BAB IV SINERGI TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG KPK, KEJAKSAAN DAN
KEPOLISIAN DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA DALAM KASUS BLBI
A. Tinjauan kasus BLBI secara umum
Krisis Asia 1997 adalah variable penyebab dikeluarkannya kebijakan BLBI oleh BI. Dengan kata lain, kebijakan BLBI merupakan salah satu kebijakan
necessary conditions atas extra ordinary situation yang terjadi akibat krisis moneter 1997, agar perekonomian tidak hancur lebih dalam. BLBI diberikan oleh BI selaku
lender of the last resort berdasarkan Undang-Undang UU Nomor 13 Tahun 1968. Kebijakan BLBI juga tidak terlepas dari peran IMF pada masa itu, dimana IMF
menginstruksikan kepada pemerintah untuk menghentikan rush dengan cara menginjeksi dana BLBI sebesar Rp 144 triliun kepada 48 bank yang mengalami
kekurangan likuiditas. Namun yang terjadi, dana BLBI tersebut malah diselewengkan dan disalahgunakan baik oleh si penyalur dan penerima BLBI, yang jelas merupakan
tindak pidana sebagaimana diungkapkan Badan Pemeriksa Keuangan dalam laporannya tahun 2000. Pengucuran BLBI dimaksudkan untuk memberikan bantuan
likuiditas pada saat bank mengalami saldo debet. Apabila saldo debet tersebut tidak ditutup, bank-bank yang terkena akan kalah kliring. Dampak lanjutannya adalah
likuidasi, khususnya apabila pemegang saham tidak mampu menyuntikkan likuiditas baru. Risiko yang dihadapi BI dan pemerintah, yaitu penutupan bank yang akan
diikuti rush dari para penabung.
Universitas Sumatera Utara
Atas dasar hukum itulah Bank Indonesia melaksanakan penyaluran BLBI kepada perbankan nasional. Total BLBI yang dikucurkan hingga program penyehatan
perbankan nasional selesai mencapai Rp144,5 triliun, dana itu tersalur ke 48 bank. Ke-48 bank itupun dibedakan atas kategori 10 Bank Beku Operasi BBO sebesar
dengan total BLBI mencapai Rp57,7 triliun, 5 Bank Take Over BTO sebesar Rp57,6 triliun, 18 Bank Beku Kegiatan Usaha BBKU sebesar Rp17.3 triliun, dan 15
bank Bank Dalam Likuidasi BDL sebesar Rp11,9 triliun.
Sebelum krisis, per Desember 1996 bantuan likuiditas yang disalurkan oleh BI hanya Rp 371 miliar. Hingga sebulan sebelum krisis Juni
1997, posisi BLBI masih Rp 1,2 triliun, naik sedikit menjadi Rp 1,4 triliun pada bulan pertama krisis Juli 1997. Namun, setelah itu posisi penyaluran
BLBI mulai naik, apalagi setelah rezim kurs bebas diterapkan bulan Agustus 1997.
Pada 3 September 1997, sidang kabinet Ekkuwasbang dan Prodis memutuskan 10 langkah peningkatan ketahanan ekonomi nasional, termasuk
pemberian bantuan likuiditas bagi bank-bank yang mengalami mismatch. Karena BI tidak independen dari kabinet belum ada UU No. 23 Tahun 1999, keputusan ini
dilaksanakan BI sehingga posisi BLBI naik menjadi Rp 8,6 triliun pada Oktober 1997. Dari sini terlihat, pertumbuhan BLBI selama empat bulan pertama masa krisis
tidak menunjukkan lonjakan yang sangat fantastis. Perubahan yang sangat luar biasa terjadi setelah pemerintah melikuidasi 16 bank pada 1 November 1997. Posisi BLBI
naik Rp 32 triliun hanya dalam waktu sebulan Jumlah bank penerima BLBI pun
Universitas Sumatera Utara
melonjak dari 131 menjadi 164 bank. Hingga akhir Desember 1997, posisi BLBI
yang disalurkan sudah mencapai Rp 47,1 triliun.
Pada 27 Desember 1997, berdasarkan disposisi Presiden Soeharto atas Surat Gubernur BI 26121997, Mensesneg Moerdiono membuat surat No R-183M
Sesneg121997, menyetujui pengalihan saldo debet menjadi SBPUK. Sebelumnya, 9 Desember 1997, Direksi Bank Danamon menemui Direksi BI, disetujui SBPUK
senilai Rp 6 triliun bagi bank tersebut. Letter of Intent LoI dengan IMF ditandatangani 15 Januari 1998. Di sini pemerintah berencana memberikan blanket
guarantee dan diputuskan lewat Keppres No. 261998 tanggal 2611998. Akibatnya, selama Januari-Febuari 1998 jumlah BLBI naik lebih dari dua kali lipat Rp 103
triliun. Jadi, situasi rush bulan Januari dan kebijaksanaan blanket guarantee
membuat posisi BLBI melonjak.
Bulan Maret 1998 BPPN didirikan dan menerima pengalihan 54 bank dari BI. Ternyata, hal ini justru diikuti rush lanjutan. Ditambah dengan situasi likuiditas ketat
di bulan April 1998, selama Maret-April ini nilai BLBI melonjak Rp 31 triliun lebih, menjadi hampir Rp 135 triliun. Selama April-September 1998, saldo negatif bank-
bank di bawah BPPN justru naik terus. Kerusuhan bulan Mei dan jatuhnya Presiden Soeharto membuat BCA di-rush sehingga BCA memperoleh BLBI dalam tiga tahap
selama Mei-Juni 1998 senilai Rp 35 triliun.
Pada 4 Juni 1998 pemerintah menyetujui Kesepakatan Frankfurt, tunggakan trade finance senilai Rp 9 triliun akan dibiayai dengan BLBI. Juli 1998 BLBI senilai
Rp 7 triliun digunakan untuk menutup tunggakan tersebut. Akibat akumulasi
Universitas Sumatera Utara
peristiwa di atas, nilai BLBI termasuk bunganya naik menjadi Rp 189,4 triliun Agustus 1998. Setelah ada pembayaran saldo debet Bank Danamon dan SBPU oleh
BRI, saldo ini turun jadi Rp 186,3 triliun September 1998. Selama periode tersebut, BPPN mengusahakan penyelesaian BLBI melalui Master of Settlement and
Acquisition Agreement MSAA yang kemudian ditandatangani 21 September 1998. Kesepakatan akhir yang memuat release and discharge dicapai 9-10 bulan kemudian,
yaitu Mei 1999 dengan BDNI dan JuniJuli 1999 dengan BCA.
Adapun penerima terbesar BLBI adalah sebagai berikut :
110
N O
N A
J U
1 B
R p
2 B
R p
3 D
R 4
B U
R p
5 B
I R
p R
6 B
H R
p S
Dari kronologi di atas terlihat bahwa ada lima tonggak utama dalam lonjakan LBI. Pertama, diterapkannya rezim kurs mengambang bebas dan sidang kabinet 3
B
110
Sumber : Bank Indonesia dan Badan Pemeriksa Keuangan BPK.
Universitas Sumatera Utara
Septem
Fakta ini bisa dilihat dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan BPK. Dari Rp 144,5 triliun dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, Rp
138,4 t
Temuan penyimpangan dalam penyaluran dan penggunaan BLBI
B L
Po te
ru gia
n N
eg ar
a
ber 1997. Kedua, likuidasi 16 bank pada 1 November 1997 yang diikuti rush perbankan nasional. Ketiga, LoI Januari 1998 dan keputusan memberi blanket
guarantee. Keempat, pengalihan 54 bank ke BPPN yang diikuti rush lanjutan. Hal itu karena nasabah menghadapi ketidakpastian yang tinggi mengingat BPPN adalah
lembaga baru. Kelima, lengsernya Presiden Soeharto.
riliun atau 95,78 dari total BLBI yang disalurkan pada posisi 29 Januari 1999 dinyatakan berpotensi merugikan negara. Belum lagi dana Rp 84,8 triliun BLBI
juga diselewengkan penerimanya.
111
BI nsi Ke
111
Sumber: Laporan Audit BPK No. 0601Auditama IIAIVII2000.
Universitas Sumatera Utara
A. ol