Faktor – Faktor Berpengaruh pada Ekstraksi Minyak dari Biji Alpukat (Persea Americana Mill) Menggunakan Pelarut N-Heptana

(1)

FAKTOR

PADA EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI ALPUKAT

(Persea Americana

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKTOR – FAKTOR BERPENGARUH

PADA EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI ALPUKAT

Persea Americana Mill) MENGGUNAKAN

PELARUT N-HEPTANA

SKRIPSI

Oleh

ATIKAH RISYAD

110405048

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKTOR BERPENGARUH

PADA EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI ALPUKAT

Mill) MENGGUNAKAN


(2)

FAKTOR

PADA EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI ALPUKAT

(

Persea Americana

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKTOR – FAKTOR BERPENGARUH

PADA EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI ALPUKAT

Persea Americana

Mill) MENGGUNAKAN

PELARUT N-HEPTANA

SKRIPSI

Oleh

ATIKAH RISYAD

110405048

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

OKTOBER 2015

FAKTOR BERPENGARUH

PADA EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI ALPUKAT

Mill) MENGGUNAKAN

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

TEKNIK


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

FAKTOR – FAKTOR BERPENGARUH PADA EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI ALPUKAT (Persea Americana Mill) MENGGUNAKAN

PELARUT N-HEPTANA

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, November 2015

Atikah Risyad NIM 110405048


(4)

PENGESAHAN

Slcripsi denganjudul:

FAKTOR _ FAKTOR BERPBNGART]H PADA EKSTRAKSI MII\IYAK DARI BIJI ALPUKAT (PerseaAmericana Mill) MENGGUNAKAIT

PELARUT N-IIEPTANA

dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Uara. Skripsi

ini

telah

diujikan pada sidang ujian skripsi pada

28

Oktober 2015 dan dinyatakan mementrhi syarat/satr sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara

Medara

November 2015

DosenPembimbing

D

/

Dra. Siswarni MZ. M.Si MP. 1957072s 198701 2 001

Dosen Penguji

I

DosenPenguji

II

Ir. Seri Mar{ina" M.Sl Pb.D

NrP. 1e610104 198811 2 001

*,**l!,;,,*,,*

NrP. 19720612 200012

I

001

ll Mengetahui,


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah karena atas rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Faktor – Faktor Berpengaruh pada Ekstraksi Minyak dari Biji Alpukat (Persea Americana Mill) Menggunakan Pelarut N-Heptana”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Proses Industri Kimia Departemen Teknik Kimia Universtas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Melalui penelitian ini diperoleh minyak biji alpukat dengan ekstraksi menggunakan pelarut n-heptana, sehingga hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan, serta dapat mengurangi limbah biji alpukat.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dra. Siswarni, MZ, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi yang luar biasa dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Ibu Ir. Lilis Sukeksi, M.Sc, Ph.D, Ibu Ir. Seri Maulina, M.Sche, Ph.D, dan Bapak Dr. Eng. Rondang Tambun, ST, MT selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 3. Ibu Ir. Renita Manurung, MT selaku koordinator penelitian.

4. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia USU. 5. Ibu Dr. Ir. Fatimah, MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Kimia USU. 6. Ibu Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia sebagai Dosen Pembimbing Akademik. 7. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen

Teknik Kimia yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang sangat berharga dan bantuan kepada penulis selama menjalankan perkuliahan. 8. Resi Levi Permadani sebagai partner atas kerjasamanya yang luar biasa

selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.


(6)

banyak memberikan doa dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

10. Sahabat sekaligus keluarga terbaik selama di Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara, khususnya Dania Khaerani Syabri, Nadya Gema Bestari, Dwi Gita Ferani, Ayu Afrina, Widya Gema Bestari, dan Rahayu Wulandari yang telah banyak memberikan banyak dukungan, semangat, doa, pembelajaran hidup, dan kenangan tak terlupakan kepada penulis. 11. Keluarga besar Kost Muslimah, khususnya Dara Puspita, Gustri Giani,

Yola Melida, dan Fauza Aulia yang telah member semangat, dukungan, pembelajaran hidup, dan kenangan tak terlupakan kepada penulis.

12. Teman-teman generasi keempat SBI Cafladoepa yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 13. Teman-teman dari Ikatan Mahasiswa Payakumbuh Limapuluh Kota

(IMAPALIKO) yang telah memberikan dukungan moril dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, November 2015

Penulis


(7)

DEDIKASI

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

Papa & Mama tercinta

Bapak Irsyad Kamra dan Ibu Rita Darmita

Orang tua dengan perhatian dan kasih sayang yang telah

membesarkan dan mendidikku hingga seperti saat ini.

Terima kasih atas pengorbanan, dukungan dan do’a yang selalu kalian

berikan kepadaku.

Serta seluruh keluarga besar penulis terutama adik-adikku, Ulfah

Arisya Putri dan Arisya Ghina Ramadhani serta Ibu, Om dan Tante

yang tak hentinya memberikan doa kepada penulis dalam

menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Atikah Risyad

NIM : 110405048

Tempat, tanggal lahir : Payakumbuh, 11 Juli 1993 Nama Orang Tua : Irsyad Kamra dan Rita

Darmita Alamat Orang Tua:

Jln. Tanjung Raya, Blok E No. 19, Perumnas Kubang Gajah, Kec. Limbukan, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat

Asal Sekolah:

 TK Islam Raudhatul Jannah tahun 1998–1999  SD Islam Raudhatul Jannah tahun 1999 – 2005  SMP Islam Raudhatul Jannah tahun 2005 – 2008  SMAN 2 Payakumbuh 2008 – 2011

Beasiswa yang pernah diperoleh:

1. Beasiswa PPA tahun 2012 Universitas Sumatera Utara 2. Beasiswa PPA tahun 2013 Universitas Sumatera Utara Pengalaman Organisasi/Kerja:

1. Covalen Study Group (CSG) periode 2013/2014 sebagai anggota Bidang PAL.

2. Ikatan Mahasiswa Payakumbuh dan Lima Puluh Kota periode 2013/2014 sebagai anggota Bidang Minat dan Bakat.

3. Ikatan Mahasiswa Payakumbuh dan Lima Puluh Kota 2011-sekarang sebagai anggota.

4. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU tahun 2011-2015 sebagai anggota.

5. K3M Bola Basket Fakultas Teknik USU tahun 2011-2013 sebagai anggota 6. Bike to Campus (BTC) USU tahun 2012-2014 sebagai anggota.


(9)

ABSTRAK

Produksi alpukat yang cukup tinggi di Indonesia menyebabkan limbah biji alpukat meningkat. Biji alpukat memiliki kandungan minyak yang cukup besar sehingga berpotensi untuk dijadikan salah satu sumber minyak nabati. Pelarut yang umum digunakan untuk proses ekstraksi adalah heksana. Namun, heksana ternyata memiliki bahaya yang mengkhawatirkan jika digunakan untuk ekstraksi bahan makanan, sehingga diperlukan pelarut alternatif seperti n-heptana. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh variabel penelitian pada ekstraksi minyak biji alpukat dengan pelarut n-heptana. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Response Surface Methodology-Central Composite Design (RSM-CCD) dengan memvariasikan waktu ekstraksi, massa biji alpukat dan volume pelarut n-heptana. Uji ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% (p<0,05) menunjukkan bahwa variabel penelitian memberikan pengaruh yang signifikan pada yield minyak biji alpukat yang dihasilkan dengan nilai R2 = 94,24%. Karakteristik minyak biji alpukat yang dihasilkan yaitu berwarna oranye, densitas 0,71 g/ml, viskositas 0,43 cP, dan FFA 2,76%. Analisis komposisi asam lemak minyak biji alpukat diperoleh komponen asam lemak yang dominan adalah asam lemak tidak jenuh jamak yaitu asam linoleat sebesar 47,3531% (b/b), asam lemak jenuh berupa asam palmitat sebesar 20,3439% (b/b), dan asam lemak tidak jenuh tunggal yaitu asam oleat sebesar 15,8823% (b/b).


(10)

ABSTRACT

Avocado production is quite high in Indonesia led to increased waste avocado seed. Avocado seeds have an oil content large enough to potentially be used as source of vegetable oil. A commonly used solvent for the extraction process is hexane. However, hexane proved to have an alarming danger if it is used for the extraction of food ingredients, necessitating alternative solvents such as n-heptane. This study was conducted to evaluate the effect of variable research on avocado seed oil extraction using n-heptane. The method used in this study is Response Surface Methodology-Central Composite Design (RSM-CCD) by varying the time of extraction, avocado seed mass and volume of the solvent n-heptane. ANOVA with 95% confidence level (p <0.05) showed that the variables have a significant influence on the yield of avocado seed oil produced by the value of R2 = 94.24%. Characteristics of avocado seed oil is an orange color, density amounted to 0.71 g/ml, viscosity amounted to 0.43 cP, and FFA amounted to 2.76%. Analysis of fatty acid composition of avocado seed oil showed fatty acid component is predominantly polyunsaturated fatty acids as linoleic acid of 47.3531% (w/w), saturated fatty acids such as palmitic acid amounted to 20.3439% (w/w), and monounsaturated fatty acids as oleic acid amounted to 15.8823% (w/w).


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN DAFTAR SIMBOL

viii ix xii xiv xv xvii xviii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 ALPUKAT (Persea Americana Mill) 5

2.1.1 Kandungan dan Manfaat Buah Alpukat 5 2.1.2 Kandungan Minyak pada Biji Alpukat 7

2.2 EKSTRAKSI 8

2.2.1 Macam-macam metode Ekstraksi 8

2.2.1.1 Ekstraksi Padat Cair (Leaching) 8

2.2.1.2 Ekstraksi Cair-Cair 9


(12)

2.2.1.4 Maserasi 10 2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi 10

2.2.2.1 Suhu 10

2.2.2.2 Ukuran Partikel 11

2.2.2.1 Waktu Ekstraksi 11

2.2.2.1 Faktor Solvent 11 2.2.3 N-Heptana sebagai Pelarut pada Proses Ekstraksi 13 2.3 ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK MINYAK

BIJI ALPUKAT DENGAN GAS CHROMATOGRAPHY

14

2.3.1 Gas Chromatography (GC) 14

2.4 RANCANGAN DAN PENGOLAHAN DATA DENGAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY

(RSM)

16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 18

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 18

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 18

3.2.1 Bahan Penelitian 18

3.2.2 Peralatan Penelitian 18

3.3 RANCANGAN PENELITIAN 19

3.4 PROSEDUR PENELITIAN 21

3.4.1 Prosedur Utama 21

3.4.1.1 Prosedur Persiapan Biji Alpukat 21

3.4.1.2 Prosedur Ekstraksi Minyak Biji Alpukat 21

3.4.1.3 Prosedur Evaporasi Pelarut Hasil

Ekstraksi 21

3.4.2 Prosedur Analisis 22

3.4.2.1 Analisis FFA (Free Fatty Acid) Minyak

Biji Alpukat 22

3.4.2.2 Analisis Komposisi Asam Lemak Minyak

Biji Alpukat dengan GCMS 22 3.4.2.3 Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat 22


(13)

dengan Metode Tes ASTM D 445 3.4.2.4 Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat

dengan Metode Tes OECD 109 23

3.5 FLOWCHART PENELITIAN 24

3.5.1 Prosedur Persiapan Biji Alpukat 24 3.5.2 Prosedur Ekstraksi Minyak Biji Alpukat 25 3.5.3 Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Minyak

Biji Alpukat dengan Metode Tes AOCS Official Method Ca 5a-40

26 3.5.4 Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat dengan

Metode Tes ASTM D 445 27

3.5.5 Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat dengan

Metode Tes OECD 109 28

BAB IV HASIL PEMBAHASAN 29

4.1 PENGARUH VARIABEL PENELITIAN

TERHADAP YIELD MINYAK BIJI ALPUKAT 29

4.2 ANALISIS MINYAK BIJI ALPUKAT 33

4.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat 33 4.2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat 35

4.3 ANALISA EKONOMI 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 40

5.1 KESIMPULAN 40

5.2 SARAN 40


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Rangkaian Peralatan Sokhlet 9

Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Persiapan Biji Alpukat 24 Gambar 3.2 Flowchart Prosedur Ekstraksi Minyak Biji Alpukat 25 Gambar 3.3 Flowchart Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA)

Minyak Biji Alpukat 26

Gambar 3.4 Flowchart Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat 27 Gambar 3.5 Flowchart Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat 28 Gambar 4.1 Hasil Analisis GC Komposisi Asam Lemak Minyak Biji

Alpukat 35

Gambar L3.1 Data Rancangan Percobaan 50

Gambar L3.2 Hasil Pengolahan Data dengan Minitab 51 Gambar L5.1 (a) Biji Alpukat sebelum dikeringkan (b) Biji Alpukat

setelah dikeringkan 54

Gambar L5.2 Pengayakan Biji Alpukat 54

Gambar L5.3 Ekstraksi Minyak Biji Alpukat 55

Gambar L5.4 Minyak Biji Alpukat 55

Gambar L5.5 Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat 56 Gambar L5.6 Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat 56

Gambar L5.7 Analisis FFA Minyak Biji Alpukat 57

Gambar L6.1 Hasil Analisis Kromatogram GC-MS Minyak Biji


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Kandungan Gizi di Dalam 100 gram Buah Alpukat 6 Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat 7 Tabel 2.3 Karakteristik Pelarut yang Diinginkan 12

Tabel 2.4 Sifat Fisika n-Heptana 13

Tabel 3.1 Level Kode Rancangan Penelitian 20

Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Penelitian 21

Tabel 4.1 Yield Minyak Biji Alpukat Hasil Ekstraksi (T=98,4 oC) 30 Tabel 4.2 Perkiraan Parameter Model Persamaan Statistik 31 Tabel 4.3 Analysis of Variance terhadap Yield 31 Tabel 4.4 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat 33 Tabel 4.5 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat 36 Tabel L1.1 Data Berat, Volume, dan Yield Minyak Biji Alpukat 45 Tabel L1.2 Data Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat 45 Tabel L1.3 Data Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat 46 Tabel L1.4 Data Analisis FFA Minyak Biji Alpukat 46

Tabel L4.1 Analysis of Variance (ANOVA) 51


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 45

L1.1 DATA BERAT, VOLUME, DAN YIELD

MINYAK BIJI ALPUKAT 45

L1.2 DATA ANALISIS DENSITAS MINYAK

BIJI ALPUKAT 45

L1.3 DATA ANALISIS VISKOSITAS

MINYAK BIJI ALPUKAT 46

L1.4 DATA ANALISIS FFA MINYAK BIJI

ALPUKAT 46

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 47

L2.1 PERHITUNGAN YIELD MINYAK BIJI

ALPUKAT 47

L2.2 PERHITUNGAN DENSITAS MINYAK

BIJI ALPUKAT 47

L2.3 PERHITUNGAN VISKOSITAS

MINYAK BIJI ALPUKAT 48

L2.4 PERHITUNGAN FFA MINYAK BIJI

ALPUKAT 48

LAMPIRAN 3 DATA ANALISIS STATISTIK 49

L3.1 DATA RANCANGAN PERCOBAAN 49

L3.2 HASIL PENGOLAHAN DATA

DENGAN MINITAB 50

LAMPIRAN 4 PERHITUNGAN MANUAL ANALISIS

STATISTIK 52

LAMPIRAN 5 DOKUMENTASI PENELITIAN 54

L5.1 FOTO BAHAN BAKU BIJI ALPUKAT 54 L5.2 FOTO PENGAYAKAN BIJI ALPUKAT 54 L5.3 FOTO EKSTRAKSI MINYAK BIJI


(17)

L5.4 FOTO MINYAK BIJI ALPUKAT 55 L5.5 FOTO ANALISIS DENSITAS MINYAK

BIJI ALPUKAT 56

L5.6 FOTO ANALISIS VISKOSITAS

MINYAK BIJI ALPUKAT 56

L5.7 FOTO ANALISIS FFA MINYAK BIJI

ALPUKAT 57

LAMPIRAN 6 HASIL ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK 58 L6.1 HASIL ANALISIS KOMPOSISI ASAM


(18)

DAFTAR SINGKATAN

ANOVA BPS CCD Df DOE EPA FFA GC-MS LCFA MCFA MS MUFA PUFA RSM SCFA SFA SS

Analysis of Variance

Badan Pusat Statistik

Central Composite Design Degree of freedom

Design of Experiments

Environmental Protection Agency Free Fatty Acid

Gas Chromatography-Mass Spectrometry Long Chain Fatty Acid

Medium Chain Fatty Acid Mean of Square

Mono Unsaturated Fatty Acid Poly Unsaturated Fatty Acid Response Surface Methodology Short Chain Fatty Acid

Saturated Fatty Acid Sum of Square


(19)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

t W V T R2 BM

Waktu ekstraksi

Massa bubuk biji alpukat Volume pelarut n-heptana Suhu ekstraksi

Koefisien determinasi Berat molekul

menit gram

ml oC - gram/mol

ρ Densitas gram/ml


(20)

ABSTRAK

Produksi alpukat yang cukup tinggi di Indonesia menyebabkan limbah biji alpukat meningkat. Biji alpukat memiliki kandungan minyak yang cukup besar sehingga berpotensi untuk dijadikan salah satu sumber minyak nabati. Pelarut yang umum digunakan untuk proses ekstraksi adalah heksana. Namun, heksana ternyata memiliki bahaya yang mengkhawatirkan jika digunakan untuk ekstraksi bahan makanan, sehingga diperlukan pelarut alternatif seperti n-heptana. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh variabel penelitian pada ekstraksi minyak biji alpukat dengan pelarut n-heptana. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Response Surface Methodology-Central Composite Design (RSM-CCD) dengan memvariasikan waktu ekstraksi, massa biji alpukat dan volume pelarut n-heptana. Uji ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% (p<0,05) menunjukkan bahwa variabel penelitian memberikan pengaruh yang signifikan pada yield minyak biji alpukat yang dihasilkan dengan nilai R2 = 94,24%. Karakteristik minyak biji alpukat yang dihasilkan yaitu berwarna oranye, densitas 0,71 g/ml, viskositas 0,43 cP, dan FFA 2,76%. Analisis komposisi asam lemak minyak biji alpukat diperoleh komponen asam lemak yang dominan adalah asam lemak tidak jenuh jamak yaitu asam linoleat sebesar 47,3531% (b/b), asam lemak jenuh berupa asam palmitat sebesar 20,3439% (b/b), dan asam lemak tidak jenuh tunggal yaitu asam oleat sebesar 15,8823% (b/b).


(21)

ABSTRACT

Avocado production is quite high in Indonesia led to increased waste avocado seed. Avocado seeds have an oil content large enough to potentially be used as source of vegetable oil. A commonly used solvent for the extraction process is hexane. However, hexane proved to have an alarming danger if it is used for the extraction of food ingredients, necessitating alternative solvents such as n-heptane. This study was conducted to evaluate the effect of variable research on avocado seed oil extraction using n-heptane. The method used in this study is Response Surface Methodology-Central Composite Design (RSM-CCD) by varying the time of extraction, avocado seed mass and volume of the solvent n-heptane. ANOVA with 95% confidence level (p <0.05) showed that the variables have a significant influence on the yield of avocado seed oil produced by the value of R2 = 94.24%. Characteristics of avocado seed oil is an orange color, density amounted to 0.71 g/ml, viscosity amounted to 0.43 cP, and FFA amounted to 2.76%. Analysis of fatty acid composition of avocado seed oil showed fatty acid component is predominantly polyunsaturated fatty acids as linoleic acid of 47.3531% (w/w), saturated fatty acids such as palmitic acid amounted to 20.3439% (w/w), and monounsaturated fatty acids as oleic acid amounted to 15.8823% (w/w).


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hampir semua orang mengenal dan menyukai buah alpukat karena buah ini mudah didapat dan rasanya lezat khususnya di Indonesia. Namun, kebanyakan orang hanya memakan daging buahnya saja, sedangkan biji alpukat dibuang dan menjadi limbah begitu saja. Produksi alpukat di Indonesia cukup tinggi, hal ini dapat dibuktikan dengan data produksi buah alpukat di Indonesia pada tahun 2013 dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu mencapai 276.318 ton per tahun. Produksi alpukat mengalami peningkatan pada tahun 2014 hingga mencapai 307.326 ton [1], seiring dengan meningkatnya produksi alpukat, maka limbah biji alpukat yang dihasilkan juga meningkat. Oleh karena itu, perlu penanganan terhadap limbah biji alpukat dengan dilakukan penelitian mengenai biji alpukat, diantaranya ekstraksi minyak biji alpukat [2,3], biodiesel dari minyak biji alpukat [4], uji antioksidan dalam biji alpukat [5,6] dan pati dari biji alpukat [7,8].

Biji alpukat terdiri dari 65% daging buah (mesokarp), 20% biji (endocarp), dan 15% kulit buah (perikarp) [9]. Menurut Prasetyowati, biji alpukat mengandung 15 – 20 % minyak. Biji alpukat mengandung minyak yang hampir sama dengan kedelai sehingga biji alpukat dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati [3].

Minyak biji alpukat dapat diperoleh dengan metode ekstraksi maupun metode pengepresan. Metode ekstraksi menyebabkan kehilangan minyak dalam proses lebih sedikit, sehingga minyak yang dihasilkan lebih banyak [2]. Ekstraksi dengan pelarut merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengekstrak minyak dari hasil pertanian [10]. Penelitian Prasetyowati, dkk, 2010 menggunakan pelarut n-heksana dengan variasi massa biji alpukat (30 dan 50 gram), volume pelarut (200, 300, 400 ml), dan waktu ekstraksi (60, 90, 120 menit) menghasilkan yield minyak biji alpukat 16,62 – 25,15% [2]. Penelitian Pramudono, dkk, 2008 menggunakan variasi pelarut n-heksana dan iso propil alkohol dengan rasio massa terhadap pelarut 20/250 gram dan waktu ekstraksi 2 jam menghasilkan yield minyak biji alpukat 18,69 dan 17,87% [3].


(23)

Heksana merupakan pelarut yang paling banyak digunakan untuk proses ekstraksi [10]. Namun, EPA (Environmental Protection Agency) menyatakan bahwa meskipun heksana telah umum digunakan sebagai pelarut ekstraksi minyak nabati dari biji dan sayuran, heksana menyebabkan toksisitas jangka pendek dan panjang seperti pusing, sakit kepala, dan efek neurotoksik [11]. Dalam banyak aplikasi (terutama farmasi), kegunaan n-heksana juga dihapus dan sering digantikan oleh n-heptana, yang tidak akan membentuk metabolit beracun

(heksana-2,5-dion) [12]. Ayers dan Dooley [13] mengekstraksi biji kapas pada

skala laboratorium dengan berbagi macam pelarut termasuk pelarut heksana dan heptana. Jumlah minyak yang di ekstraksi oleh kedua pelarut tersebut sama, tetapi kehilangan akibat refining dan warna minyak bervariasi. Mereka juga mencatat bahwa perbedaan warna minyak tergantung pada kandungan asam lemak bebas (FFA) dari bji. Secara umum minyak yang diekstraksi dengan heksana memiliki warna yang lebih tajam dibanding dengan heptana dan juga fosfolipid yang diekstraksi dengan heptana lebih tinggi dibanding dengan heksana [14].

Atas dasar pemikiran yang telah dipaparkan, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai ekstraksi minyak biji alpukat dengan menggunakan pelarut n-heptana sehingga dapat diketahui potensi n-n-heptana sebagai pelarut alternatif dalam ekstraksi minyak serta pengaruh waktu terhadap yield minyak biji alpukat yang dihasilkan.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah limbah biji alpukat selama ini kurang dimanfaatkan, sehingga untuk menambah manfaat dari limbah biji alpukat salah satunya dapat dilakukan ekstraksi minyak dari biji alpukat karena minyak ini memiliki manfaat bagi kesehatan. Pelarut yang umum digunakan untuk mengekstrak minyak dari biji-bijian yaitu heksana. Heksana sebagai pelarut mulai dibatasi penggunaannya karena menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Menurut Conkerton, et. al [14], heptana dapat digunakan sebagai pelarut alternatif, heptana sama dengan heksana tetapi penggunaannya dapat menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan.


(24)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini yaitu

1. Mengkaji pengaruh waktu ekstraksi dan perbandingan massa biji alpukat dengan pelarut n-heptana terhadap ekstrak minyak biji alpukat yang dihasilkan.

2. Menentukan karakteristik minyak biji alpukat hasil ekstraksi dengan pelarut n-heptana.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini yaitu :

1. Dapat memberikan informasi tentang kuantitas dan kualitas minyak biji alpukat.

2. Disamping mengurangi limbah biji alpukat, juga dapat memberi nilai ekonomis terhadap biji alpukat.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bahan baku adalahbiji alpukat dan pelarut n-heptana.

3. Ekstraksi minyak biji alpukat dilangsungkan dengan memvariasikan tiga variabel sebagai berikut :

- Waktu ekstraksi : 90 menit, 120 menit, 150 menit - Massa biji alpukat : 20 gram, 30 gram, 40 gram - Volume pelarut n-heptana : 250 ml, 300 ml, 350 ml

Sedangkan variabel tetap:

- Suhu ekstraksi : 98,4 0C (titik didih pelarut n-heptana)


(25)

Analisis yang dilakukan adalah :

1. Analisis kualitatif terdiri dari : densitas, viskositas, dan Free Fatty Acid

(FFA) minyak biji alpukat.

2. Analisis kuantitatif terhadap massa, volume, dan yield minyak biji alpukat yang dihasilkan.

3. Analisis komposisi asam lemak minyak biji alpukat dengan GC-MS (Gas


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ALPUKAT (Persea Americana Mill)

2.1.1 Kandungan dan Manfaat Buah Alpukat

Tanaman alpukat berasal dari Amerika tengah yang beriklim tropis dan telah menyebar hampir ke seluruh negara sub-tropis dan tropis termasuk indonesia. Di samping daging buahnya, biji alpukat juga memiliki potensi karena proteinnya tinggi bahkan alpukat memiliki kandungan minyak yang cukup tinggi sehingga biji alpukat dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati [2]. Buah alpukat merupakan salah satu jenis buah yang digemari banyak orang karena selain rasanya yang enak, buah alpukat juga kaya antioksidan dan zat gizi. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan alpukat pada buahnya saja sedangkan bagian lain seperti biji kurang dimanfaatkan [5]. Umumnya alpukat memiliki daging buah tebal berwarna hijau kekuningan dengan biji di tengahnya berwarna kecoklatan [6].

Alpukat sangat banyak manfaatnya, mulai dari buah, daun, batang, biji buah, hingga kulit buah ada manfaatnya. Saat ini, alpukat banyak dimanfaatkan di bidang kesehatan dan kecantikan. Dalam dunia pengobatan misalnya, alpukat telah banyak digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit. Daging buahnya dapat mengurangi rasa sakit, mengobati sariawan mencegah pengerasan arteri, melancarkan peredaran darah dan saluran kencing, menurunkan kadar LDL, antibiotik, mencegah mual-mual pada awal kehamilan, membantu perkembangan otak dan tulang belakang janin, merangsang pembentukan jaringan kolagen, menjaga kesehatan kulit, menghitamkan rambut, dan sebagai pendingin muka (masker). Daun buah alpukat biasanya digunakan untuk mengobati nyeri saraf, nyeri lambung, menurunkan darah tinggi, mengobati batu ginjal, sakit kepala, sakit perut, sakit tenggorokan, dan pendarahan. Selain buah dan daunnya, biji buah alpukat juga bisa digunakan untuk mengurangi kadar gula dalam darah, mengobati sakit gigi dan kencing manis [6,15].


(27)

Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Ranales

Keluarga : Lauraceae Marga : Persea

Varietas : Persea americana Mill [15]

Selain kandungan minyak yang tinggi, alpukat juga memiliki kandungan gizi yang tinggi dengan komposisi yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Kandungan Gizi di Dalam 100 gram Buah Alpukat [15] Zat Gizi Jumlah

Kalori 85,0 kal Protein 0,9 gram Lemak 6,5 gram Karbohidrat 7,7 mg

Kalsium 10,0 mg Fosfor 20,0 mg Besi 0,9 S.I Vitamin A 180,0 mg Vitamin B1 0,05 mg Vitamin C 13,0 mg Air 84,3 gram

Disamping kandungan gizi, biji alpukat juga dilaporkan beberapa kandungan toksisitasnya, diantaranya menurut Marlinda, 2012 nilai LC50 dari

ekstrak etanol 96% biji buah alpukat (Persea americana Mill) didapatkan antara 34,302 – 42,270 mg/L. Nilai LC50 < 1000 mg/L menunjukkan ekstrak etanol biji

buah alpukat (Persea americana Mill) memiliki potensi toksisitas akut [6]. Hal ini juga didukung oleh beberapa penelitian yang menguji toksisitas biji alpukat dan sama-sama menyatakan bahwa biji alpukat bersifat toksik [16], [17].


(28)

2.1.2 Kandungan Minyak pada Biji Alpukat

Menurut Rachimoellah pada penelitiannya mengenai produksi biodiesel dari minyak biji alpukat, terdapat kandungan minyak sebesar 15% [18]. Hasil penelitian Prasetyowati, dkk., 2010 juga menyatakan biji alpukat mengandung minyak 15-20% [2]. Menggunakan pelarut n-heksana dengan variasi massa biji alpukat (30 dan 50 gram), volume pelarut (200, 300, 400 ml), dan waktu ekstraksi (60, 90, 120 menit) dihasilkan yield minyak biji alpukat berkisar antara 16,62 – 25,15% [2]. Penelitian Pramudono, dkk, 2008 menggunakan variasi pelarut n-heksana dan iso propil alkohol dengan rasio massa terhadap pelarut 20/250 gram dan waktu ekstraksi 2 jam menghasilkan yield minyak biji alpukat 18,69 dan 17,87% [3].

Berikut merupakan komposisi asam lemak minyak biji alpukat serta sifat fisika kimianya dengan ektraksi menggunakan pelarut heksana.

Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat [19]

Asam Lemak %

Asam Lemak Jenuh 32,495

Hexanoic Acid C6:0 0,800 ± 0,045

Heptanoic Acid C7:0 0,290 ± 0,097

Octanoic Acid C8:0 0,278 ± 0,052

Nonanoic Acid C9:0 0,217 ± 0,006

Dodecanoic Acid C12:0 0,278 ± 0,051

Tridecanoic Acid C13:0 0,166 ± 0,011

Tetradecanoic Acid C14:0 0,537 ± 0,052

Pentadecanoic Acid C15:0 2,334 ± 0,110

Hexadecanoic Acid C16:0 20,847 ± 0,843

Heptadecanoic Acid C17:0 1,725 ± 0,022

Octadecanoic Acid C18:0 1,185 ± 0,011

Nonadecanoic Acid C19:0 0,610 ± 0,341

Eicosanoic Acid C20:0 0,043 ± 0,020

Docosanoic Acid C22:0 1,114 ± 0,023

Tetracosanoic Acid C24:0 1,685 ± 0,045

Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal 20,712 9-tetradecenoic Acid C14:1 0,251 ± 0,002

10-Pentadecenoic Acid C15:1 0,321 ± 0,159

9-Hexadecenoic Acid C16:1 1,786 ± 0,325

10-Heptadecenoic Acid C17:1 0,372 ± 0,083

9-Octadecenoic Acid C18:1 17,410 ± 0,058

11-Eicosenoic Acid C20:1 0,448 ± 0,277


(29)

Asam Lemak Tak Jenuh Jamak 46,726 9,12- Octadecadienoic Acid C18:2 38,892 ± 0,585

9,12,15- Octadecatrienoic Acid C18:3 6,577 ± 0,028

11,14,17-Eicosatrienoic Acid C20:3 1,257 ± 0,030

Asam lemak tak jenuh/jenuh 2,07

Asam lemak tak jenuh jamak/jenuh 1,44

Asam oleat/linoleat 0,45

2.2 EKTRAKSI

Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solvent) sebagai separating agent. Dengan kata lain terjadi pemisahan fisika berdasarkan prinsip beda konsentrasi dan beda kelarutan. Hasil yang didapatkan kemudian dipisahkan menjadi dua bagian yaitu ekstrak dan rafinat. Ekstrak tersebut mengandung solut dan pelarut sedangkan rafinat mengandung inert, sisa pelarut dan sisa solut.

