membiarkan diri kita dituntut hanya untuk mengejar keuntungan dan lupa akan diri sendiri. Sebaliknya, hal yang tidak etis juga jika kita merendahkan orang lain dan
memerasnya dengan menipu, berbuat curang, tidak bertanggung jawab, bersikap tidak adil hanya untuk memperoleh keuntungan.
74
B. Tinjauan Umum tentang Corporate Social Responsibility CSR
CSR dalam sejarah modern dikenal sejak Howard R. Bowen menerbitkan bukunya berjudul Social Responsibilities of The Businessman pada era 1950 – 1960
di Amerika Serikat. Pengakuan publik terhadap prinsip – prinsip tanggung jawab sosial yang beliau kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai
Bapak CSR. Bahkan dalam dekade 1960-an, pemikiran Bowen terus dikembangkan
74
Burhanuddin Salam, Op.cit., hal. 165 Lihat juga K. Bertens, Op.cit., hal 27 – 32 yang menyatakan bahwa ada 3 tiga macam tolok
ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan tingkah laku yaitu : 1.
Hati nurani Suatu perbuatan baik, jika dilakukan sesuai dengan hati nurani, dan suatu perbuatan lain
adalah buruk, jika dilakukan bertentangan dengan suara hati nurani. Dalam bertindak bertentangan dengan hati nurani, setiap orang menghancurkan integritas pribadi, karena
menyimpang dari keyakinan yang terdalam.
2. Aturan kaidah emas
Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah mengukurnya dengan kaidah emas yang berbunyi “Hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana anda sendiri
ingin diperlakukan”. Perilaku saya bisa dianggap secara moral baik, bila saya memperlakukan orang tertentu sebagaimana saya sendiri ingin diperlakukan. Mengapa begitu? Karena saya
dan setiap orang tentu menginginkan agar saya diperlakukan dengan baik. Saya harus memperlakukan orang lain dengan baik pula.
3. Penilaian masyarkat umum audit sosial social audit
Bahwa menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah menyerahkannya kepada masyarakat umum untuk dinilai. Cara ini bisa disebut “audit sosial”. Untuk mencapai suatu
tahap obyektif, perlulah penilaian moral dijalankan dalam suatu forum yang seluas mungkin . Oleh sebab itu audit sosial menuntut adanya keterbukaan. Tingkah laku yang kurang etis
biasanya dilakukan dengan tersembunyi. Sebaliknya, tingkah laku yang baik secara moral tidak menakuti transparansi. Orang yang berlaku etis bersedia membukakan perbuatannya
bagi penilaian masyarakat umum. Perilaku sosial itu bersifat baik secara moral, bila tahan uji dalam audit sosial. Perilaku bersifat buruk secara moral, bila secara umum dinilai sebagai
tidak baik.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
oleh berbagai ahli sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis yang memperkenalkan konsep Iron Law of Social Responsibility.
75
Defenisi CSR masih beragam dan memiliki perbedaan defenisi antara satu dengan yang lainnya. Pada dasarnya, CSR mengenai tanggung jawab sosial
perusahaan yang merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap para pihak lainnya atau stakeholder, selain tanggung jawab perusahaan terhadap pemegang saham
shareholder. Selanjutnya Merrick Dodd, menyatakan bahwa pengertian tanggung
jawab sosial perusahaan adalah : ”suatu pengertian tanggung jawab terhadap para buruh, konsumen dan masyarakat pada umumnya dihormati sebagai sikap yang
pantas untuk diadopsi oleh pelaku bisnis.....”
76
Selanjutnya Saleem Sheikh menjelaskan bahwa CSR merupakan tanggung jawab perusahaan, apakah bersifat sukarela atau berdasarkan undang – undang, dalam
pelaksanaan kewajiban sosial – ekonomi di masyarakat. Beliau mengamati bahwa CSR meliputi 2 dua hal yang utama yaitu : corporate philanthropy filantropi
75
Hendrik Budi Untung, Corporate Social Responsibility, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hal. 37 bahwa dalam sumber tersebut, dinyatakan ide dasar yang dikemukakan Bowen adalah
mengenai kewajiban perusahaan menjalankan usahanya sejalan dengan nilai – nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Beliau menggunakan istilah
sejalan dalam konteks itu demi meyakinkan dunia usaha tentang perlunya mereka memiliki visi yang melampaui urusan kinerja finansial perusahaan.
