Keadaan Emosi Selama Masa Remaja

pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap emosi dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

3. Perkembangan Sosial Remaja

Percepatan perkembangan dalam masa remaja yang berhubungan dengan pemasakan seksualitas juga mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial remaja. Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua macam gerak, yaitu memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman- teman sebaya. Dua macam arah gerak ini tidak merupakan dua hal yang berurutan meskipun yang satu dapat terkait pada yang lain. Hal itu menyebabkan bahwa adanya gerak yang pertama tanpa diikuti gerak yang kedua dapat menyebabkan rasa kesepian. Hal ini kadang-kadang dijumpai dalam masa remaja, dalam keadaan yang ekstrem hal ini dapat menyebabkan usaha-usaha untuk bunuh diri. Kualitas hubungan dengan orang tua dalam hal ini memegang peranan yang penting. Kelekatan yang tidak aman terhadap orang tua bila terjadi bersamaan dengan kemandirian akan menimbulkan perhatian yang berlebihan pada kepentingan sendiri, sedangkan kelekatan yang tidak aman bersamaan dengan bersamaan dengan ketergantungan menimbulkan orientasi konformisitis atau isolasi penuh kecemasan Monks, 1999.

4. Keadaan Emosi Selama Masa Remaja

Universitas Sumatera Utara Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan stress and storm, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pertumbuhan pada tahun-tahun awal masa puber terus berlangsung tetapi berjalan agak lambat. Pertumbuhan yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa puber. Oleh karena itu, perlu dicari keterangan lain yang menjelaskan ketegangan enmosi yang khas pada usia ini. Penjelasan diperoleh dari kondisi sosial yang mengelilingi masa remaja kini. Adapun meningginya emosi terutama pada anak laki-laki dan perempuan yang berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Meskipun emosi remaja sering kali kuat, tidak terkendali dan tampaknya irasional, tetapi pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku emosional. Menurut Gessel dkk, remaja empat belas tahun sering kali mudah marah, mudah tersinggung, dan emosinya cenderung meledak, tidak berusaha mengendalikan perasaannya. Sebaliknya, remaja enam belas tahun mengatakan bahwa mereka tidak punya keprihatinan. Jadi adanya badai dan tekanan dalam periode ini berkurang menjelang berkahirnya awal masa remaja Hurlock, 1999. a. Pola emosi pada masa remaja Universitas Sumatera Utara Pola emosi pada masa remaja sama dengan pola emosi pada masa anak- anak, yaitu timbulnya amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang. Perbedaannya adalah pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan derajat, dan khususnya pada pengendalian latihan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarah dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan marah. Remaja juga iri hati terhadap orang yang memiliki benda lebih banyak. Ia tidak mengeluh dan menyesali diri sendiri, seperti yang dilakukan anak-anak Hurlock, 1999. b. Perubahan Sosial Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan pola sosiallisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin Hurlock, 1999. E. PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP DEPRESI PADA REMAJA AWAL KORBAN BULLYING Universitas Sumatera Utara Remaja adolescence adalah individu yang sedang berada pada masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional Santrock, 2003. Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat dua macam gerak, yaitu: memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya Monks, 2002. Salah satu permasalahan yang sering dihadapi para remaja berhubungan dengan penolakan teman sebaya adalah munculnya perilaku bullying yang merupakan bentuk khusus agresi di kalangan teman sebaya. Kebanyakan perilaku bullying terjadi secara tersembunyi covert dan sering tidak dilaporkan sehingga kurang disadari oleh kebanyakan orang Glew, Rivara, Feudtner, 2000. Definisi bullying menurut Olweus yaitu suatu perilaku negatif berulang yang bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh orang lain oleh satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak mampu melawannya Olweus, 2006. Menurut Coloroso 2003, bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror. Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak. Sehingga seseorang dianggap menjadi korban bullying bila dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga Universitas Sumatera Utara korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya Olweus, dalam Krahe, 2005. Bullying menimbulkan berbagai dampak negatif dan dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Bagi korban bullying, sekolah dapat menjadi tempat yang tidak menyenangkan dan berbahaya. Ketakutan yang mereka alami dapat menimbulkan harga diri rendah, sering absen, dan depresi Glew, Rivara, Feudtner, 2000. Penelitian pada korban bullying di Malaysia juga menyatakan adanya hubungan positif yang signifikan antara bullying dan depresi pada teenager Uba dkk, 2010. Menurut Blackman, depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi. Dr. Jonathan Trisna mengatakan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh, mulai dari perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya. Depresi adalah gangguan perasaan afek yang ditandai dengan afek disforik kehilangan kegembiraan gairah disertai dengan gejala-gejala lain, seperti gangguan tidur dan menurunnya selera makan dalam Lubis, 2009. Penelitian mengenai bullying yang dilakukan Rigby menemukan bahwa peer victimisation secara signifikan berhubungan dengan tingkat kesehatan mental yang rendah. Dari peneltian tersebut juga diketahui bahwa dukungan sosial yang dipersepsikan positif memprediksi tingkat kesejahteraan mental yang lebih tinggi bagi para korban bullying. Dari penelitian Rigby disimpulkan bahwa tingkat Universitas Sumatera Utara dukungan sosial yang tinggi dapat mengurangi efek negatif dari peer victimisation dalam Rigby, 2005. Dukungan sosial menurut Sarafino 2006 adalah perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan. Panzarella dkk 2006 menyatakan bahwa terdapat hubungan berkebalikan antara dukungan sosial dengan depresi. Panzarella juga menambahkan bahwa dukungan sosial yang buruk mendukung meningkatnya faktor resiko depresi sekaligus menjadi konsekuensi dari depresi. Berkurangnya dukungan sosial dapat melemahkan kemampuan individu untuk mengatasi berbagai peristiwa hidup yang negatif dan membuatnya rentan terhadap depresi Billings dkk dalam Davison, 2006. Dari gambaran hubungan resiprokal antara dukungan sosial dengan depresi, peneliti lebih berfokus pada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi. Hal ini berhubungan dengan fenomena bullying yang telah diteliti mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan mental, khususnya depresi. Dukungan sosial yang dirasakan remaja dari orang-orang di sekitar diperlukan untuk mengurangi depresi yang merupakan efek negatif bullying yang dialami remaja.

F. HIPOTESIS