2.2.1 Macam-macam Metode Ekstraksi

Berdasarkan metode operasinya, ekstraksi dibagi menjadi dua, yaitu ekstraksi tahap tunggal dimana kontak antar umpan dan pelarut dilakukan satu kali dan ekstraksi tahap banyak, ekstraksi tahap banyak ini dibagi menjadi tiga berdasarkan arah alirannya yaitu aliran searah (co-current flow), aliran silang (cross flow) dan aliran berlawanan arah (counter current flow) [20]. Pembagian ekstraksi berdasarkan bahan yang diekstrak, yaitu:

2.2.1.1 Ekstraksi padat-cair (leaching)

Proses pemisahan zat terlarut dari padatan dengan cairan sebagai pelarutnya. Proses dapat digunakan untuk memperoleh larutan mengandung bahan padatan berharga di dalamnya maupun untuk menghilangkan padatan yang tidak terlarut, seperti pigmen, dari bahan terlarut yang terkontaminasi. Metode yang digunakan untuk ekstraksi ditentukan berdasarkan proporsi konstituen zat terlarut yang ada, distribusi terhadap padatan, jenis padatan, dan ukuran partikel. Jika zat terlarut terdispersi seragam di dalam padatan, material yang dekat dengan permukaan akan terlarut terlebih dahulu. Umumnya, tahapan ekstraksi terbagi menjadi tiga yaitu: pertama perubahan fasa zat terlarut seiring terlarut terhadap solven, kedua difusi melalui solven dari dalam pori padatan ke luar partikel, dan


(30)

terjadi sangat cepat sehingga dapat diabaikan pada perhitungan laju keseluruhan [21].

2.2.1.2 Ekstraksi cair-cair

Proses pemisahan cairan dengan menggunakan solven dimana komponen yang diinginkan lebih larut terhadap salah satu solven. Salah satu contohnya dalam produksi bahan bakar pada industry nuklir, pemisahan hidrokarbon pada industry petroleum [21].

Metode ekstraksi yang biasa digunakan antara lain : 2.2.1.3 Sokhlet

Sokhlet merupakan proses pemisahan berulang dengan sampel berupa padatan. Sampel yang akan diekstrak biasanya padatan yang telah dihaluskan. Padatan ini lalu dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan dalam alat sokhlet. Alat ini pada bagian atas dihubungkan dengan pendingin balik sedangkan bagian bawah terdapat labu alas bulat sebagai tempat pelarut. Pemanasan dengan suhu tertentu akan menguapkan pelarut. Uap akan naik ke atas mengalami proses pendinginan. Ruang sokhlet akan dipenuhi oleh pelarut yang telah mengembun hingga batas tertentu pelarut tersebut akan membawa solut dalam labu. Proses ini berlangsung terus menerus. Keuntungan metode ini adalah ekstraksi berlangsung cepat, cairan pengekstraksi yang dibutuhkan sedikit, dan cairan pengekstraksi tidak pernah mengalami kejenuhan [22].


(31)

2.2.1.4 Maserasi

Maserasi merupakan cara ekstraksi paling sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk kasar simplisia dengan cairan pengekstraksi selama 4-10 hari dan disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna). Keuntungan dari maserasi adalah hasil ekstraksi banyak serta dapat menghindarkan perubahan kimia terhadap senyawa-senyawa tertentu oleh karena pemanasan namun demikian proses maserasi membutuhkan waktu yang relatif lama. Kerugian cara maserasi adalah penyarian kurang sempurna karena terjadi kejenuhan cairan penyari dan membutuhkan waktu yang lama. Walaupun demikian, maserasi merupakan proses ekstraksi yang masih umum digunakan karena cara pengerjaan dan peralatannya sederhana dan mudah [22].

Ekstraksi akan lebih menguntungkan jika dilaksanakan dalam jumlah tahap yang banyak. Setiap tahap menggunakan pelarut yang sedikit. Kerugiannya adalah konsentrasi larutan ekstrak makin lama makin rendah, dan jumlah total pelarut yang dibutuhkan menjadi .besar, sehingga untuk mendapatkan pelarut kembali biayanya menjadi mahal [23].

Cara kerja ekstraksi dengan pelarut yaitu dengan cara memasukkan bahan yang diekstraksi ke dalam sokhlet. Ekstraksi berlangsung secara sistematik pada suhu tertentu dengan menggunakan pelarut. Pelarut akan berpenetrasi ke dalam bahan. Minyak hasil ekstraksi dengan pelarut mempunyai keunggulan yaitu bau yang mirip bau alamiah [2].

2.2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi ekstraksi, diantaranya metode ekstraksi, jenis dan konsentrasi pelarut, ukuran parttikel dari bahan yang akan diekstraksi, waktu ekstraksi, suhu ekstraksi, rasio pelarut terhadap bahan, dan pH ekstraksi [24].

2.2.2.1 Suhu

Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusitas biasanya akan meningkat dengan meningkatnya suhu, sehingga diperoleh laju ekstraksi yang tinggi. Pada


(32)

salah satunya adalah perlunya menghindari reaksi samping yang tidak diinginkan [25].

2.2.2.2 Ukuran partikel

Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak antara padatan dan solvent, serta semakin pendek jalur difusinya, yang menjadikan laju transfer massa semakin tinggi [25].

2.2.2.3 Waktu Ekstraksi

Semakin lama waktu ekstraksi akan semakin banyak solut yang terlarut pada solvent hingga batas waktu tertentu dan batas kandungan solut. Namun tergantung kepada kesesuaian terhadap pelarut dan selektifitasnya [25]. Temperatur yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama lebih dibutuhkan pada ekstraksi menggunakan pelarut heptana dibandingkan ekstraksi dengan pelarut heksana [14]. Waktu yang dibutuhkan untuk mengekstraksi suatu bahan akan berbeda untuk setiap tipe pelarut dan jenis peralatan yang digunakan [26]. Waktu ekstraksi sangat penting pengaruhnya dikarenakan penentuan waktu ekstraksi yang tepat dapat menghemat biaya dan waktu pengerjaan. Sesuai dengan hukum Fick’s yang kedua mengenai difusi, dimana pada suatu waktu, aka nada kesetimbangan antara zat terlarut dan pelarut. Sehingga, waktu ekstraksi yang berlebih sebenarnya tidak diperlukan [24]. Terdapat dua tahapan dalam ekstraksi minyak dari biomassa. Tahap pertama merupakan ekstraksi minyak dari permukaan luar partikel yang merupakan proses yang sangat cepat sedangkan tahap kedua merupakan ekstraksi minyak dari partikel bagian dalam dimana prosesnya lebih lambat. Peningkatan waktu ekstraksi hingga mencapai batasan kandungan minyak merupakan indikasi bahwa ekstraksi telah selesai [27].

2.2.2.4 Faktor solvent

Jika zat yang akan diekstraksi merupakan senyawa nonpolar (misalnya minyak) maka juga digunakan pelarut yang nonpolar (seperti heksana, heptana dan pelarut nonpolar lainnya) [25]. Ekstraksi dengan pelarut bergantung pada selektifitas kelarutan dari satu atau lebih komponen dalam campuran terhadap pelarut yang sesuai. Prinsip dasar ekstraksi merupakan pemisahan suatu campuran dengan pelarut yang tidak larut dengan campuran aslinya. Pelarut juga dapat larut dengan komponen spesifik yang terkandung dalam campuran. Dua fase terbentuk


(33)

setelah penambahan pelarut akibat perbedaan densitas. Pelarut dipilih sehingga zat terlarut dalam campuran dapat lebih larut terhadap pelarut. Sehingga perpindahan massa dari zat terlarut dari campuran ke pelarut terjadi hingga pemisahan tercapai ketika komponen yang akan dipisahkan terlarut dalam pelarut. Metode ekstraksi minyak yang paling dikenal adalah dengan penggunaan sokhlet [9].

Telah bertahun-tahun heksana menjadi pelarut yang dipilih untuk mengektraksi minyak. Perhatian terhadap lingkungan dan kesehatan baru-baru inni menyarankan untuk pembatasan penggunaan heksana, sehingga dibutuhkan pengganti dari pelarut tersebut. Heptana hampir sama dengan heksana tetapi tidak memiliki masalah terhadap lingkungan dan kesehatan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Conkerton, et. al yaitu membandingkan antara pelarut heksana dan heptana sebagai pelarut ekstraksi biji kapas. Disimpulkan dari penelitian ini, meskipun heptana membutuhkan temperatur yang lebih tinggi dan waktu ekstraksi yang lebih lama dibandingkan dengan ekstraksi menggunakan heksana, namun heptana merupakan alternatif yang potensial untuk dipilih dikarenakan efek terhadap lingkungan dan kesehatan yang lebih rendah dibandingkan heksana [14]. Umumnya, pelarut dengan viskositas rendah lebih disukai. Namun yang paling penting adalah keamanan terhadap kesehatan dan lingkungan [20]. Karena pelarut merupakan material utama dalam proses ekstraksi, karakteristik dan sifat-sifatnya harus dipertimbangkan pemilihannya.

Berikut beberapa pertimbangan dalam pemilihan pelarut: Tabel 2.3 Karakteristik Pelarut yang diinginkan [20] Kesesuaian Proses  Selektifitas tinggi

 Kemampuan regenerasi  Koefisien distribusi tinggi

 Perolehan solut tinggi untuk jumlah pelarut yang sedikit

 Solubilitas terhadap rafinat rendah  Kesesuaian dengan solute

Proses dan Peralatan Viskositas rendah

 Perbedaan densitas dari umpan (>2%, lebih baik >5%)


(34)

 Korosifitas rendah Keamanan terhadap kesehatan dan

lingkungan  Tidak mudah terbakar Toksisitas rendah

 Dampak terhadap lingkungan rendah, Volatilitas rendah atau biaya penghilangan rafinat rendah

Keseluruhan Harga murah dan mudah didapat 2.2.3 N-heptana sebagai Pelarut pada Proses Ekstraksi

n-Heptana adalah cairan tidak berwarna yang mudah menguap dengan bau yang khas. n-Heptana digunakan sebagai pelarut pengekstraksi, sebagai pelarut industri (untuk perekat, pernis dan tinta pada pencetakan) dan juga digunakan dalam pembuatan plastik serta sintesis toluen dan alkilbenzen [14]. Sifat fisika n-heptana dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.4 Sifat Fisika n-Heptana [28] Sifat Fisika

Rumus kimia C7H16

Rumus molekul 100,21 g/mol Titik didih 98oC

Titik leleh -90,7oC Specific gravity 0,6838

Tekanan uap 5,3 kPa (@ 20oC)

n-Heptana merupakan senyawa yang mudah menyala namun stabil pada kondisi normal bahkan saat terjadi kebakaran dan tidak reaktif dengan air. Penggunaan n-heptana sebagai pelarut pengekstraksi dianggap lebih aman penggunaannya dibandingkan dengan n-heksana mengingat penggunaannnya yang mulai dibatasi karena menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Pada tahun 1992, Texaco Chemical Co. (Houston, TX) telah mendiskusikan mengenai penggunaan heptana sebagai solvent alternatif. Heptana tidaka memberikan masalah lingkungan dan kesehatan dibanding dengan heksana, dan juga karena kesamaan jenis pelarut, hanya saja diperlukan sedikit perubahan pada pemrosesannya. Pada awal 1937, MacGee mencatat solvent petroleum yang baik untuk ekstraksi minyak dari biji-bijian adalah yang memiliki rentang titik didih


(35)

yang rendah yaitu fraksi heksana dan heptana. Hal ini didasarkan pada stabilitas, bau dan rasa dari produk, kehilangan pada saat penguapan yang rendah dan kurangnya korosi dan residu berminyak di peralatan [14]. Ayers dan Dooley [13] mengekstraksi biji kapas pada skala laboratorium dengan berbagi macam pelarut termasuk pelarut heksana dan heptana. Jumlah minyak yang di ekstraksi oleh kedua pelarut tersebut sama, tetapi kehilangan akibat refining dan warna minyak bervariasi. Mereka juga mencatat bahwa perbedaan warna minyak tergantung pada kandungan asam lemak bebas (FFA) dari bji. Secara umum minyak yang diekstraksi dengan heksana memiliki warna yang lebih tajam dibanding dengan heptana dan juga fosfolipid yang diekstraksi dengan heptana lebih tinggi dibanding dengan heksana [14].

