kepedulian dan komitmen dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan.
c. sebagai bahan kajian bagi para akademisi yang dapat mengambil poin – poin atau modul – modul pembelajaran dari tesis ini dan diharapkan wacana
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ini berkembang ke arah yang lebih baik. d. sebagai informasi dan rujukan bagi aktivis LSMNGO, masyarakat umum dan
stakeholders lainnya sehingga mampu bersikap sebagai informan, promotor
sekaligus pengontrol perkembangan implementasi tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian
Menurut data yang ada berdasarkan pemeriksaan dan hasil – hasil judul penelitian yang ada pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara USU, tesis
mengenai Analisis Hukum terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR pada Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
belum pernah dilakukan, hingga tesis ini ditulis, meskipun dalam bentuk makalah pada seminar – seminar, maupun dalam diskusi panel sudah pernah dilakukan
pembahasan atau diskusi. Oleh karena itu, dapat dipertanggungjawabkan penulis bahwa tesis ini
memiliki keaslian dan sesuai dengan asas – asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu jujur, rasional, objektif serta terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis
dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritisi yang sifatnya konstruktif membangun.
F. Kerangka Teori
Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting sebagai sarana untuk merangkum serta memahami masalah secara lebih baik. Hal – hal yang semula
tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara
mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakannya.
26
Alam telah menempatkan umat manusia di bawah kendali dua kekuasaan, rasa sakit
dan rasa senang. Hanya keduanya yang menunjukkan apa yang seharusnya kita lakukan, dan menentukan apa yang akan kita lakukan. Standar
benar dan salah di satu sisi, maupun rantai sebab akibat pada sisi lain, melekat erat pada dua kekuasaan itu. Keduanya menguasai kita dalam semua hal yang
kita lakukan, dalam semua hal yang kita ucapkan, dalam semua hal yang kita pikirkan : setiap upaya yang kita lakukan agar kita tidak menyerah padanya
hanya akan menguatkan dan meneguhkannya. Dalam kata – kata seorang manusia mungkin akan berpura – pura menolak kekuasaan mereka tapi pada
kenyataannya ia akan tetap berada di bawah kekuasaan mereka. Asas manfaat utilitas
mengakui ketidakmampuan ini dan menganggapnya sebagai landasan sistem tersebut, dengan tujuan merajut kebahagiaan melalui tangan
nalar dan hukum. Sistem yang mencoba untuk mempertanyakannya hanya Kerangka teori tesis ini menggunakan teori utilitas utilitarisme yang
dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart Mill. Jeremy Bentham dalam karya tulisannya ”An Introduction to the Principles of
Morals and Legislation” menyebutkan :
26
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 253
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
berurusan dengan kata – kata ketimbang maknanya, dengan dorongan sesaat ketimbang nalar, dengan kegelapan ketimbang terang.
27
Bentham menjelaskan lebih lebih jauh bahwa asas manfaat melandasi segala kegiatan berdasarkan sejauh mana tindakan itu meningkatkan atau mengurangi
kebahagiaan kelompok itu; atau, dengan kata lain meningkatkan atau melawan kebahagiaan itu.
28
Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis dari kata Yunani telos = tujuan, sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya
tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa – apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.
29
27
Ian Saphiro, Asas Moral dalam Politik, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia yang bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta dan Freedom Institute, 2006, hal. 13.
Jeremy Bentham 1748 – 1832, karyanya Introduction to the Principles of Morals and Legislation,
pertama kali diterbitkan tahun 1789 adalah karya klasik yang menjadi rujukan locus classicus
tradisi utilitarian. Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti ”manfaat”. Diktum Bentham yang selalu dikenang, yakni bahwa mereka diharapkan mampu memaksimalkan kebahagiaan
terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
28
Ibid., hal.14
29
K. Bertens, Op.cit., hal. 67
Teori utilitas merupakan pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak
pihak sebagai hasil akhirnya the greatest good for the greatest number. Artinya, bahwa hal yang benar didefenisikan sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik
atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat pada semakin banyak orang, perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan
hukum ini bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
dari kata utilis berarti manfaat sering disebut pula dengan aliran konsekuensialisme karena sangat berorientasi pada hasil perbuatan.
