reporting . Atau dengan kata lain, melakukan siklus PDCA Plan, Do, Check, Action. Hal ini diharapkan, agar
program CSR yang di gagas secara bersama-sama dapat berjalan secara nyata, bermanfaat, efektif, dan berjangka panjang.
136
A. Pengaturan dan Penerapan CSR sebelum berlakunya UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas
Dalam era kapitalisme global saat ini, eksistensi perusahaan di tengah masyarakat adalah keniscayaan sehingga menampik keberadaan mereka dalam dinamika pembangunan di berbagai aspek adalah irasional. Oleh
sebab itu, adalah suatu keharusan kemitraan antara kalangan dunia usaha, pemerintah dan masyarakat yang saling sinergi kemitraan tripartit, mesti lebih ditingkatkan lagi. Dari sisi bisnis, perusahaan sedapat mungkin
memaksimalkan potensinya untuk melakukan program CSR secara komprehensif dan berkesinambungan. Dari sisi komunitas, dapat berperan proaktif dengan memberi input yang baik pada perusahaan dan siap berpartisipasi aktif
untuk menyukseskan program CSR. Adapun dari sisi pemerintah, perlu menciptakan iklim yang kondusif untuk berkembangnya program CSR yang digelar kalangan dunia usaha sehingga terwujud public, private, and
community partnership. Tujuan akhirnya jelas, apabila rasa kebersamaan sudah kuat, semuanya dapat tumbuh
berkembang secara sustain.
BAB IV PENGATURAN CSR PADA UU NO. 40 TAHUN 2007
TENTANG PERSEROAN TERBATAS
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, konsep CSR diawali dalam bentuk kedermawanan yang bersifat karitatif dan sukarela yang kemudian
berkembang ke arah filantropis lalu community development. Perwujudan CSR sebenarnya telah dilakukan dunia usaha sejak dulu dengan sebutan seperti kegiatan
bakti sosial atau bantuan sosial. Pada awalnya pelaksanaan CSR di Indonesia bersifat
136
Andi Firman, Ibid.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
sukarela sehingga sangat bergantung pada pimpinan puncak korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak selalu dijamin selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika
pemimpin perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi maka korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang benar. Sebaliknya, jika orientasi pimpinannya
hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan pemegang saham serta pencapaian prestasi pribadi maka kebijakan CSR hanya selalu sekedar kosmetik.
Sifat CSR yang sukarela, absennya produk hukum yang menunjang dan lemahnya penegakan hukum telah menjadikan Indonesia sebagai negara ideal bagi
korporasi yang memang memperlakukan CSR sebagai kosmetik. Hal yang penting bagi perusahaan model ini hanyalah laporan tahunan yang baik dan lengkap dengan
tampilan aktivitas sosial serta dana program pembangunan yang telah direalisasi. Padahal program CSR sangat penting sebagai kewajiban untuk bertanggung jawab
atas keutuhan kondisi – kondisi kehidupan umat manusia di masa mendatang.
137
Pelaksanaan CSR merupakan bagian dari GCG bahwa intinya
GCG merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan dan
menggambarkan 5 lima prinsip GCG tersebut yang disingkat dengan TARIF, yaitu sebagai berikut :
138
137
Mas Achmad Daniri, Ibid.
138
Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 11-12 dan lihat juga Andi Firman, Ibid. Lihat juga I Nyoman Tjager, F. Antonius Alijoyo, Humphrey R. Djemat, Bambang
Soembodo, Corporate Governance : Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Jakarta : PT. Prenhallindo, 2003, hal. 26 yang menyebutkan bahwa Forum for Corporate
Governance in Indonesia FGCI memberikan defenisi corporate governance sebagai berikut :
“….seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang saham kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan stakeholders.” Istilah “corporate governance” untuk pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee pada tahun 1992 yang menggunakan istilah
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
1. Transparency keterbukaan informasi
Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan. Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup,
akurat, tepat waktu, tentang penambangan apa saja yang dieksplorasi kepada segenap stakeholdersnya.
2. Accountability akuntabilitas
Adalah adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan
ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang serta tanggungjawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
3. Responsibility pertanggung jawaban
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, di antaranya termasuk masalah pajak, hubungan
industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan
sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga
mempunyai peran untuk bertanggungjawab selain kepada shareholder juga kepada stakeholders.
4. Indepandency kemandirian
tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik turning point yang sangat menentukan bagi praktik corporate
governance di seluruh dunia.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
Intinya prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. 5.
Fairness kesetaraan dan kewajaran Menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak shareholder dan
stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan
pula, fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan di antara beragam kepentingan dalam
perusahaan. Tatakelola perusahaan yang baik GCG diperlukan agar perilaku bisnis
mempunyai arahan yang baik. Prinsip responsibility sebagai salah satu dari prinsip GCG merupakan prinsip yang mempunyai hubungan yang dekat dengan CSR.
Penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG sebagai entitas bisnis yang bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya.
139
139
Ibid., hal.12
Selanjutnya pelaksanaan tanggung jawab sosial sudah diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara BUMN dan
UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang sudah menerapkan konsep tanggung jawab sosial perusahaan dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan
sebelum terbitnya Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
Tinjauan dalam Undang – Undang tentang Badan Usaha Milik Negara BUMN dalam Pasal 2 jo Pasal 66 ayat 1 Undang – Undang Nomor 19 tahun 2003
telah mengatur penerapan CSR. Bahkan untuk peraturan pelaksanaannya telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor
Per-05MBU2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. BUMN diharapkan dapat meningkatkan
mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan
negara. Adapun bentuk penerapan tanggung jawab sosial perusahaan BUMN seperti yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara BUMN tersebut adalah
dalam bentuk program kemitraan dan program bina lingkungan PKBL bersumber dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2 dua persen. Besaran dana
tersebut ditetapkan oleh Menteri untuk Perum dan RUPS untuk Persero dan dalam kondisi tertentu dapat ditetapkan lain dengan persetujuan MenteriRUPS. Dana
program kemitraan diberikan dalam bentuk pinjaman untuk membiayai modal kerja, pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha mitra
binaan, beban pembinaan untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemasaran, promosi dan lain – lain yang menyangkut peningkatan produtivitas mitra binaan.
Sedangkan ruang lingkup bantuan program bina lingkungan BUMN berupa antara lain bantuan korban bencana alam, bantuan pendidikan dan atau pelatihan, bantuan
peningkatan kesehatan, bantuan pengembangan prasarana danatau sarana umum, bantuan sarana ibadah, bantuan pelestarian alam serta tata cara mekanisme
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
penyaluran, kriteria untuk menjadi mitra binaan BUMN dan pelaporan telah diatur dalam peraturan ini.
140
Selanjutnya peraturan perundangan yang juga telah mengatur tentang tanggung jawab sosial yakni Undang – Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal dalam Pasal 15 butir b jo Pasal 17 jo Pasal 34 ditegaskan dan diamanatkan bahwa setiap penanam modal berkewajiban menerapkan prinsip tata
kelola perusahaan yang baik dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan,
140
Lihat Undang – Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 2 ayat 1 butir e : : “Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah,
koperasi, dan masyarakat.” Dan lebih lanjut dalam Pasal 66 ayat 1 : “Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan
memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.” Pasal 88 ayat 1 juga menyebutkan : “BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecilkoperasi serta
pembinaan masyarakat sekitar BUMN”.
Lihat juga dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05MBU2007 Pasal 1 ayat 6 yang menyebutkan : “Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut
Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN” serta Pasal 1 ayat 7
menyebutkan : “Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba
BUMN”.
Lihat juga Hendrik Budi Untung, Op.cit., hal. 27 bahwa seberapa besar sebenarnya dana yang bisa diraup dari BUMN untuk program kemitraan dan bina lingkungan di kalangan perusahaan BUMN
di Indonesia? Jika mengacu pada Keputusan Menteri Negara BUMN No. 236 Tahun 2003 peraturan pelaksana sebelum Permeneg No. Per-05MBU2007 dimana sumber PKBL menurut aturan ini berasal
dari penyisihan laba setelah pajak 1 – 3 serta pernyataan Meneg BUMN tentang proyeksi total laba BUMN tahun 2006 yang sebesar Rp. 54,41 triliun, setidaknya dana untuk PKBL atau CSR versi
BUMN ini bisa mencapai sekitar Rp. 1,635 triliun atau total dana untuk CSR tahun 2005 dari seluruh BUMN idealnya sebesar Rp. 1,26 triliun mengingat total laba BUMN pada tahun 2005 tercatat sebesar
Rp. 42,35 triliun. Dan lihat juga Effnu Subiyanto, CSR : Peluang Korupsi Baru di Daerah,
http:baungcamp.com?articlespost=CSR,_PELUANG_KORUPSI_BARU_DI_DAERAH . diakses
tanggal 27 mei 2008 bahwa sumbangan BUMN, jika ekspektasi Menneg BUMN terpenuhi dengan target laba bersih 2007 mencapai Rp 64 triliun, maka paling sedikit dana CSR akan terkumpul Rp 1,2
triliun. PT Semen Gresik saja, misalnya, menganggarkan 2 persen laba bersih untuk CSR, PT Pertamina menyiapkan Rp 150 miliar pada tahun 2007 tersebut.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya setempat.
141
Selain itu, di bidang lingkungan hidup juga sudah terdapat peraturan perundang – undangan yang memiliki konsep pembangunan berkelanjutan sebagai
pemikiran dasar konsep CSR yaitu Undang – Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat
dengan UU PLH. Hak atas lingkungan hidup merupakan salah satu hak asasi manusia yang diakui oleh PBB. Sebenarnya hak ini telah diatur dalam pembukaan UUD 1945
alenia IV jo Pasal 33 ayat 3, yang saat ini disamakan sebagai hak atas lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Hal ini juga didukung oleh UU PLH
Pasal 5 ayat 1 dimana pada dasarnya setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Terbukti dengan masih banyaknya kasus –
kasus pencemaran lingkungan hidup akibat proses pembangunan dan kegiatan
141
Lihat Undang – Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 15 butir b menyebutkan : ”Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan”, dan Pasal 17 menyebutkan : “ Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang
memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan” serta Pasal 34 menyebutkan :
1 Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis
b. pembatasan kegiatan usaha
c. pembekuan kegiatan usaha danatau fasilitas penanaman modal; atau
d. pencabutan kegiatan usaha danatau fasilitas penanaman modal
2 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan oleh instansi atau
lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan 3
Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
perusahaan yang merupakan kerugian bagi lapisan masyarakat dan pelanggaran hak asasi manusia.
142
Dengan diaturnya hak atas lingkungan dalam perundang – undangan nasional maka sebagai konsekuensinya adalah hak tersebut memberikan kepada yang
mempunyai tuntutan yang sah guna meminta kepentingannya akan suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat dihormati, suatu tuntutan yang dapat didukung oleh
prosedur hukum oleh pengadilan dan perangkat lainnya. Menurut Heinhard Steiger C.S tuntutan itu mempunyai 2 dua fungsi. Pertama, The Function
of Defense, adalah hak membela diri terhadap gangguan luar yang merugikan
lingkungan. Kedua, The Function of Perfomance adalah hak menuntut dilakukannya suatu tindakan agar lingkungan dapat dilestarikan, dipulihkan atau diperbaiki, kedua
fungsi tersebut kemudian diakomodasikan dalam Pasal 34 ayat 1 UU PLH. Dari uraian ini, undang – undang mengamanatkan untuk perusahaan dapat
mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya.
143
Kesadaran tentang pentingnya mempraktikkan CSR ini menjadi tren global seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk –
142
Lihat Undang – Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup UU PLH dalam Pasal 5 ayat 1 menyebutkan “ Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat.” Konsep pembangunan berkelanjutan sebagai dasar pemikian konsep CSR juga diamanatkan dalam UU ini bahwa dalam Pasal 1 ayat 3 UU PLH bahwa pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
143
Hendrik Budi Untung, Op.cit., hal. 20 - 21 Pasal 34 ayat 1 UU PLH menyebutkan “ setiap perbuatan melanggar hukum berupa
pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha danatau kegiatan untuk membayar ganti rugi
dan atau melakukan tindakan tertentu. “
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
produk yang ramah lingkungan dan memperhatikan kaidah – kaidah sosial dan prinsip – prinsip HAM. Saat ini, cukup banyak perusahaan yang sudah menerapkan
CSR seperti PT. Telkom, Tbk, PT. Riau Andalan Pulp and Paper, PT. International Nickel Indonesia, Tbk, dan sebagainya. Peran dunia usaha dengan praktik CSR-nya
sangat diharapkan dalam proses pembangunan yang berkelanjutan di tanah air.
B. Analisis Hukum Pengaturan CSR pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang