Analisis Pengaruh Alokasi Dana Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Sektor Industri di Propinsi Sumatera Utara.

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH ALOKASI DANA

PEMBANGUNAN JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP

SEKTOR INDUSTRI DI PROPINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

SONYA SEISARIA LUBIS

040501032

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2010


(2)

ABSTRACT

This study entitled "Analysis of Effect of Allocation Funds On The Road and Bridge Construction Industry Sector in the Province of North Sumatra." This study uses panel data from the years 1988-2008. The purpose of this study was to find out how to influence the allocation of funds towards the construction of roads and bridges in the industrial sector of North Sumatra province.

This study uses linear regression analysis model. Existing data on the process by using Eviews 4.1. Results of hypothesis suggests that funds construction of roads and bridge construction funds have positive influence on the growth of industry-sector in the province of North Sumatra.

By knowing the relationships among the variables, the OLS method is used to estimate. The estimation results show the variable amount of funding road construction and bridge building fund size variable has a positive and significant influence on the growth of industrial sector in the province of North Sumatra. Keywords: Development fund of Road and Bridge, Industrial


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh Alokasi Dana Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Sektor Industri di Propinsi Sumatera Utara.” Penelitian ini menggunakan data panel dari tahun 1988-2008. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh alokasi dana pembangunan jalan dan jembatan terhadap sektor industri di propinsi Sumatera Utara.

Penelitian ini menggunakan model analisa regresi linier. Data yang ada di proses dengan menggunakan Eviews 4.1. Hasil hipotesis menunjukkan bahwa dana pembangunan jalan dan dana pembangunan jembatan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan sektor indusri di propinsi Sumatera Utara.

Dengan mengetahui hubungan diantara variabel-variabel, kaedah OLS digunakan untuk melakukan estimasi. Hasil estimasi menunjukkan variabel jumlah dana pembangunan jalan dan variabel jumlah dana pembangunan jembatan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan sektor industri di propinsi Sumatera Utara


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirabbil a’lamin penulis panjatkan puji dan syukur kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skrispsi ini. Dan shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, keluarga beliau, sahabat serta orang-orang yang mengikuti beliau hingga hari akhir.

Adapun skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh Alokasi Dana Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Sektor Industri di Propinsi Sumatera Utara,” adalah sebagai salah satu pelaksanaan akademis untuk memenuhi syarat perkuliahan di jenjang studi Strata 1 dalam rangka meraih gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari, bahwa masih banyak kekurangan dalam penyelesaian skripsi ini, disebabkan keterbatasan penulis. Untuk itu penulis memohon maaf, kritik serta saran yang membangun dari seluruh pihak untuk membantu dan memotivasi penulis agar lebih baik di masa yang akan datang.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta sumbangsih wawasan dan pemikiran bagi seluruh pihak yang membacanya.

Ucapan terima kasih akan disampaikan penulis kepada seluruh pihak yang telah membantu secara moril dan materil dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, yaitu:


(5)

1. Kedua orang tua penulis, H. Syafaruddin Lubis, ST dan Hj. Linda atas cinta, kasih sayang, doa, perhatian dan dukungan tidak terbatas pada penulis.

2. Lisa Handayani Lubis, Mirza Julio Seisar Lubis, M. Fachrul Ramadhan untuk doa, kasih sayang dan semangat yang tak pernah henti kepada penulis.

3. Keponakan penulis M. Ammar Faiz Afadli untuk keceriaan dan kebahagiaan yang ada akibat kehadirannya dihidup penulis.

4. Bapak Drs. JhonTafbu Ritonga, ME.c selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, ME.c selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 6. Ibu DR. Murni Daulay, MSi selaku dosen pembimbing penulis yang

telah memberikan bantuan bimbingan saran, masukan, kritikan dan petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Ilyda Sudardjat, selaku dosen penguji I yang telah banyak memberikan petunjuk, saran, dan kritik yang membangun pada penulis. 8. Bapak Drs. Sahat Silaen, MSi selaku dosen penguji II sekaligus dosen

wali yang juga telah banyak memberikan petunjuk, saran dan kritik yang membangun pada penulis.

9. Seluruh staf pengajar dan karyawan pada Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dan memberikan masukan mengenai materi dalam skripsi ini.


(6)

10.Anggi Nasution, Amd, atas bentuk kasih sayang, perhatian, pengertian dan kepercayaan tulusnya dalam mendampingi penulis.

11.Keluarga besar penulis, Ibu Nurijah Hasibuan, Spd, Ainal Nurdiah, Nst, Mhd. Rajali, Nst, Sunaryo, Hariry juga Santi, Rian, Fanny, Heri

dan yang lainnya atas kasih sayang, doa, cinta dan perhatian tiada akhir untuk penulis.

12.Meli, Ika, Furry, Tya, Wanda, Juni, Dina, Dwi, dan Vida sahabat terbaik penulis untuk suka duka, perhatian, kasih sayang dan arti persahabatan tulus yang kalian berikan.

13.Lia, Irfan, Hera, Dafi, Adi, Emma, Sonya, Campall, Windi, Dewi, Hikma, Lindy, untuk kehadiran kalian sebagai teman-teman terbaik di setiap harinya yang begitu berkesan bagi penulis.

14.Teman-teman di Dispenda Pemko Medan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan warna dan kebersamaan pada setiap hari yang kita lewati bersama.

15.Kepada seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.


(7)

Akhir kata penulis mengharapkan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan membantu semua pihak yang memerlukannya, terutama rekan mahasiswa Ekonomi Pembangunan.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Medan, Desemeber 2010

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Sektor Industri ... 6

2.1.1 Pengertian Sektor Industri ... 6

2.1.2 Jenis-Jenis Industri ... 7

2.2 Infrastruktur ... 10

2.2.1 Pengertian Infrastruktur ... 10

2.2.2 Isu-Isu Infrastruktur ... 12

2.2.3 Sektor-Sektor Infrastruktur ... 13

2.2.3.1 Sektor Transportasi ... 13

2.2.3.2 Sektor Sumber Daya Air ... 14

2.2.3.3 Sektor Infrastruktur Ketenagalistrikan ... 14

2.2.3.4 Sektor Infrastruktur Energi Gas ... 14


(9)

2.2.4 Infrastruktur dan Ekonomi ... 15

2.3 Sejarah Jalan dan Jembatan di Indonesia ... 16

2.3.1 Awal Pembangunan Jalan dan Jembatan di Indonesia ... 16

2.3.2 Penyelenggaraan Jalan ... 18

2.3.3 Pengelompokan Jalan ... 19

2.3.3.1 Pengelompokan Jalan Umum Menurut Sistem .... 20

2.3.3.2 Pengelompokan Jalan Umum Menurut Fungsi .... 20

2.3.3.3 Pengelompokan Jalan Umum Menurut Status ... 21

2.3.3.4 Pengelompokan Jalan Umum Menurut Kelas ... 22

2.4 Standar Pelayanan Minimal ... 22

2.5 Masalah Pembangunan Jalan ... 24

2.6 Pengeluaran Pemerintah ... 26

2.6.1 Dasar Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 26

2.7 Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah ... 32

2.7.1 Akibat Ekonomis Pengeluaran Pemerintah... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 38

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 38

3.3 Pengolahan Data ... 39

3.4 Model dan Analisis Data ... 39

3.5 Hipotesis Model ... 40

3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 40

3.6.1 Uji t-Statistik (Uji Parsial) ... 40

3.6.2 Uji F-Statistik (Uji Keseluruhan) ... 41

3.6.3 Koefisien Determinasi (R-Square) ... 42

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 42

3.7.1 Multikolinearity ... 42

3.7.2 Serial Correlation/Auto Correlation ... 43


(10)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara... 46

4.1.1 Kondisi Geografis ... 46

4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi ... 46

4.1.3 Kondisi Demografis ... 47

4.2 Perkembangan Ekonomi Sumatera Utara ... 47

4.2.1 PDRB Menurut Lapangan Usaha ... 49

4.2.2 PDRB Menurut Penggunaan ... 50

4.3 Dana Anggaran Pembangunan Jalan dan Jembatan Propinsi Sumatera Utara ... 51

4.4 Analisis Pengaruh Alokasi Dana Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Sektor Industri di Propinsi Sumatera Utara . 52 4.4.1 Hasil Estimasi Model ... 52

4.4.2 Interpretasi Model ... 53

4.5 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 54

4.5.1 Uji t-Statistik (Uji Parsial) ... 54

4.5.2 Uji F-Statistik (Uji Keseluruhan) ... 57

4.5.3 Koefisien Determinasi (R-Square) ... 58

4.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 58

4.6.1 Multikolinearity ... 58

4.6.2 Durbin-Watson (D-W Test) ... 60

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 62

5.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

4.1 Distribusi Persentase PDRB Sumatera Utara Menurut

Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 49 Tahun 1997-2009 (%)

4.2 PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Penggunaan Tahun 2000-2004 (Jutaan Rupiah) 50 4.3 Dana Anggaran Pembangunan Jalan dan Jembatan 51


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Hubungan antara Sistem, Ekonomi, Infrstruktur

dan Lingkungan Alam yang Harmoni 11

2.2 Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah 29

2.3 Teori Peacock dan Wiseman 31

4.1 Uji t-statistik Variabel Jumlah Dana Pembangunan Jalan 55

4.2 Uji t-statistik Variabel Jumlah Dana Pembangunan Jembatan 56

4.3 Uji F-Statistik 58


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Variabel Regresi Lampiran 2 Hasil Regresi


(14)

ABSTRACT

This study entitled "Analysis of Effect of Allocation Funds On The Road and Bridge Construction Industry Sector in the Province of North Sumatra." This study uses panel data from the years 1988-2008. The purpose of this study was to find out how to influence the allocation of funds towards the construction of roads and bridges in the industrial sector of North Sumatra province.

This study uses linear regression analysis model. Existing data on the process by using Eviews 4.1. Results of hypothesis suggests that funds construction of roads and bridge construction funds have positive influence on the growth of industry-sector in the province of North Sumatra.

By knowing the relationships among the variables, the OLS method is used to estimate. The estimation results show the variable amount of funding road construction and bridge building fund size variable has a positive and significant influence on the growth of industrial sector in the province of North Sumatra. Keywords: Development fund of Road and Bridge, Industrial


(15)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh Alokasi Dana Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Sektor Industri di Propinsi Sumatera Utara.” Penelitian ini menggunakan data panel dari tahun 1988-2008. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh alokasi dana pembangunan jalan dan jembatan terhadap sektor industri di propinsi Sumatera Utara.

Penelitian ini menggunakan model analisa regresi linier. Data yang ada di proses dengan menggunakan Eviews 4.1. Hasil hipotesis menunjukkan bahwa dana pembangunan jalan dan dana pembangunan jembatan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan sektor indusri di propinsi Sumatera Utara.

Dengan mengetahui hubungan diantara variabel-variabel, kaedah OLS digunakan untuk melakukan estimasi. Hasil estimasi menunjukkan variabel jumlah dana pembangunan jalan dan variabel jumlah dana pembangunan jembatan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan sektor industri di propinsi Sumatera Utara


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Beberapa negara-negara berkembang kurang menyadari bahwa usaha untuk memajukan dan perluasan berbagai sektor haruslah sejajar dengan pembangunan dan pengembangan sektor industri. Sesungguhnya adalah naïf untuk memilih salah satu saja karena kedua sektor tersebut berkaitan erat, sektor industri yang lebih maju dibutuhkan oleh sektor lainnya, karena hal ini berhubungan dengan kehidupan rakyat banyak dan sangat dibutuhkan, sehingga pengelolaannya harus benar-benar untuk konsumsi masyarakat.

Dalam menghadapi kebutuhan dan tantangan global pada masa yang akan datang, kegiatan sektor industri dituntut untuk lebih mampu mendukung kesinambungan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Dan untuk menopang semua pertumbuhan sektor industri tersebut, maka salah satu caranya adalah dengan meningkatkan infrastruktur. Infrastruktur adalah merupakan bangunan fisik untuk kepentingan umum dan keselamatan umum seperti jalan, jembatan, irigasi, air bersih, sanitasi dan berbagai bangunan pelengkap kegiatan lainnya.

Ini juga dapat menekan dan mengefisiensikan biaya ekonomi setiap kegiatan sektor industri. Dengan perkataan lain, biaya ekonomi yang ringan atau efisien merupakan faktor pengaruh penentu sebagai perangsang pertumbuhan


(17)

sektor industri suatu negara atau bangsa yang sekaligus merupakan faktor pendukung dalam mencapai kemakmuran bangsa atau negara tersebut.

Jadi jelaslah, bahwa peran infrastruktur merupakan salah satu faktor yang penting bagi kegiatan sektor industri, baik kecil, menengah atau skala besar. Dan pembangunan infrastruktur sudah merupakan suatu kewajiban Pemerintah bersama-sama pihak swasta untuk membangun dan meningkatkannya ke arah yang lebih baik lagi.

Infrastruktur adalah sebagai penopang pertumbuhan sektor industri, jadi dapat dibayangkan bagaimana bila infrastruktur tersebut tidak ada, kerugian yang akan diderita dari sektor industri tersebut akan besar dan mengganggu jalannya pembangunan di berbagai sektor kehidupan masyarakat. Waktu tempuh yang lama merupakan bagian dari biaya kegiatan ekonomi dan merupakan salah satu pengaruh pada daya saing, infrastruktur juga berperan dalam penciptaan keamanan di masyarakat, khususnya keamanan kegiatan transportasi.

Jalan dan jembatan adalah beberapa infrastruktur yang paling penting didalam mendukung kegiatan pertumbuhan sektor industri di Sumatera Utara, hal ini dapat dilihat dimana jalan dan jembatan merupakan jantung transportasi darat yang dibutuhkan suatu daerah untuk masuk dan keluarnya dalam membawa dan mengantar komoditi yang diperlukan di daerah Sumatera Utara dan daerah lainnya.

Dimana kondisi jalan dan jembatan di Provinsi Sumatera Utara selama ini masih banyak dalam kondisi yang rusak, serta banyaknya daerah yang belum terjamah oleh pembangunan dan terlayani dengan baik oleh transportasi sehingga


(18)

Daerah Tingkat I Sumatera Utara membuat suatu kebijakan pembangunan untuk memperbaiki dan memelihara jalan yang sudah ada serta membuka jalan darat lainnya yang dapat menghubungkan suatu daerah ke daerah lainnya agar lebih cepat.

Dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah yang kewenangannya diserahkan kepada daerah, sentralisasi menjadi desentralisasi, pendekatan top down menjadi bottom up. Sumber-sumber penerimaan daerah yang merupakan pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain sebagainya mendukung pembangunan yang sedang dan akan dikerjakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Menyimak kondisi infrastruktur jalan dan jembatan, sebagaimana dikemukakan diatas, tergambar jelas adanya tanggung jawab Dinas Jalan dan Jembatan untuk menyikapi dengan cara meningkatkan dan memperbaiki jalan-jalan tersebut menjadi lebih baik lagi.

Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan menuangkannya di dalam penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Alokasi Dana Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Sektor Industri di Propinsi Sumatera Utara”.

1.2Perumusan Masalah

Setiap penelitian dimulai dengan perumusan masalah, yaitu yang memberikan gambaran bahwa ada sesuatu yang perlu diselesaikan atau dipecahkan dalam arti dicari jawabannya.


(19)

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menentukan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ”Bagaimana pengaruh alokasi dana jalan dan jembatan terhadap sektor industri di propinsi Sumatera Utara?”

1.3Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atau kesimpulan terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian yang kebenarannya masih harus diuji atau dibuktikan lagi.

Dari rumusan masalah diatas, maka penulis mengambil hipotesisnya adalah sebagai berikut: “Dana pembangunan jalan dan jembatan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan sektor indusri di propinsi Sumatera Utara”.

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan “Untuk mengetahui bagaimana pengaruh alokasi dana pembangunan jalan dan jembatan terhadap sektor industri di propinsi Sumatera Utara”.

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis adalah untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai ilmu ekonomi khususnya pengaruh alokasi dana pembangunan jalan dan jembatan terhadap sektor industri di Provinsi Sumatera Utara.


(20)

2. Untuk tambahan referensi khususnya mengenai pengaruh alokasi dana pembangunan jalan dan jembatan terhadap sektor industri di Provinsi Sumatera Utara.

3. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Jalan dan Jembatan khususnya tentang pengaruh alokasi dana dan jembatan terhadap sektor industri.


(21)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1Sektor Industri

2.1.1 Pengertian Sektor Industri

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.

Jasa industri adalah kegiatan industri yang melayani keperluan pihak lain. Pada kegiatan ini bahan baku disediakan oleh pihak lain sedangkan pihak pengolah hanya melakukan pengolahannya dengan mendapat imbalan sejumlah uang atau barang sebagai balas jasa.

Menurut Sadli (2002:9) mengatakan “Industri adalah merupakan kumpulan dari beberapa perusahaan-perusahaan atau firma yang mengusahakan atau memproduksi suatu barang yang serupa”.

Jika misalnya industri mobil walaupun mobil yang satu dengan mobil yang lain tidak sama, misal sedan dengan truk tetap digolongkan kedalam industri mobil. Kabel, wayar, stop kontak dan sebagainya walaupun bentuk bermacam-macam tetapi tetap dimasukkan kedalam industri elektronika. Pengertian industri di atas adalah pengertian industri atau penggolongan industri pada perusahaan-perusahaan yang sama dan juga pengertian industri atau penggolongan industri


(22)

dalam produksi yang serupa. Disamping ada juga pengertian industri pada perusahaan-perusahaan yang pemakaian bahan mentahnya sama, misalnya industri besi dan baja yang meliputi industri paku, kawat, setrika dan sebagainya.

Kemudian ada pula definisi lain tentang industri seperti yang dinyatakan oleh Komaruddin (2004:23) yaitu industri adalah suatu proses yang ditandai dengan penggunaan teknologi didalam proses produksi yang terutama ditujukan kepada pengolahan bahan baku, bahan setengah jadi menjadi barang jadi.

Industri kulit, yang meliputi tas, sepatu, sandal, tali pinggang dan sebagainya. Industri keramik yang meliputi industri asbak, tempat bunga porselin. Disamping ada pula pengertian lain dari industri yaitu kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang mempunyai proses yang sama misalnya: industri las.

Jadi jelaslah bahwa pengertian industri itu adalah merupakan pengertian yang relatif atau bersifat arabitary. Jadi tergantung kepada yang memakai, kita tidak dapat mengatakan pengertian industri secara pasti sehingga hal ini atau permasalahannya tergantung kepada sipemakai istilah atau pengertian dari industri itu sendiri.

2.1.2 Jenis-jenis Industri

Menurut Sumitro (2005:173), macam-macam industri berdasarkan tempat bahan baku adalah:

a. Industri Ekstraktif yaitu industri yang bahan bakunya diambil langsung dari alam sekitar. Misalnya: pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan, pertambangan dan lain-lain.


(23)

b. Industri Nonekstaktif adalah industri yang bahan bakunya didapat dari tempat lain selain alam sekitar.

c. Industri Fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya. Contoh: asuransi, perbankan, transportasi, ekspedisi dan lain sebagainya.

Golongan/macam industri berdasarkan besar kecilnya modal adalah:

a. Industri Padat Modal adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya.

b. Industri Padat Karya adalah industri yang lebih dititikberatkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya.

