Analisis Perbandingan Daya Dukung antara Hasil Loading Test Bore Pile Diameter Satu Meter Tunggal dari Jembatan Fly Over Amplas dengan Metode Elemen Hingga

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN DAYA DUKUNG ANTARA HASIL LOADING TEST BORE PILE DIAMETER SATU METER TUNGGAL DARI

JEMBATAN FLY OVER AMPLAS DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

TESIS OLEH:

DODI JURKAMDA HARAHAP 107016013/TS

FAKULTAS TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

ANALISIS PERBANDINGAN DAYA DUKUNG ANTARA HASIL LOADING TEST BORE PILE DIAMETER SATU METER TUNGGAL DARI

JEMBATAN FLY OVER AMPLAS DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Magister Teknik Sipil Pada Program Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

DODI JURKAMDA HARAHAP 107016013/TS

FAKULTAS TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

Judul Tesis : Analisis Perbandingan Daya Dukung antara Hasil Loading

Test Bore Pile Diameter Satu Meter Tunggal dari Jembatan Fly

Over Amplas dengan Metode Elemen Hingga

Nama Mahasiswa : Dodi Jurkamda Harahap

Nomor Pokok : 107.016.013

Program Studi : Magister Teknik Sipil

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE

Anggota

Ir. Rudi Iskandar, MT

Ketua Program Studi Dekan

Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME Tanggal Lulus : 16 Agustus 2012


(4)

Telah Diuji Pada

Tanggal Lulus : 16 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE Anggota : Ir. Rudi Iskandar, MT

Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia tarigan, M.Sc Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan


(5)

ABSTRAK

Penggunaan tiang bor biasanya lebih disukai karena gangguan terhadap lingkungan seperti getaran, dan gerakan dari tanah sekitarnya dapat diminimalisir. Hal ini cukup menarik untuk dibahas, terutama yang berkaitan dengan daya dukungnya yang dipengaruhi oleh kondisi tanah dan batuan. Studi ini menganalisis

tiang bor yang berkaitan dengan kondisi geologi dari bangunan Jembatan Layang (Fly

Over) Amplas, Sumatera Utara.

Tujuannya adalah membandingkan daya dukung vertikal pondasi tiang bor dan penurunan pondasi tiang bor berdasarkan data penyelidikan tanah di lapangan

(data SPT) dan data pengujian pembebanan di lapangan (loading test) dengan

memakai perhitungan Metode Elemen Hingga serta memahami karakteristik tanah dalam usaha pemodelan dan analisis daya dukung tiang bor. Sementara manfaat dari penelitian ini agar pada proyek yang sama dengan parameter yang sama juga dapat

diprediksi daya dukung tiang bor nya sehingga tidak perlu melakukan loading test

lagi dengan alasan ekonomis. Agar dapat melihat prilaku tiang bor (runtuh atau tidak), apabila bebannya terus ditambah sampai beban rencana dan sekaligus melihat prilaku tanah apabila dimodelkan dengan konsolidasi selama 7 hari.

Semakin besar beban yang diberikan maka akan semakin besar penurunan yang terjadi seperti beban 150% beban terbesar terdapat dalam hasil Metode Elemen Hingga (konsolidasi 7 hari) sebesar 9,81 mm, dan beban 125% terbesar terdapat dalam hasil Metode Elemen Hingga (konsolidasi 7 hari) sebesar 7,30 mm, dan pada

beban 100% terbesar terdapat dalam hasil loading test lapangan sebesar 3,97 mm,

sementara penurunan yang diijinkan oleh ASTM adalah sebesar 25,40 mm, artinya bahwa perhitungan pada setiap pembebanan baik Metode Elemen Hingga (konsolidasi 7 hari) dan Metode Elemen Hingga (konsolidasi ASTM), dan hasil

loading test lapangan aman menurut ASTM.

Gangguan tanah akibat pembebanan akan menimbulkan tekanan air pori yang tinggi pada tanah yang terletak disekitarnya. Jika tekanan air pori berkurang akibat konsolidasi yang cukup lama, maka tanah di sekitar tiang akan turun menyeret tiang bergerak ke bawah yang menyebabkan timbulnya gaya gesek pada dinding tiang, hal ini terlihat dengan perbandingan program Metode Elemen Hingga (ASTM) dan Metode Elemen Hingga (konsolidasi 7 hari) semakin lama terkonsolidasi maka penurunan yang terjadi pada tiang akan semakin besar.


(6)

ABSTRACT

The use of bore pile is usually more favorable because disturbance against environment, such as vibration and movement around the soil can be minimized. This phenomenon, especially which is related to the support capacity, influenced by the soil and rocky condition, is very interesting to be analyzed. This study analyzed bore piles which were related to the geological condition of Amplas flyover, North Sumatera.

The purpose was to compare the vertical support capacity of bore pile foundation and bore pile foundation lowering, based on the data of the soil investigation in the field (SPT) and the data of the loading test by using the calculation of the Finite Element method and to understand the soil characteristics in an attempt to model and to analyze the support capacity of bore piles. The significance of the study was to predict the support capacity of the bore piles at the same project with the same parameter so that, for economic reason, the loading test was not needed to be performed so that the behavior of bore piles (whether they collapsed or not) could be known if the support capacity was increasing up to the load being programmed, and the soil characteristics could be known if they were modeled with the consolidation in seven days.

The bigger the load, the more the lowering is. 150% of the biggest load found in the result of the Finite Element method (consolidation in seven days) is 9.81 mm, 125% of the biggest load found in the Finite Element method (consolidation in seven days) is 7.30 mm, and 100% of the load found in the result of the field loading test is 3.97 mm. The lowering permitted by ASTM is 25.40 mm which means that the calculation in each load, either in the Finite Element method (consolidation in seven days) or in the Finite Element method (consolidation of ASTM), and the result of field loading test are safe according to ASTM.

The disturbance in the soil caused by the load will bring about high pore water pressure around the soil. If the pore water pressure decreases, due to the long period of consolidation, the soil around the pile will lower, dragging the pile downward so that it will bring about the shear force on the piling. It can be seen in the comparison of the Finite Element method (consolidation in seven days) and the Finite Element method (ASTM): the longer the period of the consolidation, the bigger the lowering of the pile.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat serta salam disampaikan kepada Nabi akhir jaman Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam yang gelap ke alam yang terang benderang.

Tesis ini diselesaikan adalah sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan perkuliahan pada Program Studi Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU), untuk memperoleh gelar Magister Teknik (MT)

dalam konsentrasi jurusan Geoteknik. Judul tesis ini adalah: “Analisis Perbandingan

Daya Dukung Antara Hasil Loading Test Bore Pile Diameter Satu Meter Tunggal Dari Jembatan Fly Over Amplas Dengan Metode Elemen Hingga”.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya atas saran dan bimbingan serta petunjuk-petunjuk praktis yang tidak ternilai kepada penulis selama penyusunan, yaitu kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu. DTM&H. M.Sc. (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE, selaku Ketua Jurusan Magister Teknik Sipil dan Dosen Pengajar serta Ketua komisi pembimbing. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT, selaku Sekretaris Jurusan Magister Teknik Sipil dan Dosen Pengajar serta anggota komisi pembimbing.

Terima kasih juga kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, Bapak Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, MSc, Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, MSc, Sebagai Pembanding maupun sebagai penguji dalam memperbaiki penelitian ini dengan saran-saran yang sangat bermanfaat. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Teknik Jurusan Magister Teknik Sipil USU Medan selaku pemberi bimbingan teori maupun praktek di perkuliahan dan Bang Yun yang telah mengurus administrasi di Magister Teknik Sipil.

Ayahanda Drs. H. Darajat Syaw Harahap, MM, dan Ibunda Hj. Nurhayati Nasution, BA, yang telah menanamkan rasa cinta belajar kepada penulis dan berkat doa mereka juga hingga dapat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU seperti sekarang ini.

Bapak Ir. Bangun Pasaribu, MT, Bapak Ir. Husin Gultom. MT, Ibu Ir. Jupriah. MT, yang telah membantu memberikan data dan berdiskusi. Rekan-rekan Mahasiswa Jurusan Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik USU khususnya angkatan 2010 yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada kami dalam penyusunan tugas penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan laporan penelitian ini jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Saran dan kritik membangun merupakan sesuatu yang sangat diharapkan demi penyempurnaan penulisan yang akan datang.


(8)

Semoga segala kebaikan yang selama ini telah mereka berikan mendapat balasan yang mulia dari Allah SWT. Demikianlah ini, semoga nantinya tugas ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, 2012 Wassalam


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas

Nama : Dodi Jurkamda Harahap

Tempat/Tgl. Lahir : Padangsidimpuan / 4 Maret 1987

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Agama : Islam

Alamat : Jalan Willem Iskandar I No.8 Padangsidimpuan

B. Riwayat Pendidikan

• SD Negeri 142442 (26) Padangsidimpuan (1993-1999)

• SMP Negeri 4 Padangsidimpuan (1999-2002)

• SMA Negeri 1 Padangsidimpuan (2002-2005)

• Strata-1 Teknik Sipil UISU Medan (2005-2009)

• Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (2010-2012)

C. Riwayat Pekerjaan

• Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan

Energi di Kabupaten Padang Lawas Utara sejak tahun 2010 sampai sekarang.


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR NOTASI ... xiv

BAB I :PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Tujuan dan Manfaat ... 2

I.3. Pembatasan Masalah ... 3

I.4. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II :STUDI PUSTAKA... 6

2.1. Pengertian Umum ... 6

2.2. Jenis dan Keadaan Tanah Pendukung Pondasi ... 7

2.3. Penyelidikan Tanah ... 10

2.3.1. Standard Penetration Test... 10

2.3.2. Boring Test ... 16

2.4. Jenis dan Kriteria Pemakaian Tiang Bor ... 17

2.4.1. Tiang Bor Berdasarkan Pemindahan Beban ... 18

2.4.2. Jarak dan Susunan Tiang ... 18

2.5. Kapasitas Daya Dukung dengan Metode SPT ... 19

2.6. Kapasitas Daya Dukung dengan Metode Pembebanan (Loading Test) ... 20

2.6.1. 2.6.2. Prosedur Pembebanan Standar ( SML ) Monotonik 25 2.6.3. Prosedur Pembebanan Standar ( SML ) Siklik ... 26

Quick Load Test ( Quick ML ) ... 28

2.6.4. Prosedur Pembebanan dengan Kecepatan Konstan (CRP) ... 28

2.6.5. 2.6.6. Jenis dan Prosedur Loading Test ... 34

Peralatan Pengujian Pembebanan ... 30

2.6.7. Pengujian Pembebanan di Tempat ... 35

2.6.8. Prosedur Pengujian Loading Test ... 40

2.6.9. Prosedur Pengukuran Penurunan Tiang ... 40

2.6.10. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Percobaan Loading Test ... 42

2.6.11. Perbandingan Standart Operation Prosedur ASTM D-1143 (1994) dengan ASTM D-1143 (2009) .... 44

2.7. Interpretasi Data Uji Pembebanan untuk Daya Dukung 46 2.7.1. Metode Davisson (1972) ... 46


(11)