Selanjutnya dalam konsep Keith David dikemukan bahwa penekanan pada tanggung jawab sosial perusahaan memiliki korelasi positif dengan size atau besarnya perusahaan, studi ilmiah yang
dilakukan Davis menemukan bahwa semakin besar perusahaan atau lebih tepat dikatakan, semakin besar dampak suatu perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya, semakin besar pula bobot tanggung
jawab yang harus dipertahankan perusahaan itu pada masyarakatnya.
76
Halyani Hj Hassan, Corporate Social Responsibility, disampaikan pada 5
th
Asian Law Institute Conference
, tanggal 22 – 23 Mei 2008, di Singapura, hal. 1 bahwa Merrick Dodd, proponent of corporate social responsibility viewed that : “ A sense of social responsibility toward employees,
consumers, and the general public may thus come to be regarded as the appropriate attitude to be adopted by those who are engaged in business ………”
Halyani Hj. Hassan juga berpendapat bahwa CSR harus didukung dan dilihat sebagai suatu konsekuensi alamiah bagi perseroan terbatas dan kepribadian hukum yang terpisah.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
korporasi, bahwa perusahaan melakukan peranan jasa sosial dan trusteeship principle
prinsip perwalian, dimana direksi bertindak sebagai wali bagi pemegang saham, kreditur, buruh, konsumen dan komunitas yang lebih luas. Ramon Mullerat
menggambarkan CSR sebagai sebuah konsep yang mana perusahaan secara sukarela sebagai penghargaan kepada stakeholders yang lebih luas dengan memberikan
kontribusi terhadap lingkungan hidup yang lebih bersih dan kehidupan masyarakat yang lebih baik melalui interaksi yang aktif dengan semua pihak.
77
S. Zadek, M. Fostater dan P. Raynard membagi CSR ke dalam tiga generasi yakni mulai dari yang sifatnya sekadar filantropis, menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari strategi bersaing jangka panjang perusahaan, serta yang terakhir yang lebih maju lagi, yakni yang berorientasi pada advokasi dan kebijakan publik.
78
The World Business Council for Sustainable Development WBCSD juga
menggambarkan CSR sebagai : “business’ commitment to contribute to sustainable economic development, working with employees, their families, the local community,
and society at large to improve their quality of life.” yaitu komitmen bisnis untuk
memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja sama dengan pegawai, keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk
meningkatkan kualitas hidup bersama.
79
Menurut defenisi The Jakarta Consulting Group, tanggung jawab sosial diarahkan baik ke dalam internal maupun keluar eksternal perusahaan. Tanggung
77
Ibid.
78
Sri Hartati Samhadi, Ibid.
79
Philip Kotler dan Nancy Lee, Op.cit., hal.3
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
jawab internal InternalResponsibilities diarahkan kepada pemegang saham dalam bentuk profitabilitas yang optimal dan pertumbuhan perusahaan, termasuk juga
tanggung jawab yang diarahkan kepada karyawan terhadap kontribusi mereka kepada perusahaan berupa kompensasi yang adil dan peluang pengembangan karir.
Sedangkan tanggung jawab eksternal External Responsibilities berkaitan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja,
meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang.
80
Secara umum CSR merupakan peningkatan kualitas hidup mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat
menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati, memanfaatkan serta memelihara lingkungan hidup atau dapat dikatakan sebagai proses penting dalam
pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders baik secara internal maupun secara eksternal.
81
Magnan dan Ferrel juga memberikan defenisi CSR sebagai “A business acts in socially responsible manner when its decision and account for and balance diverse
80
A.B.Susanto, Corporate Social Responsibility, Jakarta : The Jakarta Consulting Group, 2007, hal. 22
Defenisi The Jakarta Consulting Group tentang CSR : 1.
Internal Responsibilities a.
Towards shareholders in terms of profit and growth b.
Towards employee in terms of employment and career challenges which are mutually beneficial
2. External Responsibilities :
a. Company as tax payer and quality – job providers
b. Increasing welfare and competence of the society in company related and non-
related area c.
Preserving the environment for future generation
81
Erni. R.Ernawan, Op.cit., hal. 110
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
stake holder interest.” Defenisi ini menekankan kepada perlunya memberikan
perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai pihak stakeholders yang beragam dalam setiap keputusan yang diambil oleh perlaku bisnis melalui perilaku
yang secara sosial bertanggung jawab.
82
Versi lain mengenai defenisi CSR diberikan oleh World Bank. Lembaga keuangan global ini memandang CSR sebagai : “the commitment of business to
contribute to sustainable economic development working with employees and their representative the local community and society at large to improve quality of life, in
ways that are both good for business and good for development.” yaitu komitmen
bisnis untuk memberikan kontribusi untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan bekerjasama dengan para pegawai dan melibatkan komunitas lokal serta masyarakat
luas untuk meningkatkan kualitas hidup, yang mana cara- cara ini baik untuk bisnis dan pembangunan. CSR Forum juga memberikan defenisi, “CSR means open and
transparent business practices that are based on ethical values and respect for employees, communities and environment.”
CSR berarti praktek bisnis yang terbuka dan transparan berdasarkan nilai – nilai etis dan penghargaan bagi para pegawai,
komunitas dan lingkungan. Sementara sejumlah negara juga mempunyai defenisi tersendiri mengenai CSR. Uni Eropa EU Green Paper on CSR mengemukakan
bahwa “CSR is a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders
on a voluntary basic.” CSR adalah suatu konsep dimana perusahaan
82
A.B.Susanto, Loc.cit.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
mengintegrasikan keprihatinan terhadap lingkungan dan sosial terhadap kegiatan bisnis dan interaksi mereka dengan stakeholder mereka berlandaskan dasar
sukarela.
83
Di Indonesia, defenisi CSR secara etimologis kerap diterjemahkan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Namun setelah tanggal 16 Agustus 2007, CSR di
Indonesia telah diatur dalam Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan Undang – Undang No. 1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disingkat dengan UU PT bahwa CSR yang dikenal dalam Undang – undang ini sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 ayat 3
yang berbunyi : ”Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”
84
83
Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 7-8
84
Undang - Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 ayat 3. .
Meskipun terdapat defenisi – defenisi tentang CSR yang beragam, namun konsep CSR ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu keseimbangan antara perhatian
terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan. Selain itu ada beberapa isu yang terkait dengan CSR antara lain Good Corporate
Governance GCG, Sustainable Development, Protokol Kyoto, Millenium
Development Goals MDGs dan Triple Bottom Line.
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
Tatakelola perusahaan yang baik GCG diperlukan agar perilaku bisnis mempunyai arahan yang baik. Intinya, GCG merupakan sebuah sistem dan
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham dan
dewan komisaris serta dewan direksi demi tercapainya tujuan korporasi. Dalam arti luas mengatur hubungan seluruh kepentingan stakeholders dapat dipenuhi secara
proporsional. Dalam hal ini sedikitnya ada 5 lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis yaitu, Transparency Keterbukaan Informasi,
Accountability Akuntabilitas, Responsibility Pertanggungjawaban, Independency
Kemandirian, Fairness Kesetaraan dan Kewajaran. Adapun hubungan antara GCG dengan CSR terdapat pada prinsip responsibility yang merupakan prinsip yang paling
dekat dengan CSR. Dalam prinsip ini, penekanan yang signifikan diberikan kepada stakeholders
perusahaan. Penerapan prinsip ini diharapkan perusahaan dapat menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali menghasilkan dampak
eksternal yang harus ditangggung oleh stakeholders. Oleh sebab itu, wajar bila perusahaan juga memperhatikan kepentingan dan nilai tambah bagi stakeholders-nya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG. Sebagai entitas bisnis yang bertanggung
jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya, perusahaan memang mesti bertindak sebagai good citizen yang merupakan tuntutan dari good business ethics.
85
85
Ibid., hal. 9-13
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
Selanjutnya, CSR juga dapat ditelusuri melalui konsep pembangunan berkelanjutan sustainable development. Konsep ini secara sederhana didefenisikan
sebagai pembangunan atau perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhannya. Istilah pembangunan berkelanjutan mulai populer setelah terbitnya buku “Silent Spring” karangan Rachel Carson seperti yang sudah dikemukan
sebelumnya. Sejak saat itu, perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin berkembang dengan dilakukannya berbagai konferensi antara lain Konferensi
Lingkungan Hidup di Stockholm 1972, KTT Bumi di Rio de Janeiro 1992, KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg 2002
86
Protokol Kyoto yang dideklarasikan di Jepang juga membahas isu global yang berkaitan dengan peningkatan suhu bumi akibat efek gas rumah kaca Green Houses
Gases GHGs . Peranan seluruh negara diharapkan dalam menjaga laju pemanasan
global akibat peningkatan emisi gas rumah kaca tersebut. dan konferensi lainnya yang
masih terus dilakukan oleh berbagai negara untuk menangani permasalahan global secara bersama dimana isu yang membahas pembangunan berkelanjutan yang
didasarkan atas perlindungan lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial selalu menjadi agenda pertemuan. Hal ini juga merupakan konsep CSR yang
selanjutnya berkembang di berbagai negara.
87
86
Ibid., hal. 13 - 24
87
Ibid., hal. 27
Kontribusi emisi gas
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
rumah kaca tersebut ternyata didominasi oleh perusahaan – perusahaan multinasional di berbagai negara terutama negara Amerika Serikat sebagai kontributor emisi
terbesar dunia. Hal ini semakin menyadarkan para pelaku bisnis untuk berkomitmen menerapkan CSR demi kepentingan bersama.
Pada tahun 2000, dilaksanakan KTT Millennium Millennium Summit sebagai wujud dari kepedulian dunia terhadap kemiskinan dengan lahirnya United
Millennium Declaration yang berupa Millennium Development Goals MDGs.
Tujuan dari MDGs antara lain menghapuskan tingkat kemiskinan, pencapaian pendidikan dasar secara universal, serta menjamin berlanjutnya pembangunan
lingkungan. Jelas hal ini juga dapat diwujudkan melalui CSR sebagai bagian untuk pencapaian MDGs.
88
Pertemuan yang diadakan di Kyoto, Jepang pada bulan Desember 1997 mencetuskan sebuah protokol yang kemudian dikenal dengan Protokol Kyoto dan terbuka untuk ditanda-tangani dari
tanggal 16 Maret 1998 sampai dengan 15 Maret 1999 di Markas Besar PBB, New York.
88
Ibid., hal. 30 - 32
Selain itu, CSR juga terkait dengan konsep Triple Bottom Line. Istilah Triple Bottom Line dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997 melalui
bukunya ”Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”
. Elkington mengembangkan konsep triple bottom line dalam istilah economic prosperty, environmental quality
dan social justice. Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memperhatikan “3P”.
Selain mengejar profit, perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat people dan turut berkontribusi aktif dalam
menjaga kelestarian lingkungan planet. Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi financial-nya saja, namun juga
harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Aliran pemikiran yang semakin diminati dan semakin punya daya tarik untuk masa yang akan datang adalah aliran
yang menyakini bahwa kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan sustainable.
89
Di Indonesia, beleid CSR lebih dikenal dengan Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan TJSL sebagaimana yang sudah termuat dalam Undang – Undang
No. 40 Tahun 2007 sebagaimana yang telah disahkan oleh DPR dan pemerintah. UU tersebut membuat kegiatan atau program TJSL menjadi wajib. Ketentuan itu
termaktub pada Pasal 74. Konsep CSR juga telah banyak berkembang di negara lain dan bagi Indonesia mengadopsi CSR yang awalnya berkembang di negara kapitalis
karena menilai hal ini perlu diatur mengingat semakin besarnya jumlah perusahaan di Indonesia yang menjalankan CSR setengah hati disertai kerusakan lingkungan yang
semakin parah. Jika melihat sasaran CSR yang memperhatikan aspek lingkungan dan sosial maka kedua aspek tersebut yang memiliki kecenderungan sebagai latar
belakang pengaturan CSR di Indonesia yang lebih dikenal dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
90
89
Ibid., hal. 32 - 37
90
”Kadin Anggap Pasal CSR dalam UUPT Tak Mendasar” http:www.hukumonline.com
detail.asp?id=18635cl=Berita diakses tanggal 11 Juli 2008 bahwa Notaris senior Partomuan Pohan
keukeuh CSR harus diatur dalam UU ini. Partomuan adalah salah satu konseptor UU PT yang
mewakili pihak pemerintah. “Masih banyak perusahaan kakap setengah hati menjalankan CSR,” tuturnya. Lagipula, Partomuan menilai kini ada tren yang sedang berhembus, “from voluntary to
mandatory ”. Meskipun dari pihak Kamar Dagang dan Industri keberatan dengan kewajiban melakukan
Ika Safithri : Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility CSR Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,2008.
USU e-Repository © 2008
C. Konsep CSR dalam Etika Bisnis dan Perusahaan