PENGARUH VARIABEL PENELITIAN TERHADAP YIELD MINYAK BIJI ALPUKAT

30 19 20 350 150 18,70 20 30 300 120 22,67 Hasil yang diperoleh dari 17 perlakuan tersebut dianalisis secara statistik menggunakan software Minitab 16, untuk mencocokkan persamaan polinomial kuadratik. Untuk memperlihatkan hubungan variabel respons yaitu yield minyak biji alpukat Y terhadap variabel independen t, W, V, model regresi digunakan untuk mencocokkan koefisien model polinomial dari respons. Kualitas kecocokan model dievaluasi menggunakan tes signifikansi dan analisis varians ANOVA. Analisis Varians menggunakan uji berdasarkan varian rasio untuk menentukan apakah terdapat perbedaan yang signifikan diantara beberapa kelompok observasi, dimana masing masing kelompok mengikuti distribusi normal [30]. Persamaan polinomialnya adalah sebagai berikut [33]:             j k j i i ij k 1 i 2 i ii k 1 i i i o X X b X b X b b Y dimana: Y = variabel respons yield minyak biji alpukat b o = intersep b i = model koefisien orde pertama b ij = pengaruh interaksi b ii = koefisien kuadrat dari Xi ε = random error i = 1,2,…..k Kemudian model regresi akan dievaluasi menggunakan F-test dan koefisien determinasi R 2 yang diuji dengan tingkat kepercayaan sebesar 95. Hasil analisis statistik disajikan pada tabel 4.2 dan 4.3 di bawah ini. Tabel 4.2 merupakan hasil perkiraan parameter model eksperimen, sedangkan Tabel 4.3 merupakan hasil analisis varians ANOVA dari variabel-variabel independen secara linear, kuadrat, dan interaksi antar masing-masing faktor. Kemudian akan dievaluasi signifikansi dari masing-masing faktor tersebut. 31 Tabel 4.2 Perkiraan Parameter Model Persamaan Statistik Term Coef SE Coef T P Constant 22,598 1,0641 21,236 0,000 t 4,505 0,7060 6,380 0,000 W -3,772 0,7060 -5,343 0,000 V -3,558 0,7060 -5,040 0,001 tt -2,947 0,6873 -4,288 0,002 WW -3,424 0,6873 -4,982 0,001 VV -3,419 0,6873 -4,975 0,001 tW -2,200 0,9225 -2,385 0,038 tV -1,450 0,9225 -1,572 0,147 WV 1,825 0,9225 1,978 0,076 S = 2,60911 R-Sq = 94,24 R-Sqadj = 89,05 Tabel 4.3 Analysis of Variance terhadap Yield Sumber Variasi df SS MS F hitung F tabel Regresi 9 1113,05 123,673 18,17 3,02 Residual Error 10 68,07 6,807 Total 19 1181,13 Tabel 4.2 menunjukkan hasil dari uji signifikansi untuk setiap analisis regresi dari data penelitian. Hasil menunjukkan bahwa p-values dari setiap variabel penelitian signifikan secara statistik p0,05 kecuali interaksi antara waktu dan volume dan interaksi antara massa dan volume dengan nilai p0,05 yaitu 0,147 dan 0,076. Ketiga faktor linear t, W, V, tiga faktor kuadrat t 2 , W 2 , V 2 , dan satu faktor interaksi tW menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap model dengan level kepercayaan sebesar 95. Untuk mengurangi error, semua koefisien dimasukkan ke dalam model, dan berdasarkan nilai F-test yang besar dan p-values yang rendah, semua faktor linear, semua faktor kuadrat, dan faktor interaksi tW memberikan pengaruh yang besar pada yield minyak biji alpukat yang dihasilkan. Koefisien determinasi R 2 dievaluasi untuk menguji kecocokan dari model. Pada tabel 4.2 ditunjukkan nilai R 2 sebesar 94,24, ini menunjukkan validitas untuk variabel terikat. Artinya ketiga variabel tersebut, waktu ekstraksi, massa biji alpukat, dan volume pelarut n-heptana berpengaruh secara signifikan pada persentase yield minyak biji alpukat yang dihasilkan. Dari nilai koefisien 32 determinasi tersebut juga dapat diartikan bahwa model ini dapat menjelaskan 94,24 dari variabilitas. Pada tabel 4.3 ditunjukkan hasil analisis varians ANOVA variabel penelitian terhadap model respon permukaan orde-kedua yaitu persentase yield. Dari tabel tersebut, diperoleh F hitung 18,17 dan F tabel F 0,95; 9; 10 = 3,02. Jika F hitung F tabel maka disimpulkan nilai regresi signifikan [32]. Pada hasil analisis di atas diperoleh nilai F hitung F tabel , sehingga regresi dapat dinyatakan signifikan. Oleh karena itu, ketiga variabel penelitian tersebut pengaruhnya cukup signifikan pada persentase yield minyak biji alpukat yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis metode respon permukaan dengan level terkode, diperoleh hubungan yield dengan ketiga variabel yaitu sebagai berikut: Yield = 22,598 + 4,505t – 3,772W - 3,558V - 2,947t 2 - 3,424W 2 – 3,419V 2 – 2,2tW – 1,45 tV + 1,825WV Dimana t, W, dan V merupakan waktu ekstraksi, massa biji alpukat, dan volume pelarut. Dari model yang diperoleh berdasarkan analisis statistik di atas, persentase yield minyak biji alpukat yang tinggi diperoleh pada waktu ekstraksi yang lama, sedangkan massa biji alpukat dan volume pelarut tidak begitu berpengaruh. Dari hasil ANOVA dapat dilihat bahwa interaksi antara variabel waktu terhadap volume dan massa terhadap volume tidak terlalu signifikan. Interaksi faktor yang signifikan adalah antara variabel waktu dan massa. Analisis regresi menunjukkan bahwa waktu ekstraksi memberikan pengaruh terbesar yaitu 4,505 kali terhadap yield minyak biji alpukat yang dihasilkan. Diikuti dengan interaksi antara massa biji alpukat dengan volume pelarut yang memberikan pengaruh sebesar 1,825 kali terhadap yield minyak biji alpukat yang dihasilkan. Nilai koefisien waktu ekstraksi yang menunjukkan nilai positif akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap yield minyak biji alpukat yang dihasilkan dibandingkan dengan massa biji alpukat pada volume pelarut n-heptana dengan koefisien bernilai negatif. Semakin lama waktu ekstraksi maka yield dari minyak biji alpukat akan semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Prasetyowati, yaitu semakin lama waktu ekstraksi, maka yield hasil ekstraksi biji alpukat semakin banyak. Dimana distribusi 33 pelarut kedalam bahan akan semakin efektif. Semakin banyak massa biji yang digunakan untuk ekstraksi maka yield yang dihasilkan akan semakin besar pula dan sebaliknya [2]. Adama dan Edoga, 2011 menyatakan bahwa laju ekstraksi baik dilakukan dengan meningkatkan waktu dan menurunkan ukuran partikel pada suhu ekstraksi [9]. Berdasarkan analisis statistik pada tabel 4.2, dinyatakan bahwa interaksi antara waktu ekstraksi dan massa biji alpukat memberikan hasil yang signifikan yaitu dengan p = 0,038 p 0,05. Artinya, interaksi kedua variabel tersebut sangat berpengaruh dalam ekstraksi minyak biji alpukat. Semakin lama waktu ekstraksi akan meningkatkan distribusi pelarut ke dalam biji alpukat sehingga akan semakin banyak minyak yang terlarut ke dalam pelarut. Sedangkan jika semakin besar massa biji alpukat yang diektraksi, akan semakin banyak minyak yang dihasilkan. Meskipun tidak terlalu berpengaruh terhadap yield yang dihasilkan, namun massa biji alpukat sangat berpengaruh pada berat dan volume minyak biji alpukat yang dihasilkan. Dengan meningkatnya kedua variabel ini, akan semakin banyak minyak yang dihasilkan. 4.2 ANALISIS MINYAK BIJI ALPUKAT 4.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat Setelah dilakukan pemisahan minyak biji alpukat dari pelarut n-heptana, dilakukan pengukuran volume dan berat minyak yang dihasilkan. Kemudian dievaluasi kualitas dari minyak yang dihasilkan. Analisis yang dilakukan diantaranya, analisis densitas, viskositas, dan komposisi asam lemak. Hasil analisis minyak biji alpukat tersebut ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 4.4 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat Sifat Fisika dan Kimia Hasil Warna pada 30 o C Oranye Densitas pada 20 o C gml 0,71 Viskositas pada 40 o C cP 0,43 FFA 2,76 34 Minyak biji alpukat yang diperoleh pada penelitian ini memiliki warna oranye dan sedikit encer. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna jingga atau kuning dapat disebabkan oleh adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak [34]. Biji alpukat mengandung karotenoid sebesar 0,966±0,164 mg100 gr buah segar [35]. Oleh karena itu, warna yang dihasilkan berwarna oranye karena disebabkan oleh kandungan karoten yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Prasetyowati [2] yang menggunakan pelarut n- heksana pada ekstraksi minyak biji alpukat, diperoleh densitas sebesar 0,6951- 0,7676 grml; viskositas sebesar 0,826-4,55 cSt dan FFA sebesar 7,027- 9,283. Densitas dari minyak biji alpukat dengan n-heptana masih berada dalam rentang densitas yang telah dilaporkan. Sedangkan viskositas yang dihasilkan konversi cP ke cSt sebesar 0,606 cSt berada dibawah rentang viskositas yang telah dilaporkan. Ketika panas diberikan pada cairan, molekul-molekul kemudian dapat bergerak bebas dengan mudah yang mengakibatkan viskositas cairan berkurang [36]. Suhu ekstraksi dengan pelarut n-heptana lebih tinggi dibanding dengan n-heksana sehingga viskositas minyak yang dihasilkan lebih rendah. Kemudian untuk FFA yang dihasilkan, lebih rendah dibanding dengan menggunakan n-heksana. Perbedaan kuantitatif ini dapat disebabkan karena perbedaan geografi tempat asal tumbuhan dan faktor lain seperti kematangan dan proses pemanenan [15]. Belakangan telah banyak dilakukan penelitian mengenai penggunaan minyak biji alpukat sebagai bahan baku biodiesel. Jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dengan FFA besar dari 2, minyak biji alpukat memerlukan proses esterifikasi terlebih dahulu untuk mengubah FFA menjadi metil ester sehingga minyak dapat diproses dengan transesterifikasi. Kadar FFA minyak biji alpukat cukup rendah, mengindikasikan minyak tersebut tahan terhadap hidrolisis [33]. FFA merupakan salah satu produk hasil hidrolisis dan oksidasi minyak dengan berat molekul rendah, bersifat mudah menguap dan bersama-sama dengan yang lain menghasilkan bau tengik dan rasa yang tidak enak [34]