2.8. Faktor Keamanan ... 49

2.9. Studi Parameter... 52

2.10.Kapasitas Daya Dukung dengan Metode Elemen Hingga 58 2.10.1. Pendahuluan ... 58

2.10.2. Pemilihan dalam Metode Elemen Hingga ... 60

2.10.3. Model Mohr Coulumb ... 62

2.10.4. Pemilihan Parameter ... 63

2.10.5. Prosedur Penggunaan Metode Elemen Hingga . 64 2.10.6. Langlah-langkah dalam Finite Element Method 67 2.11.Penurunan Tiang Tunggal ... 76

2.12.Pentransferan Beban ... 78

2.12.1. Pentransferan Beban Friksi ... 79

2.12.2. Pentransferan Beban Tahanan Ujung ... 80

BAB III :METODOLOGI PENELITIAN ... 81

3.1. Deskripsi Proyek... 81

3.2. Data Teknis Bore Pile... 82

3.3. Tahapan Penelitian ... 83

3.4. Flow Chart / Bagan Alir ... 84

3.5. Kondisi Umum Lokasi Studi ... 85

3.6. Metode Analisa dan Pembahasan ... 86

3.6.1. Metode Analisa ... 86

3.6.2. Metode Pembahasan ... 86

BAB IV :HASIL DAN PEMBAHASAN ... 87

4.1. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari data SPT... 87

4.2. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Data Loading Test ... 95

4.3. Hasil temuan Perbedaan pada ASTM D-1143 dan Loading Test di Lapangan ... 98

4.4. Interpretasi Metode Davisson ... 101

4.5. Interpretasi Metode Mazurkiewiez ... 104

4.6. Penurunan Tiang ... 105

4.7. Pentransferan Beban Friksi ... 108

4.8. Pentransferan Beban Tahanan Ujung ... 109

BAB V :PEMODELAN ELEMEN HINGGA ... 111

5.1. Pemodelan Elemen Hingga Dengan Program ... 111

5.1.1. Pendahuluan ... 111

5.1.2. Lapisan Tanah, Jenis Tanah dan Pondasi Tiang Bor 112 5.1.3. Material Model Mohr-Coulumb ... 112

5.1.4. Deskripsi dan Parameter Tanah Setiap Lapisan ... 114

5.2. Data-data Masukan ... 117

5.2.1. Siklus Pembebanan untuk Tahapan Kalkulasi ... 117

5.2.2. Data Tiang Bor Untuk Metode Elemen Hingga ... 118

5.3. Proses Masukan data ke Metode Elemen Hingga ... 119


(12)

5.3.2. Hasil Kurva Penurunan vs Waktu ... 121

5.3.3. Kurva Beban vs Penurunan Hasil Metode Elemen Hingga (ASTM) ... 122

5.3.4. Penurunan Beban 150% Konsolidasi ASTM dan Penurunan Beban 150% Konsolidasi 7 Hari ... 123

5.3.5. Penurunan Beban 125% Konsolidasi ASTM dan Penurunan Beban 125% Konsolidasi 7 Hari ... 124

5.3.6. Penurunan Beban 100% Konsolidasi ASTM dan Penurunan Beban 100% Konsolidasi 7 Hari ... 126

5.3.7. Penurunan Pada Beban 150% Ditambah Metode Mazurkiewiez ... 128

5.3.8. Penurunan Pada Beban 150% Ditambah Metode Davidson ... 129

5.3.9. Hasil Metode Elemen Hingga (ASTM) vs Metode Elemen Hingga (Konsolidasi 7 Hari) ... 131

5.3.10. Hasil Loading Test Lapangan vs Metode Elemen Hingga (ASTM) ... 132

5.3.11. Hasil Loading Test Lapangan vs Metode Elemen Hingga (Konsolidasi 7 hari) ... 134

5.3.12. Hasil Perbandingan Loading Test Keseluruhan .... 135

5.3.13. Hasil Tekanan Air Pori Exsess vs Waktu Pada Metode Elemen Hingga Konsolidasi 7 Hari ... 139

5.3.14. Hasil Tekanan Air Pori Exsess vs Waktu Pada Metode Elemen Hingga Konsolidasi ASTM ... 141

5.4.Pembahasan ... 144

BAB VI :KESIMPULAN DAN SARAN ... 147

6.1. Kesimpulan ... 147

6.2. Saran ... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 151


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Hubungan Dr

2.2 Hubungan N dengan D

, φ dan N dari Pasir ... 11

r 2.3 Hal-hal yang Perlu Dipertimbangkan untuk Penentuan Harga N. ... 13

untuk Tanah Lempung ... 11

2.4. Hubungan antara Angka Penetrasi Standard dengan Sudut Geser Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir ... 14

2.5 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah ... 15

2.6 Data-data Perhitungan Beban Beam dalam Loading Test ... 39

2.7 Perbandingan Standart Operation Prosedur ASTM D-1143 (1994) dengan ASTM D-1143 (2009) ... 45

2.8 Faktor Aman yang Disarankan (Reese dan O’Neill, 1989) ... 50

2.9 Hubungan Jenis, Konsistensi dengan Poisson’s Ration (v) ... 54

4.1 Pile Design Parameters For Cohessive Soils ... 89

4.2 Daya Dukung Tiang Bor Data SPT ... 94

4.3 Perbedaan Standart Operation Prosedur Loading Test ASTM D-1143 dengan Loading Test di Lapangan ... 99

4.4 Selisih Penurunan Tanah dan Pemendekan Tiang ... 107

5.1 Data Parameter Tanah untuk Metode Elemen Hingga ... 116

5.2 Data Bore Pile/ Pondasi Tiang Bor Beton ... 119

5.3 Data Penurunan Pada Beban 150% ... 124

5.4 Data Penurunan Pada Beban 125% ... 125

5.5 Data Penurunan Pada Beban 100%. ... 127

5.6 Penurunan Setiap Pembebanan ... 127

5.7 Data Penurunan Beban 150% ditambah Metode Mazurkiewiez ... 129

5.8 Data Penurunan Beban 150% ditambah Metode Davidson... 130

5.9 Perbandingan Beban Vs Penurunan Metode Elemen Hingga Dengan Loading pada saat Dilapangan ... 138

5.10 Kurva Tekanan Air Pori vs Waktu Pada Metode Elemen Hingga Konsolidasi 7 Hari ... 140

5.11 Tekanan Air Pori vs Waktu Pada Metode Elemen Hingga Konsolidasi ASTM ... 142


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Uji Pembebanan Dengan System Kentledge ... 23

2.2 Uji Pembebanan Dengan System Reaction Pile (Anchor System) ... 24

2.3 Peralatan Pengujian Pembebanan ... 31

2.4 Jalur Kawat Baja Penopang ... 33

2.5 Jack Hidrolik ... 33

2.6 Dial Gauge ... 34

2.7 Hubungan Beban terhadap Penurunan dengan Metode Davisson ... 47

2.8 Grafik Hubungan Beban dengan Penurunan Metode Mazurkiewicz ... 49

2.9 Hubungan Range Nilai Poisson’s Ratio Efektif (V’), Konsistensi Tanah Dengan N-SPT Untuk Tanah Lempung. ... 55

2.10 Hubungan Range Nilai Poisson’s Ratio Efektif (V’), Konsistensi Tanah Dengan N-SPT Untuk Tanah Pasir ... 55

2.11 Hubungan Sudut Geser Dalam Dengan Konsistensi Pada Tanah Lempung ... 55

2.12 500 ... 56

Hubungan Kosistensi, N-SPT dan Rincian Konstanta 350- 2.13 1500 ... 57

Hubungan Kosistensi, N-SPT dan Rincian Konstanta 500- 2.14 Bentuk Axisymetris pada Element Segitiga ... 67

2.15 Pemodelan Dalam Bentuk Axisimetris... 68

2.16 Tiang Ditinjau Dari Cara Mendukung Bebannya ... 78

2.17 Skema Kurva Transfer Beban Friction ... 79

2.18 Skema Kurva Transfer Beban Tahanan Ujung ... 80

3.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 84

3.2 Denah Lokasi Studi (Jembatan Fly Over Amplas) ... 85

4.1 Grafik Daya Dukung Tiang Bore Data SPT ... 93

4.2 Kurva Beban vs Penurunan Hasil Loading Test ... 96

4.3 Kurva Beban vs Waktu Hasil Loading Test ... 97

4.4 Kurva Waktu vs Penurunan Hasil Loading Test ... 98

4.5 Grafik Beban-Penurunan dengan Metode Davisson ... 103

4.6 Grafik Beban-Penurunan dengan Metode Mazurkiewiez ... 104

4.7 Kurva Transfer Beban Friksi ... 108

4.8 Kurva Transfer Beban Tahanan Ujung………. .. 109

5.1 Kurva Beban vs Waktu ... 120

5.2 Kurva Penurunan vs Waktu ... 121

5.3 Kurva Beban- Penurunan Hasil Metode Elemen Hingga (ASTM) ... 122


(15)

5.5 Kurva Beban – Penurunan Pada Beban 125%... 125

5.6 Kurva Beban – Penurunan Pada Beban 100% ... 126

5.7 Kurva Beban – Penurunan Ditambah Metode Mazurkiewiez 128

5.8 Kurva Beban – Penurunan Ditambah Metode Davidson ... 130

5.9 Kurva Kurva Metode Elemen Hingga (ASTM) vs Metode

Elemen Hingga (Konsolidasi 7 hari) ... 131

5.10 Kurva Loading Test vs Metode Elemen Hingga (ASTM) ... 133

5.11 Kurva Loading Test vs Metode Elemen Hingga (Konsolidasi

7 Hari) ... 134

5.12 Kurva Kurva Beban vs Penurunan dari Data Loading Test

vs Metode Elemen Hingga (ASTM) dan Metode Elemen

Hingga (Konsolidasi7 Hari) ... 136

5.13 Kurva Tekanan Air Pori vs Waktu Pada Metode Elemen

Hingga Konsolidasi 7 Hari ... 139

5.14 Kurva Tekanan Air Pori vs Waktu Pada Metode Elemen


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Korelasi Data Parameter Tanah

Lampiran II : ASTM D1143/07 dan ASTM D1143/81

Lampiran III : Data Penyelidikan Tanah dan data Uji Pembebanan

Lampiran IV : Jadwal Penyelesaian Tesis


(17)

DAFTAR NOTASI

A = Tahapan Pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)

Ap

B = Faktor Alat (10)

= Luas potongan melintang tampang tiang

Ca

C

= Gaya gesek dinding negatif per satuan luas tiang tunggal

p

C

= Koefisien Empiris

s

c = Kohesi tanah (kg/cm

= Konstanta Empiris

2

C

)

1

C

= Gradien garis/kemiringan garis dari persamaan garis lurus

2

D = Diameter dari tiang

= y-intercept garis lurus

Es

f

= Modulus Elastisitas

s

metode.

= Tahanan kulit yang akan dihitung dengan menggunakan salah satu

h = Kedalaman total lapisan tanah

i = Kedalam (m)

Io

dalam massa (kompresibilitas) semi tak terhingg.

= Faktor pengaruh penurunan untuk tiang yang tidak mudah mampat

JHP = Jumlah Hambatan Lekat

JP = Jumlah Perlawanan (kg/cm2

K

)

o

ΔL = Pertambahan panjang yang tertanam untuk setiap lapisan tanah

= Koefisien tanah dalam keadaan diam

Nb

N

= Nilai N dari uji SPT pada tanah disekitar dasar tiang

c

N

= Faktor kapasitas daya dukung, tergantung pada sudut geser tanah

q

tergantung pada sudut geser tanah (θ)

= Faktor kapasitas daya dukung yang tergantung pada harga L/B>1 dan

PK = Perlawanan Konus (kg/cm2

P

)

u = Kapasitas ultimate daya dukung tiang (kg/cm2

P

)

pu = Kapasitas ultimate tahanan ujung tiang (kg/cm2

∑ Psi = Jumlah kapasitas ultimate tahanan kulit (kg/cm2), dan

P

)

pu = Kapasitas ultimate tahanan ujung tiang (kg/cm2

P

)

ps = Kapasitas ultimate tahanan kulit (kg/cm2

q’ = Tegangan vertikal efektip pada titik tiang (k )

g /cm2

Q

)

u

R

= Kapasitas ultimit tiang (ton)

k

R

= Faktor koreksi kemudah mampatan tiang untuk μ = 0,5

h

R

= Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras

μ

S

= Faktor koreksi untuk angka Poisson

f = Penurunan pada kondisi kegagalan

V =

Ψ = Sudut

Poisson’s ratio

dilatancy

τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm

2


(18)

σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2

φ = Sudut geser tanah (

)

0

σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm

)

2

Ø = Sudut geser tanah (

)

0


(19)

ABSTRAK

Penggunaan tiang bor biasanya lebih disukai karena gangguan terhadap lingkungan seperti getaran, dan gerakan dari tanah sekitarnya dapat diminimalisir. Hal ini cukup menarik untuk dibahas, terutama yang berkaitan dengan daya dukungnya yang dipengaruhi oleh kondisi tanah dan batuan. Studi ini menganalisis

tiang bor yang berkaitan dengan kondisi geologi dari bangunan Jembatan Layang (Fly

Over) Amplas, Sumatera Utara.

Tujuannya adalah membandingkan daya dukung vertikal pondasi tiang bor dan penurunan pondasi tiang bor berdasarkan data penyelidikan tanah di lapangan

(data SPT) dan data pengujian pembebanan di lapangan (loading test) dengan

memakai perhitungan Metode Elemen Hingga serta memahami karakteristik tanah dalam usaha pemodelan dan analisis daya dukung tiang bor. Sementara manfaat dari penelitian ini agar pada proyek yang sama dengan parameter yang sama juga dapat

diprediksi daya dukung tiang bor nya sehingga tidak perlu melakukan loading test

lagi dengan alasan ekonomis. Agar dapat melihat prilaku tiang bor (runtuh atau tidak), apabila bebannya terus ditambah sampai beban rencana dan sekaligus melihat prilaku tanah apabila dimodelkan dengan konsolidasi selama 7 hari.

Semakin besar beban yang diberikan maka akan semakin besar penurunan yang terjadi seperti beban 150% beban terbesar terdapat dalam hasil Metode Elemen Hingga (konsolidasi 7 hari) sebesar 9,81 mm, dan beban 125% terbesar terdapat dalam hasil Metode Elemen Hingga (konsolidasi 7 hari) sebesar 7,30 mm, dan pada

beban 100% terbesar terdapat dalam hasil loading test lapangan sebesar 3,97 mm,

sementara penurunan yang diijinkan oleh ASTM adalah sebesar 25,40 mm, artinya bahwa perhitungan pada setiap pembebanan baik Metode Elemen Hingga (konsolidasi 7 hari) dan Metode Elemen Hingga (konsolidasi ASTM), dan hasil

loading test lapangan aman menurut ASTM.

Gangguan tanah akibat pembebanan akan menimbulkan tekanan air pori yang tinggi pada tanah yang terletak disekitarnya. Jika tekanan air pori berkurang akibat konsolidasi yang cukup lama, maka tanah di sekitar tiang akan turun menyeret tiang bergerak ke bawah yang menyebabkan timbulnya gaya gesek pada dinding tiang, hal ini terlihat dengan perbandingan program Metode Elemen Hingga (ASTM) dan Metode Elemen Hingga (konsolidasi 7 hari) semakin lama terkonsolidasi maka penurunan yang terjadi pada tiang akan semakin besar.


(20)

ABSTRACT

The use of bore pile is usually more favorable because disturbance against environment, such as vibration and movement around the soil can be minimized. This phenomenon, especially which is related to the support capacity, influenced by the soil and rocky condition, is very interesting to be analyzed. This study analyzed bore piles which were related to the geological condition of Amplas flyover, North Sumatera.

The purpose was to compare the vertical support capacity of bore pile foundation and bore pile foundation lowering, based on the data of the soil investigation in the field (SPT) and the data of the loading test by using the calculation of the Finite Element method and to understand the soil characteristics in an attempt to model and to analyze the support capacity of bore piles. The significance of the study was to predict the support capacity of the bore piles at the same project with the same parameter so that, for economic reason, the loading test was not needed to be performed so that the behavior of bore piles (whether they collapsed or not) could be known if the support capacity was increasing up to the load being programmed, and the soil characteristics could be known if they were modeled with the consolidation in seven days.

The bigger the load, the more the lowering is. 150% of the biggest load found in the result of the Finite Element method (consolidation in seven days) is 9.81 mm, 125% of the biggest load found in the Finite Element method (consolidation in seven days) is 7.30 mm, and 100% of the load found in the result of the field loading test is 3.97 mm. The lowering permitted by ASTM is 25.40 mm which means that the calculation in each load, either in the Finite Element method (consolidation in seven days) or in the Finite Element method (consolidation of ASTM), and the result of field loading test are safe according to ASTM.

The disturbance in the soil caused by the load will bring about high pore water pressure around the soil. If the pore water pressure decreases, due to the long period of consolidation, the soil around the pile will lower, dragging the pile downward so that it will bring about the shear force on the piling. It can be seen in the comparison of the Finite Element method (consolidation in seven days) and the Finite Element method (ASTM): the longer the period of the consolidation, the bigger the lowering of the pile.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Semakin berkembangmya kemajuan teknologi dewasa ini, telah banyak jenis

kontruksi seperti bangunan-bangunan tinggi, jalan layang (Fly Over), jembatan,

bendungan dan kontruksi-kontruksi lain yang menggunakan pondasi tiang baik itu

dengan metode tiang pancang begitu juga dengan tiang bor.

Penggunaan tiang bor biasanya lebih disukai karena gangguan terhadap

lingkungan seperti getaran, dan gerakan dari tanah sekitarnya dapat diminimalisir.

Sedangkan jenis tiang pancang cocok untuk diproduksi secara massal, seperti tiang

pancang beton silinder prategang (presstressed spon concrete pile) yang dibuat

dengan menggunakan beton dan baja yang berkekuatan tinggi dengan metode-metode

perencanaan yang aktual, sehingga tiang jenis ini dapat menghasilkan efisiensi

financial yang cukup besar dan penggunaan yang lebih teliti serta meningkatkan

kekuatan tiang pancang tersebut.

Penggunaan tiang bor yang luas ini cukup menarik untuk dibahas, terutama

yang berkaitan dengan daya dukungnya yang dipengaruhi oleh kondisi tanah dan

batuan tempatnya berada.

Studi ini mengupayakan suatu analisis tiang bor yang berkaitan dengan


(22)

Biaya yang dialokasikan untuk melakukan penyelidikan tanah dalam

meyakinkan para perencana konstruksi sebenarnya cukup besar, antara lain dengan

melakukan Investigasi tanah, penelitian uji SPT, dan uji pembebanan (loading test).

Sedangkan kenyataan dari lapangan, walaupun sebelumnya telah dilakukan

data SPT dan data bore pile, masih selalu saja dilakukan pekerjaan pengujian

pembebanan untuk memberikan keyakinan lebih bagi perencana dan pelaksana

kontruksi, juga mengupayakan analisis perbandingan dari hasil masing-masing

metoda tersebut guna mendapatkan informasi yang akurat tentang daya dukung dan

hubungannya dengan kondisi geologi.

1.2Tujuan dan Manfaat

Perhitungan besarnya daya dukung pondasi tiang bor berdasarkan atas data

penyelidikan tanah dilapangan (data SPT) dan data pengujian pembebanan di

lapangan (data loading test) pada Jembatan Layang (Fly Over) Amplas, Sumatera

Utara.

Dari data yang diperoleh, bertujuan untuk mendapatkan:

- Perbandingan daya dukung vertikal pondasi tiang bor berdasarkan data

penyelidikan tanah di lapangan (data SPT) dan data pengujian pembebanan di

lapangan dengan memakai perhitungan Metode Elemen Hingga.

- Perbandingan penurunan pondasi tiang bor berdasarkan data pengujian

pembebanan di lapangan dengan memakai perhitungan Metode Elemen


(23)

- Memahami karakteristik tanah dalam usaha pemodelan dan analisis daya

dukung tiang bor.

Sementara manfaat dari penelitian ini adalah:

- Agar pada proyek yang sama dengan parameter yang sama juga dapat

diprediksi daya dukung tiang bor nya sehingga tidak perlu melakukan loading

test lagi dengan alasan ekonomis.

- Agar dapat melihat prilaku tiang bor (runtuh atau tidak), apabila bebannya

terus ditambah sampai beban rencana dan sekaligus melihat prilaku tanah

apabila dilakukan konsolidasi yang cukup lama (konsolidasi 7 hari).

- Agar dapat diprediksi pentransferan beban yang terjadi pada pondasi tiang,

dimana terjadi pentransferan beban friction (gesekan) dan pentransferan beban

end bearing (tahanan ujung).

1.3Pembatasan Masalah

Secara umum telah diketahui bahwa banyak variasi pondasi tiang bor dan

permasalahan yang terjadi dalam hal pelaksanaannya. Pada studi ini hanya diutarakan

pembahasan tentang daya dukung vertikal tiang bor yang dilakukan secara tegak lurus

yang berada pada titik ketiga dan membahas keterkaitannya dengan penurunan

(settlement), namun peneliti tidak ikut langsung ke lapangan dalam hal penyelidikan

tanah dan uji pembebanan hanya mencari data-data sekunder tersebut (data


(24)

Dalam perhitungan tiang bor yang dilakukan hanya memperhitungkan daya

dukung vertikal saja berdasarkan data tes pembebanan (loading test) dan data-data

tanah dengan perbandingan menggunakan Metode Elemen Hingga.

1.4Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Bab ini membahas tentang latar belakang pemilihan judul, tujuan penulisan,

pembatasan masalah dan sistematika pembahasan.

Bab II : Studi Pustaka

Bab ini berisikan uraian tentang jenis dan keadaan tanah pendukung pondasi,

penyelidikan tanah, jarak dan susunan tiang daya dukung tiang bor.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini berisikan tentang uraian lokasi pengambilan data, proses

pengumpulan data, proses pengolahan data, dan pendeskripsian hasil

pengolahan data.