Heksana sangat beracun bagi sistem saraf perifer sedangkan heptana hanya sedikit beracun. Ini merupakan keuntungan besar bagi hepatana. Selain itu heptana juga memiliki titik didih 98oC pada 1 atm yang 30oC lebih besar dari titik

didih heksana. Menggunakan pelarut dengan titik didih tinggi lebih menguntungkan karena proses difusi lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi dan membran sel lebih mudah pecah dan mengeluarkan minyak. Karena heptana kurang volatil dibandingkan heksana, maka akan sedikit residu yang tertinggal pada peralatan [29]. Minyak biji alpukat hasil ekstraksi akan dilakukan beberapa analisa diantaranya analisis komposisi asam lemak dengan menggunakan instrument GC-MS (gas chromatography-mass spectrometry).

2.3 ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK MINYAK BIJI ALPUKAT DENGAN GAS CHROMATOGRAPHY (GC)

2.3.1 Gas Chromatography (GC)

Archer J.P. Martin dan Anthony T. James pertama kali memperkenalkan kromatografi partisi cair-gas pada tahun 1950 di London, inilah yang menjadi dasar pengembangan kromatografi gas. Kromatografi gas dengan cepat diterima oleh umum karena diperkenalkan pada saat peningkatan kontrol analitis yang diperlukan dalam industri petrokimia dan teknik-teknik baru yang diperlukan untuk mengatasi keterbatasan metode laboratorium lama. Saat ini, kromatografi


(36)

hampir setiap jenis senyawa organik, bahkan senyawa yang tidak stabil dalam keadaan aslinya tetapi dapat dikonversi ke derivatif yang mudah menguap [30].

Kromatografi gas adalah suatu teknik pemisahan komponen dari sebuah sampel partisi yang terdiri dari 2 fasa yaitu fasa diam dan fasa gas pembawa (fasa gerak). Menurut keadaan fasa diam, kromatografi gas dapat diklasifikasikan menjadi kromatografi gas-padat (GSC), di mana fasa diam adalah padat, dan kromatografi gas-cair (GLC) yang menggunakan cairan sebagai fasa diam. GLC sebagian besar lebih banyak digunakan daripada GSC. Selama pemisahan GC, sampel diuapkan dan dibawa oleh fasa gas pembawa melalui kolom. Pemisahan komponen yang berbeda dicapai berdasarkan tekanan uap relatifnya dan afinitas untuk fasa diam. Afinitas zat terhadap fasa diam dapat digambarkan dalam istilah kimia sebagai konstanta kesetimbangan yang disebut konstanta distribusi (Kc), yang juga dikenal sebagai koefisien partisi. Kc bergantung pada suhu dan juga sifat kimia fasa diam. Dengan demikian, suhu dapat digunakan sebagai cara untuk meningkatkan pemisahan senyawa yang berbeda melalui kolom, atau dengan fasa diam yang berbeda [30].

Selama 10 tahun terakhir telah terjadi peningkatan penggunaan GC, dalam pengkombinasian dengan spektrometri massa (MS). Spektrometer massa telah menjadi detektor standar yang memungkinkan untuk batas deteksi yang lebih rendah dan tidak memerlukan pemisahan dari semua komponen yang ada dalam sampel. Spektroskopi massa adalah salah satu jenis deteksi yang menyediakan informasi yang hanya memerlukan mikrogram sampel. Identifikasi kualitatif senyawa yang tidak diketahui serta analisis kuantitatif sampel dapat menggunakan GC-MS. Ketika GC digabungkan ke spektrometer massa, senyawa yang terelusi dari kolom GC terionisasi dengan menggunakan elektron (EI, ionisasi elektron) atau pereaksi kimia (CI, ionisasi kimia). Fragmen yang dikenakan fokus, dipercepat menjadi analyzer massa : biasanya analyzer massa quadrupole. Fragmen dengan massa yang berbeda akan menghasilkan sinyal yang berbeda, sehingga setiap senyawa yang menghasilkan ion dalam rentang massa dari analyzer massa akan terdeteksi [30].


(37)

2.4 RANCANGAN DAN PENGOLAHAN DATA DENGAN RESPONSE

SURFACE METHODOLOGY (RSM)

Untuk memahami seberapa jauh suatu proses yang optimum dipengaruhi oleh sejumlah variabel, sering diperlukan data-data percobaan dalam jumlah besar dan membutuhkan waktu lama, yang secara otomatis juga akan memerlukan biaya dalam jumlah yang besar. Beberapa teknik statistika dan matematika sering dipakai untuk melakukan pendekatan guna memperoleh pemahaman terhadap kondisi optimum dari suatu proses, tanpa memerlukan data yang terlampau banyak. Diantara metode yang sering dipakai adalah metode permukaan respon [31].

Response Surface Methodology (RSM) merupakan salah satu metode Design of Experiments (DOE) selain faktorial, mixture, taguchi, box-behnken, D-optimal, dll. Secara umum, tujuan suatu eksperimen adalah untuk memperoleh keterangan tentang bagaimana respon yang diberikan oleh suatu obyek pada berbagai keadaan tertentu yang ingin diperhatikan [31].

Metode permukaan respon (response surface methodology) merupakan sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel respon dan tujuan akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon. Ide dasar metode ini adalah memanfaatkan desain eksperimen berbantuan statistika untuk mencari nilai optimal dari suatu respon. Metode ini pertama kali diajukan sejak tahun 1951 dan sampai saat ini telah banyak dimanfaatkan baik dalam dunia penelitian maupun aplikasi industri. Misalnya, dengan menyusun suatu model matematika, peneliti dapat mengetahui nilai variabel-variabel independen yang menyebabkan nilai variabel respon menjadi optimal [31].

Jika suatu percobaan telah didesain, data akan dikumpulkan dalam bentuk seefisien mungkin agar permasalahan dapat terselesaikan. Sebelum memilih desain, beberapa pertanyaan berikut harus dijawab terlebih dahulu, yaitu bagaimana mengukur respons dan faktor yang mempengaruhi, berapa faktor yang mempengaruhi respons, berapa faktor yang akan diselesaikan bersamaan, berapa


(38)

dibutuhkan (regresi, ANOVA, dll), dan bagaimana menyatakan pengaruh tersebut signifikan [32].


(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 6 bulan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Penelitian

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain:

1. Biji Alpukat yang merupahan bahan baku dalam percobaan ini. 2. n-heptana sebagai pelarut dalam ekstraksi minyak biji alpukat.

3.2.2Peralatan Penelitian

Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain: 1. Sokhlet

2. Labu leher satu 3. Termometer 4. Hot Plate

5. Refluks kondensor 6. Pendingin Leibig 7. Erlenmeyer 8. Beaker glass 9. Timbangan 10.Pipet tetes 11.Aluminium foil 12.Gelas ukur 13.Statif dan klem 14.Corong gelas 15.Batang pengaduk


(40)

3.3 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan variabel bebas yaitu waktu ekstraksi (t1, t2, dan

t3), massa biji alpukat (W1, W2, dan W3), dan volume pelarut n-heptana (V1, V2, dan

V3). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode permukaan respon

(Response Surface Methodology).

Metode permukaan respon (Response Surface Methodology) merupakan sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel respon dan tujuan akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon. Ide dasar metode ini adalah memanfaatkan desain eksperimen berbantuan statistika untuk mencari nilai optimal dari suatu respon.

Level – level eksperimen pada masing – masing variabel independen dikodekan sedemikian hingga level rendah berhubungan dengan -1 dan level tinggi berhubungan dengan 1 untuk mempermudah perhitungan. Desain Central Composite Design (CCD) pada eksperimen yang menggunakan tiga variabel independen nilai rotatabilitasnya = (23)1/4 = 1,6818 ≈ 1,682. Oleh karena itu, nilai ± 1,682 termasuk nilai yang digunakan untuk pengkodean [31].

Adapun level kode dan kombinasi perlakuan penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.1 Level Kode Rancangan Penelitian

Variabel Satuan Kode -1,682 -1 Level dan Range 0 +1 +1,682 Waktu

ekstraksi menit t 69,5 90 120 150 170,5 Massa biji

alpukat gram W 13,2 20 30 40 46,8 Volume pelarut

n-heptana ml V 215,9 250 300 350 384,1


(41)

Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Penelitian

Run Ekstraksi Waktu (menit)

Massa Biji Alpukat

(gram)

Volume Pelarut n-heptana (ml) 1 120 30 215,9 2 120 30 300 3 120 13,2 300 4 90 20 250 5 90 20 350 6 120 30 300 7 90 40 250 8 120 30 300 9 150 40 350 10 69,5 30 300 11 170,5 30 300 12 150 20 250 13 90 40 350 14 120 46,8 300 15 150 40 250 16 120 30 384,1 17 150 20 350 18 120 30 300 19 120 30 300 20 120 30 300


(42)

3.4 PROSEDUR PENELITIAN 3.4.1 Prosedur Utama

3.4.1.1Prosedur Persiapan Biji Alpukat

1. Biji alpukat yang telah dikumpulkan dikupas kulit arinya. 2. Dicuci dan dibersihkan dengan air.

3. Dipotong-potong untuk dikeringkan. 4. Dihaluskan dengan menggunakan blender.

5. Dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu ± 100 oC.

6. Diayak dengan ayakan 50 mesh.

3.4.1.2Prosedur Ekstraksi Minyak Biji Alpukat

Prosedur ekstraksi minyak biji alpukat diadopsi dari Prasetyowati [2] yaitu sebagai berikut :

1. Peralatan ekstraksi berupa labu leher tiga, refluks kondensor, penangas air, termometer, hot plate, magnetic stirrer, statif dan klem dirangkai. 2. Biji buah alpukat yang telah dihancurkan, dihaluskan, dikeringkan

dan diayak diumpankan ke dalam ekstraktor kemudian diikuti dengan penambahan pelarut n-heptana dengan rasio sesuai rancangan penelitian. 3. Dipanaskan hingga suhu titik didihnya dan dihitung waktu ekstraksi

sesuai rancangan penelitian.

