BAB III PERANAN PEMERINTAH, PERUSAHAAN DAN MASYARAKAT
DALAM PENERAPAN CSR
A. Membangun Kemitraan Tripartit Pemerintah – Perusahaan –
Masyarakat sebagai Konsep Penerapan CSR
Selama setengah abad terakhir dunia bisnis telah menjelma menjadi institusi yang memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia. Peranan
perusahaan paling diharapkan terutama karena dianggap paling mampu menciptakan lapangan kerja yang baru, meningkatkan taraf hidup banyak orang serta mendorong
kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat luas. Masyarakat juga semakin terbiasa menikmati jasa – jasa yang mereka tawarkan sehingga mempermudah hidup warga
masyarakat. Pemerintah juga harus bersyukur karena melalui mekanisme pajak sebagai kewajiban bagi perusahaan turut berpartisipasi untuk pembangunan serta
membantu meringankan beban warga masyarakat yang belum beruntung. Perusahaan dan masyarakat diusahakan berada dalam sebuah hubungan
simbiosis mutualisme. Keberadaan perusahaan diharapkan dapat memacu roda perekonomian, yang membawa komunitas masyarakat menuju taraf hidup yang
lebih tinggi. Dengan demikian harus ada keseimbangan keuntungan komunitas community benefits dengan keuntungan bisnis business benefits yang dapat
diperoleh dari percampuran antara filantropi murni dan penjajaan bisnis business sponsorship approach
yang melahirkan filantropi strategis strategic philanthropy. Pemerintah bertindak sebagai katalisator dalam proses ini. Program community
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
development harus didasarkan atas koordinasi dan kesepakatan antara perusahaan
sebagai penyandang dana bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan pemerintah sebagai regulator.
103
Konsep corporate social responsibility melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumberdaya masyarakat, juga masyarakat setempat
lokal. Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antar stakeholders
104
103
A.B. Susanto, Op.cit., hal.69 - 70
104
Lihat K. Bertens, Op.cit., hal. 162 – 163 yang memberikan defenisi stakeholders. Istilah stakeholders
untuk pertama kali muncul pada tahun 1963 dalam sebuah memorandum internal dari Stanford Research Institute
, California. Stakeholders adalah orang atau instansi yang berkepentingan dengan suatu bisnis atau perusahaan. R.Edward Freeman menjelaskan stakeholders sebagai individu –
individu dan kelompok – kelompok yang dipengaruhi oleh tercapainya tujuan – tujuan organisasi dan pada gilirannya dapat mempengaruhi tercapainya tujuan – tujuan tersebut. Stakeholders dibagi atas
pihak pihak yang berkepentingan internal dan eksternal. Pihak yang berkepentingan internal adalah “orang dalam” dari suatu perusahaan; orang atau instansi yang secara langsung terlibat dalam kegiatan
perusahaan, seperti pemegang saham, manajer, dan karyawan. Pihak berkepentingan eksternal adalah “orang luar” dari suatu perusahaan; orang atau instansi yang tidak secara langsung terlibat dalam
kegiatan perusahaan seperti para konsumen, masyarakat, pemerintah, lingkungan hidup.
Lihat juga Frans Magnis-Suseno, Berfilsafat dari Konteks, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 161 yang memunculkan istilah stakeholders approach yang menunjukkan
pendekatan semata – mata mencari keuntungan bukan good business. Perhatian terhadap kepentingan semua pihak yang secara nyata berkepentingan dalam usaha bukan hanya merupakan tuntutan etika
bisnis, melainkan jaminan terbaik agar perusahaan itu dalam jangka panjang dapat berkembang dengan baik. Selanjutnya dalam bukunya K.Bertens juga menyebutkan teori stakeholders dengan
pendekatannya ini merupakan kritikan dan jawaban yang tepat atas pendangan Friedman sebagai penentang doktrin tanggung jawab sosial perusahaan. Teori ini menyatakan bahwa di samping
shareholders
masih banyak stakeholders lain yang semuanya berhak diperhatikan dalam pengelolaan bisnis. Dan lihat Hendrik Budi Untung, Op.cit., hal. 38 bahwa teori stakeholder stakeholder theory
yang diperkenalkan pada tahun 1971 diartikan sebagai sebuah teori yang mengatakan bahwa tanggung jawab korporasi sebetulnya melampaui kepentingan berbagai kelompok yang hanya berpikir tentang
urusan finansial, tanggung jawab tersebut berkaitan erat dengan masyarakat secara keseluruhan yang menentukan hidup matinya suatu perusahaan.
. Tanggung jawab sosial perusahaan lebih mengarah pada bagaimana
suatu biaya materi yang dikemas dan diterapkan pada masyarakat dapat memperoleh
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
keuntungan sosial dengan memberikan akses yang seluas – luasnya kepada masyarakat di luar perusahaan maupun di dalam perusahaan.
105
Adapun upaya perusahaan dalam meningkatkan peranannya dalam pembangunan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan membutuhkan sinerji
multipihak yang solid dan baik. Sinerji yang paling diharapkan adalah adanya kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan komunitas atau masyarakat. Sinerji ini
disebut kemitraan tripartit.
106
Menurut Tennyson kemitraan adalah kesepakatan antar sektor dimana individu, kelompok atau organisasi sepakat bekerjasama untuk memenuhi sebuah
kewajiban atau melaksanakan kegiatan tertentu, bersama – sama menanggung resiko maupun keuntungan dan secara berkala meninjau kembali hubungan kerjasama. Tiga
prinsip penting dalam membentuk kemitraan adalah :
107
1. Kesetaraan atau keseimbangan equity
Pendekatannya tidak top-down atau bottom-up, tidak juga berdasarkan kekuasaan semata, namun hubungan yang saling menghormati, saling
menghargai dan saling percaya.
105
Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 110
106
Yusuf Wibisono, Op.cit., hal.xxv
107
Ibid, hal. 103 – 104. Lihat pada sumber yang sama hal. 139 bahwa mekanisme kegiatan CSR dapat dilakukan : pertama, bottom up process yaitu program berdasarkan permintaan
beneficiaries, yang kemudian dilakukan evaluasi oleh perusahaan, kedua, top down process yaitu,
program berdasar pada survey seksama oleh perusahaan, yang disepakati oleh beneficiaries, ketiga, partisipatif yaitu program dirancang bersama antara perusahaan dan beneficiaries.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
2. Transparansi
Transparansi diperlukan untuk menghindari rasa saling curiga antar mitra kerja.
3. Saling menguntungkan
Suatu kemitraan harus membawa manfaat bagi semua pihak yang terlibat. Selanjutnya kemitraan antara perusahaan dengan pemerintah maupun
komunitas masyarakat dapat mengarah ke tiga pola kemitraan sebagai berikut :
108
1. Pola kemitraan kontra produktif
Pola ini akan terjadi jika perusahaan masih berpijak pada pola konvensional yang hanya mengutamakan kepentingan shareholders yaitu mengejar profit
sebesar – besarnya. Fokus perhatian perusahaan lebih bertumpu pada bagaimana perusahaan bisa mendapatkan keuntungan secara maksimal,
sementara hubungan dengan pemerintah dan komunitas atau masyarakat hanya sekedar pemanis belaka. Perusahaan berjalan dengan targetnya sendiri,
pemerintah juga tidak peduli, sedangkan masyarakat tidak mempunyai akses apapun kepada perusahaan. Pola kemitraan ini dapat saja terjadi namun lebih
bersifat semu dan bahkan menonjolkan kesan negatif. Bahkan juga bisa memicu terjadinya fenomena buruk kapan saja, misalnya pemogokan oleh
buruh, unjuk rasa dan terhentinya aktifitas atau tutupnya perusahaan.
108
Ibid., hal. 104 - 106
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
2. Pola kemitraan semi produktif
Dalam pola ini pemerintah dan komunitas atau masyarakat dianggap sebagai obyek dan masalah di luar perusahaan. Perusahaan tidak tahu program –
program pemerintah, pemerintah juga tidak memberikan iklim yang kondusif kepada dunia usaha dan masyarakat bersifat pasif. Pola kemitraan ini masih
mengacu pada kepentingan jangka pendek dan tidak menimbulkan sense of belonging
di pihak masyarakat dan low benefit di pihak pemerintah. Kerjasama ini lebih mengedepankan aspek karitatif atau public relation
dimana pemerintah dan masyarakat masih lebih dianggap sebagai obyek. Dengan kata lain, kemitraan masih belum strategis dan masih mengedepankan
kepentingan diri self interest perusahaan, bukan kepentingan bersama common interest
antara perusahaan dengan mitranya. 3.
Pola kemitraan produktif Pola ini menempatkan mitra sebagai subyek dan dalam paradigma common
interests. Prinsip simbiosis mutualisme sangat kental pada pola ini.
Perusahaan mempunyai kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi, pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan
masyarakat memberikan support positif kepada perusahaan. Bahkan bisa menjadi mitra yang dilibatkan pada pola hubungan resource-based
partnership dimana mitra diberi kesempatan menjadi bagian dari
shareholders. Pola ini dapat menimbulkan sense of belonging, membangun
kepercayaan yang semakin tinggi high trust, high security level serta
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
hubungan sinergis antara subyek – subyek dalam paradigma common interests
. Pola inilah yang perlu mendapat perhatian dan dorongan untuk dapat diimplementasikan secara lebih luas.
Konsep dasar tanggung jawab sosial perusahaan adalah kesadaran bahwa terdapat hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara perusahaan
dengan komunitas yang berada dalam lingkungan sekitarnya. Komunitas lokal mengharapkan perusahaan bersedia membantu dalam menghadapi masalah mereka.
Sebaliknya pihak perusahaan mengharapkan mereka diperlakukan secara adil dan cara pandang yang suportif.
Hubungan – hubungan antar stakeholders diumpamakan sebagai aliran darah dalam organisasi. Seperti halnya sebuah entitas yang berada dalam hubungan
simbolik pada sebuah lingkungan, seperti itulah yang dilakukan oleh perusahaan. Hubungan stakeholders menyediakan energi, informasi, dan sumber daya yang
penting bagi kehidupan. Dalam hubungan ini perusahaan menciptakan modal sosial, modal intelektual, modal lingkungan dan modal finansial dan keseluruhannya adalah
upaya jangka panjang yang berkelanjutan sustainability.
B. Manfaat dan Petunjuk Tata Cara Penerapan CSR