Bab IV :Hasil Loading Test dan Perhitungan Analitis

Bab ini menguraikan tentang perhitungan daya dukung tiang bor berdasarkan

uji pembebanan (loading test), berisikan pemodelan struktur tiang bor

berdasarkan data-data tanah, tiang bor yang ada dan perhitungan dengan

menggunakan Metode Elemen Hingga. Bab ini juga menguraikan hasil

analisis perhitungan yang diperoleh.


(25)

Bab ini juga menguraikan tentang model tanah yang dipergunakan, uraian

pembebanan, gambar mesh Metode Elemen Hingga untuk model tiang bor

dan gambar kurva hubungan beban dengan penurunan antara hasil uji

loading test dengan Metode Elemen Hingga. Bab VI : Kesimpulan dan Saran

Bab ini akan menyimpulkan hasil analisis sesuai dengan tujuan penulisan

dan memberikan saran terhadap hal-hal yang telah dilakukan dalam


(26)

BAB II STUDI PUSTAKA

2.1 Pengertian Umum

Dalam menentukan pemilihan pondasi sangat tergantung terhadap beberapa

faktor yaitu berat bangunan, fungsi bangunan, besar beban yang akan dipikul dan

keadaan tanah dimana konstruksi dibangun. Pertimbangan lain yang bukan

merupakan hal teknis adalah biaya pondasi itu sendiri di bandingkan dengan biaya

bangunan diatasnya (upper structure).

Tiang bor merupakan salah satu jenis pondasi yang merupakan bagian dari

konstruksi yang terbuat dari beton dan tulangan baja. Fungsi pondasi ini untuk

mentransfer beban-beban dari atas kelapisan tanah. Bentuk distribusi beban dapat

berbentuk beban vertikal melalui dinding tiang. Dengan kata lain daya dukung tiang

dapat dikatakan merupakan kombinasi tahan selimut dengan tahanan ujung tiang.

Fungsi tiang bor pada umumnya sangat dipengaruhi fungsi bangunan seperti:

1. Transfer beban kontruksi kedalam tanah baik melalui selimut tiang maupun

melalui ujung tiang.

2. Menahan gaya desak keatas dan gaya guling, misal pada telapak pada

bangunan bawah tanah dan kaki bangunan menara untuk menahan guling.

3. Untuk dapat memanfaatkan lapisan tanah pada tanah lepas (non cohesif).

4. Mengontrol penurunan terhadap bangunan yang berada pada tanah yang


(27)

5. Dapat memperbaiki kondisi tanah di bawah bangunan yang mempunyai arti

yang besar, misal untuk pondasi mesin karena sensitif terhadap kondisi tanah

dalam perhitungan amplitudo.

6. Sebagai faktor keamanan tambahan dalam bangunan jembatan terhadap erosi.

2.2Jenis dan Keadaan Tanah Pendukung Pondasi

Tanah merupakan kumpulan partikel-partikel yang ukurannya beraneka

ragam. Tanah dihasilkan sebagai produk sampingan dari pelapukan batuan secara

mekanis dan kimiawi yang sebagian dari partikel-partikel ini diberikan nama khusus

sebagai kerikil, lanau, lempung, dan sebagainya. Tanah terdiri dari butiran partikel

padat disertai air dan udara yang mengisi ruang-ruang kosong diantara

partikel-partikel padat tersebut.

Tanah sebagai media pendukung pondasi mempunyai karakteristik yang

berbeda-beda sesuai dengan jenis dan keadaan tanahnya. Berbagai parameter yang

mempengaruhi karakteristik tanah antara lain: ukuran butiran, berat jenis, kadar air,

kerapatan, angka pori, dan lain sebagainya yang dapat diketahui melalui penyelidikan

laboratorium.

Tanah mempunyai sifat kemampatan yang sangat besar jika dibandingkan

bahan kontruksi seperti baja atau beton. Hal ini disebabkan tanah mempunyai

ronggapori yang besar, sehingga bila dibebani melalui pondasi maka akan

mengakibatkan perubahan struktur tanah (deformasi) dan terjadi penurunan pondasi.

Bila penurunan yang terjadi terlalu besar dapat mengakibatkan kerusakan pada


(28)

tanah ini didominasikan oleh karakteristik mekanisnya seperti kekuatan geser dan

permeabilitas (kemampuan mengalirkan air).

Mengingat kemampuan butir-butir tanah atau air secara teknis sangat kecil,

maka proses deformasi tanah akibat beban luar dapat dipandang sebagai suatu gejala

penyusutan pori. Jika beban yang bekerja pada tanah kecil, maka deformasi ini terjadi

tanpa pergeseran pada titik-titik sentuh antara butir-butir tanah. (Das, 1999)

Deformasi pemampatan tanah yang terjadi memperlihatkan gejala elastis,

sehingga bila beban-beban yang bekerja ditiadakan, tanah akan kembali kebentuk

semula. Tetapi umumnya beban-beban yang bekerja cukup besar dan mengakibatkan

pergeseran titik sentuh antara butir-butir tanah, sehingga terjadi deformasi

pemampatan. Deformasi yang demikian disebut deformasi plastis, karena bila beban

ditiadakan tanah tidak akan kembali ke bentuk semula.

Air dalam pori pada tanah yang jenuh air perlu dialirkan supaya

penyusutan pori itu sesuai dengan perubahan struktur butir-butir tanah yang

terdeformasi.

Mengingat kemampuan mengalirkan air (permeabilitas) tanah kohesif

lebih kecil dari permeabilitas tanah kepasiran, maka pengaliran keluar ini

membutuhkan waktu yang lama. Maka untuk mencapai keadaan deformasi yang

tetap diperlukan jangka waktu yang lama, gejala demikian disebut konsolidasi.

(Das, 1999)

Nilai kekuatan geser tanah menunjukkan besarnya kekuatan daya dukung

tanah tersebut. Nilai kekuatan geser tanah ini dipengaruhi oleh kohesi tanah dan sudut


(29)

Bila geser gaya bekerja pada suatu massa tanah dimana bekerja pula tegangan

normal (σ), maka harga tegangan geser (τ) akan membesar akibat deformasi sampai

mencapai harga batas. Bila harga batas ini dihubungkan dengan tegangan normal (σ)

yang berbeda-beda, maka akan diperoleh suatu garis lurus. Kekuatan geser tanah ini

dapat disederhanakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

τ = c + σ tan φ (2.1)

Dimana, τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm2 c = Kohesi tanah (kg/cm

)

2

σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm

)

2

φ = Sudut geser tanah (

), dan

0

).

Nilai kohesi (c) merupakan besaran dari gaya tarik menarik antara butiran

partikel tanah, sedangkan sudut geser tanah (φ) merupakan tahanan terhadap

pergeseran antara partikel tanah.

Besarnya nilai c dan φ pada suatu contoh tanah dapat diketahui melalui

pengujian geser tanah di laboratorium mekanika tanah. Kekuatan geser tanah dapat

dibagi dalam nilai yang tergantung pada tahanan geser antara partikel tanah dan

kohesi permukaan butiran partikel tanah tersebut. Sesuai dengan hal tersebut diatas,

seringkali tanah itu dibagi menjadi tanah kohesif dan tanah yang tidak kohesif.

Tanah yang tidak kohesif adalah pasir yang mempunyai harga c=o. Tanah

yang kohesif adalah tanah lempung. Kohesi dari lempung disebabkan oleh gaya lekat


(30)

Bila tanah berada pada keadaan tidak jenuh meskipun tanah itu tidak kohesif,

tetapi sifat kohesif kadang-kadang dapat terlihat sebagai tegangan permukaan dari air

yang yang terdapat dalam rongga tanah. Jadi kekuatan geser tanah berubah sesuai

dengan jenis dan kondisi tanahnya. (Das, 1999)

2.3Penyelidikan Tanah

Penyelidikan tanah sangat diperlukan untuk mengetahui karakteristik dan

parameter dari tanah yang menentukan dalam perencanaan pondasi seperti daya

dukung tanah (bearing capacity), penurunan (termasuk besar dan kecepatan

penurunan), tekanan tanah, tekanan air pori, dan kuantitas pengeluaran air.

2.3.1 Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan

memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon ke dalam tanah. Dengan

percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah

(φ) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N). Hubungan kepadatan relatif, sudut geser tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1: Hubungan Dr

Nilai N

, φ dan N dari Pasir (Sosrodarsono S., 1988)

Kepadatan relatif (Dr) Sudut geser dalam ф (0) Menurut

Peck

Menurut Meyerhof


(31)

4-10 0,2-0,4 Lepas 28,5-30 30-35

10-30 0,4-0,6 Sedang 30-36 35-40

30-50 0,6-0,8 Padat 36-41 40-45

> 50 0,8-0,1 Sangat padat >41 >45

SPT yang dilakukan pada tanah tidak kohesif tapi berbutir halus atau lanau,

yang permeabilitasnya rendah, mempengaruhi perlawanan penetrasi yakni

memberikan harga SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang

permeabilitasnya tinggi untuk kepadatan yang sama. (Shamsher Prakash, 1989)

Tabel 2.2: Hubungan N dengan Dr untuk Tanah Lempung (Shamsher Prakash, 1989)

Relative density (Dr) N

Very soft / Sangat lunak 2

Soft / Lunak 2-4

Medium / Kenyal 4-8

Stiff / Sangat kenyal 8-15

Hard / Keras 15-30

Padat > 30

Hal ini mungkin terjadi bila jumlah tumbukan N>15, maka sebagai koreksi

Terzaghi dan Peck (1948) memberikan harga ekivalen N0

N

yang merupakan hasil

jumlah tumbukan N yang telah dikorelasi akibat pengaruh permeabilitas yang

dinyatakan dengan:


(32)

Gibs dan Holz (1957) juga memberikan harga ekivalen N0

N

yang merupakan

hasil jumlah tumbukan N yang telah terkoreksi akibat tekanan berlebih yang terjadi

untuk jenis tanah dinyatakan dengan:

0

10 2 1

50

+

+ σ

= N (2.3)

dimana σ adalah tegangan efektif berlebih, yang tidak lebih dari 2,82 kg/cm2

Dari pelaksanaan pengujian dengan metode SPT, maka angka N dari suatu

lapisan dapat diketahui dan dari angka tersebut dapat ditentukan karakteristik suatu

lapisan tanah seperti pada Tabel 2.3 berikut:

.

Tabel 2.3: Hal-hal yang Perlu Dipertimbangkan untuk Penentuan Harga N (Sosrodarsono S., 1988)

Klasifikasi

Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan


(33)

Hal yang perlu

dipertimbangkan secara

menyeluruh dari hasil-hasil

survei sebelumnya.

Tanah Pasir

(tidak Kohosif).

Tanah Lempung (kohesif).

Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal (kedalaman

permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak

(ketebalan lapisan yang mengalami konsolidasi atau

penurunan), kondisi drainase dan lain-lain.

Berat isi, sudut geser dalam ketahanan terhadap

penurunan dan daya dukung tanah.

Keteguhan, kohesi, daya dukung dan ketahanan

terhadap hancur.

Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan

daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah.

Untuk mendapatkan harga sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran)

biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut:

- Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir

bersegi-segi dengan gradiasi tidak seragam, mempunyai sudut sebesar:

Ø = 12N+15 (2.4)

Ø = 12N+50 (2.5)

- Butiran pasir bersegi dengan gradiasi seragam, maka sudut gesernya adalah:


(34)

Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan

untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah.

Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser tanah dan

kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada Tabel 2.4

berikut:

Tabel 2.4: Hubungan antara Angka Penetrasi Standard dengan Sudut Geser Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir (Das, 1995)

Angka penetrasi standar, N

Kepadatan relatif (%) Sudut geser dalam (0)

0-5 0-5 26-30

5-10 5-30 28-35

10-30 30-60 35-42

30-50 60-65 38-46

Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak

mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (Tabel 2.5). Harga berat isi


(35)

Tabel 2.5: Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono S., 1988)

Tanah tidak kohesif

Harga N < 10 10-30 30-50 > 50

Berat isi γ

(kn/m3) 12-16 14-18 16-20 18-23 Tanah kohesif Harga N < 4 4-15 16-25 > 25

Berat isi γ

(kn/m3) 14-18 16-18 16-18 > 20

Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal

ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir.

Tanah di bawah muka air mempunyai berat isi efektif yang kira-kira setengah berat

isi tanah diatas muka air.

Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari

ketentuan berikut ini:

- Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35.

- Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3-4 kg/cm2

Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar, jadi bukan

merupakan nilai yang teliti.

atau harga

SPT, N > 15.

Apabila jumlah pukulan untuk hasil percobaan pada SPT sebanyak 15, maka:

N = 15 + ½ (N’ – 15) (2.7)

Dalam pelaksanaan umumnya hasil sondir lebih dapat dipercaya dari pada


(36)

2.3.2 Boring Test

Walaupun hasil penyelidikan kekuatan tanah berdasarkan sondir telah

diperoleh biasanya masih diperlukan pengetahuan tentang tanah yang lebih teliti,

maka penyelidikan tanah dilengkapi dengan pengambilan contoh tanah dari

lapisannya. Pengambilan contoh tanah asli (undisturbed sample) dan contoh tanah

terganggu (disturbed sample).

Tanah asli adalah tanah yang masih menunjukkan sifat-sifat asli dari tanah

yang ada dan tidak mengalami perubahan dalam strukturnya, kadar air dan susunan

kimianya.

Tanah ini dipergunakan untuk percobaan engineering properties, yaitu:

- Permeabilitas

- Konsolidasi

- Direct shear

Tanah terganggu diambil tanpa adanya usaha-usaha yang dilakukan untuk

melindungi struktur tanah asli. Tanah ini dipergunakan untuk percobaan properties

index, yaitu:

- Atterberg limit

- Berat jenis


(37)

2.4 Jenis dan Kriteria Pemakaian Tiang Bor

Dalam perencanaan pondasi suatu kontruksi dapat digunakan beberapa

macam tipe pondasi. Pemilihan tipe pondasi yang digunakan berdasarkan atas

beberapa hal:

- Fungsi bangunan atas yang akan dipikul oleh pondasi tersebut.

- Besarnya beban dan beratnya bangunan atas.

- Kondisi tanah tempat bangunan didirikan.

- Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas.

Dari beberapa macam tipe pondasi yang dapat digunakan, salah satu

diantaranya adalah pondasi tiang bor. Pondasi tiang bor berfungsi untuk

memindahkan atau mentransferkan beban-beban dari kontruksi diatasnya kelapisan

tanah yang lebih dalam.

Kriteria pemakaian tiang bor dipergunakan untuk suatu pondasi bangunan

sangat tergantung pada kondisi:

- Tanah dasar di bawah bangunan yang disekitarnya ada bangunan-bangunan

lain yang berdiri.

- Tanah dasar di bawah bangunan tidak mampu memikul beban bangunan yang

ada di atasnya atau tanah keras yang mampu memikul beban tersebut jauh dari

permukaan tanah.

- Pembangunan di atas tanah yang tidak rata.

- Memenuhi kebutuhan untuk menahan gaya desak keatas.

Jenis tiang bor dapat dikelompokkan menurut cara pemindahan beban ke


(38)

2.4.1 Tiang Bor Berdasarkan Pemindahan Beban

Jenis tiang bor ini memindahkan beban kedalam tanah melalui tahanan ujung

(point bearing pile) dan melalui tahanan kulit (friction pile).

Point bearing pile adalah tiang bor dengan tahanan ujung yang pemancangannya sampai kelapisan tanah keras, pada umumnya dipergunakan pada

tanah lunak. Friction pile adalah tiang yang meneruskan beban kedalam tanah

melalui gesekan kulit atau skin friction. Pemakaian tiang bor ini umumnya dilakukan

pada tanah berbutir halus dan sukar menyerap air. Pada umumnya dilapangan

dijumpai tipe tiang yang merupakan kombinasi dari point bearing pile dengan friction

pile, keadaan ini terjadi karena tanah merupakan kombinasi tanah berbutir kasar

dengan tanah berbutir halus. (Reese and O’Neill, 1989)

2.4.2 Jarak dan Susunan Tiang

Jarak antara tiang bor di dalam kelompok tiang akan mempengaruhi kapasitas

daya dukung kelompok tiang. Bila beberapa tiang dikelompokkan dengan jarak yang

saling berdekatan maka tegangan tanah akibat gesekan tiang dengan tanah

mempengaruhi daya dukung tiang yang lain. Jarak minimum antara dua tiang adalah:

S > 2 D, dimana S = jarak antara tiang dan D = diameter tiang.


(39)

Kapasitas ultimit tiang dapat dihitung secara empiris dari nilai N hasil uji

SPT. Untuk tiang bore yang terletak di dalam tanah pasir jenuh, Meyerhof (1956)

menyarankan persamaan sebagai berikut:

Qu = 4 Nb Ab N

50 1

+ As (2.8)

Untuk tiang pancang baja profil:

Qu = 4 Nb Ab N

100 1

+ As (2.9)

Dimana, Qu

N

= kapasitas ultimit tiang (ton)

b

A

= nilai N dari uji SPT pada tanah disekitar dasar tiang

s = luas selimut tiang (ft2

A

) (dengan 1 ft = 30,48),dan

b = luas dari tiang (ft2).

Nilai maksimum N50dari suku ke-2 pada persamaan (2.8) dan (2.9), yaitu

suku persamaan yang menyatakan tahanan gesek dinding tiang pancang, disarankan

sebesar 1,0 t/ft2 (1,08 kg/m2 = 107 kn/m2) untuk persamaan (2.8) dan 0,5 t/ft2 (0,54

kg/cm2 = 53 kn/m2

Pada penelitian selanjutnya Meyerhof (1976) mengusulkan persamaan untuk

menghitung tahanan ujung tiang:

) untuk persamaan (2.19). Kedua persamaan diatas telah digunakan

dengan aman untuk perancangan tiang pancang pada lempung kaku, Bromham dan


(40)

Qb = Ah (38 N )      

d Lb <

380 N (Ab

Dengan

) (kN) (2.10)

N adalah mulai N rata-rata yang dihitung dari 8d diatas dasar tiang

sampai 4d dibawah dasar tiang, sedang Lb/d adalah rasio kedalam yang dinilainya

dapat kurang dari L/d bila tanahnya berlapis-lapis. (Meyerhof,1976)

2.6 Kapasitas Daya Dukung dengan Metode Pembebanan (Loading Test)

Daya dukung tiang bor berdasarkan uji pembebanan (loading test) dapat

dilakukan setelah selesai pengecoran, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara beban dengan penurunan pondasi akibat pembebanan. Besar daya dukung tiang

berdasarkan hasil uji pembebanan dapat diketahui langsung pada saat pengujian

beban, untuk kondisi tiang bor mengalami keruntuhan.

Tujuan dilakukan percobaan pembebanan vertical (compressive Loading test)

terhadap pondasi tiang adalah sebagai berikut:

Loading test biasa disebut juga dengan uji pembebanan statik. Cara yang paling dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan uji

pembebanan statik.

- Untuk mengetahui hubungan antara beban dan penurunan pondasi akibat

beban rencana.

- Untuk menguji bawah pondasi tiang yang dilaksanakan mampu mendukung

beban rencana dan membuktikan bahwa dalam pelaksanaan tidak terjadi


(41)

- Untuk menentukan daya dukung ultimate nyata (real ultimate bearing

capacity) sebagai control dari hasil perhitungan berdasarkan formula statis

maupun dinamis.

- Untuk mengetahui kemampuan elastisitas dari tanah, mutu beton dan mutu

besi beton. (Wesley, L.D., 1997)

Uji pembebanan biasanya perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi seperti

berikut ini:

a. Perhitungan analitis tidak memungkinkan untuk dilakukan karena

keterbatasan informasi mengenai detail dan geometri struktur.

b. Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan kualitas

bahan, akibat serangan zat kimia, ataupun karena adanya kerusakan flsik yang

dialami bagian-bagian struktur, akibat kebakaran, gempa, pembebanan yang

berlebihan dan lain-lain.

c. Tingkat keamanan struktur yang rendah akibat jeleknya kualitas pelaksanaan

ataupun akibat adanya kesalahan pada perencanaan yang sebelumnya tidak

terdeteksi.

d. Struktur direncanakan dengan metode-metode yang non-stardard, sehingga

menimbulkan kekhawatiran mengenai tingkat keamanan struktur tersebut.

e. Perubahan fungsi struktur, sehingga menimbulkan pembebanan tambahan

yang belum diperhitungkan dalam perencanaan.

f. Diperlukannya pembuktian mengenai kinerja suatu struktur yang baru saja


(42)

Interprestasi dari hasil benda uji pembebanan statik merupakan bagian yang

cukup penting untuk mengetahui respon tiang pada selimut dan ujungnya serta

besarnya daya dukung ultimitnya. Berbagai metode interprestasi perlu mendapat

perhatian dalam hal nilai daya dukung ultimit yang diperoleh karena setiap metode

dapat memberikan hasil yang berbeda. (American Society Testing and Materials,

2010)

Yang terpenting adalah agar dari hasil nilai uji pembebanan statik, seorang

praktisi dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang terjadi,

misalnya dengan melihat kurva beban – penurunan, besarnya deformasi plastis tiang,

kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya.

Pengujian hingga 150% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap

verifikasi daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan optimasi

dan untuk control beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan pengujian

sebesar 250% hingga 300%

Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan pengukuran dari beban kerja.

pergerakan tiang. Beban–beban umumnya diberikan secara bertahap dan penurunan

tiang diamati. Umumnya definisi keruntuhan yang diterima dan dicatat untuk

interprestasi lebih lanjut adalah bila di bawah suatu beban yang konstan, tiang

terus-menerus mengalami penurunan. Pada umumnya beban runtuh tidak dicapai pada saat

pengujian. (

Oleh karena itu daya dukung ultimit dari tiang hanya merupakan suatu

estimasi. Sesudah tiang uji dipersiapkan (dicor), perlu ditunggu terlebih dahulu

selama 28 hari sebelum tiang dapat diuji. Hal ini penting

American Society Testing and Materials, 2010)


(43)

yang telah terganggu kembali keadaan semula, dan tekanan air pori akses yang terjadi

akibat pengeboran dan pengecoran tiang telah berdisipasi. Beban kontra dapat

dilakukan dengan dua car

Pembebanan dapat dilakukan dengan cara menggunakan system kentledge,

yaitu dengan menumpuk blok-blok beton (Gambar 2.1) atau material lain sesuai yang

dibutuhkan.

a.

Gambar 2.1. Uji Pembebanan dengan Sistem Kentledge

Cara lainnya dengan menggunakan reaction pile (Anchor System) yaitu

menggunakan tiang bor lain yang akan berfungsi sebagai tiang tarik (Gambar 2.2).

Pemberian beban pada kepala tiang dilakukan dengan dongkrak hidrolik. Pelaksanaan

sistem pembebanan di atas memerlukan waktu yang lama dan tempat yang luas serta

biaya besar. Selama pembebanan semua kegiatan di sekitar area tersebut harus

berhenti karena dapat mengganggu ketelitian hasil pengujian. (American Society


(44)

Gambar 2.2. Uji Pembebanan dengan System Reaction Pile (Anchor System)

Data penting dari pengujian ini adalah diperolehnya grafik hubungan antara

penurunan tiang (settlement) vs. beban (load). Dari grafik ini, dengan menggunakan

berbagai metoda: seperti Metoda Davission, dan Metode Mazurkiewich dapat

diprediksi daya dukung batas dari tiang.

Pergerakan tiang dapat diukur dengan menggunakan satu set dial guges yang

terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya

adalah 1 mm. Dalam banyak hal, sangat penting untuk mengukur pergerakan

relative dari tiang. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi tanah

dengan tiang, pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instrumentasi.

Para praktisi dan peneliti sudah menggunakan banyak metode pengujian

beban tiang seperti dilaporkan dalam berbagai publikasi. Pengujian beban yang (American


(45)

umum dilakukan ada 4 (empat) metode pengujian yang diidentifikasi sebagai metode

pengujian beban yaitu:

2.6.1 Prosedur Pembebanan Standar ( SML ) Monotonik

Slow Maintained Load Test (SML) menggunakan delapan kali peningkatan beban. Prosedur standar SML adalah dengan memberikan beban secara bertahap

setiap 25% dari beban rencana. Untuk tiap tahap beban, pembacaan diteruskan hingga

penurunan (settlement ) tidak lebih dari 254 mm/ jam, tetapi tidak lebih dari 2 jam.

Penambahan beban dilakukan hingga dua kali beban rencana, kemudian ditahan.

Setelah itu beban diturunkan secara bertahap untuk pengukuran rebound

Beban terdiri dari 8 tahapan (25%, 50%, 75%, 100%, 125%, 150% 175% dan

200%) hingga 200% dari beban rencana.

.

Beban diberikan sesuai dengan masing-masing tahapan hingga dicapai

penurunan sebesar 0.01 in/h (0.25 mm/jam) tetapi tidak lebih dari 2 jam pada setiap

tahapannya.

Pada tahapan beban mencapai 200%, beban ditahan hingga 24 jam.

Jika waktu pada siklus ketiga telah dicapai maka dilakukan pengurangan beban

sebesar 25% pada tiap tahapnya dengan jarak masing-masing pengurangan tersebut

adalah selama 1 jam.

Jika beban telah diberikan dan dikurangi seluruhnya, seperti pada langkah

berikutnya, berikan kembali beban sebesar 200% pada tiang dengan tahapan sebesar


(46)

Jika beban yang diberikan telah dicapai seluruhnya (200% beban rencana)

maka batasan penurunan yang diijinkan oleh ASTM dalam seluruh tahapan

pembebanan yaitu sebesar 1 inchi atau 2,54 cm. sebelum tiang mengalami

keruntuhan. (American Society Testing and Materials, 2010)

2.6.2 Prosedur Pembebanan Standar ( SML ) siklik

Metode pembebanan sama dengan SML monotonik, tetapi pada tiap

Beban yang diujikan adalah sebesar 200% dari beban perencanaan dan

dilaksanakan dengan pertambahan 25% dari beban perencanaan, kecuali jika terjadi

keruntuhan sebelum beban tersebut dicapai.

tahapan

beban dilakukan pelepasan beban dan kemudian dibebani kembali hingga tahap

beban berikutnya ( unloading – reloading ). Dengan cara ini, rebound dari setiap

tahap beban diketahui dan perilaku pemikulan beban pada tanah dapat disimpulkan

dengan lebih baik. Metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama daripada metode

SML monotonik.

Pertambahan beban dilakukan jika kecepatan penurunan yang terjadi tidak

lebih besar dari 0.01 in/hour atau 0.25 mm/jam tetapi tidak lebih lama dari 2 jam.

Jika tidak terjadi keruntuhan maka total beban yang telah diberikan dapat

diangkat kembali (unloading) setelah 12 jam didiamkan jika penurunan yang terjadi

pada 1 jam terakhir tidak lebih besar daripada 0.01 inchi (0.25 mm). Jika penurunan

yang terjadi masih lebih besar daripada 0.01 inchi (0.25 mm) maka biarkan beban


(47)

Jika waktu yang dimaksudkan di atas telah tercapai, maka kurangi beban

dengan tahapan pengurangan sebesar 50 % dari beban perencanaan atau 25 % dari

beban total pengujian untuk setiap 1 jam.

Jika tiang mengalami keruntuhan maka pemompaan hydraulic jack

dilanjutkan hingga penurunan yang terjadi adalah sama dengan 15% dari diameter

tiang. (American Society Testing and Materials, 2010)

2.6.3 Quick Load Test ( Quick ML )

Karena prosedur standar membutuhkan waktu yang cukup lama, maka para

peneliti membuat modifikasi untuk mempercepat pengujian. Metode ini kontrol oleh

waktu dan penurunan, dimana setiap 8 tahapan beban ditahan dalam waktu yang

singkat tanpa memperhatikan kecepatan pergerakan tiang. Pengujian dilakukan

hingga runtuh atau hingga mencapai beban tertentu. Waktu total yang dibutuhkan

3 hingga 6 jam

Beban diberikan hingga 300% beban rencana dengan tahapan sebanyak 20

tahapan (masing-masing tahapan sebesar 15% beban rencana). Beban ditahan pada

setiap tahapnya untuk selama 5 menit dengan pembacaan dilakukan setiap 2.5 menit. .

Tambahkan tahapan beban jika beban pada setiap tahap telah dicapai.

Setelah interval 5 menit, kurangi beban secara keseluruhan dalam 4 bagian increment

yang sama besarnya dengan masing-masing pengurangan berjarak 5 menit.

Metode ini cepat dan ekonomis. Waktu yang diperlukan untuk melakukan uji


(48)

yang terjadi pada tiang. Metoda ini tidak dapat digunakan untuk memperkirakan

penurunan yang terjadi. (American Society Testing and Materials, 2010)

2.6.4 Prosedur Pembebanan dengan Kecepatan Konstan (CRP )

Metode CRP merupakan salah satu alternative lain untuk pengujian

tiang secara statis. Prosedurnya adalah dengan membebani tiang secara

terus-menerus hingga kecepatan penetrasi ke dalam tanah konstan. Umumnya diambil

patokan sebesar 0.245 cm/menit atau lebih rendah bila jenis tanah adalah

lempung.

Hasil pengujian tiang dengan metode CRP menunujukkan bahwa beban

runtuh relative tidak tergantung oleh kecepatan penetrasi bila digunakan batasan

kecepatan penurunan kurang dari 0.125 cm/menit.

Kecepatan yang lebih tinggi dapat menghasilkan daya dukung yang sedikit.

Beban dan pembacaan deformasi diambil setiap menit. Pengujian dihentikan bila

pergerakan total kepala tiang mencapai 10% dari diameter tiang bila pergerakan

(displacement ) sudah cukup besar. Pengujian dengan metode CRP umumnya

membutuhkan waktu sekitar 1 jam (tergantung ukuran dan daya dukung tiang).

Metode CRP memberikan hasil serupa dengan metode Quick ML, dan

sebagaimana metode Quick ML, metode ini juga dapat diselesaikan dalam waktu 1

hari. Interprestasi Hasil Uji Pembebanan Statik Dari hasil uji pembebanan, dapat


(49)

Kepala tiang diberikan beban hingga kecepatan penurunan yang terjadi

sebesar 0.05 in/min (1.25 mm/menit). Beban yang diperlukan untuk mencapai

kecepatan penurunan seperti yang disebutkan pada item pertama kemudian dicatat.

Uji dilakukan hingga total penurunan mencapai 2 inchi hingga 3 inchi (50 mm hingga

75 mm). (American Society Testing and Materials, 2010)

2.6.5 Peralatan Pengujian Pembebanan

Peralatan yang digunakan dalam pengujian pembebanan yaitu:

1. Hydraulick Jack

- Capacity : 1000 ton

- Piston diameter : 184,15

- Stroke : 152,4 mm

- Type : Enerpac, USA

- Model No : CLR – 10006

Hydraulic Jack berfungsi memberikan tekanan pada beban yang akan

diterima oleh bore pile.

2. Hydraulick Pressure Gruge

- Rating capacity : 10.000 psi ; 400bar

- Diameter : 4 inch

- Brand : Enerpac USA


(50)

Pressure Gauge/ Manometer berfungsi pengontrol beban yang dikontrol

pada manometer (pressure gauge) yang dipasang pada pompa (hydraulic

pump).

3. Hydraulick Pump

- Operating Pressure : 10.000 psi

- Type : Hand operate

- Model No : p-464 press

Hand Pump berfungsi memberikan tekanan kepada hydraulic jack. 4. Dial Indicator dan magnet Base

- Dial Reading : 0,01 mm power grad

- Total travel : 50 mm

- Brand : Milatoyo, Japan Shack Proof

- Model No : 3058 E dan 7010 SB

Susunan peralatan pada pelaksanaan pengujian (test) dapat dilihat pada


(51)

Gambar 2.3. Peralatan Pengujian Pembebanan

Pengujian ini dilakukan dengan cara pemberian beban statik secara bertahap

pada tiang dengan mempergunakan satu atau lebih dongkrak hidrolik yang diletakkan

secara sentral di atas kepala tiang uji. Dongkrak hidrolik dihubungkan dengan pompa

hidrolik dan dipasang manometer yang berfungsi sebagai pembaca beban.

Sebagai pendukung beban dipergunakan beban (beam) yang diletakkan diatas

platform. Selain pemberian beban pada pengujian ini juga disertai pengukuran

pergerakan yang terjadi pada tiang akibat pembebanan. Untuk mengetahui besarnya

pergerakan yang terjadi dipergunakan satu set dial gauges yang dipasang pada tiang

uji dengan jarum pengukur diletakkan pada reference beam. (American Society

Testing and Materials, 2010)

Hasil pengujian ini kemudian direpresentasikan dalam bentuk grafik

hubungan beban dan penurunan. Dengan tujuan sebagai pengujian untuk meyakinkan

bahwa tiang dapat berfungsi menahan beban yang direncanakan.

Peralatan dan Bahan dalam Loading test:

a. Tiang cor (Cast in place pile), satuan pondasi dalam yang terbuat dari

spesimen semen atau beton dan dibangun di lokasi akhir, misalnya, poros

pengeboran, tiang bor, caisson, dll.

b. Batang penunjuk, batang logam yang tidak diruangkan yang dikembangkan

melalui uji tiang atau pile dari titik spesifik yang digunakan sebagai acuan


(52)

c. Jalur kawat, kawat baja yang dipasang dengan gaya tegangan konstant

antara dua penopang dan digunakan sebagai garis acuan untuk membaca

skala yang menunjukkan gerakan tiang tes.

Gambar 2.4. Jalur Kawat Baja Penopang

d. Jack hidrolik dan pengoperasiannya harus membentuk ASTM jack dan

harus memiliki kapasitas beban nominal yang melebihi beban jack

maksimum yang diantisipasi setidaknya hingga 20%. Jack, pompa dan

beberapa selang, pipa, fitting, gage, atau transducer digunakan untuk

menekannya harus memiliki tekanan pengaman sesuai dengan kapasitas


(53)

Gambar 2.5. Jack Hidrolik

e. Dial Gage harus memiliki graduasi minimum kurang dari atau sama dengan 1% dari beban maksimum yang diberikan dan harus sesuai dengan Standart. Gage tekanan dan gauge yang dilengkapi dengan keakuratan grade 1`A

yang memiliki error izin 1% dari rentangan. Transducer tekanan harus

memiliki resolusi minimum kurang dari atau sama dengan 1% dari beban maksimum yang diberikan 100 dengan keakuratan golongan 1A yang memiliki error izin ± 1% dari rentang. Ketika diguanakan untuk mengontrol tes, transducer tekanan harus termasuk display real time. (American Society Testing and Materials, 2010)


(54)

2.6.6 Jenis dan Prosedur Loading Test.

Uji pembebanan dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu:

a. Pengujian di tempat (in situ).

b. Pengujian bagian-bagian struktur yang diambil dari struktur utamanya.

Pengujian biasanya dilakukan di laboratorium dan sifat merusak. Pemilihan

jenis uji pembebanan ini tergantung pada situasi dan kondisi tetapi biasanya cara

pengujian bagian-bagian struktur yang diambil dari struktur utamanya atau cara

kedua dipilih jika cara pengujian ditempat atau cara pertama tidak praktis (tidak

mungkin) untuk dilaksanakan. Selain itu pemilihan jenis pengujian bergantung pada

tujuan diadakannya loading test.

Kalau tujuannya hanya ingin mengetahui tingkat layanan struktur, maka

pilihan pertama tentunya yang paling baik. Tetapi apabila ingin mengetahui kekuatan

batas dari suatu bagian struktur, yang nantinya akan digunakan sebagai kalibrasi

untuk bagian-bagian struktur lainnya yang mempunyai kondisi yang sama, maka cara

kedualah yang tepat. (American Society Testing and Materials, 2010)

2.6.7 Pengujian Pembebanan di Tempat (In Situ Load Test).

Tujuan utama dari pembebanan ini adalah untuk memperhatikan apakah

prilaku suatu struktur pada saat diberi beban kerja (working load) memenuhi

persyaratan bangunan yang ada yang pada dasarnya dibuat agar keamanan


(55)

Prilaku struktur tersebut dinilai berdasarkan pengukuran penurunan yang

terjadi. Selain itu penampakan struktur pada saat retak-retak yang terjadi selama

pengujian masih dalam batas-batas yang wajar. Beberapa hal yang patut menjadi

perhatian dalam pelaksanaan loading test akan diberikan dalam uraian berikut ini:

a. Persiapan dan Tata Cara Pengujian.

Tata cara ASTM mengisyaratkan bahwa uji pembebanan dapat dilakukan jika

struktur beton berumur lebih dari 28 hari. Pemilihan bagian struktur yang akan diuji

dilakukan dengan mempertimbangkan:

i. Permasalahan yang ada.

ii. Tingkat keutamaan bagian struktur yang akan di uji.

iii. Kemudahan pelaksanaan.

Bagian struktur yang akan memikul bagian struktur yang akan diuji dan beban

ujinya juga harus dipertimbangkan/dilihat apakah kondisinya baik dan kuat Selain itu

"scaffolding" juga harus dipersiapkan untuk mengantisipasi beban-beban yang timbul

jika terjadi keruntuhan bagian struktur yang diuji.

Beban pengujian harus di rencanakan sedemikian rupa sehingga bagian

struktur yang dimaksud benar-benar mendapatkan beban yang sesuai dengan yang

direncanakan. Hal ini kadang kala sulit di rencanakan, terutama untuk pengujian

struktur lantai. Hal ini dikarenakan adanya keterkaitan antara bagian struktur yang

diuji dengan bagian struktur lain yang ada disekitarnya.

Sehingga timbul apa yang disebut pengaruh pembagian pembebanan (Load


(56)

yang menempel pada bagian struktur yang akan diuji, sebagai contoh "ceiling board",

Elemen non struktural ini dapat berfungsi mendistribusikan beban pada

komponen-komponen struktur dibawahnya yang sebenarnya tidak saling berhubungan. Untuk

menghindari terjadinya distribusi beban yang akan diinginkan maka bagian struktur

yang akan diuji sebaiknya diisolasikan dari bagian struktur yang ada di sekitarnya.

Beban mati harus di aplikasikan 48 jam sebelum "load test" dimulai. Sebelum

beban diterapkan, terlebih dahulu dilakukan pembacaan penurunan awal yang

nantinya dijadikan sebagai acuan untuk pembacaan penurunan setelah penerapan

beban. Pembebanan harus dilakukan secara bertahap dan perlahan-lahan, sehingga

tidak menimbulkan beban kejutan pada struktur.

Kriteria umum yang harus dipenuhi dari loading test adalah jumlah uji

pembebanan (loading test) dalam persentase jumlah titiknya adalah 1% dari jumlah

titik tiang bor yang dilakukan pada lapangan.

Kriteria umum lain yang harus dipenuhi dari hasil load test ini adalah struktur

tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda keruntuhan seperti terbentuknya retak-retak

yang berlebihan atau menjadi lendutan yang melebihi persyaratan keamanan yang

telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan bangunan.

b. Teknik Pembebanan

Pembebanan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga laju distribusi

pembebanan dapat dikontrol. Pemilihan beban yang akan digunakan tergantung

dengan distribusi pembebanan yang diinginkan, besarnya total beban yang


(57)

c. Pengukuran

Parameter yang biasanya diukur dalam "load test" adalah lendutan, lebar retak

dan regangan. Lebar retak yang terjadi biasanya diukur dengan mikroskop tangan

yang dilengkapi dengan lampu dan mempunyai lensa yang diberi garis-garis berskala

yang ketebalannya berbeda-beda. Cara pengukuran adalah dengan membandingkan

lebar retak yang terjadi, lewat peneropongan dengan mikroskop dengan lebar

garis-garis berskala tersebut.

Pola retak-retak yang terjadi biasanya ditandai dengan menggambarkan

garis-garis yang mengikuti pola retak yang ada dengan menggunakan spidol berwarna (di

ujung garis-garis tersebut dituliskan informasi mengenai tingkat pembebanan dan

lebar retak yang sudah terjadi). (American Society Testing and Materials, 2010)

Data-data perhitungan beban yang diberikan sebagai balok (beam) dalam


(58)

Tabel 2.6: Data-data Perhitungan Beban Beam dalam Loading Test

No Data-data Perhitungan Beam Nilai

1 Beban Rencana 300 ton

2 Tegangan Baja 2500kg/cm

3

2

Panjang Bentang 5 m

4 Modulus Elastisitas 2,1 x 106 kg/cm

5

2

Main Beam WF 700x300x12000

6 Beban Total 450 ton

7 Tegangan Lentur Ijin(σijin) 2272 kg/cm

8

2

Tegangan geser Ijn(τijin) 1272 kg/cm

9

2

Lendutan Ijin (δijin) 1 cm

10 Momen Inersia 932600 cm

11

4

Statis Momen 14120 cm

12

3

Momen Tahanan 25850 cm

13

3

Momen 56250000 kg-cm


(59)

2.6.8 Prosedur Pengujian Loading Test

Dalam pelaksanaan pengujian ada hal-hal yang sangat menjadi perhatian salah

satu yaitu tahapan pengujian yang dilaksanakan.

Metode pengujian ini terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Pembebanan tiang sampai 150% dari beban rencana dengan langkah

penambahan beban, yaitu: 0%, 25%, 50%, 75%, 100, 125%, 150%.

2. Pertahankan penambahan beban hingga kecepatan penurunan tidak lebih dari

0,25 in/jam, tetapi lebih dari 2 (dua) jam.

3. Pertahankan beban 150% hingga 12 jam.

4. Sesudah pembebanan pada massa tersebut beban dikurangkan 25% dengan

interval waktu 1 jam untuk setiap pengurangan.

5. Pengujian pembebanan tersebut dalam 3 cycle, dimana pembebanan tiap cycle

sebagai berikut:

a. 0%, 25%, 50%, 25%, 0%

b. 0%, 50%, 75%, 100%, 75%, 50%, 0%

c. 0%, 50%, 100%, 125%, 150%, 125%, 100%, 50%, 0%.

2.6.9 Prosedur Pengukuran Penurunan Tiang

Untuk pergeseran aksial baca penurunan pada tiap pengujian berbeda pada

posisi kepala tiang. Pembacaan dapat dilakukan pada lempeng pengujian sebagai

berikut:

1. Lakukan pembacaan sesuai dengan interval waktu terhadap beban dan


(60)

2. Selama pembacaan pastikan tiang tidak runtuh, lakukan pembacaan tambahan

dan catat hasil pembacaan pada interval tidak lebih 10 menit selama

dilakukannya test tersebut.

3. Sesudah beban penuh sesuai rencana, pastikan tiang belum runtuh lakukan

pembacaan pada interval tidak lebih 10 menit pada 2 jam pertama, tidak lebih

1 jam untuk 10 jam berikutnya dan tidak lebih 2 jam untuk 12 jam berikutnya.

4. Jika tidak terjadi keruntuhan tiang, segera lakukan pembacaan sebelum beban

pertama dikurangi. Selama pengurangan beban dilakukan, pembacaan

dilaksanakan dan catat dengan interval tidak lebih 20 menit.

5. Lakukan pembacaan akhir sesudah beban di pindahkan.

6. Besar beban (ton), lama pembebanan dan besar penurunan dimuat dalam

tabel jadwal loading test.

Beban runtuh/ultimate suatu tiang didefenisikan sebagai beban pada saat tiang

tersebut amblas atau penurunan terjadi dengan cepat dibawah tekanan beban. Defenisi

keruntuhan lain menganggap bahwa batas penurunan dapat berubah-ubah, misalnya

pada saat tiang dianggap sudah runtuh ketika bergerak 10% dari diameter ujung atau

penurunan kotor 1,5 inchi (38 mm) dan penurunan bersih 1 inchi (25 mm) terjadi

dibawah beban rencana. (American Society Testing and Materials, 2010)


(61)

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada waktu pelaksanaan percobaan

pembebanan vertical (compressive loading test) adalah sebagai berikut:

- Jika beban yang diberikan telah dicapai seluruhnya (150% beban rencana)

maka batasan penurunan pada suatu pembebanan yang diijinkan oleh ASTM

dalam tahapan pembebanan yaitu sebesar 1 inchi atau 2,54 cm. sebelum

tiang mengalami keruntuhan.

-Untuk tiang bor beton “cast in place” tentu saja percobaan dapat dilakukan

setelah beton mengeras (28 hari) di samping mungkin ada persyaratan

lainnya.

-Tiang dianggap sudah runtuh ketika bergerak 10% dari diameter ujung atau

penurunan kotor 1,5 inchi (38 mm) dan penurunan bersih 1 inchi (25 mm)

terjadi dibawah beban rencana.

-Kriteria umum yang harus dipenuhi dari loading test adalah jumlah uji

pembebanan (loading test) dalam persentase jumlah titiknya adalah 1% dari

jumlah titik tiang bor yang dilakukan pada lapangan.

- Beban mati harus di aplikasikan 48 jam sebelum "load test" dimulai. Sebelum

beban diterapkan, terlebih dahulu di lakukan pembacaan penurunan awal

yang nantinya dijadikan sebagai acuan untuk pembacaan penurunan setelah

penerapan beban.

- Pembebanan harus di lakukan secara bertahap dan perlahan-lahan, sehingga

tidak menimbulkan beban kejutan pada struktur.

-Untuk tiang yang di pancang (pre cast) ada beberapa pendapat mengenai


(62)

lapisan yang permeable (misal:pasir), maka percobaan sudah dapat

dilakukan 3 (tiga) hari setelah pemancangan, pada tiang yang dimasukkan

dalam lapisan lanau dan lempung, maka percobaan ini hendaknya dilakukan

setelah pemancangan berumur 1 (satu) bulan.

-Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berapa panjang tiang menonjol diatas

tanah, pada prinsipnya penonjolan ini harus sependek mungkin untuk

menghindari kemungkinan terjadinya tekuk, untuk loading test yang

dilakukan didarat, maka sebanyak tinggi bagian yang menonjol ini tidak

boleh lebih dari 1 m, sedangkan loading test yang dilakukan ditengah sungai,

dimana air cukup dalam, maka tiang dapat saja menonjol beberapa meter

diatas dasar sungai (muka tanah) tetapi dengan catatan harus ada kontrol

terhadap kemudian terjadinya tekuk.

-Percobaan pembebanan (loading test) yang menggunakan hidrolik jack, maka

jack harus ditempatkan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari,

karena jika jack ini diletakkan pada tempat yang panas, maka olie jack

tersebut memuai yang mana akan mengakibatkan tidak konstannya/

bertambah besar beban.

- Jarak antara tiang bor di dalam kelompok tiang maupun tunggal akan

mempengaruhi kapasitas daya dukung tiang. Bila beberapa tiang

dikelompokkan dengan jarak yang saling berdekatan maka tegangan tanah

akibat gesekan tiang dengan tanah mempengaruhi daya dukung tiang yang


(63)

antara tiang dan D = diameter tiang. (American Society Testing and

Materials, 2010)

2.6.11 Perbandingan Standart Operation Prosedur ASTM D-1143 (1994) dengan ASTM D-1143 (2009)

Dalam melakukan loading test tentunya kita harus mempunyai

pedoman-pedoman yang sudah ditentukan agar dalam pelaksanaanya tidak terjadi kekeliruan

dalam melaksanakan pelaksanaan loading test, baik itu peraturan dari ASTM yang

sudah direvisi maupun dari ASTM yang belum direvisi.

Untuk loading test sendiri ada peraturan ASTM yang mengatur tentang

prosedur baik itu peralatan, tahapan pembebanan, waktu pelaksanaannya dan lain

sebagainya diatur dalam ASTM D-1143 yang terbaru adalah tahun 2009, ini adalah

revisi dari ASTM D-1143 (1994) yaitu tentang Standard Test Methods for Deep

Foundation Static Axial Compressive Load.

Di dalam kedua ASTM ini terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat


(1)

Lampiran 1-c: Korelasi N – SPT dengan modulus elastisitas pada tanah lempung Subsurface Condition Penetration resistance range N (bpf) ε (%) 50 Poisson’s Ratio (v) Shear Strength Su (psf) Young’s Modulus Range Es (psi) * Shear Modulus Range G**(psi)

V.Soft 2 0.020 0.5 250 170-340 60-110

Soft 2-4 0.020 0.5 375 260-520 80-170

Medium 4-8 0.020 0.5 750 520-1040 170-340

Stiff 8-15 0.010 0.45 1500 1040-2080 340-690 Very Stiff 15-30 0.005 0.40 3000 2080-4160 690-1390

Hard 30 0.004 0.35 4000 2890-5780 960-1930 40 60 80 100 120 0.004 0.0035 0.0035 0.003 0.003 0.35 0.30 0.30 0.25 0.25 5000 7000 9000 11000 13000 3470-6940 4860-9720 6250-12500 7640-15270 9020-18050 1150-2310 1620-3420 2080-4160 2540-5090 3010-6020 *Randolph (1978) Es = (100-200)Su ;dim 0,5

) 1 ( 2 * * = +

= anav

v E

G s

psf


(2)

Lampiran 1-d: Korelasi N – SPT dan qc dengan modulus elastisitas pada tanah pasir

Subsurface Condition

Penetration Resistance

Range N

Friction Angle φ (deg)

Poisson Ratio

(v)

Cone Penetration

qc = 4 N

Relatief Density Dr (%)

Young’s Modulus Range Es

Shear Modulus * (psi)

Range G**(psi)

Very loose 0-4 28 0.45 0-16 0-15 0-440 0-160

Loose 4-10 28-30 0.40 16-40 15-35 440-1100 160-390 Medium 10-30 30-36 0.35 40-120 35-65 1100-3300 390-1200

Dense 30-50 36-41 0.30 120-100 65-85 3300-5500 1200-1990 Very Dense 50-100 41-45 0.20 200-400 85-100

5500-11000

1990-3900

Schmertman (1970) Es* = 2qc ;dim 0,5

) 1 ( 2 *

* =

+

= anav

v E

G s


(3)

Lampiran 1-e: Tabel Korelasi Poisson ration, sudut geser dalam, modulus elastisitas dan angka pori pada tanah yang tidak kohesif

Type of Soil Properties of soil *

Void ratio e

0.41 to 0.5 0.51 to 0.6 0.61 to 0.70

Sand (course) v = 0.15

φ 43 40 38

E (lb/in2) 6.550 5.700 4.700

E (kN/m2) 45.200 39.300 32.400 Sand

(medium course) v = 0.2

φ 40 38 35

E (lb/in2) 6.550 5.700 4.700

E (kN/m2) 45.200 39.300 32.400 Sand (fine

grained) v = 0.25

φ 38 36 32

E (lb/in2) 5.300 4.000 3.400

E (kN/m2) 36.600 27.600 23.500 Sandy silt

v = 0.3 to 0.35

φ 36 34 30

E (lb/in2) 2.000 1.700 1.450

E (kN/m2) 13.800 11.700 10.000

(Sumber : Foundation of Theoretical Soil Mechanics; M.E. Harr: 1996)


(4)

Lampiran 1-f : Korelasi beberapa jenis tanah dengan modulus elastisitas

Soil or Rock Type and Condition

Mondulus of Elasticity, E (Kpa)

Undrained Condition

Soft elay Medium Clay Stiff clay

1.500-10.000 5.000-50.000 15.000-75.000

Drained Condition

Soft elay Medium clay Stiff clay Loose sand

Medium dense sand Dense sand

Sand stone Granite

250-1.500 500-3.500 1.200-20.000 10.000-25.000 20.000-60.000 50.000-100.000 7.000.000-20.000.000 25.000.000-50.000.000


(5)

Lampiran 1-g : Tabel korelasi N-SPT, sudut geser dalam, angka kepadatan dan kepadatan basah pada tanah yang tidak kohesif.

Penetralan Resistance N

(blows)

Unconfined Compressive

stregth (t/m2

Saturated density

) (t/m

2

Consistency )

0 2 4 8 16 32

0 2.5

5 10 20 40

- 1.6-1.92 1.76-2.08 1.92-2.24

Very soft Soft Medium

Stiff Very Stiff

Hard


(6)

Lampiran 1-h : Tabel korelasi N-SPT, sudut geser dalam, angka kepadatan dan kepadatan basah pada tanah yang tidak kohesif.

Penetration Resistance N

(blows)

Approx.

φ

(degrees)

Density index

(%)

Description

Approx moist density

(t/m2)

- 4 10 30 50 -

25-30 27-32 30-35 30-35 38-43

0 15 35 65 85 100

Very loose Loose Medium

Dense Very dense

1.12-1.60 1.44-1.84 1.76-2.08 1.76-2.08 2.08-2.40


Dokumen yang terkait

Analisa Daya Dukung Pondasi Bore Pile Menggunakan Metode Analitis (Studi Kasus Proyek Pembangunan Manhattan Mall dan Condominium)

36 244 140

Perbandingan Analisa Besar Daya Dukung Pondasi Bore Pile Menggunakan Metode Elemen Hingga Terhadap Metode Analitik Dan Metode Loading Test (Studi Kasus Proyek Pembangunan Manhattan Mall Dan Condominium)

17 142 136

Analisis Daya Dukung Ultimit dan Penurunan pada Compression Loading Test Bored Pile Tunggal Diameter 0,6 Meter dengan Metode Semi Empiris dan Pemodelan Metode Elemen Hingga (Study Kasus Medan Focal Point)

3 93 156

Analisa Daya Dukung Pondasi Bored Pile Dengan Metode Elemen Hingga Pada Proyek Fly Over Jamin Ginting Medan

9 147 144

Analisis Daya Dukung Pondasi Bore Pile Pada Proyek Pembangunan Hotel Santika.

44 179 129

Perbandingan Analisa Besar Daya Dukung Pondasi Bore Pile Menggunakan Metode Elemen Hingga Terhadap Metode Analitik Dan Metode Loading Test (Studi Kasus Proyek Pembangunan Manhattan Mall Dan Condominium)

0 1 16

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE DIAMETER 0.8 METER MENGGUNAKAN METODE ANALITIS DAN METODE ELEMEN HINGGA PADA PROYEK

0 4 16

Analisis Daya Dukung Ultimit dan Penurunan pada Compression Loading Test Bored Pile Tunggal Diameter 0,6 Meter dengan Metode Semi Empiris dan Pemodelan Metode Elemen Hingga (Study Kasus Medan Focal Point)

0 0 30

ANALISIS DAYA DUKUNG ULTIMIT DAN PENURUNAN PADA COMPRESSION LOADING TEST BORED PILE TUNGGAL DIAMETER 0,6 METER DENGAN METODE SEMI EMPIRIS DAN PEMODELAN METODE ELEMEN HINGGA (STUDY KASUS MEDAN FOCAL POINT) TESIS

0 0 22

ANALISA DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE DENGAN METODE ELEMEN HINGGA PADA PROYEK FLY OVER JAMIN GINTING MEDAN

0 1 17