Jenis-jenis/macam industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya, berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986 yaitu:

a. Industri Kimia Dasar contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk dan sebagainya.

b. Industri Mesin dan Logam Dasar misalnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil dan lain-lain.

c. Industri Kecil, contoh seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng curah dan lain-lain.

d. Aneka Industri misal seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman dan lain-lain.

Jenis-jenis/macam industri berdasarkan jumlah tenaga kerja yaitu:

a. Industri Rumah Tangga adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerjanya berjumlah antara 1-4 orang.


(24)

b. Industri Kecil adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerjanya berjumlah antara 5-19 orang.

c. Industri Sedang atau Industri Menengah adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerjanya berjumlah antara 20-99 orang.

d. Industri Besar adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerjanya berjumlah antara 100 orang atau lebih.

Pembagian/penggolongan industri berdasakan pemilihan lokasi yaitu: a. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada pasar (market oriented

industry) adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih baik.

b. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada tenaga kerja/labor (man power oriented industry) adalah industri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja/pegawai untuk lebih efektif dan efisien.

c. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada bahan baku (supply oriented industry) adalah jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar.

Macam-macam/jenis industri berdasarkan produktifitas perorangan yaitu: a. Industri Primer adalah industri yang barang-barang produksinya bukan hasil

olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu, contohnya adalah hasil produksi pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan sebagainya.


(25)

b. Industri Sekunder adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali. Misalnya adalah pemintalan benang sutra, komponen elektronik dan sebagainya.

c. Industri Tersier adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa. Contoh seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan dan masih banyak lagi yang lainnya.

2.2Infrastruktur

2.2.1 Pengertian Infrastruktur

Infrastruktur merujuk pada sistem yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. (Grigg, 1998)

Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan masyarakat. (Grigg, 2000)

Definisi teknik juga memberikan spesifikasi apa yang dilakukan sistem infrastuktur dan mengatakan bahwa infrastruktur adalah aset penting yang dirancang dalam sistem sehingga memberikan pelayanan publik yang penting.

Sebagai salah satu konsep pola pikir dibawah ini diilustrasikan diagram sederhana bagaimana peran infrastruktur. Diagram ini menunjukkan bahwa secara


(26)

ideal lingkungan alam merupakan pendukung dari sistem infrastruktur, dan sistem ekonomi didukung oleh sistem infrastruktur. Sistem sosial sebagai objek dan sasaran didukung oleh sistem ekonomi.

Natural Enviroment

Gambar 2.1

Hubungan antara Sistem, Ekonomi, Infrastruktur dan Lingkungan Alam yang Harmoni (Grigg, 1998)

Dari gambar diatas dapat dikatakan bahwa lingkungan alam merupakan pendukung dasar dari semua sistem yang ada. Peran infrastruktur sebagai mediator antara sistem ekonomi dan sosial dalam tatanan kehidupan manusia dengan lingkungan alam menjadi sangat penting. Infrastruktur yang kurang (bahkan tidak) berfungsi akan memberikan dampak yang besar bagi manusia. Sebaliknya infrastruktur yang berlebihan untuk kepentingan manusia tanpa memperhitungkan kapasitas daya dukung lingkungan akan merusak alam yang pada hakekatnya akan merugikan manusia termasuk makhluk hidup yang lain. Berfungsi sebagai suatu sistem pendukung sistem sosial dan sistem ekonomi, maka infrastuktur perlu dipahami dan dimengerti secara jelas terutama bagi penentu kebijakan.

Social System

Economic System


(27)

2.2.2 Isu-Isu Infrastuktur

Persoalan infrastuktur merupakan persoalan kompleks karena hampir semua disiplin terlibat. Berikut ini beberapa dari sangat banyaknya persoalan infrastruktur yang dapat disebutkan, diantaranya:

 Perkembangan tata ruang kota yang tidak terkendali akibat urbanisasi sehingga pembangunan infrastuktur kalah cepat dengan perubahan tata guna lahan.

 Daya dukung lingkungan (terutama) daerah perkotaan menjadi sangat berkurang.

 Konflik elit politik yang potensial mengakibatkan disintegrasi bangsa.

 Konflik penduduk, potensial konflik daerah (kabupaten/kota) karena muncul egoisme akibat otonomi daerah.

 Sumber daya mineral dikelola oleh bermacam-macam institusi: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Kim Pras Wil, Pemerintah Kabupaten/Kota (akibat otonomi daerah), Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, Dinas Pengairan (dulu Pekerjaan Umum), Dinas Kehutanan dan lain-lain. Masing-masing berjalan menurut kebutuhan dan kepentingan tanpa koordinasi terpadu dan terorganisasi.

 Keterbatasan sumber dana pemerintah akibat krisis berkepanjangan bidang ekonomi yang belum ada tanda-tanda berakhir yang menimbulkan konflik sosial secara horizontal di masyarakat.


(28)

2.2.3 Sektor-Sektor Infastuktur 2.2.3.1Sektor Transportasi

Infrastruktur transportasi secara umum berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Infrastruktur transportasi mencakup transportasi jalan, perkeretaapiaan, angkutan sungai, danau, penyebrangan, transportasi laut dan udara. Pada umumnya infrastruktur mengemban fungsi pelayanan publik dan misi pembangunan nasional sebagian besar sumber pendanaannya masih tergantung kepada Pemerintah. Di sisi lain transportasi juga telah berkembang sebagai industri yang komersial.

Peranan infrastruktur transportasi semakin diperlukan untuk menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan, serta antar wilayah, antar perkotaan dan antar pedesaan. Peran transportasi dalam pembangunan perekonomian pada umumnya lebih luas daripada nilai kontribusi yang ditunjukkan dalam produktivitas sektor tersebut terhadap produk domestik bruto.

Bagian-bagian transportasi:

Transportasi jalan, meliputi: jembatan darat, jembatan layang, jalan tol, jalan untuk kendaraan bermotor roda dua, tiga dan empat, jalan propinsi, jalan kabupaten/kota.

Transportasi jalan rel, untuk kereta api.


(29)

Transportasi penyebrangan berupa pelabuhan, jembatan penyebrangan lintas propinsi dan antar negara, bandara, serta landasan pacu dan gedung.

2.2.3.2Sektor Sumber Daya Air

Pada umumnya pembangunan infrastruktur sumber daya air tidak berdiri sendiri tetapi terkait dengan pembangunan-pembangunan sektor-sektor lainnya karena infrastruktur merupakan penunjang atau pendukung pembangunan sektor-sektor tersebut. Pembangunan infrastruktur sumber daya air banyak memberikan dukungan yang besar antara lain untuk pembangunan pertanian (irigasi), perkebunan (waduk), pengendalian banjir (bendungan), penyediaan air baku perkotaan dan industri serta pembangkit listrik tenaga air (PLTA), terowongan pengendalian banjir, tanggul, sudetan dan sebagainya.

2.2.3.3Sektor Infrastruktur Ketenagalistrikan

Undang-Undang tentang ketenagalistrikan mengamanatkan bahwa usaha penyediaan tenaga listrik dilaksanakan oleh negara dan dilaksanakan oleh BUMN. Yakni PLN (Perusahaan Listrik Negara) baik mencakup PLTA, PLTGU, PLTU, PLTM, PLTD, PLTP. Fasilitas pembangkit, penyaluran berupa gardu induk dan transmisi dan distribusi mencakup tiang maupun aliran kabel.

2.2.3.4Sektor Infrastruktur Energi Gas


(30)

2.2.3.5Sektor Telekomunikasi

Meliputi: pemancar radio, jaringan transmisi, jaringan sambungan langsung internasional dan sumbangan langsung jarak jauh (SLJJ) untuk satelit telepon, stasiun penyiaran televisi: Pembangunan Satelit Domestik Palapa serta penyediaan jaringan website internet.

2.2.4 Infrastuktur dan Ekonomi

Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi, fasilitas transportasi memungkinkan orang, barang dan jasa diangkut dari satu tempat ke tempat lain di seluruh penjuru dunia, perannya sangat penting baik dalam proses produksi maupun dalam menunjang distribusi komoditi ekonomi dan ekspor. Telekomunikasi, listrik dan air merupakan elemen sangat penting dalam proses produksi dari sektor-sektor ekonomi seperti perdagangan, industri dan pertanian.

Keberadaan infrastruktur akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas bagi faktor-faktor produksi dan sebaliknya apabila mengabaikannya akan menurunkan produktivitasnya. Beberapa studi menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur dengan pertumbuhan Product Domestic Bruto (PDB) ternyata mempunyai hubungan yang erat. Elastisitas PDB terhadap infrastuktur perubahan persentase pertumbuhan PDB perkapita sebagai akibat dari naiknya satu persen ketersediaan infrastruktur.

Ketersediaan infrastruktur memerlukan dana untuk mendukung pertumbuhan ekonomi regional. Semakin tinggi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) maka keterseediaan infastruktur akan meningkat pula.


(31)

2.3Sejarah Jalan dan Jembatan di Indonesia

2.3.1 Awal Pembangunan Jalan dan Jembatan di Indonesia

Perkembangan pembangunan infrastruktur jalan di Indonesia berawal pada tahun 1800-an, khususnya setelah terjadi peralihan kekuasaan dari VOC ke tangan kerajaan Belanda. Kendaraan yang ditarik hewan telah lebih dahulu digunakan sebagai alat transportasi. Sarananya adalah kereta yang ditarik dengan kuda atau sapi yang dimanfaatkan untuk mengangkut hasil bumi. Atau ekstrimnya untuk mengangkut upeti sebagai persembahan kepada raja, dan kondisi ini sudah diketahui jauh sebelum kedatangan orang asing khusunya dari Barat. Sedangkan jembatan dibangun pada tahun 1900-an dimana jembatan yang dibangun masih dalam keadaan sangat sederhana sekali yaitu sebagai sarana penyebrangan melewati sungai.