4. Diperoleh ekstrak berupa campuran minyak biji alpukat dan pelarut n-heptana.

3.4.1.3Prosedur Evaporasi Pelarut Hasil Ekstraksi

Ekstrak yang diperoleh pada proses ekstraksi dievaporasikan dengan cara distilasi pada suhu 100 oC pada Laboratorium Proses Industri Kimia,


(43)

3.4.2 Prosedur Analisis

3.4.2.1Analisis FFA (Free Fatty Acid) Minyak Biji Alpukat

Untuk Analisis kadar FFA minyak biji alpukat sesuai dengan AOCS Official Method Ca 5a-40 dengan prosedur sebagai berikut

1. Minyak biji alpukat sebanyak 7,05 ± 0,05 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

2. Ditambahkan etanol 95% sebanyak 75 ml.

3. Campuran dikocok kuat dan dilakukan titrasi dengan NaOH 0,25 N dengan indikator fenolftalein 3-5 tetes. Titik akhir tercapai jika warna larutan berwarna merah rosa dan warna ini bertahan selama 10 detik.

Kadar FFA= berat sampel x 10T x V x BM Dimana: T = normalitas larutan NaOH

V = volum larutan NaOH terpakai M = berat molekul FFA

3.4.2.2Analisis Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat dengan GC-MS

Minyak biji alpukat yang telah diekstraksi akan dianalisis menggunakan instrumen GC-MS yang ada pada Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) untuk mengetahui komponen asam lemak dalam minyak biji alpukat tersebut.

3.4.2.3Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat dengan Metode Tes ASTM D 445 Viskositas adalah ukuran hambatan cairan untuk mengalir secara gravitasi, untuk aliran gravitasi dibawah tekanan hidrostatis, tekanan cairan sebanding dengan kerapatan cairan. Satuan viskositas dalam cgs adalah cm2 per detik (Stokes). Satuan SI untuk viskositas m2 per detik (104 St). Lebih sering digunakan centistokes (cSt) (1cSt =10-2 St = 1 mm2/s). Untuk analisa viskositas menggunakan metode tes ASTM D-445. Untuk pengukuran viskositas ini menggunakan peralatan utama yaitu viskosimeter Ostwald tube tipe kapiler, viscosimeter holder dan bath pemanas pada 37,8oC. Termometer yang digunakan dengan ketelitian 0,02oC dan menggunakan


(44)

3.4.2.4Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat dengan Metode Tes OECD 109

Untuk analisa densitas menggunakan metode tes OECD 109. Untuk pengukuran densitas ini menggunakan peralatan utama yaitu piknometer. Perbedaan berat kosong dan penuh dihitung pada suhu 20oC.


(45)

3.5 FLOWCHART PENELITIAN 3.5.1 Prosedur Persiapan Biji Alpukat


(46)

3.5.2 Prosedur Ekstraksi Minyak Biji Alpukat


(47)

3.5.3 Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Minyak Biji Alpukat dengan Metode Tes AOCS Official Method Ca 5a-40

Gambar 3.3 Flowchart Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Minyak Biji Alpukat Mulai

Minyak biji alpukat sebanyak 7,05 ± 0,05 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

Ditambahkan etanol 95% sebanyak 75 ml

Campuran dikocok kuat kemudian ditambahkan indikator fenolftalein 3-5 tetes

Campuran dititrasi dengan NaOH 0,25 N

Apakah larutan berwarna merah rosa?

Ya

Tidak

Kadar FFA dihitung


(48)

3.5.4 Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat dengan Metode Tes ASTM D 445

Gambar 3.4 Flowchart Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat Mulai

Viskosimeter dikalibrasi dengan air untuk menentukan konstanta viskosimeter

Minyak biji alpukat dimasukkan sebanyak 5 ml kedalam viskosimeter

Sampel dihisap dengan karet penghisap hingga melewati batas atas viskosimeter

Waktu alir sampel dicatat dari batas atas hingga batas bawah

Selesai

Sampel dibiarkan mengalir ke bawah sampai batas bawah viskosimeter

Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali


(49)

3.5.5 Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat dengan Metode Tes OECD 109

Gambar 3.5 Flowchart Analisis Viskositas Minyak Biji Alpukat Mulai

Piknometer dikalibrasi dengan air untuk mengetahui volume piknometer

Piknometer diisi dengan hasil minyak biji alpukat

Massanya ditimbang

Densitas sampel percobaan dihitung


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PENGARUH VARIABEL PENELITIAN TERHADAP YIELD MINYAK BIJI ALPUKAT

Pada penelitian ini terdapat 3 variabel bebas yaitu waktu ekstraksi (t), massa biji alpukat (W), dan volume pelarut n-heptana (V). Dengan menggunakan analisis regresi dan analisis varians (ANOVA) dapat dilihat diantara ketiga variabel tersebut, variabel yang paling berpengaruh terhadap yield minyak biji alpukat. Minyak biji alpukat yang telah dipisahkan dari pelarut n-heptana, ditimbang beratnya dan diukur volumenya. Dari berat minyak biji alpukat yang diperoleh, dihitung yield minyak biji alpukat, dengan cara sebagai berikut:

% 100 alpukat

biji massa

alpukat biji

minyak massa

(%)

Yield  

Berikut merupakan yield minyak biji alpukat yang diperoleh dari beberapa perlakuan pada rancangan penelitian:

Tabel 4.1 Yield Minyak Biji Alpukat Hasil Ekstraksi (T = 98,4 oC) Run (gram) W (ml) V (menit) t (%) Y 1 30 215,9 120 16,33 2 13,2 300 120 15,40 3 30 300 120 22,67

4 20 250 90 15,00

5 20 350 90 6,55

6 30 300 120 22,67

7 40 250 90 6,55

8 40 350 150 8,75 9 30 300 69,5 8,00 10 30 300 120 22,67 11 30 300 170,5 18,00 12 30 300 120 22,67 13 20 250 150 34,00

14 40 350 90 4,35

15 46,8 300 120 7,90 16 40 250 150 15,70 17 30 300 120 22,67 18 30 384,1 120 7,00


(51)

19 20 350 150 18,70 20 30 300 120 22,67

Hasil yang diperoleh dari 17 perlakuan tersebut dianalisis secara statistik menggunakan software Minitab 16, untuk mencocokkan persamaan polinomial kuadratik. Untuk memperlihatkan hubungan variabel respons yaitu yield minyak biji alpukat (Y) terhadap variabel independen (t, W, V), model regresi digunakan untuk mencocokkan koefisien model polinomial dari respons. Kualitas kecocokan model dievaluasi menggunakan tes signifikansi dan analisis varians (ANOVA). Analisis Varians menggunakan uji berdasarkan varian rasio untuk menentukan apakah terdapat perbedaan yang signifikan diantara beberapa kelompok observasi, dimana masing masing kelompok mengikuti distribusi normal [30]. Persamaan polinomialnya adalah sebagai berikut [33]:

     

   j k j

i ij i

k 1 i 2 i ii k 1

i i i

o b X b X b X X

b Y dimana:

Y = variabel respons (yield minyak biji alpukat) bo = intersep

bi = model koefisien orde pertama bij = pengaruh interaksi

bii = koefisien kuadrat dari Xi ε = random error

i = (1,2,…..k)

Kemudian model regresi akan dievaluasi menggunakan F-test dan koefisien determinasi (R2) yang diuji dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Hasil analisis statistik disajikan pada tabel 4.2 dan 4.3 di bawah ini. Tabel 4.2 merupakan hasil perkiraan parameter model eksperimen, sedangkan Tabel 4.3 merupakan hasil analisis varians (ANOVA) dari variabel-variabel independen secara linear, kuadrat, dan interaksi antar masing-masing faktor. Kemudian akan dievaluasi signifikansi dari masing-masing faktor tersebut.


(52)

Tabel 4.2 Perkiraan Parameter Model Persamaan Statistik Term Coef SE Coef T P Constant 22,598 1,0641 21,236 0,000 t 4,505 0,7060 6,380 0,000 W -3,772 0,7060 -5,343 0,000 V -3,558 0,7060 -5,040 0,001 t*t -2,947 0,6873 -4,288 0,002 W*W -3,424 0,6873 -4,982 0,001 V*V -3,419 0,6873 -4,975 0,001 t*W -2,200 0,9225 -2,385 0,038 t*V -1,450 0,9225 -1,572 0,147 W*V 1,825 0,9225 1,978 0,076

S = 2,60911 R-Sq = 94,24% R-Sq(adj) = 89,05%

Tabel 4.3 Analysis of Variance terhadap Yield Sumber

Variasi df SS MS Fhitung Ftabel Regresi 9 1113,05 123,673 18,17 3,02 Residual Error 10 68,07 6,807

Total 19 1181,13

Tabel 4.2 menunjukkan hasil dari uji signifikansi untuk setiap analisis regresi dari data penelitian. Hasil menunjukkan bahwa p-values dari setiap variabel penelitian signifikan secara statistik (p<0,05) kecuali interaksi antara waktu dan volume dan interaksi antara massa dan volume dengan nilai p>0,05 yaitu 0,147 dan 0,076.

Ketiga faktor linear (t, W, V), tiga faktor kuadrat (t2, W2, V2), dan satu faktor interaksi (tW) menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap model dengan level kepercayaan sebesar 95%. Untuk mengurangi error, semua koefisien dimasukkan ke dalam model, dan berdasarkan nilai F-test yang besar dan p-values

yang rendah, semua faktor linear, semua faktor kuadrat, dan faktor interaksi (tW) memberikan pengaruh yang besar pada yield minyak biji alpukat yang dihasilkan. Koefisien determinasi (R2) dievaluasi untuk menguji kecocokan dari model. Pada tabel 4.2 ditunjukkan nilai R2 sebesar 94,24%, ini menunjukkan validitas untuk variabel terikat. Artinya ketiga variabel tersebut, waktu ekstraksi, massa biji alpukat, dan volume pelarut n-heptana berpengaruh secara signifikan pada persentase yield minyak biji alpukat yang dihasilkan. Dari nilai koefisien


(53)

determinasi tersebut juga dapat diartikan bahwa model ini dapat menjelaskan 94,24% dari variabilitas.

