Analisis Pengaruh Ekspor Kayu Lapis Dan Kerajinan Tangan Terhadap Sektor Industri Propinsi Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH EKSPOR KAYU LAPIS DAN

KERAJINAN TANGAN TERHADAP SEKTOR INDUSTRI

PROPINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan oleh:

Nama : Udur Basaria Pakpahan

Nim : 050523029

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

ABSTRACT

Industrial sector still be main export with composition role 83.69 percent in the year 2005. Plywood and handicraft which give big role for industrial sector. Plywood and handicraft export as the labour intensive industry which mean will create job opportunity.

The main product of industry commodity which is still become the number one as biggest commodity is plywood export although from year to year it show the degradation in world marketing. This matter influenced by many issue about continuation of world forest, which made the product of forest exported have to fulfill the standard in management of forest which have been specified by the target state.

This research use the annual data from the year of 1987 to 2006, the sources come from The Center of Statistical. The purpose of this research is to seek how big the influence of plywood and handicraft export for the industrial sector.

Based on the research which have been analyze, that the export of plywood and handicraft have influence to the industrial sector. But the significant influence from the industrial sector is from plywood export.


(3)

ABSTRAK

Sektor Industri masih merupakan primadona ekspor dengan komposisi peran 83,69 persen tahun 2005. Komoditi kayu lapis dan kerajinan tangan memberikan peranan yang besar terhadap sektor industri. Ekspor kayu lapis dan kerajinan tangan merupakan industri padat karya yang berarti menciptakan kesempatan kerja.

Komoditi utama hasil industri yang saat ini masih tetap menjadi salah satu komoditi terbesar adalah ekspor kayu lapis maupun dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan di pasaran dunia. Hal ini banyak di pengaruhi oleh isu tentang pelestarian hutan dunia, dimana produk-produk hasil hutan yang di ekspor harus memenuhi syarat dalam pengelolaan hasil hutan yang telah di tetapkan Negara tujuan.

Penelitian ini menggunakan data tahunan dari tahun 1987-2006 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh ekspor kayu lapis dan kerajinan tangan terhadap sektor industri.

Berdasarkan penelitian yang telah di analisis, bahwa ekspor kayu lapis dan kerajinan tangan mempunyai pengaruh terhadap sektor industri. Tetapi pengaruh signifikan/nyata terhadap sektor industri adalah ekspor kayu lapis.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas segala kebaikan dan kasih setia-Nya memberikan kesehatan, kekuatan, pengetahuan, dan kesempatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Analisis pengaruh ekspor kayu lapis dan kerajinan tangan terhadap Sektor Industri Propinsi Sumatera Utara”.

Skripsi ini dibuat adalah sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana dari Program Pendidikan Strata-I Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.

Dalam mengerjakan skripsi ini penulis telah mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, baik materil, spiritual, dan juga doa. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Jurusan

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, M.Soc, Ph.D selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembanding I .

4. Bapak Drs. H.B. Tarmizi, SU sebagai Dosen Pembimbing.


(5)

6. Bapak dan Ibu Dosen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Pimpinan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara.

8. Orang tua yang tercinta (V.Pakpahan/R.Simorangkir) serta adik-adikku (Bethauly, Johanes, Trisnawati, Gunawan) yang telah mendidik, menyayangi, membimbing, mendukung dalam doa, dan membiayai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman Ekonomi Pembangunan, teman-teman satu rumahku dan teman-teman KTB, terima kasih untuk semua perhatian, waktu dan doanya.

Walaupun penulis telah berupaya semaksimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan isi skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Medan, Februari 2008

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRACT... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vii

Bab I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

Bab II URAIAN TEORITIS ... 5

2.1 Perdagangan Internasional ... 5

2.1.1 Latar Belakang Perdagangan Internasional... 5

2.1.2 Revolusi Internasional... 6

2.1.3 Merkantilisme ... 7

2.1.4 Teori Keunggulan Mutlak (Absolut Advantage) ... 7

2.1.5 Keunggulan Komperatif... 10

2.1.6 Konsep Opportunity Cost... 11

2.2 Ekspor 2.2.1 Strategi Pemasaran Ekspor ... 12


(7)

2.2.2.1 Perbedaan antara kebutuhan dan keinginan ... 14

2.2.2.2 Pengaruh kemampuan daya beli terhadap pemenuhan Kebutuhan dan keinginan... 14

2.2.3 Pengertian Komoditi atau Produk ... 15

2.2.4 Komoditi “Siap Ekspor” ... 17

2.2.5 Kegiatan Ekspor ... 19

2.2.6 Penjualan Ekspor dan Pemasaran Ekspor ... 20

2.2.6.1 Penjualan Ekspor... 20

2.2.6.2 Pemasaran Ekspor ... 20

2.3 Industri ... 21

2.3.1 Pengertian Industrialisasi ... 21

2.3.2 Keuntungan Sektor Industri ... 22

2.3.3 Arah yang dapat diukur dalam pengembangan industri... 23

Bab III METODOLOGI PENELITIAN... 25

3.1 Ruang Lingkup Penelitian... 25

3.2 Jenis Data dan Sumber Data ... 25

3.3 Model Analisis Data... 26

3.4 Uji Estimator ... 26

3.4.1 Kofisien Determinasi (R-Square)... 26

3.4.2 Uji t Statistik ... 27

3.4.3 Uji F Statistik ... 27


(8)

3.5 Defenisi Operasional Variabel ... 29

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

4.1 Sejarah Singkat Sumatera Utara... 30

4.2 Lokasi dan Keadaan Geografis ... 36

4.3 Iklim ... 37

4.4 Jumlah Penduduk ... 38

4.5 Ketenagakerjaan... 40

4.6 Hasil Penelitian ... 41

4.6.1 Hipotesis Variabel... 43

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran... 49

DAFTAR PUSTAKA ... viii LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Contoh Negara dengan Efisiensi Sumber Daya……….. 9 Tabel 2 : Ekspor Kayu Lapis, Ekspor Kerajinan Tangan dan Total Industri.. 41 Tabel 3 : Koefisien Pengaruh Ekspor Kayu Lapis dan Kerajinan Tangan


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan rangkuman laju pertumbuhan dari berbagai sektor ekonomi yang menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan Nasional dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian pembangunan yang dilaksanakan harus meliputi semua sektor, terutama yang erat kaitannya dengan kelangsungan hidup orang banyak (masyarakat). Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pertumbuhan daerah sehingga mampu menjalankan pemerintahan dengan baik. Pembangunan yang sedang dilaksananakan sekarang ini mempunyai arti tersendiri, karena memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas.

Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan teknologi tertentu di bidang komunikasi dan informasi telah mengakibatkan menyatunya pasar domestik dengan pasar internasional. Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang telah membuka diri untuk ikut ambil bagian dalam perdagangan internasional dan dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang sangat cepat, maka dituntut kemampuan untuk bisa ikut bersaing di


(11)

dalamnya. Untuk itu diperlukan strategi pengembangan ekspor yang kuat dan tangguh yang dapat tercapai bilamana produk ekspor yang pada dasarnya ditujukan untuk menciptakan struktur ekspor yang kuat dan tangguh tersebut telah semakin beragam, penyebaran pasarnya makin luas dan pelakunya juga makin banyak. Sehingga diperlukan adanya diversifikasi baik produk, pasar maupun pelakunya.

Kegiatan ekspor akan tetap menempati peranan penting sebagai penggerak ekonomi dalam negeri pada dekade mendatang, hal ini terlihat dengan banyaknya usaha untuk mendorong kegiatan ekspor, baik yang dilakukan pemerintah maupun pengusaha, misalnya dengan dikeluarkannya kebijaksanaan seperti: menurunkan bea masuk beberapa pos tarif impor (khususnya bahan baku penunjang ekspor). Penyederhanaan tata niaga ekspor komoditi tertentu dan kebijaksanaan lain.

Salah satu usaha untuk mendorong ekspor adalah dengan peningkatan promosi kepada calon-calon pembeli dengan mengadakan sejumlah pameran produk Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri, bukan hanya di negara-negara sasaran ekspor tradisional seperti Amerika Serikat, Eropa Barat, dan Jepang saja tetapi juga di kawasan non tradisional seperti Timur Tengah, Asia, Amerika Latin dan lain-lain.

Sektor industri masih merupakan primadona ekspor dengan komposisi peran 83,69 persen tahun 2005. Komoditi kayu olahan (kayu lapis) dan kerajinan tangan memberikan peranan yang besar terhadap sektor industri. Ekspor hasil kayu olahan (kayu lapis) dan kerajinan tangan merupakan industri padat karya,


(12)

Besarnya peluang ekspor di suatu daerah sangat membantu mobilitas daerah tersebut. Sumatera Utara selaku salah satu daerah otonom harus dapat meningkatkan pendapatan daerah Sumatera Utara. Salah satu kegiatan ekonomi peningkatan pendapatan daerah adalah kegiatan ekspor dari sektor Industri.

Komoditi utama hasil industri yang saat ini masih tetap menjadi salah satu komoditi terbesar adalah ekspor kayu lapis walaupun dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan di pasaran dunia. Hal ini banyak dipengaruhi oleh isu tentang pelestarian hutan dunia, dimana produk-produk hasil hutan yang di ekspor harus memenuhi syarat dalam pengelolaan hasil hutan yang telah ditetapkan Negara tujuan.

Dari uraian diatas penulis tertarik mengangkat judul dalam penelitian ini:

“Analisis pengaruh ekspor kayu lapis dan kerajinan tangan terhadap Sektor Industri Propinsi Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Seberapa besar pengaruh ekspor kayu lapis dan kerajinan tangan terhadap sektor industri Propinsi Sumatera Utara.

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, dimana kebenarannya masih perlu dibuktikan atau diuji secara empiris.


(13)

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

Ekspor kayu lapis dan kerajinan tangan mempunyai pengaruh yang positif terhadap sektor industri Propinsi Sumatera Utara

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perkembangan ekspor kayu lapis dan kerajinan tangan Propinsi Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh antara ekspor kayu lapis dan kerajinan tangan terhadap perkembangan sektor industri Propinsi Sumatera Utara.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Menambah, melengkapi sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada menyangkut topik yang sama.

2. Untuk menambah pengetahuan penulis khususnya dalam bidang ekspor. 3. Sebagai referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.


(14)

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1 Perdagangan Internasional

2.1.1 Latar Belakang Perdagangan Internasional

Perdagangan antarnegara atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional, sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam ruang lingkup dan jumlah yang terbatas, dimana pemenuhan kebutuhan setempat (dalam negeri) yang tidak dapat diproduksi, dipenuhi dengan cara barter (pertukaran barang dengan barang lainnya yang dibutuhkan oleh kedua belah pihak, dimana masing-masing Negara tidak dapat memproduksi barang tersebut untuk kebutuhannya sendiri).

Adapun sebab-sebab umum yang mendorong terjadinya perdagangan internasional adalah sebagai berikut: (Hendra Halwani, page:18)

1. Sumber daya alam (natural resources). 2. Sumber daya modal (capital resources) 3. Tenaga Kerja (human resources) 4. Teknologi

Perdagangan antarnegara berlangsung atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual beli antara para pedagang (traders) dari berbagai belahan wilayah hingga di luar batas Negara.

Keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing Negara, dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan. Teori


(15)

mengenai keunggulan komparatif berkembang sebagai basis perdagangan internasional.

2.1.2 Revolusi Industri

Revolusi industri lahir di Inggris, telah membawa Inggris menjadi Negara yang paling handal di dunia dalam perdagangan Internasional. Negara-negara yang baru memasuki proses industrialisasi merasakan tekanan perdagangan yang tidak seimbang dari serbuan barang-barang impor, terutama dari Inggris. Sehingga mereka mulai menerapkan pengenaan tarif sebagai upaya melindungi industri dalam negeri yang masih dalam taraf pemula (infant industry protection).

Pada dasarnya perdagangan internasional bisa terjadi apabila kedua belah pihak memperoleh manfaat atau keuntungan dalam perdagangan tersebut (gains from trade). Namun, yang terpenting dalam perdagangan internasional adalah bahwa dua Negara melakukan transaksi perdagangan yang saling menguntungkan. Perdagangan internasional menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang pada setiap Negara untuk mengekspor barang-barang yang faktor produksinya menggunakan sebagian sumber daya yang melimpah, dan mengimpor barang-barang yang faktor produksinya langka atau mahal jika diproduksi di dalam negerinya. Perdagangan internasional juga memungkinkan setiap Negara melakukan spesialisasi produksi terbatas pada barang-barang tertentu sehingga memungkinkan mereka mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi dengan skala produksi yang lebih besar.


(16)

2.1.3 Merkantilisme

Dalam perdagangan internasional terdapat beberapa aliran pemikiran, dimulai dari aliran pemikiran yang dikenal sebagai aliran merkantilisme. Aliran merkantilisme ini berpendapat bahwa perdagangan internasional akan terjadi apabila terdapat kesempatan memperoleh surplus neraca transaksi berjalan (current account). Aliran merkantilisme mengetengahkan pemikiran bahwa kegiatan produksi dalam negeri dan ekspor harus ditingkatkan dengan memberikan rangsangan berupa subsidi dan fasilitas-fasilitas lain dari pemerintah. Sebaliknya impor harus dibatasi melalui serangkaian hambatan impor yang berupa proteksi hingga perlindungan khusus, khususnya untuk industri-industri strategis maupun industri-industri rakyat.

Adam Smith dalam bukunya yang terkenal The Wealth of Nation (1776)

menjelaskan bahwa perdagangan bebas (free trade) antarnegara, akan membawa keuntungan bagi ke dua Negara tersebut, jika salah satu dari Negara tersebut tidak memaksakan untuk memperoleh surplus perdagangan yang dapat menciptakan defisit neraca perdagangan dari mitra dagangnya.

2.1.4 Teori Keunggulan Mutlak (Absolut Advantage)

Pada dasarnya pemikiran Adam Smith tersebut menerangkan bagaimana perdagangan internasional dapat menguntungkan kedua belah pihak. Sebagai contoh, suatu Negara dapat memproduksi barang tertentu, misalnya barang M


(17)

dibandingkan dengan Negara mitra dagangnya yang mempunyai keunggulan dalam memproduksi barang X yang merupakan komoditas pertanian (primer).

Maka masing-masing Negara tersebut lebih mengkonsentrasikan produksi mereka pada barang-barang yang secara mutlak (absolut) mempunyai keunggulan. Kemudian mengekspor barang tersebut (yang merupakan kelebihan atau surplus untuk pemenuhan kebutuhan maupun konsumsi dalam negerinya) kepada mitra dagangnya. Proses inilah yang dijadikan dasar utama perdagangan internasional. Keunggulan mutlak terbagi atas:

a. Natural Advantage (Keunggulan faktor alami) Contoh:

Indonesia : Minyak Bumi, rotan, minyak nilam.

Eropa : Gandum, anggur.

b. Acquired Advantage (keunggulan yang diperoleh karena usaha) Contoh:

Swiss : Jam tangan

Denmark : Biscuit (Danish)

Perancis : Minyak Wangi

Belanda : Dutch Cheese

c. Resource Efficiency (Efisiensi Sumber Daya)

Suatu Negara yang mampu menggunakan sumber dayanya dengan sangat efisien, sehingga perbandingan harganya sangat jauh dengan Negara lain.


(18)

Contoh:

Tabel 1 Contoh Negara dengan Efisiensi Sumber Daya

Nama Negara Jenis Produk

Jenis Sumber Daya

Harga (Rp) Satuan

A X 10 25 Kg

B X 100 75 Kg

A X 10 25 Kg

B X 100 20 Kg

d. Besar Kecilnya Negara

Mempertimbangkan besar kecilnya suatu Negara serta skala perekonomiannya.

Contoh:

a. Singapura (Negara kecil) mempunyai skala perekonomian

internasional, mempunyai keunggulan jasa secara mutlak, yaitu memperoleh keuntungan dari jasa-jasa transit.

b. Swiss terletak di tengah-tengah Negara lain, sehingga strategis untuk transit kirim barang.


(19)

2.1.5 Keunggulan Komperatif

Suatu Negara lebih unggul dibandingkan Negara lain dalam hal produk tertentu.

a. Keunggulan tenaga kerja

Negara tersebut berpenduduk lebih besar maka tenaga kerjanya berlimpah. 1. Tenaga kerja banyak

2. Upah Murah

Contoh: Negara India membuat karung goni (Rp 100/lembar) lebih murah dari Indonesia (Rp 115/lembar) ini dikarenakan di India banyak tanaman yute (bahan karung goni). Di India harga karung plastik (Rp 85/karung) lebih mahal dari Indonesia (Rp 75/karung). Plat baja impor lebih murah dari harga produk Cilegon.

b. Eficiency Objective

Efisiensi yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Contoh:

Program Mendikbud tentang Link and Match. Program pendidikan yang terkait dan harus sesuai dengan jurusannya.

c. Biaya angkutan

Biaya angkutan yang disesuaikan dengan jauh dekatnya jarak angkutan. Contoh:

Export kerajinan ke Negara Amerika Latin di suplay oleh Mexico, bukan dari Indonesia.


(20)

d. Faktor Mobilitas Contoh:

Nepal dan Laos yang tidak mempunyai pantai serta dermaga (pelabuhan laut), maka akan kesulitan kalau menggunakan transportasi laut sedangkan transportasi udara biayanya lebih tinggi, sedangkan Indonesia dapat dari mana aja, baik laut maupun udara. (Hanya tidak bisa transportasi darat seperti di antara Negara-negara Eropa)

2.1.6 Konsep Opportunity Cost

Opportunity Cost dapat diartikan sebagai biaya oportunitas (kesempatan) yang merupakan ukuran suatu kesempatan yang terlepas karena menolak alternatif penggunaan sumber daya. Konsep biaya kesempatan ini sangat penting dalam pengambilan keputusan. Teori ini menyatakan bahwa biaya dari satu komoditi adalah jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan sehingga diperoleh faktor-faktor produksi atau sumber daya yang memadai untuk menghasilkan satu unit tambahan dari komoditi pertama.

Contoh: Jika untuk menghasilkan satu unit tambahan kain, Inggris terpaksa harus mengorbankan satu setengah unit gandum (untuk memperoleh sumber-sumber yang memadai supaya menghasilkan unit kain tambahan), biaya alternatif dari kain di Inggris adalah satu setengah unit gandum. Jika pada waktu yang sama, Amerika Serikat (tanpa perdagangan) harus mengorbankan 2 unit gandum untuk menghasilkan 1 unit kain lagi, maka biaya oportunitas dari 1 unit kain adalah 2 unit di Amerika Serikat. Karena biaya imbangan dari kain lebih rendah di Inggris


(21)

daripada di Amerika Serikat, maka Inggris mempunyai keunggulan biaya komparatif atas Amerika Serikat dalam kain dan Amerika Serikat mempunyai keunggulan komparatif dalam gandum.

2.2 Ekspor

2.2.1 Strategi Pemasaran Ekspor

Menurut Earl S. Fullbrook, yang dimaksud dengan pemasaran adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pengusaha dalam menyampaikan suatu komoditi maupun jasa dari produsen kepada konsumen.

Dengan bertitik tolak dari defenisi pemasaran tersebut, dapat diambil kesimpulan adanya 3 fungsi atau tugas yang perlu dilakukan dalam kegiatan pemasaran, yaitu pengadaan, transportasi, dan penentuan konsumen atau pasar sasaran.

Dalam menyusun strategi ekspor perlu diperhatikan empat hal, yaitu: 1. Perusahaan yang melakukan ekspor harus punya kapasitas produksi

yang memadai untuk ekspor. Hal ini termasuk pula kapasitas untuk mengirimkan produk tepat dalam waktunya.

2. Sebaiknya perusahaan sudah menjalin kerja sama dengan Departemen Perdagangan serta Kamar Dagang setempat, termasuk dengan bank dan perusahaan angkutan baik udara, laut, dan darat.

3. Perusahaan perlu jeli untuk memilih pasar dan segmen pasar. Lebih baik untuk bertumpu pada sedikit pasar tapi potensial, dibanding


(22)

Contoh, Bimoli berusaha memasarkan produknya ke Timor Tengah dengan label”Halal”.

4. Perusahaan perlu memiliki teknik-teknik yang tepat untuk pemasaran produknya, termasuk memilih distributor, pedagang eceran dan agen-agen penjualan lainnya.

2.2.2 Selera Konsumen

Yang dimaksud dengan konsumen adalah mereka yang membutuhkan, menginginkan, dan mampu membeli komoditi yang ditawarkan. Bila kita ingin komoditi kita dibeli oleh konsumen, maka ketiga unsur yang vital itu yaitu kebutuhan, keinginan, dan daya beli dari konsumen yang menjadi sasaran perlu mendapat perhatian utama. Tanpa memperhatikan ketiga hal itu, jangan harap konsumen akan berminat terhadap komoditi yang kita promosikan.

Ada berbagai faktor psikologis dan ekonomis yang perlu kita perhatikan dalam mengkaji selera konsumen. Kalau dikaji lebih mendalam, dapat disimpulkan bahwa ada 4 faktor yang mendorong orang untuk membeli suatu komoditi yaitu:

1. Memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 2. Memenuhi keinginan pribadi.

3. Terpengaruh lingkungan dan rangsangan promosi. 4. Kemampuan daya beli.

Dari keempat faktor diatas, ada dua hal yang perlu kita kaji lebih mendalam. Pertama, apa sebenarnya perbedaan antara kebutuhan dan keinginan.


(23)

Kedua, pengaruh kemampuan daya beli terhadap pemenuhan kebutuhan dan keinginan.

2.2.2.1 Perbedaan antara kebutuhan dan keinginan

Yang dimaksud dengan kebutuhan adalah segala sesuatu yang diperlukan manusia untuk mempertahankan hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Kebutuhan di sini maksudnya adalah kebutuhan manusia pada umumnya, tidak dibedakan kelompok etnis, tingkat kehidupan, kelas sosial, maupun kemampuan daya belinya. (Amir M.S.,page 57)

Yang dimaksud dengan keinginan adalah upaya seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup yang sesuai dengan selera pribadinya. Keinginan berhubungan erat dengan pribadi seseorang. Tiap orang sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tradisi, iklim, agama, budaya masyarakat, serta kondisi geografis dimana dia berada. (Amir M.S.,page 57)

2.2.2.2 Pengaruh kemampuan daya beli terhadap pemenuhan kebutuhan dan keinginan

Suatu masyarakat dengan pendapatan per kapita rendah mempunyai daya beli yang rendah pula. Dalam membelanjakan uangnya mereka akan memberikan prioritas pada pemenuhan kebutuhan primer seperti makanan pokok, pakaian, kebutuhan pendidikan, dan alat transportasi yang sederhana dan murah. Bagi mereka yang penting adalah kuantum yang cukup dan harga yang rendah sesuai


(24)

Sebaliknya suatu Negara atau masyarakat yang sudah mempunyai tingkat kehidupan yang tinggi seperti Amerika, Swiss, Jepang, dan Saudi Arabia adalah Negara-negara kaya yang manja. Mereka tidak lagi merasa puas bila ditawari jenis pakaian asal penutup tubuh. Mereka akan membeli sesuai selera dan keinginannya. Faktor harga tidak menjadi pertimbangan. Yang utama mutu, sekali lagi mutu. Setelah itu baru pelayanan dari produsen. Quality and service, menjadi pertimbangan utama bagi mereka dalam melakukan pembelian. Kedua faktor inilah yang harus menjadi perhatian utama bila kita ingin sukses memasarkan komoditi ke Negara-negara maju yang kaya dan manja.

2.2.3 Pengertian Komoditi atau Produk

Komoditi adalah setiap barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. (Amir M.S., page 58)

Sementara konsumen adalah mereka yang membutuhkan, menginginkan, dan mampu membeli komoditi yang ditawarkan. (Amir M.S., page 58)

Dengan demikian ada nilai-nilai tertentu yang harus terdapat pada suatu benda atau jasa sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Nilai-nilai itu adalah:

1. Manfaat dari benda atau produk (generic atau core product)

2. Wujud fisik produk (tangible atau actual)

3. Manfaat ikutan (augmented) dari produk

Umumnya semua jenis dapat di ekspor, namun terhadap beberapa jenis barang tertentu diadakan suatu sistem pengaturan berupa larangan, diawasi,


(25)

diterapkan pengawasan mutunya diatur tata niaga ekspornya. Kebijaksanaan ini ditempuh pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara penawaran dengan permintaan barang-barang dalam ekspornya. Kebijakan ini ditempuh pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara penawaran dengan permintaan barang-barang dalam negeri.

a. Barang yang dilarang diekspor adalah untuk menjaga agar terjamin kelestariannya di dalam negeri, usaha untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, mempertinggi nilai komparatifnya.

b. Barang yang diawasinya, adalah untuk menjaga agar terjamin pengadaan barang dan stabilitas harga barang dalam negeri, sehingga dapat terjamin kontinuitas pengadaan barang yang dibutuhkan dalam negeri. Bila barang yang dilarang tersebut surplus pengadaannya dalam negeri maka dapat diekspor, begitu sebaliknya akan kembali dilarang bila pengadaan dalam negeri terganggu.

c. Barang yang diterakan pengawasan mutunya adalah barang yang hanya dapat di ekspor bila memenuhi mutu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan Departemen Perdagangan. Ini untuk mendorong Indonesia menghasilkan barang bermutu baik, meningkatkan daya saing di pasaran dunia.

d. Barang yang diatur tata niaga ekspornya adalah barang yang dapat di ekspor oleh eksportir terdaftar. Pengaturan ini diterapkan agar pengusaha yang benar-benar pengalaman saja yang melakukannya. Juga akan memperoleh


(26)

memudahkan pengawasan mata dagangan yang terkena kuota, sehingga dapat meningkatkan nilai barang di luar negeri sekaligus tidak merusak pasar dalam negeri.

2.2.4 Komoditi “Siap Ekspor”

Pada umumnya komoditi yang akan diekspor haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat-syarat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai daya saing tinggi dibandingkan komoditi serupa dari Negara lain.

2. Yang dimaksud dengan istilah “daya saing” adalah kemampuan suatu komoditi untuk dapat memasuki pasar luar negeri, atau komoditi itu sesuai dengan “keinginan dan selera “ konsumen.

Unsur-unsur daya saing itu antara lain: a. Mutu barang, yang terdiri dari:

2. Desain, tipe, spesifikasi teknis. 3. Kegunaan barang atau fungsinya. 4. Daya tahan atau durability

b. Harga barang

c. Delivery time

d. Syarat perdagangan

e. Syarat pembayaran


(27)

3. Setiap komoditi diberi”warna, ukuran, dan bentuk” yang sesuai dengan “selera konsumen setempat.”

4. Setiap komoditi sebaiknya dilengkapi dengan “sertifikat mutu” atau setidaknya “sertifikat dari pabrik” yang membuatnya.

5. Setiap komoditi seyogianya memenuhi ketentuan tentang “merek”, kemasan layak laut dan label yang mungkin diminta oleh Negara pembeli.

6. Setiap peralatan teknis dan listrik serta elektronik sebaiknya dilengkapi dengan Surat Keterangan Pengujian Teknis dari lembaga yang berwenang.

7. Untuk komoditi tertentu seperti mainan anak-anak dan bahan makanan serta minuman, haruslah memenuhi persyaratan kesehatan dan keamanan yang diminta oleh Negara tertentu seperti Federal Drug Administration (FDA) dari Amerika Serikat.

8. Untuk komoditi pertanian, perkebunan, peternakan, sering kali harus dilengkapi dengan surat keterangan karantina tanaman atau karantina hewan sebelum di ekspor.

9. Untuk mendapatkan fasilitas dalam rangka Sistem Preferensi Umum, kita diwajibkan melengkapi komoditi ekspor dengan Surat Keterangan Negara Asal barang (SKA).

10.Setiap pengusaha yang ingin mengekspor dianjurkan untuk mulai melakukan standardisasi dari komoditi yang diproduksinya. Standardisasi itu dapat dimulai dengan standar dari perusahaan sendiri, kemudian disusul dengan Standar Nasional (SII-SP), dan kemudian dilanjutkan


(28)

2.2.5 Kegiatan Ekspor

Kegiatan ekspor adalah kegiatan memasok suatu komoditi ke Negara lain atau kepada orang asing, dengan mengharapkan pembayaran menggunakan valuta asing, dan kadang kala terpaksa berkomunikasi dengan bahasa asing. (Amir M.S., page: 61).

Contoh:

1. Seorang perajin sulaman dari Tasikmalaya menjual mukena kepada seorang pembeli di Kuala Lumpur sebelun musim haji. Perajin itu menerima pembayaran dalam Ringgit Malaysia atau Dollar Amerika. Komunikasi yang dilakukannya menggunakan Indonesia.

2. Seorang perajin rotan di Cirebon menjual satu kontainer kursi rotan ke Jepang. Pembayaran di lakukan oleh importir Jepang dengan membuka

Letter of Credit dalam mata uang dollar. Penawaran dan kontrak jual beli dibuat dalam bahasa Inggris.

3. Perajin sepatu Cibaduyut Bandung menjual sepatu kulit merek “Bally International” ke Metro Department Stores di Singapore. Pembayaran dilakukan dengan Telegraphic Transfer dari Tet Lie Bank Singapore melalui Bank Ekspor Impor Indonesia cabang Bandung dalam mata uang dollar Singapore. Korespondensi antara perajin Cibaduyut dengan Metro Department Stores dilakukan dalam bahasa Inggris.


(29)

2.2.6 Penjualan Ekspor dan Pemasaran Ekspor 2.2.6.1 Penjualan Ekspor

Dalam “Penjualan Ekspor,” pasar luar negeri atau pasar sasaran ekspor dinggap sebagai perpanjangan saja dari pasar dalam negeri. Komoditi yang biasa diekspor dalam kondisi semacam ini pada umumnya adalah barang-barang yang mempunyai standar internasional atau yang disebut komoditi “netral.” Selain itu kondisi fisik konsumen dan iklim di Negara tujuan sasaran ekspor serupa dengan di Negara pengekspor.

Komoditi yang termasuk netral antara lain alat-alat musik, olahraga, fotografi, alat dapur, dan alat listrik.

Mestinya pemerintah mendorong dan memberikan fasilitas serta prioritas tinggi kepada komoditi semacam ini untuk diekspor karena tidak memerlukan investasi baru. Sementara dalam pemasarannya memungkinkan untuk dilakukan internal subsidi yang akan mendongkrak daya saing harga ekspor.

2.2.6.2 Pemasaran Ekspor

Yang dimaksud dengan “Pemasaran Ekspor” adalah penjualan suatu komoditi ke Negara lain dengan kondisi yang sudah di sesuaikan dengan keinginan dan selera pembeli di pasar sasaran ekspor. (Amir M.S., Page: 63)

Komoditi yang biasa di ekspor dengan kondisi semacam ini pada umumnya adalah komoditi yang memerlukan penyesuaian atau adaptasi sesuai dengan keadaan iklim, postur, tradisi, agama, serta selera dari calon pembeli.


(30)

Komoditi yang termasuk jenis ini antara lain adalah makanan, pakaian, perabot rumah tangga, perhiasan, peralatan teknik dan elektronika.

Contoh:

Sebuah perusahaan perajin rotan di Cirebon mendapat pesanan satu set kursi rotan dari toko mebel di Eropa. Kursi rotan itu dibuat dengan ukuran sesuai untuk postur orang Eropa dan diawetkan supaya tahan terhadap udara dingin dan jamur. Pembuatannya juga didesain Completely Knock Down (CKD) agar bisa dipasang sendiri oleh pembeli, sesuai prinsip “Do It by Yourself.”

Jadi yang dimaksud dengan “Pemasaran Ekspor” adalah pemasaran yang berorientasi pada selera pelanggan dan kondisi lingkungan. Memproduksi komoditinya sesuai dengan keinginan dan selera pembeli.

Konsep “Pemasaran Ekspor” memerlukan riset pasar yang mendalam untuk mendapatkan informasi tentang selera.

2.3 Industri

2.3.1 Pengertian Industrialisasi

Industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan ekonomi yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi merupakan proses perubahan struktur ekonomi dari struktur ekonomi pertanian atau agraris ke struktur ekonomi industri. (Dochak Latief, page:161).

Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, kata Simon Kuznets, tidak saja ditandai oleh kemampuan meningkatkan produksi perorang, tetapi sebagian besar


(31)

akan dibarengi oleh perubahan struktur, baik struktur ekonomi maupun struktur pranata sosial. Perubahan struktur ekonomi berujud pergeseran dari struktur agraris ke sektor non agraris (industrialisasi). Disamping itu juga pergeseran kedudukan kelompok ekonomi, seperti status pekerjaan maupun tingkat pendapatan, demikian juga perubahan dalam distribusi barang dan jasa.

2.3.2 Keuntungan Sektor Industri

Menurut Alan Mountjoy, sektor industri mempunyai beberapa keuntungan dibanding produksi primer, antara lain:

1. Memiliki metode, persaingan, dan out put yang lebih fleksibel daripada sector pertanian.

2. Decreasing return, yaitu situasi dimana setiap penambahan faktor-faktor produksi dan biaya akan diikuti dengan peningkatan produksi semakin menurun yang tidak menguntungkan lagi, sehingga harus mengembangkan unit produksi yang baru. Sektor industri manufaktur lebih lambat daripada sektor pertanian sebab dalam industri terus menerus diadakan perbaikan teknologi sehingga efisiensi dan produktifitas semakin tinggi.

3. Kontrol produksi dapat lebih tepat sehingga lebih mudah menyesuaikan antara permintaan dan penawaran. Demikian juga supply atau produksinya lebih elastis atau lebih mudah disesuaikan bila terjadi perubahan permintaan atau perubahan harga.


(32)

operasional sehingga perkembangannya lambat. Dalam industri manufaktur, biaya yang besar diperlukan untuk bahan baku, tenaga, dan jasa-jasa lain. Kesemuanya termasuk biaya operasional.

5. Perekonomian yang bersifat industri lebih mampu menyerap banyak tenaga kerja. Karena itu, sasaran umum kebijakan industri antara lain:

a. Untuk menyediakan lapangan kerja bagi penduduk, terutama dari sektor pertanian yang jumlahnya semakin banyak, sedangkan kesempatan kerja sangat terbatas.

b. Meningkatkan taraf hidup.

c. Untuk memperbaiki situasi neraca pembayaran.

d. Untuk meningkatkan prestise atau gengsi suatu bangsa sehingga kerap kali terdapat proyek yang bersifat mercu suar (dari segi ekonomis mungkin tidak menguntungkan, tetapi dapat membawa kebanggaan suatu Negara).

2.3.3 Arah yang dapat di ukur dalam pengembangan industri

Menurut Sargant Florenc, ada sembilan arah yang dapat diukur dalam setiap proses ke arah pengembangan industri:

a. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya kegiatan industri dan jasa sebagai lawan dari kegiatan pertanian.

b. Penerapan ilmu (seperti mekanisasi atau pemakaian bahan kimia) dalam pertanian, pertambangan, transportasi, dan industrialisasi itu sendiri dalam kaitannya dengan investasi yang dilaksanakan.


(33)

c. Perkembangan yang proporsional antara para organisator, manager, penelitian, teknisi, dan staf administrasif dibandingkan dengan kerja yang nyata dalam industri.

d. Meluasnya pasar dan sumber supply sebagai akibat penerapan ilmu di bidang transportasi dan komunikasi, khususnya perluasan industri manufaktur dan lokalisasi industri-industri tertentu antar Negara atau antar daerah dalam suatu Negara.

e. Sebagai konsekuensi dari ciri di atas, maka terjadilah deferensiasi industri manufaktur tertentu yang yang berbeda karakteristiknya.

f. Terjadi urbanisasi, sebagai akibat pertumbuhan kota-kota industri dan daerah masyarakat perkotaan yang luas, lebih cepat dari perkembangan penduduk pada umumnya.

g. Perluasan besarnya unit organisasi industri seperti pabrik-pabrik dan perusahaan.

h. Mendesak penguasaan hirarki atau susunan berjenjang pada managemen puncak di bidang industri. Bahkan dalam perekonomian kapitalis, permodalan itu sendiri menjadi kurang penting. Dalam perkembangan industri, bentuk-bentuk perusahaan perseorangan jumlahnya semakin kecil. i. Walaupun terjadi fluktuasi atau gelombang naik-turunnya kehidupan

ekonomi, standar kehidupan penduduk yang lebih tinggi dapat tercapai (Florence, 1964:1-2)


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesa penelitian. Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metodologi penelitian berikut.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan judul, skripsi ini menitikberatkan pada pengkajian mengenai analisis pengaruh ekspor kayu lapis dan kerajinan tangan terhadap perkembangan sektor industri Propinsi Sumatera Utara selama kurun waktu 1987-2006 (20 tahun).

3.2 Jenis Data dan Sumber Data

Data yang di gunakan adalah jenis data sekunder, yaitu jenis data yang diperoleh dan digali melalui hasil pengolahan pihak kedua dari hasil penelitian lapangan, baik berupa data kualitatif maupun kuantitatif. Untuk analisa data digunakan data seri waktu (tahunan) selama 20 tahun. Adapun data tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara.


(35)

3.3 Model Analisis Data

Model analisis yang dilakukan menggunakan uji regresi linier, yaitu antara variabel Y dengan variabel X1, X2, kemudian dibentuk dalam persamaan sebagai berikut:

μ β

β

α + + +

= 1X1 2X2

Y

Dimana:

Y= Sektor industri α = Konstanta

β1 = Koefisien Regresi ekspor kayu lapis β2 = Koefisien Regresi ekspor kerajinan tangan

X1 = Ekspor kayu lapis X2 = Ekspor kerajinan tangan

μ = Variabel pengganggu

3.4 Uji Estimator

3.4.1 Koefisien Determinasi (R- Square)

Koefisien Determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel independent/bebas memberi penjelasan mengenai variabel-variabel dependent/terikat.


(36)

3.4.2 Uji t Statistik

Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independent lainnya konstan. Pengaruh masing-masing variabel independent yaitu ekspor kayu lapis dan ekspor kerajinan tangan terhadap Perkembangan sektor industri dilakukan dengan uji t pada tingkat kepercayaan 95%.

Berdasarkan Uji t dapat ditarik hipotesa sebagai berikut: Ho :β1, β2 = 0

Ha :β1, β2 ≠0

Dengan kriteria:

Ho diterima jika t hitung < t tabel

Artinya variabel ekspor kayu lapis dan ekspor kerajinan tangan tidak nyata mempengaruhi Y (sektor industri)

Ha diterima jika t hitung > t tabel

Artinya variabel X1 (ekspor kayu lapis), X2 (ekspor kerajinan tangan) nyata mempengaruhi Y (sektor industri).

3.4.3 Uji F Statistik

Uji F Statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel independent/ bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen/terikat. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut:


(37)

Ho :β1, β2 = 0

Ha :β1, β2 ≠0

Dengan kriteria:

Ho diterima jika F hitung < F tabel

Artinya variabel ekspor kayu lapis dan ekspor kerajinan tangan tidak nyata mempengaruhi Y (sektor industri)

Ha diterima jika F hitung > F tabel

Artinya variabel X1 (ekspor kayu lapis), X2 (ekspor kerajinan tangan) nyata mempengaruhi Y (sektor industri).

3.4.4 Multikolinearity

Multikolinearity adalah adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel independent dari suatu model estimasi.

Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolienarity dapat dilihat dari R2, F hitung, t hitung, kemungkinan adanya multikolinearity jika nilai R2 dan F hitung tinggi, sedangkan nilai t hitung banyak yang tidak signifikan.

3.4.5 Autokorelasi

Salah satu asumsi klasik dalam model regresi linier yang menjelaskan bahwa tidak ada korelasi dalam, kesalahan pengganggu pada periode tertentu dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya.


(38)

Uji Durbin Watson (uji Dw) digunakan untuk mengetahui apakah di dalam model yang digunakan terdapat autokorelasi diantara variabel-variabel yang diamati. Uji Dw dirumuskan sebagai berikut:

(

)

− − = 2 2 1 t t t e e e d

Dengan hipotesa sebagai berikut: Ho:ρ =0 berarti tidak ada autokorelasi

0 :ρ ≠

o

H berarti terdapat autokorelasi Kriteria yang digunakan:

Ho diterima bila du<d hit < 4-du

Ha diterima bila d-hit <dl dan d-hit>4-dl

3.5 Defenisi Operasional Variabel

Untuk membatasi ruang lingkup variabel yang ada, maka akan dijelaskan defenisi operasional variabel dependent/terikat dan independent/bebas sebagai berikut:

1. Perkembangan sektor industri merupakan total produksi industri selama 1 (satu) tahun di Propinsi Sumatera Utara dalam satuan rupiah.

2. Ekspor Kayu Lapis merupakan total penjualan kayu lapis dari Propinsi Sumatera Utara ke Negara lain selama 1 (satu) tahun dalam satuan rupiah. 3. Ekspor Kerajinan Tangan merupakan total penjualan kerajinan tangan dari

Propinsi Sumatera Utara ke Negara lain selama 1 (satu) tahun dalam satuan rupiah.


(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Singkat Sumatera Utara

Di Zaman Pemerintahan Belanda, Sumatera merupakan suatu pemerintahan yang bernama Gouvernement van Sumatera yang meliputi seluruh Sumatera dikepalai oleh seorang Gouverneur berkedudukan di Medan. Sumatera terdiri dari daerah-daerah administratif yang dinamakan Keresidenan.

Pada awal Kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera tetap merupakan suatu kesatuan pemerintahan yaitu Provinsi Sumatera yang dikepalai oleh seorang Gubernur dan terdiri dari daerah-daerah Administratif Keresidenan yang dikepalai oleh seorang Residen.

Pada sidang I Komite Nasional Daerah (K.N.D) Provinsi Sumatera, mengingat kesulitan-kesulitan perhubungan ditinjau dari segi pertahanan, diputuskan untuk membagi Provinsi Sumatera menjadi 3 sub Provinsi yaitu sub Provinsi Sumatera Utara (yang terdiri dari Keresidenan Aceh, Keresidenan Sumatera Timur, dan Keresidenan Tapanuli), sub Provinsi Sumatera Tengah, dan sub Provinsi Sumatera Selatan. Dalam perkembangan selanjutnya melalui Undang-Undang No.10 Tahun 1948, Pemerintah menetapkan Sumatera menjadi 3 Provinsi yang masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yaitu:

1. Provinsi Sumatera Utara yang meliputi Keresidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli


(40)

2. Provinsi Sumatera Tengah yang meliputi Keresidenan Sumatera Barat, Riau, dan Jambi

3. Provinsi Sumatera Selatan yang meliputi Keresidenan Bengkulu, Palembang, Lampung, dan Bangka Belitung.

Dengan mendasarkan kepada Undang-Undang No.10 Tahun 1984 atas usul Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara dengan suratnya tanggal 16 Pebruari 1973 No.4585/25, DPRD Tingkat I Sumatera Utara dengan keputusannya tanggal 13 Agustus 1973 No. 19/K/1973 telah menetapkan bahwa hari jadi Provinsi Sumatera Daerah Tingkat I Sumatera Utara adalah tanggal 15 April 1948 yaitu tanggal ditetapkannya U.U No.10 Tahun 1948 tersebut.

Pada awal tahun 1949 berkaitan dengan meningkatnya serangan Belanda, diadakanlah reorganisasi pemerintah di Sumatera. Pada waktu itu, keadaan memerlukan suatu sistem pertahanan yang lebih kokoh dan sempurna. Oleh karena itu perlu dipusatkan alat-alat kekuatan sipil dan militer dalam tiap-tiap Daerah Militer Istimewa yang berada dalam satu tangan yaitu Gubernur Militer, Sehingga penduduk sipil dan militer berada di bawah kekuasaan satu pemerintah.

Perubahan demikian ini ditetapkan dengan Keputusan Pemerintah Darurat R.I tanggal 16 Mei 1949 No. 21/Pem/P.D.R.I. yang diikuti Keputusan Pemerintah Darurat R.I tanggal 17 Mei 1949 No. 22/Pem/P.D.R.I. jabatan Gubernur Sumatera Utara ditiadakan.

Gubernur yang bersangkutan diangkat menjadi komisaris dengan tugas-tugas memberi pengawasan dan tuntutan terhadap pemerintah, baik sipil maupun


(41)

militer. Selanjutnya dengan instruksi Dewan Pembantu dan Penasehat Wakil Perdana Menteri tanggal 15 September 1949, Sumatera Utara dibagi menjadi dua Daerah Militer Istimewa yaitu Aceh dan Tanah Karo diketuai oleh Gubernur Militer Tgk.M. Daud Beureuen dan Tapanuli/Sumatera Timur Selatan oleh Gubernur Militer Dr.F.I.Tobing.

Selanjutnya, dengan ketetapan Pemerintah Darurat R.I dalam bentuk Peraturan Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 17 Desember 1949 No.8/Des/W.K.P.M dibentuklah Provinsi Aceh dan Propinsi Tapanuli/Sumatera Timur. Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.5 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950. Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 17 Agustus 1949 No.8/Des/W.K.P.M tahun 1949 tersebut dicabut dan kembali dibentuk Provinsi Sumatera Utara dengan daerah yang meliputi daerah Keresidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli. Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950 pada waktu RIS ditetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia terbagi atas beberapa daerah-daerah Provinsi, yaitu:

1. Jawa Barat 2. Jawa Tengah 3. Jawa Timur 4. Sumatera Utara 5. Sumatera Tengah 6. Sumatera Selatan


(42)

8. Sulawesi 9. Maluku 10. Sunda Kecil

Pada tanggal 7 Desember 1956 diundangkanlah Undang-undang No.24 Tahun 1956 yaitu Undang-undang tentang pembentukan daerah otonom Provinsi Aceh dan perubahan peraturan pembentukan Provinsi Sumatera Utara.

Pasal 1 Undang-undang No.24 Tahun 1956 ini menyebutkan:

1. Daerah Aceh yang meliputi Kabupaten-kabupaten: Aceh Besar, Aceh Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Selatan, Kota besar Kutaraja, daerah-daerah tersebut dipisahkan dari lingkungan Daerah Otonom Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.5 Tahun 1950 sehingga daerah-daerah tersebut menjadi daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan nama Provinsi Aceh.

2. Provinsi Sumatera Utara tersebut dalam ayat (1) yang wilayahnya telah dikurangi dengan bagian-bagian yang tebentuk sebagai daerah otonom Provinsi Aceh, tetap disebut Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan Undang-undang Darurat No.7 Tahun 1956, Undang-undang Darurat No.8 Tahun 1956, Undang-undang Darurat No.9 Tahun 1956, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.4 tahun 1964, Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 17 kabupaten/kota. Tetapi dengan terbitnya Undang-undang No.12 Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Undang-undang No.4 tahun 2001 tentang


(43)

pembentukan Kota Padangsidimpuan, Undang-undang No.9 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Humbang Hasundutan dan Pakpak Bharat serta Undang-undang No.36 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Samosir dan Serdang Bedagai, maka wilayah Provinsi Sumatera Utara sudah menjadi 18 Kabupaten dan 7 Kota. Adapun Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

a. Wilayah Kabupaten 1. Nias

2. Mandailing Natal (Madina) 3. Tapanuli Selatan

4. Tapanuli Tengah 5. Tapanuli Utara

6. Toba Samosir (Tobasa) 7. Labuhan Batu

8. Asahan 9. Simalungun 10. Dairi 11. Karo

12. Deli Serdang 13. Langkat 14. Nias Selatan


(44)

17. Samosir

18. Serdang Bedagai

b. Wilayah Kota: 1. Sibolga 2. Tanjung Balai 3. Pematang Siantar 4. Tebing Tinggi 5. Medan

6. Binjai

7. Padangsidimpuan

Seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 tentang Otonomi Daerah maka pengaturan rumahtangga daerah telah berada pada kewenangan pemerintah Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan hal ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 tanggal 31 Juli 2001 untuk membentuk Dinas-Dinas sebagai institusi teknis didalam melaksanakan tugas dan fungsi Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara.

Adapun Dinas-Dinas tersebut adalah: 1. Dinas Pertanian

2. Dinas Peternakan

3. Dinas Pemuda dan Olah Raga 4. Dinas Pendidikan


(45)

5. Dinas Kesehatan

6. Dinas Perindustrian dan Perdagangan 7. Dinas Kehutanan

8. Dinas Perikanan dan Kelautan 9. Dinas Sosial

10. Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman 11. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 12. Dinas Perhubungan

13. Dinas Perkebunan 14. Dinas Pendapatan

15. Dinas Jalan dan Jambatan 16. Dinas Pengairan

17. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 18. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

19. Dinas Pertambangan dan Energi

4.2 Lokasi dan Keadaan Geografis

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 10 - 40 Lintang Utara dan 980 - 1000 Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebelah Timur dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.


(46)

Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71 680.68 km2, sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau-pulau Batu serta beberapa pulau kecil baik di bagian barat maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah Kabupaten Tapanuli Selatan dengan luas 12.138,30 km2 atau 16,93% diikuti Kabupaten Labuhan Batu dengan luas 9.223,18 km2 atau 12,87% kemudian diikuti Kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.618,79 km2 atau sekitar 9,23%. Sedangkan luas daerah tekecil adalah adalah Kota Sibolga dengan luas 10,77 km2 atau sekitar 0,02% dari total luas wilayah Sumatera Utara. Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi dalam 3 kelompok wilayah yaitu Pantai Barat, Dataran Tinggi dan Pantai Timur.

4.3 Iklim

Karena terletak dekat garis khatulistiwa, Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar hanya beberapa meter diatas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 35,80. Sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 13,00 C.

Sebagaimana Provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya


(47)

terjadi pada bulan Juni sampai dengan September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan bulan Maret, diantara kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba.

4.4 Jumlah Penduduk

Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera Utara keadaan tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,26 juta jiwa dan dari hasil SP 2000 jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa. Pada bulan April tahun 2003 dilakukan Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B). Dari hasil pendaftaran tersebut diperoleh jumlah penduduk sebesar 11.890.399 jiwa. Selanjutnya dari hasil estimasi jumlah penduduk keadaan Juni 2005 diperkirakan sebesar 12.326.678 jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km2 dan tahun 2005 meningkat menjadi 172 jiwa per km2. Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun dan pada tahun 2000-2005 menjadi 1,37% per tahun.

Penduduk perempuan di Sumatera Utara sedikit lebih banyak dari laki-laki. Pada tahun 2005 penduduk Sumatera Utara yang berjenis kelamin perempuan berjumlah sekitar 6.161.607 jiwa dan penduduk laki-laki sebesar 6.165.071 jiwa. Dengan demikian sex ratio penduduk Sumatera Utara sebesar


(48)

pedesaan dari pada daerah perkotaan. Jumlah penduduk Sumatera Utara yang tinggal dipedesaan adalah 6,99 juta jiwa (56,76%) dan yang tinggal di daerah perkotaan sebesar 5,33 juta jiwa (43,24%).

Sampai dengan tahun 1996 Jumlah penduduk miskin masih terlihat menurun di Sumatera Utara. Hal ini menggambarkan bahwa pembangunan di Sumatera Utara menghasilkan peningkatan taraf hidup masyarakat Sumatera Utara secara keseluruhan. Jumlah penduduk miskin tahun 1993 sebesar 1,33 juta orang atau sebesar 12,31 persen dari total seluruh penduduk Sumatera Utara. Tahun 1996 jumlah penduduk Sumatera Utara yang tergolong miskin hanya 1.23 juta jiwa dengan persentase sebesar 10,92 persen. Namun karena terjadinya krisis moneter secara maksimal termasuk Sumatera Utara, penduduk miskin di Sumatera Utara tahun 1999 meningkat menjadi 16,74 persen dari total penduduk Sumatera Utara yaitu sebanyak 1,97 juta jiwa. Pada tahun 2003 terjadi penurunan penduduk miskin baik secara absolute maupun secara persentase yaitu menjadi 1,89 juta jiwa atau sekitar 15,89 persen sedangkan tahun 2004 jumlah dan persentase turun menjadi sebanyak 1,80 juta jiwa atau sekitar 14,93%.

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000 jumlah penduduk Sumatera Utara yang menganut agama Islam pada tahun 2000 sebesar 65,45 persen, Kristen Katolik sebesar 4,78 persen, Kristen lainnya sebesar 26,62 persen, Hindu sebesar 0,19 persen, Budha sebesar 2,82 persen dan agama lainnya sebesar 0,14 persen.


(49)

4.5 Ketenagakerjaan

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sumatera Utara setiap tahunnya tampak berfluktuasi. Pada tahun 2000, TPAK di daerah ini sebesar 57,34 persen, tahun 2004 naik menjadi 68,95 persen dan tahun 2005 menjadi 71,94 persen.

Angkatan kerja di Sumatera Utara sebagian besar masih berpendidikan SD ke bawah. Persentase angkatan kerja golongan ini mencapai 41,96 persen, angkatan kerja yang berpendidikan setingkat SMTP dan SMTA masing-masing sekitar 26,42 persen dan 26,49 persen sedangkan sisanya 5,14 persen berpendidikan diatas SMTA. Dengan masih rendahnya pendidikan angkatan kerja memungkinkan produktivitasnya juga masih belum optimal.

Jika di lihat dari status pekerjaanya sepertiga (28,44 persen) penduduk yang bekerja di Sumatera Utara adalah buruh atau karyawan. Penduduk yang berusaha dengan dibantu anggota keluarga mencapai sekitar 17,67 persen, sedangkan penduduk yang yang bekerja sebagai pekerja keluarga mencapai 23,24 persen. Hanya 2,08 persen penduduk Sumatera Utara yang menjadi pengusaha yang mempekerjakan buruh tetap/bukan anggota keluarganya.

Jumlah penduduk Sumatera Utara yang merupakan angkatan kerja adalah sebanyak 5,80 juta jiwa yang terdiri dari 5,17 juta jiwa terkategori bekerja dan sebesar 636 ribu jiwa terkategori mencari kerja dan tidak bekerja (pengangguran terbuka). Penduduk Sumatera Utara yang bekerja ini sebagian besar bekerja pada sektor pertanian yaitu 52,68 persen. Sektor kedua terbesar dalam menyerap tenaga


(50)

sebesar 17,67 persen. Sektor lain yang cukup besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor jasa-jasa, baik jasa perorangan, jasa perusahaan, dan jasa pemerintahan yaitu sebesar 10,55 persen, sementara penduduk yang bekerja di sektor industri hanya sekitar 6,01 persen saja.

4.6 Hasil Penelitian

Adapun data yang diperoleh penulis adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Ekspor Kayu Lapis, Ekspor Kerajinan Tangan dan Total Industri

Ekspor Kayu Lapis (X1)

Ekspor Kerajinan Tangan (X2)

Total Industri (Y) No

(Juta-Rp) (Juta-Rp) (Juta-Rp)

1987 1080.770 1338.350 2730.945

1988 1950.600 1663.670 3519.523

1989 1419.890 3069.220 4042.774

1990 1193.690 3759.480 4042.774

1991 1709.150 448.442 4050.687

1992 2154.470 2449.507 6093.705

1993 1834.090 1355.577 6096.661

1994 1582.470 1423.291 7594.446

1995 1670.540 1308.614 9460.164

1996 204.368 345.040 1076.519

1997 181.815 300.090 1243.267

1998 975.580 234.450 2295.193

1999 1246.040 1785.700 2254.558

2000 1363.490 1024.500 2819.418

2001 1447.410 3091.800 5107.309

2002 1388.470 3454.360 5545.927

2003 1222.170 3607.300 4192.657

2004 1400.870 1574.390 4100.867

2005 1294.520 3564.350 4956.999

2006 1280.220 2500.410 6037.425


(51)

Model estimasi dari penelitian ini adalah:

μ β

β

α + + +

= 1X1 2X2

Y

Jadi hasil dari model estimasi ini adalah:

Y= 313.7986 + 2.668638 X1 + 0.261065 X2

Tabel 3 Koefisien pengaruh Ekspor kayu lapis dan kerajinan tangan terhadap sektor industri

Dependent Variable: INDUSTRI Method: Least Squares

Date: 01/30/08 Time: 19:59 Sample: 1987 2006

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 313.7986 1123.729 0.279248 0.7834

KAYULAPIS 2.668638 0.800340 3.334380 0.0039

KERAJINANTANGAN 0.261065 0.326343 0.799970 0.4348

R-squared 0.462001 Mean dependent var 4363.091

Adjusted R-squared 0.398707 S.D. dependent var 2089.412

S.E. of regression 1620.194 Akaike info criterion 17.75596

Sum squared resid 44625505 Schwarz criterion 17.90532

Log likelihood -174.5596 F-statistic 7.299287

Durbin-Watson stat 0.911272 Prob(F-statistic) 0.005148

Hasil Analisa:

1. Konstanta sebesar 313.7986 menyatakan bahwa jika tidak ada ekspor kayu lapis dan ekspor kerajinan tangan, maka yang terjadi adalah jumlah sektor industri adalah Rp313.7986 Juta

2. Ekspor Kayu Lapis mempunyai pengaruh positif terhadap sektor Industri, dengan nilai koefisien yaitu 2.668638, artinya bila tingkat ekspor kayu


(52)

lapis naik sebesar 1% maka sektor industri akan naik sebesar Rp2.668638 juta.

3. Ekspor Kerajinan Tangan mempunyai pengaruh positif terhadap sektor Industri, dengan nilai koefisien yaitu 0.261065 , artinya bila tingkat ekspor kerajinan tangan naik sebesar 1% maka sektor industri akan naik sebesar Rp 0.261065 juta

4.6.1 Hipotesis Variabel

a. Variabel Ekspor Kayu Lapis

1. Hipotesis:

Ho: b1 = 0, koefisien regresi tidak signifikan Ha: b2 ≠ 0, koefisien regresi signifikan 2. Keputusan:

Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima

Jika t hitung > t tabel, maka Ha diterima 3. t hitung

Dari tabel output diatas terlihat bahwa t hitung adalah 3.334380 4. t tabel

Tingkat signifikansi ( ) = 5% = 0.05, derajat kebebasan (df) = jumlah data-3 atau 20-3=17. Uji dilakukan dua sisi menjadi ½ = 0.025, maka di dapat angka adalah 2.11


(53)

5. Keputusan

Persamaan regresi bahwa jika t hitung > t tabel, maka Ha diterima (3.334380 > 2.11), maka Ha diterima, artinya bahwa variabel Ekspor kayu lapis nyata mempengaruhi sektor industri pada tingkat kepercayaan 95%. 6. Berdasarkan Probabilitas

Jika probabilitas > 0.05 maka Ho diterima Jika probabilitas < 0.05 maka Ha diterima 7. Keputusan

Terlihat bahwa pada kolom Prob (Probabiliti) adalah 0.0039 . maka probabilitas < 0.05, maka Ha diterima artinya variabel Ekspor kayu lapis nyata mempengaruhi sektor industri pada tingkat kepercayaan 95%.

b. Variabel Ekspor Kerajinan Tangan

1. Hipotesis:

Ho: b1 = 0, koefisien regresi tidak signifikan Ha: b2 ≠ 0, koefisien regresi signifikan 2. Keputusan:

Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima

Jika t hitung > t tabel, maka Ha diterima 3. t hitung


(54)

4. t tabel

Tingkat signifikansi ( ) = 5% = 0.05, derajat kebebasan (df) = jumlah data-3 atau 20-3=17. Uji dilakukan dua sisi menjadi ½ = 0.025, maka di dapat angka adalah 2.11

5. Keputusan

Persamaan regresi bahwa jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima (0.799970 < 2.11), maka Ho diterima, artinya bahwa variabel Ekspor kerajinan tangan tidak nyata mempengaruhi sektor industri pada tingkat kepercayaan 95%.

6. Berdasarkan Probabilitas

Jika probabilitas > 0.05 maka Ho diterima Jika probabilitas < 0.05 maka Ha diterima 7. Keputusan

Terlihat bahwa pada kolom Prob (Probabiliti) adalah 0.4348 maka probabilitas > 0.05, maka Ho diterima artinya variabel Ekspor kerajinan tangan tidak nyata mempengaruhi sektor industri pada tingkat kepercayaan 95%.

c. Pengujian Koefisien Regresi Secara Bersama

Ho:b1= b2 =… = bn = 0 Ha:b1≠b2 ≠...≠bn ≠0


(55)

Kriteria:

Ho diterima apabila nilai probabilitas F(signifikan) > nilai α (0.05) Ho ditolak apabila nilai probabilitas F(signifikan) < nilai α (0.05)

Berdasarkan hasil regresi diatas dapat diperoleh nilai F-statistiknya sebesar 7.299287 dengan nilai probabilitas sebesar 0.005148 . Dengan demikian maka Ho diterima karena nilai probabilitas F lebih besar dari α (0.005148 >0.05). Berarti dapat disimpulkan bahwa secara bersama variabel ekspor kayu lapis (X1), ekspor kerajinan tangan (X2) mempunyai pengaruh yang tidak nyata/signifikan terhadap variabel sektor industri (Y).

d. Koefisien Determinasi (R2)

Dari tabel hasil regresi diperoleh R-square (R2) sebesar 0.462001 . Hal ini berarti bahwa variabel ekspor kayu lapis (X1), ekspor kerajinan tangan (X2), secara bersama-sama mempunyai kekuatan untuk menjelaskan variabel Sektor Industri (Y) sebesar 46.20% sedangkan sisanya sebesar 53.80% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi.

e. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik a. Multikolienarity

Uji multikolienarity digunakan untuk mengetahui apakah di dalam model regresi yang digunakan terdapat korelasi yang sempurna diantara variabel-variabel independent. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolienarity dapat


(56)

diketahui apabila nilai R2 dan F-hitung tinggi, sedangkan nilai t-hitung banyak yang tidak signifikan.

Persamaan menunjukkan bahwa R2 yang didapat yaitu 0.462001 . Apabila dilakukan uji koefisien secara individu, yaitu dengan menggunakan uji t, maka didapat bahwa variabel X1 signifikan pada α=5% , X2 tidak signifikan pada α=5%, Bedasarkan uji F didapati nilai probabilitasnya adalah sebesar 0.005148 lebih besar dari α (0.05). Berdasarkan R2Y,X1,X2 dengan R2X1,X2, R2X2,X1,didapat R2Y,X1,X2 lebih tinggi sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang sempurna diantara variabel independent.

b. Autokorelasi

Uji Durbin Watson (Uji D-W) digunakan untuk mengetahui apakah di dalam model yang digunakan tedapat autokorelasi di antara variabel-variabel yang diamati.

Uji D-W dirumuskan sebagai berikut:

(

)

− − = 2 2 1 t t t e e e d

Dengan hipotesa sebagai berikut: Ho:ρ =0 berarti tidak ada autokorelasi

0 :ρ ≠

o

H berarti terdapat autokorelasi Kriteria yang digunakan:

Ho diterima bila du<d hit < 4-du


(57)

Dengan jumlah sampel dan jumlah variabel tertentu, diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin Watson. Berdasarkan hasil program eviews diperoleh nilai D-W statistiknya yaitu 0.911272 . Sementara nilai-nilai tabel untuk n=20 dan k=2 diperoleh sebagai beikut:

dl = 0.863

du =1.271

4-dl = 3.137

4-du = 2.729

Berdasarkan data diatas hasilnya adalah bahwa dl<DW<du (0.86<0.91<1.27). Dengan demikian tidak dapat diambil keputusan/kesimpulan (inconclusive) apakah nilai-nilai gangguan mempunyai hubungan autokorelasi dengan pola-pola regresi dan nilai R-Square, sehingga tidak dapat diputuskan apakah kita dapat menempatkan regresi dan R-Square sebagai penduga parameter nilai regresi pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan kata lain besar R-Square dan koefisien regresi vaiabel ekspor kayu lapis dan ekspor kerajinan tangan tidak dapat diputuskan apakah dapat memprediksi pengaruh perubahan tingkat sektor industri atau tidak.


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya, maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan yaitu:

a. Tingkat ekspor kayu lapis mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat sektor industri sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa tingkat ekspor kayu lapis mempunyai hubungan positif terhadap sektor industri.

b. Tingkat ekspor kerajinan tangan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat sektor industri sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa tingkat ekspor kerajinan tangan mempunyai hubungan positif terhadap sektor industri.

c. Tidak terdapat hubungan yang sempurna (multikolienarity) diantara variabel independent, hal ini dapat dilihat dari R-square antara variabel Industri, Ekspor Kayu Lapis, dan Ekspor Kerajinan Tangan yang tinggi sedangkan R-square antara variabel independent rendah.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis memberikan beberapa saran atau masukan kepada pemerintah Sumatera Utara khususnya Dinas Perindustrian bahwa:


(59)

1. Ekspor kayu lapis mempunyai pengaruh yang nyata terhadap sektor industri maka hal ini agar dinas perindustrian atau pemerintah meningkatkan ekspor kayu lapis dengan memperhatikan peraturan pemerintah tentang penebangan pohon untuk menjaga kelestarian hutan guna menjaga iklim atau menghindari pemanasan global.

2. Agar pemerintah memberikan motifasi atau dorongan kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan kerajinan tangan dimana kerajinan tangan adalah kegiatan padat karya yang dapat menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran, dan meningkatkan sektor industri.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Tambunan,T.H. Tulus, Globalisasi Perdagangan dan Internasional,Penerbit Ghalia Indonesia, Edisi Pertama September 2004

---Analisa Komoditi Ekspor 1999-2005, Badan Pusat Statistik, Jakarta – Indonesia

Wahyu,Paidi hidayat, Penggunaan Eviews dalam Ekonometrika,USU press edisi pertama Medan, 2007

Suparmoko, Metode Penelitian Praktis, Penerbit BPFE Yogyakarta, Edisi Keempat, Desember 1999

Gujarati,D, Ekonemetrika Dasar terjemahan, PenerbitErlangga, Jakarta, 1995 Sukirno Sadono, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Penerbit PT. Grafindo Persada,

Edisi Kedua, Jakarta, 1994

Sudjana, Metode Statistika, Penebit Tarsito, Edisi kelima, Bandung 1992

---Sumatera Utara dalam Angka tahun 1986-2006, Badan Pusat Statistik, Medan

Nachrowi, Hardius, Ekonometrika untuk analisis Ekonomi dan Keuangan,

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Sukirno Sadono, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Penerbit PT. Grafindo Persada, Edisi Kedua, Jakarta, 1994

Boediono, Ekonomi Mikro, Penerbit BPFE Yogyakarta, Edisi Kedua, 1980

Soegyarto, Pengantar Statistika, Penerbit Rineka Cipta, Edisi Pertama, Agustus 1997


(61)

Latief Dochak, Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Global, Penerbit Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2002

McCulloch Wendell, Ball Donald, Bisnis Internasional, Penerbit Salemba Empat, Edisi Pertama 2000

Halwani Hendra, Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi, Penerbit Ghalia Indonesia, Edisi Pertama November 2002

M.S. Amir, Strategi Memasuki Pasar Ekspor, Penerbit Lembaga Manajemen PPM, Edisi Pertama Juni 2004

Rudy May, Bisnis Internasional, Penerbit PT Refika Aditama, Edisi Pertama Februari 2002

Salvatore Dominick, Ekonomi Internasional, Penerbit Erlangga, Edisi Ketiga 1994


(62)

(1)

Dengan jumlah sampel dan jumlah variabel tertentu, diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin Watson. Berdasarkan hasil program eviews diperoleh nilai D-W statistiknya yaitu 0.911272 . Sementara nilai-nilai tabel untuk n=20 dan k=2 diperoleh sebagai beikut:

dl = 0.863

du =1.271 4-dl = 3.137 4-du = 2.729

Berdasarkan data diatas hasilnya adalah bahwa dl<DW<du (0.86<0.91<1.27). Dengan demikian tidak dapat diambil keputusan/kesimpulan (inconclusive) apakah nilai-nilai gangguan mempunyai hubungan autokorelasi dengan pola-pola regresi dan nilai R-Square, sehingga tidak dapat diputuskan apakah kita dapat menempatkan regresi dan R-Square sebagai penduga parameter nilai regresi pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan kata lain besar R-Square dan koefisien regresi vaiabel ekspor kayu lapis dan ekspor kerajinan tangan tidak dapat diputuskan apakah dapat memprediksi pengaruh perubahan tingkat sektor industri atau tidak.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya, maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan yaitu:

a. Tingkat ekspor kayu lapis mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat sektor industri sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa tingkat ekspor kayu lapis mempunyai hubungan positif terhadap sektor industri.

b. Tingkat ekspor kerajinan tangan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat sektor industri sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa tingkat ekspor kerajinan tangan mempunyai hubungan positif terhadap sektor industri.

c. Tidak terdapat hubungan yang sempurna (multikolienarity) diantara variabel independent, hal ini dapat dilihat dari R-square antara variabel Industri, Ekspor Kayu Lapis, dan Ekspor Kerajinan Tangan yang tinggi sedangkan R-square antara variabel independent rendah.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis memberikan beberapa saran atau masukan kepada pemerintah Sumatera Utara khususnya Dinas Perindustrian bahwa:


(3)

1. Ekspor kayu lapis mempunyai pengaruh yang nyata terhadap sektor industri maka hal ini agar dinas perindustrian atau pemerintah meningkatkan ekspor kayu lapis dengan memperhatikan peraturan pemerintah tentang penebangan pohon untuk menjaga kelestarian hutan guna menjaga iklim atau menghindari pemanasan global.

2. Agar pemerintah memberikan motifasi atau dorongan kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan kerajinan tangan dimana kerajinan tangan adalah kegiatan padat karya yang dapat menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran, dan meningkatkan sektor industri.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Tambunan,T.H. Tulus, Globalisasi Perdagangan dan Internasional,Penerbit Ghalia Indonesia, Edisi Pertama September 2004

---Analisa Komoditi Ekspor 1999-2005, Badan Pusat Statistik, Jakarta – Indonesia

Wahyu,Paidi hidayat, Penggunaan Eviews dalam Ekonometrika,USU press edisi pertama Medan, 2007

Suparmoko, Metode Penelitian Praktis, Penerbit BPFE Yogyakarta, Edisi Keempat, Desember 1999

Gujarati,D, Ekonemetrika Dasar terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1995 Sukirno Sadono, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Penerbit PT. Grafindo Persada,

Edisi Kedua, Jakarta, 1994

Sudjana, Metode Statistika, Penebit Tarsito, Edisi kelima, Bandung 1992

---Sumatera Utara dalam Angka tahun 1986-2006, Badan Pusat Statistik, Medan

Nachrowi, Hardius, Ekonometrika untuk analisis Ekonomi dan Keuangan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Sukirno Sadono, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Penerbit PT. Grafindo Persada, Edisi Kedua, Jakarta, 1994

Boediono, Ekonomi Mikro, Penerbit BPFE Yogyakarta, Edisi Kedua, 1980

Soegyarto, Pengantar Statistika, Penerbit Rineka Cipta, Edisi Pertama, Agustus 1997


(5)

Latief Dochak, Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Global, Penerbit Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2002

McCulloch Wendell, Ball Donald, Bisnis Internasional, Penerbit Salemba Empat, Edisi Pertama 2000

Halwani Hendra, Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi, Penerbit Ghalia Indonesia, Edisi Pertama November 2002

M.S. Amir, Strategi Memasuki Pasar Ekspor, Penerbit Lembaga Manajemen PPM, Edisi Pertama Juni 2004

Rudy May, Bisnis Internasional, Penerbit PT Refika Aditama, Edisi Pertama Februari 2002

Salvatore Dominick, Ekonomi Internasional, Penerbit Erlangga, Edisi Ketiga 1994


(6)