Berdasarkan catatan, sebagian besar jaringan jalan di Indonesia dibangun pada zaman pemerintahan jajahan (kolonial) Belanda, yaitu antara akhir abad ke-16 dan awal abad ke-20. jalan Jakarta-Tangerang dan Jakarta-Bogor tercatat sebagai jalan pertama yang dibangun yaitu pada abad ke-17. Tahun 1808, pada saat awal kekuasaannya Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811) memerintahkan pembuatan jalan raya yang dirancang untuk menyambungkan daerah-daerah di pulau Jawa. Dengan terbangunnya jalan tersebut, pengembangan jaringan jalan dari Anyer hingga Panarukan menjadi lebih mudah dan jalan tersebut diperuntukkan bagi masalah pertahanan. Sebanyak kurang lebih 30.000 orang pekerja menjadi korban meninggal karena sistem kerja


(32)

paksa (verplichte diensten) yang diterapkan. Jalan sepanjang kurang lebih 1.000 kilometer tersebut dapat diselesaikan dalam waktu satu tahun.

Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dibangun dengan rute Bogor, Cipanas, Bandung, Sumedang, Karang Sambung (Cirebon), Surabaya hingga kota Banyuwangi. Pembangunan jalan tersebut telah sangat membantu memperpendek waktu perjalanan. Perjalanan yang sebelumnya membutuhkan waktu hingga 3 minggu dapat ditempuh hanya dalam waktu 5 hingga 10 hari.

Pembangunan jalan dilanjutkan dengan membuat jalan ke daerah pedalaman dari jalan poros tersebut, yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Inggris Sir Thomas Standford Raffles (1811-1816). Pembangunan dilanjutkan pada masa J van der Bosch dengan menerapkan model tanam paksa (culture stelsel), yang dimanfaatkan untuk mengangkut hasil perkebunan. Jalan tersebut dibangun untuk menghubungkan perkebunan dnegan titik distribusinya. Di samping itu jalan juga dibuat untuk kepentingan militer atau sistem pertahanan seperti pada masa perlawanan oleh Tuanku Imam Bonjol.

Demi kepentingan militer dan eksploitasi hasil bumi, beberapa segmen jalan juga dibangun. Pada tahun 1873 dibangun jalan utara-selatan, antara lain jalur Bogor-Sukabumi-Cianjur dan jalur Bandung-Ciamis-Majenang-Ajibarang-Purworejo-Yogyakarta-Sala-Ngawi-Caruban. Jalan ini terus dilanjutkan hingga mencapai Surabaya. Lompatan besar terjadi pada tahun 1911 dengan dibangunnya untuk pertama kali rencana induk (master plan) jaringan jalan di Pulau Jawa.

Pola jaringan tersebut terdiri atas:


(33)

b. Jalan primer selatan (Jakarta-Surabaya) yang dibangun di melalui kota-kota di daerah selatan.

c. Arteri timur (Surabaya-Probolinggo-Klakah-Jember-Banyuwangi). Jalan kolektor (Kerawang-Padalarang, Cirebon-Bandung, Tegal-Wangon-Cilacap, Semarang-Solo dan Cepu-Ngawi).

Di luar pulau Jawa, pada tahun 1913-1914 mulai dilaksanakan di Sumatera dan daerah Provinsi Aceh survey untuk merencanakan induk jaringan jalannya. Oleh Ir. S. Hotman van der Heide. Pada awal 1900-an pembangunan jalan cenderung tidak lagi ditujukan kepada kepentingan militer, tetapi sudah berubah orientasinya kepada kepentingan ekonomi. Tercatat juga pada tahun 1917 pembangunan jalan dilaksanakan di luar Pulau Jawa, yaitu jaringan yang disebut Flores Weg, jalan ini menghubungkan Larantuka dengan Ruteng, masing-masing di bagian timur dan barat Pulau Flores.

2.3.2 Penyelenggaraan Jalan

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 kegiatan penanganan jaringan jalan disebut sebagai pembinaan jalan yang sesuai Pasal 1 meliputi

penentuan sasaran dan perwujudan sasaran. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penentuan sasaran meliputi penyusunan rencana umum jangka panjang, penyusunan jangka menengah dan program perwujudan sasaran. Sementara itu perwujudan sasaran meliputi kegiatan penyusunan rencana


(34)

teknik, pembangunan dan pemeliharaan. Dengan pengertian seperti itu maka pihak yang melakukan penanganan jaringan jalan disebut sebagai Pembina Jalan.

Sesuai dengan kondisi pelaksanaan tugas penanganan jaringan jalan yang diperlukan, terminologi pembinaan jalan dalam arti kegiatan menangani jaringan dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 diperluas dan diubah menjadi

penyelenggaraan jalan yang mencakup semua aspek penanganan jaringan jalan yakni pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan dengan pengertian sebagai berikut:

a. Pengaturan Jalan adalah kegiatan yang meliputi perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum dan penyusunan peraturan perundang-undangan jalan.

b. Pembinaan Jalan diartikan sebagai kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia serta penelitian dan pengembangan jalan.

c. Pembangunan Jalan meliputi kegiatan pemprograman dan pengangguran, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan.

d. Pengawasan Jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan dan pembangunan jalan.

2.3.3 Pengelompokan Jalan

Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 sesuai peruntukkannya, jalan terdiri atas Jalan Umum, yakni jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas


(35)

umum dan Jalan Khusus yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri dan bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum.

Pengelompokan Jalan Umum dilakukan menurut sistem, fungsi, status dan kelas.

2.3.3.1Pengelompokan Jalan Umum Menurut Sistem

Menurut sistem dikenal adanya Sistem Jaringan Jalan Primer yaitu sistem jaringan jalan yang mempunyai peran pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan, yang dalam pengertian sederhana merupakan jaringan jalan antarperkotaan, dan Sistem Jaringan Jalan Sekunder yang merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat dalam kawasan perkotaan atau dalam bahasa sederhananya adalah jaringan jalan dalam kawasan perkotaan.

2.3.3.2Pengelompokan Jalan Umum Menurut Fungsi

Menurut fungsinya, jalan dikelompokkan sebagai Jalan Arteri, Jalan Kolektor, Jalan Lokal dan Jalan Lingkungan dengan pengertian yang tidak berubah dibandingkan dengan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980. Namun dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 dimasukkan kelompok Jalan Lingkungan yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor


(36)

13 Tahun 1980, yang merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan dekat dan kecepatan rata-rata rendah.

2.3.3.3Pengelompokan Jalan Umum Menurut Status

Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 sekalipun pengelompokan jalan menurut statusnya dimaksudkan agar terwujud kepastian hukum penyelenggaran jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, namun pengelompokkan jalan menurut status tidak didasarkan pada siapa penyelenggaranya namun lebih ditekankan kepada lingkup layanan jasa tersebut yakni nasional, provinsi, kabupaten, kota atau desa.

Jalan Nasional yang mempunyai lingkup layanan nasional adalah jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi dan jalan strategis nasional serta jalan tol.

Sedangkan Jalan Provinsi yang mempunyai lingkup layanan provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota atau antaribukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.

Kemudian Jalan Kabupaten yang mempunyai lingkup layanan kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabuipaten dan jalan strategis kabupaten.


(37)

Jalan Kota yang mempunyai lingkup layanan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan-jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil serta menghubungkan antar pemukiman yang berada di dalam kota.

Dan Jalan Desa adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpemukiman di dalam desa serta jalan lingkungan.

2.3.3.4Pengelompokan Jalan Umum Menurut Kelas

Kelas jalan yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 didasarkan pada spesifikasi penyediaan prasarana jalan yang mencakup sifat lalu lintas yang dilayani, pengendalian jalan masuk, jumlah jalur, median dan lebar jalur lalu lintas.

Pengelompokan jalan sesuai kelas jalan yang berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan tersebut terdiri atas: Jalan Bebas Hambatan (Freeway), Jalan Raya (Highway), Jalan Sedang (Road) dan Jalan Kecil (Street).

2.4Standar Pelayanan Minimal

Undang-Undang mewajibkan penyelenggara jalan untuk memenuhi tingkat pelayanan jalan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Standar Pelayanan Minimal tersebut yang menunjukkan keandalan pelayanan jalan meliputi Standar Pelayanan Jaringan Jalan dan Standar Pelayanan Minimal Ruas Jalan.


(38)

Standar Pelayanan Jaringan Jalan meliputi aspek aksebilitas (kemudahan pencapaian), mobilitas, kondisi jalan dan keselamatan sedangkan Standar Pelayanan Ruas Jalan meliputi aspek kondisi jalan dan kecepatan tempuh rata-rata.

Aksebilitas merupakan indikator pelayanan yang menunjukkan tersedianya jaringan jalan yang mudah diakses oleh masyarakat dengan indikator oleh jumlah panjang jalan di satu wilayah dalam kilometer panjang jalan perkilometer persegi luas wilayah (km/km2).

Mobilitas merupakan indikator pelayanan yang menunjukkan tersedianya jaringan jalan yang dapat menampung mobilitas masyarakat dengan indikator oleh jumlah panjang jalan di satu wilayah dalam kilometer panjang jalan per jumlah penduduk wilayah tersebut dalam satuan ribuan jiwa (km/1000 jiwa).

Keselamatan sebagai indikator pelayanan yang berupa tersedianya jaringan jalan yang dapat melayani pengguna jalan dengan aman adalah jumlah kejadian kecelakaan di satu wilayah per jumlah pergerakan di wilayah tersebut dalam satuan kendaraan, dalam satu tahun kalender (kejadian/kend/tahun).

Kondisi Jalan yang merupakan ukuran tersedianya ruas jalan yang dapat memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan ditunjukkan dengan nilai kerataan permukaan dan dinyatakan dengan IRI (International Roughness Index).

Kecepatan Tempuh Rata-Rata yang merupakan ukuran tersedianya ruas jalan yang dapat memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan ditunjukkan dengan perhitungan waktu tempuh rata-rata pada panjang ruas jalan yang dilalui (km/jam).


(39)

Penyelenggara jalan dalam menetapkan tingkat standar pelayanan minimal baik untuk jaringan jalan maupun ruas jalan di daerahnya harus cukup hati-hati dengan mempertimbangkan:

a. Kemampuan pendanaan penyediaan prasarana jalan.

b. Penggunaan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan-jalan untuk kepentingan baik lalu lintas maupun non lalu lintas, dan

c. Pemanfaatan ruang pengawasan jalan yang ikut mempengaruhi fungsi jalan. Standar Pelayanan Minimal untuk jaringan jalan dan masing-masing ruas jalan sebagai bagian dari rencana pemeliharaan jalan (road maintenance plan) harus dipublikasikan kepada masyarakat umum.

2.5Masalah Pembangunan Jalan

Jalan merupakan konstruksi yang lebih bersifat horizontal daripada vertikal dalam artian memanjang bukannya menjulang keatas. Konstruksi yang bersifat horizontal mempunyai ciri-ciri yang berbeda dari ciri-ciri konstruksi yang bersifat vertikal dan ciri-ciri tersebut berdampak timbulnya masalah sebagaimana dikemukakan berikut ini:

a. Masalah Sosial

Karena jalan merupakan konstruksi yang bersifat horizontal atau memanjang, sehingga memerlukan lahan yang cukup luas memanjang yang harus dibebaskan, dan sebagaimana sering kita saksikan, kegiatan pembebasan tanah merupakan kegiatan yang tidak mudah lebih-lebih di saat masyarakat umum


(40)

sekarang sudah “berani” menuntut haknya yang kadang-kadang didasarkan atas pemikirannya sendiri.

b. Masalah Enginerring

Konstruksi jalan adalah konstruksi yang terletak pada lahan yang memanjang beberapa km sehingga melewati lahan (tanah) yang mempunyai variasi baik sifat-sifat geotenik maupun sifat-sifat tanah yang sangat lebar atau sangat heterogen. Kondisi seperti ini sudah barang tentu menimbulkan masalah tersendiri dalam proses enginerring atau design sehingga memerlukan asumsi-asumsi dan pertimbangan yang tepat dan teliti bahkan lebih rumit. Beberapa hal yang memerlukan asumsi atau pertimbangan teliti tersebut antara lain adalah proses menetapkan CBR rata-rata tanah dasar, menetapkan homogeneus segment, keseimbangan “cut & fil” dan lain sebagainya.

c. Masalah Cuaca

Masalah cuaca khususnya musim hujan merupakan salah satu “penghalang” bagi setiap kegiatan yang dilakukan di tempat terbuka baik bagi kegiatan engineering maupun kegiatan konstruksi. Setiap kegiatan engineering, khususnya bagian survei dan investigasi di lapangan yang terganggu oleh hujan, acapkali menghasilkan produk engineering yang kurang optimal dan engineering yang kurang optimal akan berdampak kurang baik pada kegiatan konstruksinya. Pada kegiatan konstruksi jalan, hamper semua bagian kegiatan konstruksi tidak diperkenankan dilakukan pada waktu hujan. Dengan demikian jelaslah bahwa musim hujan merupakan salah satu “penghalang” bagi kegiatan konstruksi jalan. Dan pelanggaran atas ketentuan diatas


(41)

berdampak tidak tercapainya persyaratan mutu konstruksi jalan yang dihasilkan bahkan tertundanya penyelesaian kegiatan konstruksi tersebut, bahkan sering dupayakan penyelesaiannya dengan cara “kerja lembur” yang sering berdampak penurunan kualitas produk konstruksi yang dihasilkan. d. Masalah Pengawasan

Mudah dimengerti bahwa pengawasan kegaitan yang relatif “lebih menyebar”, lebih sulit daripada pengawasan kegiatan yang relatif “lebih terkonsentrasikan”. Dengan demikian mudah dimengerti pula bilamana pengawasan konstruksi jalan (kegiatan melebar) lebih sulit dibandingkan dengan pengawasan kegiatan konstruksi bangunan gedung (terpusat, vertikal).

2.6Pengeluaran Pemerintah

2.6.1 Dasar Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

a. Model Pembangunan tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran Pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi Pemerintah terhadap total investasi besar, sebab pada tahap ini Pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi Pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah


(42)

semakin membesar. Peranan Pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar dan juga menyebabkan Pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antarsektor yang semakin rumit. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air dan Pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.

Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap GNP semakin besar dan investasi Pemerintah dalam persentase terhadap GNP akan semakin kecil.

Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas Pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya.

Teori perkembangan peranan Pemerintah yang dikemukakan oleh Musgrave dan Rostow adalah suatu pandangan yang ditimbulkan dari pengamatan berdasarkan pembangunan ekonomi yang dialami oleh banyak negara, tetapi tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu. Selain itu, tidak jelas apakah tahap


(43)

pertumbuhan ekonomi terjadi tahap demi tahap, ataukah beberapa tahap dapat terjadi secara simultan.

b. Hukum Wagner

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran Pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap GNP yang juga didasarkan pula pengamatan negara-negara Eropa, USA dan Jepang pada abad ke-19. Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum, akan tetapi dalam pandangannya tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran Pemerintah dan GNP, apakah dalam pengertian pertumbuhan secara relatif ataukah secara absolut. Apabila yang dimaksud oleh Wagner adalah perkembangan pengeluaran Pemerintah secara relatif sebagaimana oleh teori Musgrave, maka hukum Wagner adalah sebagai berikut: Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat secara relatif pengeluaran Pemerintah pun akan meningkat.

Dasar hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju, tetapi hukum tersebut memberi dasar ditimbulkannya kegagalan pasar dan eksternalitas. Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan antara industri dengan industri, hubungan antara industri dengan masyarakat dan sebagainya menjadi semakin rumit atau kompleks. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan Pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena Pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum pendidikan, rekreasi kebudayaan dan sebagainya.


(44)

Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai Pemerintah (organic theory of state) yang menganggap Pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya.

 1 1 PPK PkPP ... 2 2  PPK PkPP PPKn PkPPn  Dimana:

PkPP : Pengeluaran Pemerintah Perkapita

PPK : Pendpatan Perkapita, yaitu GDP/Jumlah Penduduk 1, 2, … n : Jangka Waktu (Tahun)

Hukum Wagner Ditunjukkan dalam diagram diman kenaikan pengeluaran Pemerintah mempunyai bentuk eksponensial.

PPK PkPP Kurva 1 Kurva 2

Z = kurva perkembangan

pengeluaran pemerintah

waktu

1 2 3 4 μ

Gambar 2.2


(45)

c. Teori Peacock dan Wiseman

Peacock dan Wiseman mengemukakan perkembangan pengeluaran Pemerintah yang didasarkan pada suatu pandangan bahwa Pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran Pemerintah yang semakin besar tersebut, sehingga teori Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai tingkat toleransi pajak, yakni suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan Pemerintah untuk membiayai pengeluaran Pemerintah. Jadi msyarakat menyadari bahwa Pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas Pemerintah sehingga mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat toleransi pajak ini merupakan kendala bagi Pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena. Teori Peacock dan Wiseman adalah sebagai berikut:

Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran Pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan Pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran Pemerintah menjadi semakin besar.

Apabila keadaan normal tersebut terganggu, misalnya karena adanya perang, maka Pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang. Karena itu penerimaan Pemerintah dari pajak juga meningkat, dan


(46)

Pemerintah meningkatkan penerimaannya dengan cara meniakkan tarif pajak sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Keadaan ini disebut efek pengalihan (displacement effect) yaitu adanya suatu gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas Pemerintah. Selain itu banyak aktivitas Pemerintah yang baru kelihatan setelah terjaddinya perang. Dan ini disebut dengan efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan Pemerintah sebagian kegiatan ekonomi yang tadinya dilaksanakan oleh swasta. Ini adalah apa yang dinamakan efek konsentrasi (concentration effect).

Pengeluaran Pemerintah/GDP

Wagner, Solow Musgrave

Peacock dan Wiseman

waktu

Gambar 2.3

Teori Peacock dan Wiseman

Efek gangguan lain dari adanya gangguan sosial adalah apa yang disebut dengan efek inspeksi (inspection effect) yang timbul karena adanya masyarakat


(47)

sadar dan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh Pemerintah setelah selesainya gangguan sosial tersebut.

Hal yang perlu dicatat dari teori Peacock dan Wiseman adalah bahwa mereka mengemukakan bahwa adanya toleransi pajak, yaitu suatu limit perpajakan, akan tetapi mereka tidak menyatakan pada tingkat berapakah toleransi pajak tersebut.

2.7Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran Pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi: (Suparmoko, 1996:47)

1. Pengeluaran itu merupakan investasi untuk menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa-masa yang akan datang.

2. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat.

3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.

4. Penyediaan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga ahli yang lebih luas.

Berdasarkan penilaian ini kita dapat membedakan bermacam-macam pengeluaran negara seperti:

1. Pengeluaran yang self liquidting sebagian atau seluruhnya, artinya pengeluaran Pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima barang/jasa yang bersangkutan. Misalnya, pengeluaran untuk


(48)

jasa-jasa perusahaan negara atau untuk proyek-proyek produktif barang ekspor.

2. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan-keuntungan ekonomis bagi masyarakat, yang dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain akhirnya akan menaikkan penerimaan Pemerintah. Misalnya, pengeluaran untuk bidang pengairan, pertanian, pendidikan dan kesehatan masyarakat (public health).

3. Pengeluaran yang tidak self liquiditing maupun yang tidak produktif yaitu pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat misalnya, untuk bidang rekreasi, pendirian monumen, objek-objek tourisme dan sebagainya. Dan hal ini dapat juga mengakibatkan naiknya penghasilan nasional dalam arti jasa-jasa tadi.

4. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan misalnya, untuk pembiayaan pertahanan/perang meskipun pada saat pengeluaran terjadi penghasilan yang menerimanya akan naik.

5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang misalnya, pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu, kalau hal ini tidak dijalankan sekarang, kebutuhan-kebutuhan pemeliharaan bagi mereka di masa yang akan datang pada waktu usia yang lebih lanjut pasti akan lebih besar.

Di Indonesia pengeluaran Pemerintah dapat dibedakan dalam dua klasifikasi, yaitu:

1. Pengeluaran Rutin yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari meliputi, belanja pegawai,


(49)

belanja barang, berbagai macam subsidi, angsuran dan bunga utang Pemerintah serta jumlah pengeluaran lain.

Anggaran belanja rutin memegang peranan penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem Pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain diupayakan melalui pinjaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen/non lembaga non departemen dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap.

2. Pengeluaran Pembangunan yaitu pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan fisik dan non fisik.

Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil di mobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan.

Dalam teori ekonomi makro ada 3 pos utama pada sisi pengeluaran, yaitu: 1. Pengeluaran Pemerintah untuk pembelian barang dan jasa.

2. Pengeluaran Pemerintah untuk gaji pegawai.

3. Pengeluaran Pemerintah untuk pembayaran transfer (transfer payment).

Pembayaran transfer Pemerintah adalah pembayaran Pemerintah kepada individu yang tidak dipakai untuk menghasilkan barang dan jasa sebagai


(50)

imbalannya (Samuelson dan Nordhaus, 1994). Pengeluaran Pemerintah berupa pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat.

Pemerintah mampu mempengaruhi tingkat pendapatan keseimbangan menurut dua cara yang terpisah. Pertama, pembelian Pemerintah atas barang dan jasa. G merupakan komponen dari permintaan agregat. Kedua, pajak dan transfer mempengaruhi hubungan antara output dan pendapatan. Y dan pendapatan disposible (Pendapatan bersih yang siap untuk dikonsumsi dan ditabung) yang didapat oleh sektor swasta.

Perubahan dalam pengeluaran Pemerintah dan pajak akan mempengaruhi tingkat pendapatan. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa kebijakan fiskal dapat digunakan untuk menstabilkan perekonomian. Jika perekonomian berada dalam keadaan resesi, pajak harus dikurangi atau pengeluaran ditingkatkan untuk menaikkan output. Jika sedang berada dalam masa makmur (booming) pajak seharusnya dinaikkan atau pengeluaran Pemerintah dikurangi agar kembali ke penggunaan tenaga kerja penuh.

2.7.1 Akibat Ekonomis Pengeluaran Pemerintah

Pengusahaan kegiatan ekonomis oleh Pemerintah (pengeluaran Pemerintah) serta pemindahan tenaga beli dari satu kelompok orang ke lain kelompok secara potensial dapat mempunyai pengaruh yang berarti terhadap sektor swasta dan rumah tangga dalam perekonomian, antara lain:

1. Efek yang bersifat alokasi dan efisiensi, secara sadar Pemerintah mengalokasikan kembali sumber-sumber ekonomi dari berbagai barang dan


(51)

jasa dengan memproduksi barang-barang umum dan barang atau jasa yang mempunyai keuntungan eksternal.

Kegiatan alokasi ini merubah pengalihan sumber-sumber ekonomi karena pemberi dan penerima masing-masing mempunyai pola-pola pengeluaran yang berlainan. Secara langsung pengeluaran Pemerintah dapat mempengaruhi kesejahteraan melalui realokasi dari faktor-faktor produksi. Pemerintah dapat mempengaruhi efisiensi dalam melakukan kegiatan ekonomi. Adapun efek pengeluaran Pemerintah dari alokasi ini dapat ditempuh dengan cara seperti penyediaan barang-barang publik, kegiatan transfer dan pengenaan pembangunan pajak.

2. Efek yang menyangkut penyediaan faktor-faktor produksi, Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat GNP riil dengan mengubah persediaan dari berbagai faktor yang dapat dipakai dalam produksi melalui program-program pembiayaannya yang dapat mengubah kesediaan dari pemilik faktor-faktor untuk menyediakan faktor-faktor tersebut.

3. Efek yang menyangkut redistribusi/pembagian pendapatan dari pendapatan nasional. Pemerintah mempengaruhi pola redistribusi pendapatan rill melalui penyediaan keuntungan di satu pihak dan pengurangan pendapatan riil dari sektor swasta atau pendapatan di lain pihak, hasil akhirnya adalah satu pola pendapatan yang lain daripada bila tidak ada campur tangan Pemerintah.

4. Efek mengenai stabilitas dan pertumbuhan program pengeluaran serta pembiayaan akan mempengaruhi tingkat pencapaian full employment dengan


(52)

mengubah pengeluaran total dalam perekonomian dan juga mampu mengarah tingkat GNP serta dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesa penelitian.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kuantitatif. Yaitu data yang berbentuk bilangan dimana harganya berubah-ubah atau bersifat variabel. Dari nilainya, dikenal dua golongan data kuantitatif yaitu:

1. Data dengan variabel diskrit yang diperoleh dengan hasil menghitung atau membilang, contoh: Kabupaten B sudah membangun 85 gedung sekolah. 2. Data dengan variabel kontinu yang dengan hasil pengukuran, contoh: Luas

daerah sebesar 425,7 km2.

Dengan demikian metode penelitian dalam megumpulkan data yang digunakan penulis adalah metode kuantitatif dengan data variabel kontinu.

3.1Lokasi Penelitian

Dalam penulisan ini, daerah penelitiannya adalah seluruh Daerah Tingkat II propinsi Sumatera Utara.

3.2Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari lembaga publikasi, dimana dalam hal ini data


(54)

diperoleh dari Dinas Jalan dan Jembatan Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara.

3.3Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews 4.1.

3.4Model Analisis Data

Model analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika, dengan teknik analisis regresi linier berganda menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/OLS).

Model persamaannya adalah sebagai berikut:

Y = f (X1, X2) ... (1) Dengan spesifikasi model sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + µ ... (2) Model dibuat dalam bentuk logaritma karena nilai koefisien akan sekaligus menjadi nilai elastisitasnya.

LY = α + β1LX1 + β2LX2 + µ ... (3)

Keterangan:

Y = Pertumbuhan Sektor Industri diwakilkan dengan PDRB Sektor Industri atas dasar harga konstan (Rupiah)

α = Intercept


(55)

X1 = Jumlah Dana Pembangunan Jalan (Rupiah) X2 = Jumlah Dana Pembangunan Jembatan (Rupiah) µ = Kesalahan Pengganggu/Error Term

3.5Hipotesis Model

Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut: 0

1

 X

Y

Artinya jika X1 (Jumlah Dana Pembangunan Jalan) meningkat maka Y (Pertumbuhan Sektor Industri) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

0

2

 X

Y

Artinya jika X2 (Jumlah Dana Pembanguna Jembatan) meningkat maka Y (Pertumbuhan Sektor Industri) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.6Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.6.1 Uji t-Statistik (Uji Parsial)

Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regeresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

H0 : bi = b Ha : b i ≠ b


(56)

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap sama dengan 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y. Bila nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus:

Sbi b) -(bi hitung

-t 

Dimana:

bi = koefisien variabel ke-i b = nilai hipotesis nol

Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i

3.6.2 Uji F-Statistik (Uji Keseluruhan)

Uji F-Statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut:

H0 : b1 = b2 = bn ... bk = 0 (tidak ada pengaruh) Ha : b1 ≠ 0 ... i = 0 (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat dipeoleh dengan rumus:


(57)

k) -)/(n R -(1

b) -/(bi R hitung

-F 2

2

Keterangan:

R2 = Koefisien Determinasi

k = Jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan

n = Jumlah sampel

Dengan kriteria pengujian pada tingkat kepercayaan (1-α) 100% sebagai berikut: H0 diterima, jika F-hitung < F-tabel

H0 ditolak, jika F-hitung > F-tabel

3.6.3 Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi ini dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen memberi penjelasan terhadap variabel dependen

3.7Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1 Multikolinearity

Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah tedapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R-Square, F-hitung, t-hitung dan standart error.


(58)

Ciri khas multikolinearity diatndai dengan: 1. R2 nya tinggi

2. Standart errornya tidak terhingga

3. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori

4. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 5%, α = 10%, α = 1% Pengujian lainnya untuk multikolinearity ialah dengan melakukan pengujian yaitu:

1. X1 dijadikan sebagai variabel dependendan X2 sebagai variabel independen. 2. X2 dijadikan sebagai variabel dependen dan X1 sebagai variabel independen.

3.7.2 Serial Correlation/Auto Correlation

Auto korelasi terjadi bila error term (µ) dari periode waktu yang berbeda berkorelasi. Dikatakan bahwa Error Term berkorelasi atau mengalami korelasi serial apabila:

Variabel (ei,ej) ≠ 0, untuk i ≠ j, dalam hal ini dapat dikatakan memilki masalah auto korelasi. Adapun cara yang digunakan untuk mengetahui keberadaan auto korelasi yaitu dengan Durbin-Watson (D-W Test)

 t e ) e -(e hitung -D 2 2 1 -t t

Dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 = ρ = 0, artinya tidak ada auto korelasi Ha = ρ≠ 0, artinya ada auto korelasi


(59)

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk berbagai nilai α.

Hipotesis yang digunakan adalah:

Dimana:

H0 : tidak ada autokorelasi

dw < dl : tolak H0 (ada korelasi positif) dw > 4-dl : tolak H0 (ada korelasi negatif) du < dw < 4-du : terima H0 (tidak ada autokorelasi)

dl ≤ dw ≤ du : pengujian tidak dapat disimpulkan (inconclusive) (4-du) ≤ dw ≤ (4-dl) : pengujian tidak dapat disimpulkan (inconclusive)


(60)

3.8Definisi Operasional

1. Pertumbuhan Sektor Industri adalah persentase kenaikan sektor industri Sumatera Utara yang diwakilkan dengan PDRB Sektor Industri atas dasar harga konstan (Rupiah).

2. Jumlah Dana Pembangunan Jalan adalah jumlah dana anggaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah unutk pembangunan jalan (Rupiah).

3. Jumlah Dana Pembangunan Jembatan adalah jumlah dana anggaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk pembangunan jembatan ( Rupiah).


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara 4.1.1 Kondisi Geografis

Propinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1º - 4º LU dan 98º - 100º BT dengan luas 71.680 km2 atau terbesar ketujuh dari luas wilayah Republik Indonesia. Batas-batas propinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

 Sebelah utara berbatasan dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

 Sebelah selatan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat dan Riau.

 Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

 Sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka.

Berdasarkan letak dan kondisi alamnya, propinsi Sumatera Utara terbagi dalam tiga kelompok wilayah, yaitu: Pantai Barat yang terdiri dari Tapanuli Selatan, Tapanuli tengah, Sibolga dan Nias. Pantai Timur terdiri dari Medan, Binjai, Langkat, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai dan Labuhan Batu sedangkan daratan tinggi terdiri dari Tapanuli Utara, Simalungun, P. Siantar, Karo dan Dairi.

4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi

Karena terletak dekat dengan khatulistiwa, Propinsi Sumatera Utara mempunyai iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin Passat dan angin Muson.


(62)

Kelembaban udara rata-rata 78% - 91% per tahun. Sebagaimana propinsi lain, musim hujan biasanya dimulai pada bulan November sampai bulan Maret dan musim kemarau biasanya terjadi pada bulan April sampai bulan Oktober, diantara kedua musim ini diselingi oleh musim pancaroba. Ketinggian Propinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian diantaranya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 35º C. Sebagian diantaranya berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 14º C.

4.1.3 Kondisi Demografis

Propinsi Sumatera Utara merupakan propinsi yang ke-4 terbesar dalam jumlah penduduknya di Indonesia setelah Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Dihuni oleh berbagai suku seperti Batak, Melayu, Aceh, Minangkabau, Jawa serta menganut berbagai agama seperti Kristen, Islam, Hindu, Budha dan berbagai aliran kepercayaan lainnya.

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 jumlah penduduk propinsi Sumatera Utara sebesar 11.506 juta jiwa. Dari jumlah ini sebanyak 57,36% tinggal di daerah pedesaan dan sisanya tinggal di perkotaan. Kepadatan penduduk mencapai 143 jiwa/km2 dengan laju pertumbuhan penduduk 1,04% per tahun (kurun waktu tahun 1999-2004).

4.2 Perkembangan Ekonomi Sumatera Utara

Aktivitas perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2003 sampai 2004, pertumbuhan ekonomi tahun 2004 tumbuh 5,74% lebih tinggi dari tahun 2003


(63)

yang sebesar 4,31%. Disamping itu, indikator ekonomi Sumatera Utara relatif mengalami perbaikan sehingga turut mempengaruhi roda perekonomian Sumatera Utara secara keseluruhan. Begitu juga memasuki tahun 2005, tidak terlalu banyak mengalami perubahan dari tahun 2003, walaupun sedikit diwarnai perkembangan yang cukup ketat akibat kebijakan non-populer dari pemerintah dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pada tahun 2005 terjadi penurunan perekonomian dari tahun sebelumnya, dimana pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara menjadi 5,48%.


(64)

Distribusi Persentase PDRB Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1997 – 2009 (%)

No Lapangan Usaha 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pertanian Penggalian Indus. Pengolahan Listrik, Gas & Air Bangunan Perdagangan Angkutan Keuangan Jasa-Jasa 4.71 0.01 16.91 4.67 4.10 28.37 17.50 15.84 7.88 4.87 0.01 16.62 4.67 4.12 28.44 17.53 15.87 7.85 5.02 0.01 16.37 4.72 4.14 28.49 17.55 15.90 7.80 4.87 0.01 16.64 4.63 4.03 28.92 17.81 15.53 7.55 4.84 0.01 16.43 4.55 3.94 3.001 17.59 15.35 7.30 6.13 0.01 16.02 4.85 3.33 26.62 17.57 16.81 7.66 6.13 0.01 16.02 4.85 3.33 26.62 17.57 16.81 7.66 6.13 0.01 16.02 4.85 3.33 26.62 17.57 16.81 7.66 6.13 0.01 16.02 4.85 3.33 26.62 17.57 16.81 7.66 6.13 0.01 16.02 4.85 3.33 26.62 17.57 16.81 7.66 6.15 0.01 16.00 4.77 3.41 26.62 17.44 16.81 7.53 6.17 0.01 16.02 4.81 3.22 26.73 17.57 16.81 7.66 6.13 0.01 16.02 4.85 3.35 26.60 17.57 16.51 7.96

PDRB Kota Medan 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00


(65)

Tabel 4.2

PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Penggunaan Tahun 2000 - 2004 (Jutaan Rupiah)

In 2000 – 2004 (Million Rupiahs) No Type of Expenditure Jenis Penggunaan 2000 2001 2002 2003 2004*

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Konsumsi Rumah Tangga

Household Consumption

40.075.042,17 45.787.765,55 52.406.865,12 57.954.335,67 63.439.511,22 a. Makanan/Food 25.852.409,70 29.130.176,44 32.686.161,78 35.850.552,05 38.526.815,16

b. Bukan Makanan/Non Food 14.222.632,47 16.657.589,11 19.720.703,34 22.103.783,62 24.912.696,06

2. Lembaga Swasta Yang Tidak

Mencari Untung Non Profit Institution

299.205,82 366.374,48 394.288,72 497.222,50 554.795,64

3. Konsumsi Pemerintah

Government Consumption

4.891.779,00 4.956.036,00 5.944.955,00 8.410.274,00 9.675.755,00

4. Pembentukan Modal

Capital Formation

9.470.686,00 11.181.282,16 12.875.645,69 15.293.452,28 19.179.274,78

5. Perubahan Stok

Change in Stock

2.950.033,09 3.426.242,58 2.106.192,83 3.985.970,33 2.970.054,87

6. Ekspor/Export 29.178.014,37 35.016.020,28 37.700.183,76 38.145.457,02 47.144.533,55

a. Luar Negeri/Abroad 20.487.892,65 23.569.728,38 26.674.101,65 25.100.930,07 35.929.580,38 b. Antar Propinsi/Trans Provincial 8.690.121,72 11.446.291,90 11.026.082,11 13.044.526,95 11.214.953,17

7. Dikurang Impor/ Less Import 17.710.648,07 21.402.385,91 21.757.983,60 20.885.341,34 24.863.413,63 a. Luar Negeri/Abroad 7.273.645,40 9.246.797,26 8.033.685,25 6.178.373,73 9.044.541,17

b. Antar Propinsi/Trans Provincial 10.437.002,67 12.155.588,65 13.724.298,35 14.706.967,61 15.818.872,46

PDRB/GRDP 69.154.112,38 79.331.335,14 89.670.147,52 103.401.370,47 118.100.511,43


(66)

4.3 Dana Anggaran Pembangunan Jalan dan Jembatan Propinsi Sumatera Utara

Tabel 4.3

Dana Anggaran Pembangunan Jalan dan Jembatan

Tahun Dana Anggaran Jalan

(Rupiah)

Dana Anggaran Jembatan (Rupiah)

1988 11,089,200,000 21,980,000,000

1989 14,718,400,000 33,989,800,000

1990 16,014,400,000 31,982,900,000

1991 23,750,600,000 39,829,100,000

1992 39,165,100,000 45,230,000,000

1993 43,988,000,000 32,982,900,000

1994 52,605,300,000 42,938,290,000

1995 51,197,500,000 23,081,110,000

1996 51,000,000,000 23,002,270,000

1997 53,800,000,000 19,221,675,000

1998 45,390,000,000 21,276,438,000

1999 67,543,000,000 32,198,200,000

2000 89,567,200,000 45,337,263,000

2001 105,931,405,000 37,536,210,000

2002 107,656,405,000 65,478,430,000

2003 158,441,190,000 45,736,327,000

2004 170,400,000,000 88,277,564,000

2005 113,559,000,000 74,583,200,000

2006 255,873,453,000 102,893,182,000

2007 278,937,312,000 181,082,730,000

2008 261,134,381,840 170,283,000,000


(67)

4.4 Analisis Pengaruh Alokasi Dana Pembangunan Jalan dan Jembatan Terhadap Sektor Industri di Propinsi Sumatera Utara

4.4.1 Hasil Estimasi Model

Dalam mengestimasikan faktor-faktor pengaruh alokasi dana pembangunan jalan dan jembatan terhadap sektor industri di propinsi Sumatera Utara, secara sistematis model persamaannya dirumuskan sebagai berikut:

LY = α + β1LX1 + β2LX2 + µ

Dimana:

LY = Pertumbuhan Sektor Industri diwakilkan dengan PDRB Sektor

Industri atas dasar harga konstan (Rupiah)

α = Intercept

β1, β2 = Koefisien Regresi

LX1 = Jumlah Dana Pembangunan Jalan (Rupiah)

LX2 = Jumlah Dana Pembangunan Jembatan (Rupiah)


(68)

Berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dan telah diolah dalam persamaan maka hasil analisis nya adalah sebagai berikut:

LY = 2.105988 + 0.590063 LX1 + 0.645822 LX2

Variabel Koefisien Standar Error t-Statistik

(Constant) Y 2.105988 0.723176 2.912138

X1 0.590063 0.160375 3.679280

X2 0.645822 0.236570 2.729942

R-Square : 0.750110

Adjusted R-squared : 0.722344

F-Statistik : 27.01581

Durbin-Watson : 0.877780

Sumber: Hasil Regresi Eviews 4.1

4.4.2 Interpretasi Model

Maka dapat diinterpretasikan untuk setiap variabel-variabel bebas adalah sebagai berikut:

a. Variabel Jumlah Dana Pembangunan Jalan (X1)

Variabel Jumlah Dana Pembangunan Jalan (X1) mempunyai pengaruh positif (+) terhadap sektor industri, dengan nilai koefisien regresi yang ada sebesar 0.590063, artinya apabila variabel jumlah dana pembangunan jalan mengalami kenaikan sebesar 10%, maka akan menaikkan sektor industri sebesar 5,9%, ceteris paribus.


(69)

b. Variabel Jumlah Dana Pembangunan Jembatan (X2)

Variabel Jumlah Dana Pembangunan Jembatan (X2) mempunyai pengaruh positif (+) terhadap sektor industri, dengan nilai koefisien regresi yang ada sebesar 0.645822, artinya apabila variabel tingkat pendidikan mengalami kenaikan sebesar

10%, maka akan menaikkan permintaan asuransi kerugian sebesar 6,5%, ceteris

paribus.

4.5 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian)

4.5.1 Uji t-Statistik (Uji Parsial)

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan.

1. Variabel Jumlah Dana Pembangunan Jalan (X1)

a. Hipotesa : H0 : b1 = 0 H1 : b1 ≠ 0

b. dF = n-k-1 = 20-2-1 = 17 c. α =1 %

d. t-tabel = 2.898


(70)

a) Ha diterima apabila t-hitung > t-tabel (α =1%) b) H0 diterima apabila t-hitung < t-tabel (α =1%) f. t-hitung = 3.679280 (hasil olahan data)

g. Keputusan :

Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa t-hitung > t-tabel, artinya Ha diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel Jumlah Dana Pembangunan Jalan (X1) berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel Sektor Industri (Y) pada tingkat kepercayaan 99%.

Ha diterima Ha diterima

H0 diterima

-2.898 0 +2.898 3.679280

Gambar 4.1

Kurva Uji t-statistik Variabel Jumlah Dana Pembangunan Jalan

2. Variabel Jumlah Dana Pembangunan Jembatan (X2)

a. Hipotesa : H0 : b1 = 0 H1 : b1 ≠ 0

b. df = n-k-1 = 20-2-1 = 17 c. α =5%


(71)

e. Kriteria Pengambilan Keputusan :

b) Ha diterima apabila t-hitung > t-tabel (α =10%) c) H0 diterima apabila t-hitung < t-tabel (α =10%) f. t-hitung = 2.729942 (hasil olahan data)

g. Keputusan :

Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa t-hitung > t-tabel, artinya Ha diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel Jumlah Dana Pembangunan Jembatan (X2) berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel Sektor Industri (Y) pada tingkat kepercayaan 95%.

Ha diterima Ha diterima

-2.110 0 +2.110 2.729942

Gambar 4.2


(72)

4.5.2 Uji F-Statistik (Uji Keseluruhan)

Uji F-Statistik berguna untuk pengujian signifikansi pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap nilai variabel dependen. Uji ini melihat seberapa besar pengaruh variabel X1 (Jumlah Dana Pembangunan Jalan), X2 (Jumlah Dana Pembangunan Jembatan) secara bersama-sama terhadap Y (Sektor Industri). a. Hipotesa : H0 : β1 = β2 = 0

H1 : β1 ≠β2 ≠ 0 b. f1 = k-1 = 2-1 = 1

f2 = n-k = 20-2 = 18 c. α = 1%

d. F-tabel = 8.29

e. Kriteria Pengambilan Keputusan :

a) Ha diterima, apabila F-hitung > F-tabel (α =1%) b) H0 diterima, apabila F-hitung < F-tabel (α =1%) f. F-hitung = 27.01581 (hasil olahan data)

g. Keputusan :

Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa F-hitung > F-tabel, artinya Ha diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama Jumlah Dana Pembangunan Jalan), Jumlah Dana Pembangunan Jembatan secara bersama-sama terhadap Sektor Industri pada tingkat kepercayaan 99%.


(73)

0 8.29 27.01581

Gambar 4.3 Kurva Uji F-Statistik

4.5.3 Koefisien Determinasi (R-Square)

R2 = 0.750110

Dari hasil regresi yang telah diolah tersebut maka diperoleh nilai koefisien sebesar 0.75. Hal ini menggambarkan bahwa variabel bebas yang secara bersamaan dapat menjelaskan variabel terikat sebesar 75% sedangkan sisanya 25% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam estimasi model.

4.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

4.6.1 Multikolinearity

Merupakan suatu alat untuk mengetahui suatu kondisi apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Pada hasil regresi diatas, untuk dapat mendeteksi kecenderungan ada tidaknya multikolinearitas dapat diperoleh melalui ketentuan sebagai berikut:

H0 diterima


(1)

5.2 Saran

Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Perlunya efisiensi dalam penggunaan dana anggaran pembangunan sektor Jalan dan Jembatan.

2. Perlunya mencari variabel lain yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan sektor industri.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ace Partidirejo, 2004. Perhitungan Pendapatan Nasional, Jakarta: PT. Karya Uni Press.

Anwar Sadli, 2002. Ekonomika Pembangunan, Edisi ke-5, Cetakan Kedelapan, Jakarta: PT. Prenhallindo.

Basri, Faisal, 2002. Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI Distorsi, Peluang dan Kendala, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Deliarnov, 2004. Pengantar Ekonomi Makro, Jakarta: Universitas Indonesia.

Hadari Nawawi, 2001. Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Universitas Gajahmada J. Supranto, 2001. Statistik Teori dan Aplikasi, Cetakan Kedua, Jakarta: PEnerbit

Erlangga.

Jhingan ML, 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta: Rajawali, Press.

Komaruddin, 2004. Analisa Organisasi Manajemen Modern, Edisi Baru, Jakarta: Penerbit CV. Rajawali.

Krugman, Paul, R, dan Obstfeld, Maurice, 2000. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijaksanaan, Jakarta: Rajawali Press.

Reksopoetranto, S, 2004. Manajemen Proyek Pembangunan, Jakarta: Fakultas Ekonomi UI.

Sudjana, 2002. Metoda Statistika, Bandung: Penerbit Tarsito.

Sukirno, Sadono, 2000. Ekonomi Pembangunan Proses Masalah dan Dasar Kebijaksanaan, Jakarta: Bina Grafika.


(3)

Artikel:

SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.


(4)

Lampiran 1

DATA VARIABEL REGRESI

PDRB Sektor Industri atas dasar harga konstan (Rupiah)

(Y)

Dana Anggaran Jalan (Rupiah) (X1) Dana Anggaran Jembatan (Rupiah) (X2) 183.743.400.000 11.089.200.000 21.980.000.000 213.743.400.000 14.718.400.000 33.989.800.000 325.130.500.000 16.014.400.000 31,982,900,000 358.363.700.000 23.750.600.000 39,829,100,000 411.473.600.000 39.165.100.000 45,230,000,000 517.892.700.000 43.988.000.000 32,982,900,000 625.428.700.000 52.605.300.000 42,938,290,000 737.292.810.000 51.197.500.000 23,081,110,000 735.243.500.000 51.000.000.000 23,002,270,000 829.822.200.000 53.800.000.000 19,221,675,000 881.087.001.000 45.390.000.000 21,276,438,000 930.109.827.000 67.543.000.000 32,198,200,000 1.210.921.800.000 89.567.200.000 45,337,263,000 1.989.996.730.000 105.931.405.000 37,536,210,000 2.239.873.200.000 107.656.405.000 65,478,430,000 2.537.454.150.000 158.441.190.000 45,736,327,000 3.725.206.260.000 170.400.000.000 88,277,564,000 3.842.146.290.000 113.559.000.000 74,583,200,000 4.095.426.840.000 255.873.453.000 102,893,182,000


(5)

Lampiran 2

HASIL REGRESI

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 09/08/09 Time: 16:33 Sample: 1988 2008

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.105988 0.723176 2.912138 0.0093

X1 0.590063 0.160375 3.679280 0.0017

X2 0.645822 0.236570 2.729942 0.0137

R-squared 0.750110 Mean dependent var 6.963703 Adjusted R-squared 0.722344 S.D. dependent var 1.022529 S.E. of regression 0.538802 Akaike info criterion 1.732625 Sum squared resid 5.225528 Schwarz criterion 1.881842 Log likelihood -15.19256 F-statistic 27.01581 Durbin-Watson stat 0.877780 Prob(F-statistic) 0.000004


(6)

Lampiran 3

Uji Multikolinearitas

Jumlah Dana Pembangunan Jalan (X1) terhadap Jumlah Dana Pembangunan Jembatan (X2) Dependent Variable: X1

Method: Least Squares Date: 07/14/09 Time: 20:19 Sample(adjusted): 2001 2007

Included observations: 7 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 19.36342 145.8746 0.132740 0.8996

X2 1.376025 0.667790 2.060564 0.0944

R-squared 0.459221 Mean dependent var 306.0343 Adjusted R-squared 0.351065 S.D. dependent var 144.0752 S.E. of regression 116.0619 Akaike info criterion 12.58108 Sum squared resid 67351.78 Schwarz criterion 12.56563 Log likelihood -42.03378 F-statistic 4.245925 Durbin-Watson stat 2.755146 Prob(F-statistic) 0.094365

Jumlah Dana Pembangunan Jembatan (X2) terhadap Jumlah Dana Pembangunan Jalan (X1)

Dependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 07/14/09 Time: 20:20 Sample(adjusted): 2001 2007

Included observations: 7 after adjusting endpoints