitas dan kandungan di dalam minyak tersebut.

4.3 ANALISIS EKONOMI

Buah alpukat merupakan buah yang cukup banyak diminati oleh rakyat Indonesia, baik langsung dikonsumsi, dibuat menjadi jus, dan tambahan produk makanan lainnya. Selain itu buah alpukat juga banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada industri kosmetik, shampoo, dan sebagainya. Buah alpukat digunakan setelah dipisahkan dari kulit dan bijinya, kemudian diambil daging 38 buahnya saja. Hingga saat ini, biji alpukat yang telah dibuang dibiarkan begitu saja hingga membusuk. Biji alpukat yang telah membusuk akan menimbulkan bau tidak sedap dan bayak dihinggapi lalat, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan sekitar. Produksi alpukat di Indonesia cukup tinggi, hal ini dapat dibuktikan dengan data produksi buah alpukat di Indonesia pada tahun 2013 dari Badan Pusat Statistik BPS yaitu mencapai 276.318 ton per tahun. Produksi alpukat mengalami peningkatan pada tahun 2014 hingga mencapai 307.326 ton [1], seiring dengan meningkatnya produksi alpukat, maka limbah biji alpukat yang dihasilkan juga meningkat. Biji alpukat terdiri dari 65 daging buah mesokarp, 20 biji endocarp, dan 15 kulit buah perikarp [9]. Menurut Prasetyowati, biji alpukat mengandung 15 – 20 minyak. Biji alpukat mengandung minyak yang hampir sama dengan kedelai sehingga biji alpukat dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati [3]. Jika diperkirakan produksi buah alpukat per tahun adalah 250 ribu ton. Biji alpukat 20 dari produksi buah alpukat yaitu 50 ribu ton. Setelah dilakukan penelitian mengenai ekstraksi minyak biji alpukat dengan pelarut heptana, diperoleh rata-rata kandungan minyak dalam biji alpukat sebesar 14,72. Dari data tersebut, jika dikalikan dengan limbah biji alpukat Indonesia dapat dihasilkan 7.360 ton minyak biji alpukat. Densitas minyak biji alpukat yang diperoleh dari penelitian yaitu 0,7 kgL. Dalam satuan volume, minyak biji alpukat yang dapat dihasilkan dari 50 ribu ton limbah biji alpukat yaitu lebih dari 10 juta Liter minyak biji alpukat. Dapat dilihat dari hasil tersebut, potensi minyak biji alpukat cukup besar untuk dijadikan minyak nabati. Untuk itu, perlu dilakukan analisis ekonomi mengenai ekstraksi pembuatan minyak dari biji alpukat yang akan dikaji secara sederhana dalam tulisan ini. Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh yield sebesar 15 pada waktu ekstraksi selama 90 menit, massa biji alpukat sebesar 20 gram dan volume pelarut 250 ml. Dimisalkan basis perhitungan yaitu 100 gram bahan baku biji alpukat. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang