C. Konsep CSR dalam Etika Bisnis dan Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan CSR kepada masyarakat merupakan investasi signifikan dalam mempertahankan eksistensi suatu perusahaan. Pemikiran
yang mendasari CSR yang sering dianggap inti dari Etika Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban – kewajiban ekonomis dan legal tetapi
juga kewajiban – kewajiban terhadap pihak – pihak yang berkepentingan stakeholders, karena perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh
keuntungan tanpa bantuan pihak lain. CSR merupakan pengambilan keputusan perusahaan yang dikaitkan dengan nilai – nilai etika, dapat memenuhi kaidah –
kaidah dan keputusan hukum dan menjunjung tinggi harkat manusia, masyarakat dan lingkungan. Penerapan CSR merupakan salah satu implementasi etika bisnis.
Konsep hubungan antara perusahaan dengan stakeholder dapat ditelusuri dari zaman Yunani kuno, sebagaimana disarankan Nicholas Eberstadt. Beberapa
CSR seperti yang diungkapkan oleh Hariyadi Sukamdani, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Kadin yang ini lagi mangkel dengan DPR -juga pemerintah. Pangkal persoalannya, kedua
lembaga ini sepakat menelurkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UU PT. Yang bikin Hariyadi keki adalah beleid tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan
perusahaan TJSL. Bahasa kerennya corporate social responsibility CSR. UU tersebut membuat kegiatan atau program yang satu ini menjadi wajib. Ketentuan itu termaktub pada Pasal 74. Menurut
Hariyadi, klausul ini muncul tiba-tiba. “Kubu pemerintah pun kaget. Ketentuan soal CSR diapungkan oleh anggota DPR, tanpa kajian yang mendasar dan hanya bersifat emosional,” ujar Hariyadi, yang
mengaku mendapat “bisikan” dari salah seorang anggota dewan. Hariyadi melanjutkan, keputusan emosional itu terbit lantaran kasus lumpur Lapindo yang berlarut-larut. “Harus kita akui ada beberapa
anggota dewan yang konstituennya di Jawa Timur,” sambungnya. Namun perhatikan pendapat dari Pakar hukum administrasi negara, Gayus Lumbuun, menjelaskan memang sulit memasukkan etika ke
dalam aturan hukum formal. Namun itu bukan berarti tak mungkin. Gayus mencontohkan reformasi etik pada dunia usaha di Amerika Serikat pada 1967. Gayus sendiri mencatat setidaknya ada tiga
aturan di Indonesia yang membuat etika menjadi hukum. “Ada ketentuan administrasi negara, perdata, serta pidana.”Karena itu, Gayus kali ini condong membela Partomuan -dan parlemen- yang
menghidupkan kewajiban CSR. Maklum, Gayus juga saat ini menjabat legislator dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan FPDIP -meskipun tak terlibat menukangi UU PT. “Ingat, kita
pernah dijajah sebuah perusahaan selama seratus tahun, yakni oleh VOC. Bahaya kalau perusahaan bebas berbuat apa saja,” tuturnya mewanti-wanti.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
pengamat menyatakan CSR berhutang sangat besar pada konsep etika perusahaan yang dikembangkan gereja Kristen maupun fiqh muamalah dalam Islam. Pada dekade
1980-an dunia Barat menyetujui penuh adanya tanggung jawab sosial itu. Tentu dengan perwujudan berbeda di masing-masing tempat, sesuai pemahaman perusahaan
terhadap apa yang disebut tanggung jawab sosial.
91
Responsibility, pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, di antaranya termasuk masalah pajak, hubungan
industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya.
Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk
bertanggungjawab selain kepada shareholder juga kepada stakeholders. Etika bisnis sebagai etika terapan sesungguhnya merupakan penerapan dari
prinsip – prinsip etika pada umumnya. Konsep responsibility tanggung jawab dan fairness
keadilan merupakan prinsip-prinsip etika tersebut yang diimplementasikan dalam wujud CSR. Oleh sebab itu, mengkaji konsep CSR berarti membicarakan
konsep tanggung jawab responsibility perusahaan dan perwujudan keadilan fairness
sebagai etika bisnis.
92
Fairness , menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak
shareholder dan stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
91
“Belajar CSR”, http:www.csrindonesia.comfaq.php
diakses tanggal 27 Mei 2008
92
Yusuf Wibisono, Op.cit., hal.11-12
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
Diharapkan pula, fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
93
Selanjutnya, perusahaan adalah perwujudan dari kepentingan manusia dalam melakukan usaha sehingga sifat yang sama antara perusahaan dengan manusia. Sesuai
dengan teori realistis teori organ yang menganggap bahwa suatu perusahaan yang berbadan hukum dalam suatu tata hukum sama saja layaknya dengan keberadaan
manusia selaku subjek hukum. Dalam hal ini, badan hukum tersebut bertindak melalui organ – organnya.
94
Hal ini juga didukung oleh pandangan kolektiktivitas yang melihat pada sifat kolektif perusahaan yang bertahan pada moralitas sasaran,
strategi, prosedur dan pengendalian perusahaan. Paham ini menolak melihat bagaimana seluruh organisasi ditunjang oleh manusia, yaitu individu – individu yang
mampu memutuskan bagi mereka sendiri apakah dan bagaimanakah mereka mematuhi persyaratan kolektif.
95
93
Ibid., hal. 12
94
Munir Fuady, Doktrin – Doktrin Modern dalam Corporate Law, Eksistensinya dalam Hukum Indonesia,
Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 4 Lihat juga Pasal 1 ayat 2 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
menyatakan bahwa “Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.”
95
Peter Pratley, Op.cit.,hal. 114. Ibid.,
lihat juga pernyataan dari W. Michael Hoffman yang mengkritik pandangan individualis yang berlawanan dengan pandangan kolektif yang mengatakan bahwa hanya manusia
individual yang bertanggung jawab secara moral berarti tidak mengakui bahwa kesatuan kolektif seperti perusahaan, bala tentara, negara berbangsa tunggal, staf pengajar, dan panitia memang
menghasilkan hal – hal dengan cara – cara yang tidak hanya dapat direduksi atau dapat diterangkan oleh kumpulan perilaku individual. Keseluruhan kesatuan kolektif lebih dari sekedar akumulasi dari
bagian – bagiannya karena individu – individu yang membentuk kumpulan tersebut dan yang tindakannya jelas – jelas perlu bagi kelompok untuk bertindak diatur dalam hal tujuan kooperatif,
sasaran, strategi, pernyataan misi, kebijakan, anggaran dasar yang kooperatif atau apapun Anda menyebutnya, yang memberi kepada kumpulan itu identitas dan uraian fungsinya. Manusia bertindak
atas nama tujuan kolektif dan sesuai dengan petunjuk kolektifnya.
Oleh sebab perusahaan merupakan badan hukum
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
maka perusahaan mempunyai banyak hak dan kewajiban. Kemudian berbicara mengenai etika bisnis, maka untuk menentukan suatu perusahaan mempunyai
tanggung jawab moral secara etis maka perusahaan perlu berstatus moral atau – dengan kata lain – perlu merupakan pelaku moral agent moral. Pelaku moral bisa
melakukan perbuatan etis atau tidak etis. Salah satu syaratnya adalah memiliki kebebasan atau kesanggupan mengambil putusan bebas.
96
Selanjutnya W. Michael Hoffman memberikan jalan tengah bahwa baik perusahaan maupun individu pengurusnya adalah moral agent. Hoffman mencoba
menggabungkan antara kultur moral perusahaan dengan otonomi moral individu – individu sebagai pengurusnya yang mengelola perusahaan sedemikian rupa sehingga
menghasilkan kultur perusahaan yang bermoral. Sifat kultur perusahaan moral adalah kuncinya. Kultur perusahaan harus diciptakan dengan cara sedemikian rupa sehingga
sasaran etis, struktur dan strategi tertentu, dikemukakan secara jelas untuk membentuk kerangka kerja yang konseptual dan operasional untuk pengambilan
keputusan moral. Faktor kunci ini harus diselaraskan dengan otonomi individual yang berwatak baik.
97
Karakter yang ada di dalam perusahaan sebenarnya mirip dengan manusia, misalnya perusahaan memiliki sejarah tumbuh dan berkembangnya, perusahaan mempunyai organ yang dilakoni
oleh para pengurusnya, perusahaan mempunyai tujuan yang hendak dicapai dan perusahaan juga bisa mati bubar sebagaimana yang telah diatur oleh Anggaran Dasarnya.
96
K. Bertens, Op.cit., hal. 290
97
Peter Pratley,Op.cit., hal. 115 - 116
Dengan demikian secara khusus adanya pengakuan bahwa perusahaan yang di dalamnya termasuk Perseroan Terbatas juga memiliki kehendak
layaknya manusia dalam perannya sebagai moral agent sehingga perbuatan Perseroan Terbatas dapat dinilai dari sisi moral atau tidak bermoral, bertanggung jawab atau
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
tidak bertanggungjawab. Selanjutnya, apabila perusahaan mengikatkan diri dengan manajemen kualitas, perusahaan menyetujui tanggung jawab moral tertentu. Pada
aras terendah, perusahaan berjanji pada diri sendiri untuk tiga tanggung jawab perusahaan berikut ini :
98
1. Perhatian pada konsumen, dinyatakan dengan memuaskan kebutuhan akan
kemudahan penggunaan dan keselamatan produk yang diproduksi 2.
Perhatian terhadap lingkungan 3.
Perhatian terhadap kondisi – kondisi kerja minimum Ada suatu sifat penting dari komitmen moral untuk mencegah adanya resiko.
Komitmen moral itu menunjukkan kemampuan upaya etis yang yang diikutsertakan dalam sebuah cabang bisnis. Kinerja moral dalam bisnis dapat digambarkan dengan
cara negatif, yaitu sebagai kemampuan untuk membatasi risiko kerusakan dan kejahatan yang besar, tidak hanya di dalam perusahaan, tetapi juga di antara para
stakeholder yang lain. Walaupun demikian lebih baik merumuskan pernyataan misi
yang lebih positif dan menarik sambil tetap mengacu ke sasaran negatif ini.
99
98
Ibid., hal 111 - 112
99
Ibid., hal. 112 - 113 Lihat juga Andy Kirana, Op.cit., hal. 79 – 81 bahwa pengertian tanggung jawab sosial terbagi
atas 2 dua yaitu : 1.
Tanggung jawab positif “Melakukan kegiatan – kegiatan yang bukan didasarkan pada perhitungan untung – rugi,
melainkan didasarkan pertimbangan demi kesejahteraan sosial.” 2.
Tanggung jawab negatif “ Tidak melakukan kegiatan – kegiatan yang dari segi ekonomis menguntungkan tetapi dari
segi sosial merugikan dan kesejahteraan sosial.”
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
Trevino dan Nelson memberikan konsep CSR sebagai piramid yang terdiri dari 4 empat macam tanggung jawab yang harus dipertimbangkan secara berkesinambungan, yaitu ekonomi, hukum, etika dan
berperikemanusiaan.
100
Tanggung jawab Berperikemanusiaan
Tanggung jawab E t i s
Tanggung jawab Hukum
Tanggung jawab Ekonomi
Gambar 1. Piramida Konsep Corporate Social Responsibility
Carrol juga menyebutnya Tanggung jawab Filantropis Sumber : A.B. Susanto, Corporate Social Responsibility, Jakarta : The Jakarta Consulting Group, 2007, hal.32
Tanggung jawab ekonomi sebagai landasannya dan merujuk pada fungsi utama bisnis sebagai prosedur barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen,
dengan menghasilkan laba yang dapat diterima, artinya laba yang dihasilkan harus sejalan dengan aturan dasar masyarakat. Tanpa laba perusahaan tidak akan eksis,
tidak dapat memberi kontribusi apapun kepada masyarakat. Masalah tanggung jawab
100
Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 112. Lihat juga A.B. Susanto, Op.cit., hal. 32 - 33
Berkaitan dengan tanggung jawab etis moral dan tanggung jawab hukum legal, lihat juga A. Sonny Keraf, Op.cit., hal.64 yang memberikan perbedaan antara legalitas dan moralitas. Suatu
praktik atau kegiatan mungkin saja dibenarkan dan diterima secara legal ada aturan hukumnya, tetapi belum tentu dari segi etis diterima dan dibenarkan. Misalnya dari segi legal mungkin saja monopoli
dalam bisnis diterima dan dibenarkan, mungkin karena tidak ada aturan hukum yang dilanggar oleh praktik itu. Tetapi tidak berarti bahwa dari segi etika monopoli dibenarkan. Karena itu, anggapan
bahwa suatu kegiatan yang diterima secara legal, dengan sendirinya diterima secara etis, adalah keliru.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
merupakan hal yang dianggap paling krusial, karena tanpa adanya kelangsungan finansial tanggungjawab hal yang lain menjadi hal yang meragukan.
Tanggung jawab hukum sering dihubungkan dengan tanggung jawab etika, melebarkan tanggung jawab hukum dan mengharapkan para usahawan untuk
menjalankan fungsinya setingkat di atas hukum. Perusahaan harus mematuhi hukum yang berlaku sebagai representasi dari rule of the game. Aturan yang dimaksud di sini
adalah peraturan umum tentang dunia usaha seperti aturan tentang perburuhan, anti monopoli, lingkungan hidup dan sebagainya. Etika bisnis mencakup cara organisasi
bisnis menjalankan kewajiban hukum dan etika. Tanggung jawab etis mencakup tanggung jawab secara umum, karena tidak
semua harapan masyarakat dirumuskan dalam hukum. Etika bukan hanya sesuai dengan hukum, namun juga dapat diterima secara moral. Tanggung jawab sosial juga
harus tercermin dari perilaku etis perusahaan. Perusahaan diharapkan masyarakat agar menghargai nilai – nilai kultural lokal, berperilaku baik, dan memahami kondisi
nyata masyarakat di sekitar operasinya, misalnya ditunjukkan dengan berusaha mengakomodasi harapan masyarakat meskipun sebenarnya tidak diwajibkan oleh
hukum. Tanggung jawab berperikemanusiaanfilantropis merupakan tanggung jawab
terhadap sesama mencakup peran aktif perusahaan dalam memajukan kesejahteraan manusia. Tanggung jawab ini mengharuskan perusahaan untuk berkontribusi terhadap
komunitasnya yaitu meningkatkan kualitas hidup.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
Hal yang biasanya terkait dengan tanggung jawab dari perusahaan yaitu :
101
1. Board of Director yang mempunyai komitmen dan mendorong kegiatan CSR
2. Undang – undang setempat dan peraturan perpajakan, dan juga pendapat dari
stakeholder harus dipertimbangkan
3. Kegiatan ekonomi sosial dan kinerja lingkungan serta akibatnya diawasi dan
dilaporkan ke publik. Pertanggung jawaban perusahaan atas segala aktivitasnya menjadi perhatian
serius yang harus dipikirkan secara komprehensif oleh perusahaan melalui organ perusahaannya dalam melakukan tindakan bisnis. Lebih lanjut ada beberapa argumen
yang mendukung perlunya tanggung jawab sosial dilaksanakan oleh perusahaan yaitu:
102
1. Kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin berubah
2. Kewajiban moral perusahaan
3. Terbatasnya sumber – sumber daya
4. Lingkungan sosial yang lebih baik
5. Perimbangan tanggung jawab dan kekuasaan
6. Bisnis mempunyai sumber – sumber daya yang berguna
7. Keuntungan jangka panjang
Oleh karena itu, demi kelangsungan hidup suatu bisnis yang baik untuk jangka panjang, perusahaan mengemban tanggung jawab sosial yang tidak bisa
101
Ibid., hal. 113 - 114
102
A. Sonny Keraf, Op.cit., 92 - 96
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
diabaikan begitu saja. Meskipun dalam kenyataannya, tanggung jawab sosial dapat bertabrakan dengan prinsip mencari keuntungan, namun justru inilah yang
membedakan antara nilai sebuah bisnis yang baik dan tahan lama dari bisnis yang asal - asalan. Bisnis yang baik akan tetap mengindahkan prinsip tanggung jawab, jika
perlu dengan mengorbankan keuntungan jangka pendek. Bisnis yang baik selalu mempertimbangkan keuntungan jangka pendek ini dalam rangka keuntungan jangka
panjang.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
BAB III PERANAN PEMERINTAH, PERUSAHAAN DAN MASYARAKAT
DALAM PENERAPAN CSR
A. Membangun Kemitraan Tripartit Pemerintah – Perusahaan –