30
Perlu dipahami kalau utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan – baik
buruknya – tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan
kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian daripada manfaat,
perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan di sini memang menentukan seluruh kualitas moralnya.
31
Prinsip utilitarian menyatakan bahwa : ” An action is right from an ethical point of view if and only if the sum total of utilities
produced by that act is greater than the sum total of utilities produced by any other act the agent could have perfomed in its place.”
Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari
tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas total yang dihasilkan oleh tindakan lain yang dilakukan.
32
Penelantaran para penyandang cacat, eksploitasi kaum minoritas yang rentan, ketidakotentikan, dan hilangnya otonomi adalah bahaya – bahaya utilitarianisme yang
selalu ada, tetapi tidak merupakan daftar utama kekhawatiran Bentham ketika ia memikirkan tentang redistribusi yang dapat memaksimalkan hasil bersih manfaat
30
Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 93
31
K. Bertens, Loc.cit.
32
Manuel G. Velazquez, Op.cit., hal. 76.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
sosial. Pertanyaan yang jelas mendesak bagi Bentham, mengingat besarnya kekayaan yang dimiliki oleh segelintir orang dan begitu banyaknya kaum miskin pedesaan, juga
kaum miskin kota yang makin meningkat, adalah apakah redistribusi dari kaum kaya ke kaum miskin akan menghasilkan hasil bersih perbaikan sosial?. Bentham
menjawab bahwa retribusi dari kaum kaya ke kaum miskin akan menghasilkan hasil bersih perbaikan sosial, mengingat keyakinannya tentang apa yang kemudian dikenal
sebagai asas manfaat marjinal yang semakin menurun. Meskipun kekayaan meningkatkan kebahagiaan, namun Bentham menekankan bahwa ”sepuluh ribu kali
jumlah kekayaan tidak akan membawa sepuluh ribu kali jumlah kebahagiaan”. Bahkan Bentham meragukan apakah itu akan membawa kebahagiaan dua kali lipat?.
Alasannya adalah bahwa dampak kekayaan dalam menghasilkan kebahagiaan terus menurun ketika jumlah kekayaan yang diperoleh seorang meningkat: dengan kata
lain, jumlah kebahagiaan yang dihasilkan oleh suatu partikel kekayaan setiap partikel mempunyai besaran yang sama akan semakin berkurang pada setiap partikel;
partikel kedua akan menghasilkan kebahagiaan yang lebih sedikit dibandingkan yang pertama, yang ketiga lebih sedikit dari yang kedua, dan seterusnya.
33
Asas manfaat marjinal yang semakin menurun sejak itu menjadi standar dalam ilmu ekonomi dan ekonomi politik. Jika segala sesuatu lainnya dianggap
setara, dengan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang sebagai tujuan,
33
Ian Saphiro, Op.cit., hal. 24. Pernyataan ini merupakan pernyataan Jeremy Bentham dalam tulisannya The Psychology of Economic Man, dicetak ulang dalam W. Stark, ed., Jeremy Bentham’s
Economic Writings, vol.3 London: George Allen Unwin, 1954, hal. 113. Judul ini diberikan oleh
Stark untuk koleksi tulisan – tulisan Bentham yang mempunyai pengaruh terhadap psikologi ekonomi.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
akan cukup alasan untuk mengambil kekayaan dari yang paling kaya dan mengalihkannya ke orang yang kurang kaya sampai akhirnya keberuntungan semua
orang menjadi setara atau ketidaksetaraan yang ada begitu kecil perbedaannya dari kesetaraan yang ada begitu kecil perbedaannya dari kesetaraan yang sempurna
sehingga perbedaan itu tidak ada artinya. Selanjutnya, Bentham menyatakan ”Semakin besar kekayaan seseorang individu, semakin besar pula kemungkinan
bahwa, pengurangan sejumlah tertentu dari kekayaannya, sama sekali tidak berarti ada yang dikurangkan dari jumlah kebahagiaannya.”
34
Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dalam rangka pemikiran utilitarisme utilitarianism kriteria untuk menentukan baik
buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang merasa senang dan puas adalah
perbuatan yang terbaik. Mengapa melestarikan lingkungan hidup, misalnya, merupakan tanggung jawab moral individu atau korporasi? Utilitarisme menjawab:
karena hal itu membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan. Korporasi atau perusahaan tentu bisa meraih banyak manfaat dengan
menguras kekayaan alam melalui teknologi dan industri, hingga sumber daya alam rusak atau habis sama sekali. Karena itu, menurut utilitarisme upaya pembangunan
34
Ibid., hal. 24-25
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
berkelanjutan sustainable development menjadi tanggung jawab moral individu atau perusahaan.
35
Ada suatu pola pikir masyarakat yang membuatnya mudah untuk dipahami adalah bahwa konsep yang paling masuk akal dan adil bagi masyarakat adalah konsep
utilitas manfaat. Suatu masyarakat dapat diatur dengan baik bila perusahaan mampu memaksimalkan saldo bersih dari kepuasan. Prinsip ini merupakan pilihan yang
diperuntukkan bagi banyak orang. Prinsip Keadilan adalah prinsip dari kebijaksanaan yang masuk akal dan diberlakukan bagi suatu konsepsi kesejahteraan bersama.
36
Mudah dipahami bahwa utilitarisme sebagai teori etika sesuai dengan pemikiran ekonomis. Misalnya, teori ini cukup dekat dengan cost-benefit analysis
analisis biaya-manfaat yang banyak dipakai dalam konteks ekonomi. Manfaat yang dimaksudkan utilitarisme bisa dihitung juga sama seperti menghitung untung dan rugi
atau kredit dan debet dalam konteks bisnis. Keputusan diambil pada manfaat terbesar dibanding biayanya.
37
Prinsip utilitarian dianggap mengasumsikan bahwa kita bisa mengukur dan menambahkan kuantitas keuntungan yang dihasilkan oleh suatu
tindakan dan menguranginya dengan jumlah kerugian dari tindakan tersebut, dan selanjutnya menentukan tindakan mana yang menghasilkan keuntungan paling besar
atau biaya yang paling kecil.
38
35
K. Bertens, Op.cit., hal. 66
36
John Rawls, A theory of Justice, London : Harvard University Press, 1971, hal.23-24.
37
K. Bertens, Op.cit. hal. 66-67
38
Manuel G. Velazquez, Ibid.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
Kemudian John Stuart Mill melakukan revisi dan mengembangkan lebih lanjut teori ini. Dalam bukunya Utilitarianism, diterbitkan pada tahun 1861, John
Stuart Mill mengasumsikan bahwa pengejaran utilitas masyarakat adalah sasaran aktivitas moral individual. John Stuart Mill mempostulatkan suatu nilai tertinggi,
kebahagiaan, yang mengijinkan kesenangan heterogin dalam berbagai bidang kehidupan. Ia menyatakan bahwa semua pilihan dapat dievaluasi dengan mereduksi
kepentingan yang dipertaruhkan sehubungan dengan kontribusinya bagi kebahagiaan individual yang tahan lama. Teori ini dikenal dengan teori utilitarianisme
eudaemonistik . Kriteria utilitas menurutnya harus mampu menunjukkan keadaan
sejahtera individual yang lebih awet sebagai hasil yang diinginkan, yaitu kebahagiaan.
39
Menurut pandangan kolektivitas melihat pada sifat kolektif perusahaan yang bertahan pada moralitas sasaran, strategi, prosedur dan pengendalian perusahaan.
Paham ini menolak melihat bagaimana seluruh organisasi ditunjang oleh manusia, yaitu individu – individu yang mampu memutuskan bagi dirinya sendiri apakah dan
bagaimanakah mematuhi persyaratan kolektif. Sebuah perusahaan lebih dari sekadar
39
Peter Pratley, Etika Bisnis The Essence of Business Ethic, diterjemahkan oleh Gunawan Prasetio, Yogyakarta : Penerbit Andi bekerjasama dengan Simon Schuster Asia Pte.Ltd, 1997,
hal. 191 – 192. James Mill 1773 – 1836, ayah John Stuart Mill, adalah seangkatan dan menjadi pengikut
Bentham yang antusias, membesarkan anaknya, John Stuart Mill 1806 – 1873, dengan mendokrinkannya paham utilitarianisme. Teori utiliarianisme eudaemonistik yang dipopulerkan oleh
John Stuart Mill memiliki kriteria tindakan utilitarianisme yang berbeda dengan teori utilitarianisme hedonistik
yang dipopulerkan oleh Jeremy Bentham yang mempertahankan hasil terakhir haruslah kesenangan individual atau ketiadaan sakit. Kriteria utilitas hedonistik adalah kesenangan Lihat juga
buku ini hal. 190
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
akumulasi bagian – bagiannya. Organisasi kolektif selalu ada karena manusia mau dan dapat membantu mencapai sasaran kolektif.
40
Apabila kehidupan bisnis ingin berlangsung jangka panjang maka bisnis itu harus memberi jawaban kepada kebutuhan masyarakat dan memberi masyarakat itu
apa saja yang dibutuhkan. Kesadaran sosial ini adalah suatu akibat dari suksesnya suatu masyarakat di dalam memecahkan masalah ekonomi yang besar, yang bertitik
tolak dari kelaparan, penyakit dan kemiskinan. Untuk itu harus diberi defenisi dari suatu hubungan baru antara dunia bisnis dan masyarakat untuk membawa kegiatan
usaha lebih dekat pada keinginan sosial sehingga mencapai suatu kehidupan yang lebih bermutu. Pendapat lain mendukung pertanggungjawaban sosial dari dunia bisnis
ini adalah, bahwa kegiatan harus menciptakan gambaran atau lingkungan yang lebih baik untuk bisnis. Manfaat keterlibatan bisnis dalam masalah sosial menghasilkan
kondisi lingkungan serta memberi hal yang positif bagi pengelolaan bisnis.
41
Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung
jawab sosial perusahaan, yang dimaksudkan adalah kegiatan – kegiatan yang Adanya
konsep tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu bentuk utilitas perusahaan yang mampu memberikan kesenangan atau kebahagiaan bagi masyarakat society
dan juga merupakan perbuatan etis karena konsekuensi perbuatannya memberi manfaat kepada banyak orang.
40
Peter Pratley, Op.cit.,hal. 114.
41
O.P.Simorangkir, Etika : Bisnis, Jabatan dan Perbankan, Jakarta : Rineka Cipta, September 2003, hal. 55
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi ekonomis.
42
Pada dasarnya, tanggung jawab sosial perusahaan dibedakan dari tanggung jawab lain. Bisnis selalu memiliki dua tanggung jawab: tanggung jawab ekonomis
dan tanggung jawab sosial. Tetapi perlu dicatat hal ini hanya berlaku untuk sektor swasta. Jika Milton Friedman menyebut peningkatan keuntungan perusahaan sebagai
tanggung jawab sosialnya, sebetulnya ia berbicara tentang tanggung jawab ekonomis saja, bukan tanggung jawab sosial. Namun perlu diakui, tanggung jawab ekonomis ini
mempunyai aspek sosial yang penting dan mungkin terutama aspek itulah yang mau digarisbawahi oleh Friedman. Kinerja setiap perusahaan menyumbangkan kepada
kinerja ekonomi nasional sebuah negara. Jika suatu perusahaan berhasil memainkan peranannya dengan baik di atas panggung ekonomi nasional, dengan sendirinya ia
memberi kontribusi yang berarti kepada kemakmuran masyarakat.
43
Hubungan masyarakat diartikan mempunyai hubungan sosial dan bukan hubungan bisnis.
Fenomena sosial tersebut menuntut perusahaan memiliki tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility
.
44
Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan istilah CSR bukanlah hal baru dalam dunia usaha di Indonesia. Konsep CSR tersebut sudah
42
K. Bertens, Op.cit., hal. 296 - 297
43
Ibid., hal. 296
44
Apoan Simanungkalit, Pengamatan Legislatif Terhadap Konsep Dan Wujud Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Wilayah Kabupaten Deli Serdang,
disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion FGD
“Corporate Social Responsibility CSR berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18
Medan, hal. 1
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
mulai dikenal dan dipraktekkan di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Dalam pengertiannya yang paling klasik, CSR masih dipersepsikan sebagai suatu ideologi
yang bersifat amal charity dari pihak pengusaha kepada masyarakat di sekitar tempat beroperasinya perusahaan. Di samping itu, hingga kini masih banyak juga
pihak yang mengidentikkan konsep CSR dengan Community Development CD. CSR tidak dapat disederhanakan hanya sebatas Community Development CD oleh
karena sesungguhnya historis keberadaan Community Development CD dan CSR sangat berbeda.
Community Development CD merupakan kerelaan perusahaan untuk
memberikan sebentuk benefit bagi masyarakat di sekitar lokasi perusahaan, sedangkan CSR muncul sebagai sebuah reaksi atas tuntutan masyarakat yang
didasarkan pemikiran bahwa keberadaan perusahaan di suatu tempat akan dan niscaya mengurangi hak – hal masyarakat setempat. CSR mensyaratkan sesuatu yang
lebih dalam dari sekedar memberikan berbagai bantuan kepada masyarakat di sekitar lokasi usaha.
45
Secara umum CSR merupakan peningkatan kualitas hidup mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat
menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati, memanfaatkan serta memelihara lingkungan hidup atau dapat dikatakan sebagai proses penting dalam
45
Ditulis dalam Kerangka Acuan Focused Group Discussion FGD “Corporate Social Responsibility CSR
berbasis HAM“, dalam rangka Focused Group Discussion FGD “Corporate Social Responsibility CSR
berbasis HAM“, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 1-2
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders baik secara internal maupun secara eksternal.
46
CSR merupakan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas
hidup dari karyawan dan keluarganya beserta masyarakat secara lebih luas. Pengertian ini sama dengan apa yang didefenisikan oleh The World Business Council
for Sustainable Development WBCSD
47
46
Erni. R.Ernawan, Op.cit., hal. 110
, dalam publikasinya Making Good Business Sense
mendefenisikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan : ”Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic
development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large.”
Adalah komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi
untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari
47
The World Business Council for Sustainable Development WBCSD adalah merupakan
forum asosiasi CEO
dari sekitar 200 perusahaan
yang terlibat secara khusus dengan bisnis dan pembangunan berkelanjutan
. Asal mulanya pada tahun 1992
sewaktu diadakan Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di
Rio de Janeiro Earth Summit dimana pada saat itu seorang pengusaha
Swiss bernama
Stephan Schmidheiny ditunjuk sebagai ketua penasehat bidang bisnis dan industri pada
United Nations Conference on Environment and Development UNCED
. Stephan Schmidheiny lalu membuat forum yang disebut Dewan Bisnis untuk Pembangunan Berkelanjutan yang menghasilkan
sebuah buku berjudul Changing Course, yaitu sebuah buku yang menghasilkan konsep Eco-
efisiensi . WBCSD didirikan pada tahun 1995 sebagai hasil penggabungan dari dua lembaga yaitu
Dewan Bisnis untuk Pembangunan Berkelanjutan Business Council for Sustainable Development dan Dewan Industri Dunia untuk Lingkungan Hidup World Industry Council for the Environment dan
berkantor pusat di Jenewa
, Swiss
dengan kantor perwakilan Amerika
di Washington, D.C.
dan beranggotakan lebih dari 120 perusahaan multinasional yang berasal lebih dari 30 negara
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.
48
Selanjutnya Weeden dan Svendsen menyatakan bahwa CSR berkembang menjadi konsep yang mengandung gagasan tanggung jawab dunia usaha, yang
mengenal kinerja etis, ramah lingkungan, berjiwa sosial bisnis, dan mengutamakan hubungan baik dengan semua stakeholders.
49
Di Indonesia, defenisi CSR secara etimologis kerap diterjemahkan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konteks lain, CSR kadang juga disebut
sebagai tanggung jawab sosial korporasi atau tanggung jawab sosial dunia usaha Tansodus. Namun umumnya, bila disebut salah satu darinya, konotasinya pasti
kembali kepada CSR. Kendatipun tidak mempunyai defenisi tunggal, konsep ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu keseimbangan antara perhatian terhadap aspek
ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan. konsep economic sustainability, environment sustainability
dan social sustainability.
50
Penerapan CSR harus dimulai dari komitmen dan pemahaman yang baik dari pihak pengusaha bahwa setiap perusahaan mestilah mengembangkan kegiatan sosial
yang bukan hanya demi menjaga citra baik perusahaan, tetapi juga menjaga kesinambungan sustainability usaha suatu perusahaan dengan membentuk suatu
relasi sosial yang kuat dengan masyarakat sekitarnya kemitraan.
48
Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 7
49
Badaruddin, Corporate Social Responsibility : Tinjauan Konseptual dan Implementasi, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion FGD “Corporate Social Responsibility CSR
berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza
Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 2
50
Yusuf Wibisono, Op.cit., hal.8
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
Perusahaan kini juga harus berperan sebagai agen sosial perubahan. Ini cara bijak menyelamatkan lingkungan dan sekaligus kelangsungan bisnisnya. Tujuannya
adalah agar perusahaan turut mengambil peran mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat dimana perusahaan itu berdiri. Ini adalah konsekuensi
logis, karena pada saat itu swasta baca : korporasi menuntut peran negara direduksi dalam bidang sipil. Latar belakangnya, adalah ketidakpuasan swasta akan lambannya
peran negara meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini terkait dengan alokasi anggaran negara yang terbatas dan penyalurannya yang birokratis.
51
Pada awalnya pelaksanaan CSR di Indonesia bersifat sukarela sehingga sangat bergantung pada pimpinan puncak korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak selalu
dijamin selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika pemimpin perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi maka korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR
yang benar. Sebaliknya, jika orientasi pimpinannya hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan pemegang saham serta pencapaian prestasi pribadi maka kebijakan CSR
hanya selalu sekedar kosmetik. Sifat CSR yang sukarela, absennya produk hukum yang menunjang dan lemahnya penegakan hukum telah menjadikan Indonesia
Sehingga persoalan tanggung jawab sosial perusahaan ini harus dilihat secara realistis, jikalau
peran negara dalam bidang sipil direduksi, maka harus ada penambahan kewajiban dan tanggung jawab pada korporasi. Dengan demikian adanya keseimbangan antara
kebebasan dan tanggung jawab.
51
Hadi Setia Tunggal, Memahami Undang – undang Perseroan Terbatas Undang-undang Nomor 40 tahun 2007,
Jakarta : Harvarindo, 2007, hal. 12
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
sebagai negara ideal bagi korporasi yang memang memperlakukan CSR sebagai kosmetik. Hal yang penting bagi perusahaan model ini hanyalah laporan tahunan
yang baik dan lengkap dengan tampilan aktivitas sosial serta dana program pembangunan yang telah direalisasi. Padahal, program CSR sangat penting sebagai
kewajiban untuk bertanggung jawab atas keutuhan kondisi – kondisi kehidupan umat manusia di masa mendatang.
52
Pelaksanaan CSR merupakan bagian dari Good Corporate Governance yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat GCG. Hal ini disebabkan prinsip
responsibility sebagai salah satu dari prinsip GCG merupakan prinsip yang
mempunyai hubungan yang dekat dengan CSR. Penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG sebagai entitas bisnis yang bertanggung
jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya. Dalam berbagai peraturan perundang- undangan, pelaksanaan tanggung jawab sosial sudah diatur dalam UU No. 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara BUMN dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
53
52
Mas Achmad Daniri, Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ,
http:www. governance-indonesia.comcomponentoption.com_remositoryfunc,fileid,50lang.en
diakses tanggal 4 Januari 2008
53
Lihat Undang – Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 2 ayat 1 butir e : “Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah,
koperasi, dan masyarakat.” Dan lebih lanjut dalam Pasal 66 ayat 1 : “Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan
memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.”
Lihat juga Undang – Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 15 butir b menyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan , dan Pasal 17 menyatakan bahwa penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang
memenuhi standar kelayakan lingkungan serta Pasal 34 menyatakan badan usaha atau usaha
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
Jika dikaitkan dengan peraturan perundang –undangan perseroan terbatas, sebelumnya dalam UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas belum diatur
tentang CSR. Namun setelah terbit UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan UU No. 1 Tahun 1995, CSR sebagaimana yang termuat dalam
Pasal 1 ayat 3 dikenal dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat TJSL adalah langkah positif .
Dengan terbitnya Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan memuat ketentuan TJSL pada salah satu pasalnya, Pasal 74 bahkan
disertai dengan sanksi membawa pendapat yang beragam. Aspek yang tercantum dalam pasal 74 mengandung enam unsur, yakni: 1 kewajiban bagi, 2 Perseroan
yang bergerak di bidang pengelolaan atau berkaitan dengan sumber daya alam SDA, 3 dianggarkan sebagai biaya, 4 dilakukan dengan memperhatikan aspek
“kepatutan dan kewajaran”, 5 bagi pelanggarnya dikenai sanksi serta 6 pengaturan lebih jauh akan dituangkan dalam satu peraturan pemerintah.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan dengan kata ‘kewajiban’ yang sudah mengundang kritikan, terutama dari pengusaha. TJSL yang diperintahkan tak
ubahnya dengan penambahan beban pajak Pengusaha tetap keberatan terhadap pengesahan UU PT. Terutama pasal yang mengatur kewajiban tanggung jawab sosial
dan lingkungan untuk perusahaan. Alasannya, peraturan itu mencakup kewajiban
perseorangan tidak memenuhi kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial akan dikenai sanksi administratif.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
bagi perusahaan untuk mengalokasikan dana CSR.
54
Kekaburan lain dalam kaitan dengan unsur ‘wajib’ itu adalah digunakannya istilah ‘kepatutan dan kewajaran’
dalam pasal yang sama. Seandainya tidak didampingkan dengan unsur perintah, paramater itu akan bisa sejalan dengan konsep sukarela.
55
Namun perhatikan pendapat Hannah Griffhs yang mengklaim program CSR yang bersifat sukarela tidak
berjalan baik sehingga banyak perusahaan yang mengabaikan program CSR. Di Inggris, misalnya, dari 350 perusahaan besar yang tergabung dalam The Financial
Times Stock Exchange’s FTSE’s, hanya 79 perusahaan yang membuat laporan
tentang dampak sosial dan lingkungan dari praktik bisnisnya dan dari 61.000 perusahaan transnasional dan 900.000 perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan
transnasional, hanya 2.000 3,2 persen mempunyai laporan tentang dampak sosial dan lingkungan. Supaya hal ini bisa berjalan, CSR perlu diperkuat dengan peraturan
yang mendorong perusahaan bisnis untuk serius menjalankannya. Kewajiban korporasi melaksanakan CSR merupakan bentuk public accountability secara legal
ataupun etik.
56
Hal yang mesti diperhatikan juga bahwa pembuat UU PT ini mengarahkan pemberlakuan TJSL hanya bagi perseroan yang bergerak di bidang Sumber Daya
Alam SDA atau yang berkaitan dengan kekayaan alam. Jika mengkhususkan pada perseroan di sektor tersebut, bukankah sektor itu sudah sesuai dengan sifatnya telah
54
”Kadin akan Gugat CSR ke MK”, http:www.hukumonline.comdetail.asp?Id=17389
cl=Berita diakses tanggal 27 Agustus 2007
55
Hadi Setia Tunggal, Op.cit., hal. 11
56
Paul Rahmat, Tanggung Jawab Sosial Korporasi, Harian Kompas, tanggal 2 Agustus 2007
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
penuh dengan kewajiban?. Misalnya UU Migas, UU Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan kelengkapan berbagai dokumentasi hukum semacam AMDAL, RPL
Rencana Pemantauan Lingkungan, RKL Rencana Pengelolaan Lingkungan.
57
Pada dasarnya ada 2 dua hal yang mendasari pemerintah mengambil kebijakan pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pertama, adalah keprihatinan
pemerintah atas pratik korporasi yang mengabaikan aspek sosial lingkungan yang mengakibatkan kerugian di pihak masyarakat. Kedua, adalah sebagai wujud upaya
entitas negara dalam penentuan standar aktivitas sosial lingkungan yang sesuai dengan konteks nasional maupun lokal.
58
Namun demikian, ada juga tanggapan baik terhadap pengaturan tanggung jawab sosial ini antara lain seperti yang dilakukan oleh PT. Unilever Indonesia dan
PT. Astra Internasional, Tbk. Mereka menolak tegas anggapan bahwa melaksanakan CSR akan mengganggu profit. Seperti PT Unilever yang menganggap bisnis dan
peningkatan kehidupan komunitas harus hidup berdampingan. Bahkan PT. Astra Internasional melakukan CSR sebagai sebuah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan.
PT. Astra mengalokasikan 2,5 hingga 3 persen dari laba bersih perusahaan yang mencapai Rp. 5 triliun per tahun untuk mewujudkan tanggung jawab sosial
perusahaan.
59
57
Ibid., hal. 11-12
58
Mas Achmad Daniri, ibid.
59
Rien Kuntari dan Khairina, CSR, Investasi Jangka Panjang, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007. Lihat pernyataan Okti Damayanti, General Manager Yayasan Unilever, “Melakukan
bisnis dan peduli kepada komunitas adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan”. Atau simak juga ucapan dari Arief Istanto, Senior Vice President Chief Corporate Security, Environment and Social
Responsibility PT. Astra Internasional, “CSR itu sudah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
Berkaitan dengan implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan akan dibuat peraturan pelaksananya dalam bentuk Peraturan Pemerintah PP termasuk
mengenai besaran kewajibannya, siapa lembaga yang akan mengawasinya serta apa sanksi jika tanggung jawab diabaikan. Pemerintah masih berupaya mencari titik
keseimbangan yang paling sesuai agar kalangan dunia usaha tidak sampai dirugikan atau terpaksa mencari lokasi investasi di tempat lain dan masyarakat setempat juga
mendapatkan keuntungan. Tujuan utama membuat aturan main rule of game tentang CSR adalah agar perusahaan bisa bekerja dengan tenang.
60
Lebih lanjut, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Business for Social Responsibility
.
61
a. Peningkatan penjualan dan pangsa pasar increased sales and market share
, adapun manfaat yang dapat diperoleh suatu perusahaan yang
mengimplementasikan CSR antara lain :
b. Memperkuat posisi nama atau merek dagang strengthened and brand
positioning
Menjaga keseimbangan antara people, planet dan profit harus dilakukan jika perusahaan ingin tetap eksis. Ini investasi jika kita ingin bertahan 1.000 tahun lagi. Tanpa itu, mungkin kita bahkan tidak akan
bertahan untuk satu tahun.”
60
“Pemerintah Siap Terbitkan PP Tanggungjawab Sosial Perusahaan” http:www.antara
.co.idarc2007822pemerintah-siap-terbitkan-pp-tanggungjawab-sosial-perusahaan diakses tanggal
17 Februari 2007 yang mengutip dari pernyataan Andi Mattalatta, Menkum dan HAM, “PP ini sedang kita rumuskan bersama dengan kalangan dunia usaha dan mungkin juga ditambah Depsos dan
Kementrian LH.” Lebih lanjut Beliau menegaskan, jangan sampai CSR itu menjadi beban perusahaan atau bahkan menjadi momok sehingga investor enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
61
Philip Kotler dan Nancy Lee, Corporate Social Responsibility : Doing the Most Good for Your Company and Your Cause,
New Jersey : John Wiley and Sons, Inc., 2005, hal. 10 – 11. Business for Social Responsibility
adalah suatu organisasi non – profit secara global, yang memberikan informasi, instrumen, pelatihan – pelatihan dan jasa konsultasi yang berkaitan dengan Corporate
Social Responsibility dalam melakukan kegiatan dan strategi bisnis perusahaan. Business for Social
Responsibility is a leading nonprofit global organization providing business with information tools, training and advisory services related to integrating corporate social responsibility in their business
operations and strategies.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
c. Meningkatkan citra dan pengaruh perusahaan enhanced corporate image
and clout d.
Meningkatkan kemampuan untuk menarik, motivasi dan mempertahankan karyawan increased ability to attract, motivate, and retain employees
e. Menurunkan biaya operasional perusahaan decreasing operating cost
f. Meningkatkan daya tarik bagi investor dan analisis keuangan increased
appeal to investors and financial analysts Pada dasarnya melaksanakan TJSL merupakan investasi jangka panjang
karena adanya asas manfaat utilitas untuk menciptakan kesenangan atau kebahagiaan yang bersifat mutualisme.
G. Metode Penelitian