Pada tabel 4.3 ditunjukkan hasil analisis varians (ANOVA) variabel penelitian terhadap model respon permukaan orde-kedua yaitu persentase yield. Dari tabel tersebut, diperoleh Fhitung (18,17) dan Ftabel (F0,95; 9; 10 = 3,02). Jika Fhitung > Ftabel maka disimpulkan nilai regresi signifikan [32]. Pada hasil analisis di atas diperoleh nilai Fhitung > Ftabel, sehingga regresi dapat dinyatakan signifikan. Oleh karena itu, ketiga variabel penelitian tersebut pengaruhnya cukup signifikan pada persentase yield minyak biji alpukat yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil analisis metode respon permukaan dengan level terkode, diperoleh hubungan % yield dengan ketiga variabel yaitu sebagai berikut:

Yield (%) = 22,598 + 4,505t – 3,772W - 3,558V - 2,947t2 - 3,424W2 – 3,419V2 2,2tW – 1,45 tV + 1,825WV

Dimana t, W, dan V merupakan waktu ekstraksi, massa biji alpukat, dan volume pelarut.

Dari model yang diperoleh berdasarkan analisis statistik di atas, persentase yield minyak biji alpukat yang tinggi diperoleh pada waktu ekstraksi yang lama, sedangkan massa biji alpukat dan volume pelarut tidak begitu berpengaruh. Dari hasil ANOVA dapat dilihat bahwa interaksi antara variabel waktu terhadap volume dan massa terhadap volume tidak terlalu signifikan. Interaksi faktor yang signifikan adalah antara variabel waktu dan massa.

Analisis regresi menunjukkan bahwa waktu ekstraksi memberikan pengaruh terbesar yaitu 4,505 kali terhadap yield minyak biji alpukat yang dihasilkan. Diikuti dengan interaksi antara massa biji alpukat dengan volume pelarut yang memberikan pengaruh sebesar 1,825 kali terhadap yield minyak biji alpukat yang dihasilkan. Nilai koefisien waktu ekstraksi yang menunjukkan nilai positif akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap % yield minyak biji alpukat yang dihasilkan dibandingkan dengan massa biji alpukat pada volume pelarut n-heptana dengan koefisien bernilai negatif. Semakin lama waktu ekstraksi maka yield dari minyak biji alpukat akan semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Prasetyowati, yaitu semakin lama waktu ekstraksi,


(54)

pelarut kedalam bahan akan semakin efektif. Semakin banyak massa biji yang digunakan untuk ekstraksi maka % yield yang dihasilkan akan semakin besar pula dan sebaliknya [2]. Adama dan Edoga, 2011 menyatakan bahwa laju ekstraksi baik dilakukan dengan meningkatkan waktu dan menurunkan ukuran partikel pada suhu ekstraksi [9].

Berdasarkan analisis statistik pada tabel 4.2, dinyatakan bahwa interaksi antara waktu ekstraksi dan massa biji alpukat memberikan hasil yang signifikan yaitu dengan p = 0,038 (p < 0,05). Artinya, interaksi kedua variabel tersebut sangat berpengaruh dalam ekstraksi minyak biji alpukat.

Semakin lama waktu ekstraksi akan meningkatkan distribusi pelarut ke dalam biji alpukat sehingga akan semakin banyak minyak yang terlarut ke dalam pelarut. Sedangkan jika semakin besar massa biji alpukat yang diektraksi, akan semakin banyak minyak yang dihasilkan. Meskipun tidak terlalu berpengaruh terhadap %yield yang dihasilkan, namun massa biji alpukat sangat berpengaruh pada berat dan volume minyak biji alpukat yang dihasilkan. Dengan meningkatnya kedua variabel ini, akan semakin banyak minyak yang dihasilkan.

4.2 ANALISIS MINYAK BIJI ALPUKAT 4.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat

Setelah dilakukan pemisahan minyak biji alpukat dari pelarut n-heptana, dilakukan pengukuran volume dan berat minyak yang dihasilkan. Kemudian dievaluasi kualitas dari minyak yang dihasilkan. Analisis yang dilakukan diantaranya, analisis densitas, viskositas, dan komposisi asam lemak. Hasil analisis minyak biji alpukat tersebut ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Biji Alpukat Sifat Fisika dan Kimia Hasil

Warna pada 30 oC Oranye Densitas pada 20 oC (g/ml) 0,71 Viskositas pada 40 oC (cP) 0,43


(55)

Minyak biji alpukat yang diperoleh pada penelitian ini memiliki warna oranye dan sedikit encer. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna jingga atau kuning dapat disebabkan oleh adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak [34]. Biji alpukat mengandung karotenoid sebesar 0,966±0,164 mg/100 gr buah segar [35]. Oleh karena itu, warna yang dihasilkan berwarna oranye karena disebabkan oleh kandungan karoten yang cukup tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian Prasetyowati [2] yang menggunakan pelarut n-heksana pada ekstraksi minyak biji alpukat, diperoleh densitas sebesar 0,6951-0,7676 gr/ml; viskositas sebesar 0,826-4,55 cSt dan % FFA sebesar 7,027-9,283%. Densitas dari minyak biji alpukat dengan n-heptana masih berada dalam rentang densitas yang telah dilaporkan. Sedangkan viskositas yang dihasilkan (konversi cP ke cSt) sebesar 0,606 cSt berada dibawah rentang viskositas yang telah dilaporkan. Ketika panas diberikan pada cairan, molekul-molekul kemudian dapat bergerak bebas dengan mudah yang mengakibatkan viskositas cairan berkurang [36]. Suhu ekstraksi dengan pelarut n-heptana lebih tinggi dibanding dengan n-heksana sehingga viskositas minyak yang dihasilkan lebih rendah. Kemudian untuk % FFA yang dihasilkan, lebih rendah dibanding dengan menggunakan n-heksana. Perbedaan kuantitatif ini dapat disebabkan karena perbedaan geografi tempat asal tumbuhan dan faktor lain seperti kematangan dan proses pemanenan [15]. Belakangan telah banyak dilakukan penelitian mengenai penggunaan minyak biji alpukat sebagai bahan baku biodiesel. Jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dengan % FFA besar dari 2%, minyak biji alpukat memerlukan proses esterifikasi terlebih dahulu untuk mengubah FFA menjadi metil ester sehingga minyak dapat diproses dengan transesterifikasi. Kadar FFA minyak biji alpukat cukup rendah, mengindikasikan minyak tersebut tahan terhadap hidrolisis [33]. FFA merupakan salah satu produk hasil hidrolisis dan oksidasi minyak dengan berat molekul rendah, bersifat mudah menguap dan bersama-sama dengan yang lain menghasilkan bau tengik dan rasa yang tidak enak [34]


(56)

4.2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat

Asam lemak dapat dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada tidaknya ikatan rangkap dan isomer trans-cis [37]. Untuk menganalisis komposisi asam lemak dapat digunakan instrumen Gas Chromatography (GC). Gambar 1 merupakan hasil GC minyak biji alpukat dengan perlakuan waktu ekstraksi selama 120 menit, massa bubuk biji alpukat sebanyak 30 gram, volume pelarut n-heptana sebanyak 300 ml, dan suhu ekstraksi pada titik didih pelarut n-n-heptana. Hasil analisis komposisi asam lemak minyak biji alpukat tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1 Hasil Analisis GC Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat


(57)

Dari kromatogram pada gambar di atas, komposisi asam lemak minyak biji alpukat tersebut disajikan pada tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat Asam Lemak Komposisi (%) Asam Miristat (14:0) 1,4120 Asam Palmitat (16:0) 20,3439 Asam Palmitoleat (16:1) 2,7729 Asam Stearat (18:0) 1,2328 Asam Oleat (18:1) 15,8823 Asam Linoleat (18:2) 47,3531 Asam Linolenat (18:3) 4,9721 Asam Arachidat (20:0) 1,8139 Asam Gadoleat (20:1) 4,2160

Total 100,0000

Asam Lemak Jenuh (SFA) 24,8026 Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal (MUFA) 22,8712 Asam Lemak Tak Jenuh Jamak (PUFA) 52,3252 Rasio Asam Linoleat/Asam Linolenat 9,52

Rasio PUFA/SFA 2,11

Berdasarkan data komposisi asam lemak dari minyak biji alpukat, maka dapat ditentukan bahwa berat molekul FFA minyak biji alpukat adalah 276,224 gr/mol. Dari kromatogram di atas, dapat dilihat bahwa komponen asam lemak yang dominan adalah asam lemak tidak jenuh jamak yaitu asam linoleat sebesar 47,3531% (b/b), asam lemak jenuh berupa asam palmitat sebesar 20,3439% (b/b), dan asam lemak tidak jenuh tunggal yaitu asam oleat sebesar 15,8823% (b/b).

Berdasarkan hasil yang dilaporkan Bora [20] minyak biji alpukat dengan pelarut n-heksana juga mengandung asam lemak dominan yang sama tetapi dengan proporsi yang berbeda yaitu asam linoleat (18:2) sebesar 38,892 ± 0,585%, asam palmitat (16:0) sebesar 20,847 ± 0,843% dan asam oleat (18:1) sebesar 17,410 ± 0,058%. Kandungan asam linoleat, asam palmitat dan asam oleat dalam minyak dengan pelarut n-heptana lebih besar dibanding dengan yang diekstraksi menggunakan n-heksana. Asam oleat merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA (asam linoleat dan linolenat), yang pada suhu tinggi asam oleat akan teroksidasi dan berubah menjadi asam linoleat [38]. Reaksi


(58)

menyebabkan kandungan asam linoleat yang menggunakan n-heptana lebih besar dibanding dengan yang menggunakan n-heksana.

Total dari asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) yang diperoleh sebesar 22,8712% dan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) 52,3252% lebih besar dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Bora [19] yaitu MUFA sebesar 20,712% dan PUFA sebesar 46,726%. Tetapi total asam lemak jenuh yang diperoleh lebih kecil dibanding dengan yang dilaporkan oleh Bora [19] sebesar 32,495%. Perbedaan komposisi asam lemak ini dapat disebabkan oleh perbedaan lokasi tumbuhan berasal dan faktor lain seperti kematangan dan proses pemanenan [20].

Rasio asam linoleat dengan asam linolenat (C18:2/C18:3) diperoleh sebesar 9,52 yang lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan Bora [19] dan Galvao [40] berturut-turut yaitu 5,92 dan 2,95. Nilai rasio C18:2/C18:3 yang lebih tinggi pada minyak biji alpukat berkhasiat menurunkan kolesterol darah (trigliserida dan HDL) yang telah diuji pada tikus [40]. Kemudian tingginya rasio PUFA/SFA telah dilaporkan dapat mengurangi penyakit kardiovaskular dan direkomendasikan nilai minimumnya adalah 0,4 [40]. Rasio PUFA/SFA yang diperoleh sebesar 2,11. Hasil di atas juga memperlihatkan bahwa asam lemak pada minyak biji alpukat didominasi oleh asam linoleat yang merupakan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA). Sartika, 2008 menyatakan bahwa PUFA berperan penting dalam transport dan metabolisme lemak, fungsi imun, mempertahankan fungsi dan integritas membran sel [41].

Oleh karena itu, minyak biji alpukat yang dihasilkan cukup berkhasiat untuk kesehatan. Meskipun masih diperlukan pengujian lebih lanjut mengenai toksisitas dan kandungan di dalam minyak tersebut.

4.3 ANALISIS EKONOMI

Buah alpukat merupakan buah yang cukup banyak diminati oleh rakyat Indonesia, baik langsung dikonsumsi, dibuat menjadi jus, dan tambahan produk makanan lainnya. Selain itu buah alpukat juga banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada industri kosmetik, shampoo, dan sebagainya. Buah alpukat digunakan setelah dipisahkan dari kulit dan bijinya, kemudian diambil daging


(59)

buahnya saja. Hingga saat ini, biji alpukat yang telah dibuang dibiarkan begitu saja hingga membusuk. Biji alpukat yang telah membusuk akan menimbulkan bau tidak sedap dan bayak dihinggapi lalat, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan sekitar.

Produksi alpukat di Indonesia cukup tinggi, hal ini dapat dibuktikan dengan data produksi buah alpukat di Indonesia pada tahun 2013 dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu mencapai 276.318 ton per tahun. Produksi alpukat mengalami peningkatan pada tahun 2014 hingga mencapai 307.326 ton [1], seiring dengan meningkatnya produksi alpukat, maka limbah biji alpukat yang dihasilkan juga meningkat.

Biji alpukat terdiri dari 65% daging buah (mesokarp), 20% biji (endocarp), dan 15% kulit buah (perikarp) [9]. Menurut Prasetyowati, biji alpukat mengandung 15 – 20 % minyak. Biji alpukat mengandung minyak yang hampir sama dengan kedelai sehingga biji alpukat dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati [3].

Jika diperkirakan produksi buah alpukat per tahun adalah 250 ribu ton. Biji alpukat 20% dari produksi buah alpukat yaitu 50 ribu ton. Setelah dilakukan penelitian mengenai ekstraksi minyak biji alpukat dengan pelarut heptana, diperoleh rata-rata kandungan minyak dalam biji alpukat sebesar 14,72%. Dari data tersebut, jika dikalikan dengan limbah biji alpukat Indonesia dapat dihasilkan 7.360 ton minyak biji alpukat. Densitas minyak biji alpukat yang diperoleh dari penelitian yaitu 0,7 kg/L. Dalam satuan volume, minyak biji alpukat yang dapat dihasilkan dari 50 ribu ton limbah biji alpukat yaitu lebih dari 10 juta Liter minyak biji alpukat. Dapat dilihat dari hasil tersebut, potensi minyak biji alpukat cukup besar untuk dijadikan minyak nabati.

Untuk itu, perlu dilakukan analisis ekonomi mengenai ekstraksi pembuatan minyak dari biji alpukat yang akan dikaji secara sederhana dalam tulisan ini. Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh yield sebesar 15% pada waktu ekstraksi selama 90 menit, massa biji alpukat sebesar 20 gram dan volume pelarut 250 ml. Dimisalkan basis perhitungan yaitu 100 gram bahan baku biji alpukat. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang


(60)

digunakan dalam produksi dan harga jual minyak biji alpukat. Jumlah bahan baku yang digunakan pada proses ekstraksi dapat dihitung sebagai berikut :

Volume pelarut n-heptana yang diperlukan untuk mengekstraksi 100 gram biji alpukat = 250ml

gr 20

gr

100 = 1250 ml = 1,25 L Harga pembelian n-heptana = ,125L

L 5 , 2 000 . 100 . 2

Rp = RP 1.050.000,- Jumlah minyak yang dihasilkan dari 20 gram biji alpukat :

% minyak (20 gr) = 15%20gr= 3 gr % minyak (100 gr) = 3gr

gr 20

gr 100

= 15 gr Massa minyak yang diperoleh = 15 gr

Harga minyak biji alpukat $138,98 per kg (Aliexpress) = Rp 2.043.700 Harga penjualan minyak biji alpukat = 15gr

gr 1000 700 . 043 . 2

Rp = Rp 30.655,- Pada saat pemisahan pelarut dari minyak setelah proses ekstraksi diperoleh sekitar 80% pelarut n-heptana yang diuapkan dapat digunakan kembali untuk proses ekstraksi yang selanjutnya.

Volume n-heptana yang diperoleh = 80% x 1,25 L = 1 L Harga penjualan n-heptana = 1L

L 5 , 2 000 . 100 . 2

Rp = Rp 840.000,-

Jadi untuk proses ekstraksi selanjutnya dapat menghemat pembelian pelarut sebesar Rp 840.000,-


(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah:

1. Analisis pengaruh variabel penelitian yang diolah dengan metode respon permukaan menggunakan software Minitab memberikan nilai R2 sebesar

94,24% menunjukkan validitas untuk variabel terikat.

2. Interaksi antara ketiga variabel yang paling menunjukkan pengaruh signifikan adalah hubungan interaksi antara waktu ekstraksi dan massa biji alpukat.

3. Dari analisis sifat fisika dan kimia yaitu warna, densitas, viskositas, dan FFA diperoleh hasil berturut-turut yaitu oranye, 0,71 g/ml; 0,43 cP; dan 2,76%.

4. Analisis komposisi asam lemak minyak biji alpukat diperoleh komponen asam lemak yang dominan adalah asam lemak tidak jenuh jamak yaitu asam linoleat sebesar 47,3531% (b/b), asam lemak jenuh berupa asam palmitat sebesar 20,3439% (b/b), dan asam lemak tidak jenuh tunggal yaitu asam oleat sebesar 15,8823% (b/b).

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian ini adalah: 1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya waktu ekstraksi diperlama dan

dilakukan analisis lebih lanjut kandungan antioksidan pada minyak biji alpukat.

2. Sebaiknya dilakukan analisis toksisitas minyak biji alpukat yang dihasilkan agar diketahui keamanan pelarut n-heptana sebagai alternatif pelarut yang aman bagi kesehatan dan lingkungan.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Badan Pusat Statistik, “Survey Pertanian Produksi Buah-buahan di Indonesia,” Biro Pusat Statistik, Jakarta, 2013.

[2] Prasetyowati, Retno Pratiwi, Fera Tris O, “Pengambilan Minyak Biji Alpukat (Persea Americana Mill) dengan Metode Ekstraksi,” Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 17, April 2010.

[3] Bambang Pramudono, Septian Ardi Widioko, Wawan Rustyawan, “Ekstraksi Kontinyu dengan Simulasi Batch Tiga Tahap Aliran Lawan Arah: Pengambilan Minyak Biji Alpukat Menggunakan Pelarut n-Hexane dan Iso Propil Alkohol,” Jurnal Reaktor, Vol. 12 No. 1, Juni 2008, hal. 37 - 41.

[4] Nancy Siti Djenar, Bintang IM, Ayu W, Eka PI, “Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Alpukat (Persea gratissima) Menggunakan Katalis CaO,” Prosiding Seminar Nasional Teknoin 2012, November 2012, hal. 57 – 64.

[5] Liberty P. Malangngi, Meiske S. Sangi, Jessy J. E. Paendong, “Penentuan Kandungan Tanin dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill)” Jurnal MIPA UNSRAT Online, 1 (1) 2012: hal. 5 – 10. [6] Mira Marlinda, Meiske S. Sangi, Audy D. Wuntu, “Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill)” Jurnal MIPA UNSRAT Online, 1 (1) 2012: hal. 24 – 28. [7] Andy Chandra, Hie Maria Inggrid, Verawati, “Pengaruh pH dan Jenis Pelarut pada Perolehan dan Karakterisasi Pati dari Biji Alpukat,” Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Katolik Parahyangan, 2013.

[8] Linda Masniary Lubis, “Ekstraksi Pati dari Biji Alpukat,” Karya Ilmiah, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008.

[9] Adama, K. K dan Edoga, M. O, “Avocado Apple (Persea americana) Pericarp Waste: A Source of Oil for Industrial Application Obtained and Characterized Using Extraction With Different Solvents,” Archived of Applied Science Research Vol.3, No. 4, 2011, hal. 398 – 410.

[10] Orhevba, B.A dan Jinadu, A.O, “ Determination of Physico-Chemical Properties and Nutritional Contents of Avocado Pear (Persea Americana M.),”

SAVAP International Journal Volume 1, Issue 3, 2011.

[11] EPA. 2013. Hexane. United States Environmental Protection Agency. [12] McCann, Michael. 1994. Health Hazards of Solvents. University of Illinois at Chicago.


(1)

53

Tabel L4.2 Perhitungan Manual ANOVA

W V t Ypenelitian Yprediksi (Yprediksi - Yrata-rata)2 (Ypenelitian - Yrata-rata)2

0 -1,682 0 18,910 16,333 6,638 8,988

-1,682 0 0 19,171 15,400 14,226 10,626

-1 -1 -1 13,758 15,000 1,543 4,639

-1 1 -1 5,892 6,550 0,433 100,396

0 0 0 22,598 22,667 0,005 44,705

1 -1 -1 7,064 6,550 0,264 78,284

1 1 1 8,208 8,750 0,294 59,349

0 0 -1,682 6,683 8,000 1,734 85,168

0 0 1,682 21,838 18,000 14,730 35,120

-1 -1 1 30,068 34,000 15,461 200,398

1 1 -1 6,498 4,350 4,614 88,620

1,682 0 0 6,651 7,903 1,568 85,768

1 -1 1 14,574 15,700 1,268 1,790

0 1,682 0 6,941 7,000 0,004 80,481

-1 1 1 16,402 18,700 5,281 0,240

0 0 0 22,598 22,667 0,005 44,705

0 0 0 22,598 22,667 0,005 44,705

0 0 0 22,598 22,667 0,005 44,705

0 0 0 22,598 22,667 0,005 44,705

0 0 0 22,598 22,667 0,005 44,705

Yrata-rata = 15,912

SSregresi = 1108,097

SStotal = 1176,182

SSresidual = 68,085

MSregresi = 123,122

MSresidual = 6,808


(2)

54

LAMPIRAN 5

DOKUMENTASI PENELITIAN

L5.1 FOTO BAHAN BAKU BIJI ALPUKAT

(a) (b)

Gambar L5.1 (a) Biji Alpukat sebelum dikeringkan (b) Biji Alpukat setelah dikeringkan

L5.2 FOTO PENGAYAKAN BIJI ALPUKAT


(3)

55

L5.3 FOTO EKTRAKSI MINYAK BIJI ALPUKAT

Gambar L5.3 Ekstraksi Minyak Biji Alpukat

L5.4 FOTO MINYAK BIJI ALPUKAT


(4)

56

L5.5 FOTO ANALISIS DENSITAS MINYAK BIJI ALPUKAT

Gambar L5.5 Analisis Densitas Minyak Biji Alpukat

L5.6 FOTO ANALISIS VISKOSITAS MINYAK BIJI ALPUKAT


(5)

57

L5.7 FOTO ANALISIS FFA MINYAK BIJI ALPUKAT


(6)

58

LAMPIRAN 6

HASIL ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK

L6.1 HASIL ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK MINYAK BIJI

ALPUKAT