Sanksi bagi Pelaku Usaha Lembaga Penunjang Perlindungan Konsumen

BPSK dalam menanganimenyelesaikan sengketa konsumen dengan cara mediasi, konsiliasi atau arbitrase disertai jangka waktu penyelesaian yang singkat yaitu 21 hari kerja. Dalam waktu paling lambat 7 hari kerja sejak menerima putusan BPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 UUPK, pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut. Sekalipun putusan BPSK bersifat final dan mengikat Pasal 53 ayat 3, tetapi keberatan atas keputusan tersebut masih dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri PN dalam tenggang waktu 14 hari sejak putusan BPSK disampaikan. PN wajib memutusnya dalam jangka waktu 21 hari Pasal 58 ayat 1. Selanjutnya terhadap putusan PN dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam tenggang waktu 14 hari sejak putusan PN diterima. Mahkamah Agung wajib memutus perkara dalam jangka waktu 30 hari sejak saat permohonan kasasi diajukan Pasal 58 ayat3. Pengadilan mengacu pada ketentuan proses peradilan umum yang berlaku dan harus memperhatikan ketentuan Pasal 45 Undang-undang No.8 Tahun 1999.

D. Sanksi bagi Pelaku Usaha

Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan di dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999, dapat dikenakan sanksi. Sanksi yang dijatuhkan tersebut baik yang berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. 1. Sanksi administrasi, sanksi ini dijatuhkan kepada pelaku usaha yang melanggar Pasal-Pasal: 19 ayat 2, dan ayat 3, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26. Sanksi administrasi tersebut berupa penetapan ganti kerugian dengan jumlah paling banyak Rp.200.000.000,- 256 2. Sanksi pidana a. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 17 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, serta ayat 2, dan Pasal 18 dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,- 257 b. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat 1 huruf d dan f, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,- 258 c. Terhadap pelanggaran oleh pelaku usaha yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku, yaitu berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 259 256 Pasal 60 Undang-undang Perlindungan Konsumen 257 Pasal 62 ayat 1 Undang-undang Perlindungan Konsumen 258 Pasal 62 ayat 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen 259 Pasal 62 ayat 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen. Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009

E. Lembaga Penunjang Perlindungan Konsumen

Di Indonesia pada saat ini ada beberapa lembaga penunjang perlindungan konsumen. Pendirian lembaga-lembaga penunjang itu bertujuan untuk membantu penegakan hukum dalam bidang perlindungan konsumen serta memberikan pendidikan dan menumbuhkan kesadaran kepada konsumen. 1. Badan Perlindungan Konsumen Nasional Badan Perlindungan Konsumen Nasional BPKN berkedudukan di Ibukota Negara dan bertanggung jawab kepada Presiden. BPKN memiliki kedudukan yang kuat di dalam mengembangkan upaya perlindungan konsumen dimana badan ini tidak dapat diintervensi oleh pihak departemen di dalam pelaksanaan tugasnya. Kedudukannya independent dan bertanggung jawab kepada Presiden. 260 Badan Perlindungan Konsumen Nasional BPKN bertugas mengembangkan upaya perlindungan konsumen yang bersifat advisory yang bukan merupakan executing agency yang diperlukan untuk upaya penegakan hukum UU. Badan ini diatur dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 43 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, dibentuk dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen. Badan Perlindungan Konsumen Nasional bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan memiliki fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. 261 260 Op.Cit, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, hal.196 261 Ibid Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, Badan Perlindungan Konsumen Nasional BPKN mempunyai tugas : 262 a. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen; b. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen; c. Melakukan penelitian terhadap barang danatau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen; d. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; e. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen; f. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha; g. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen. Sebelumnya tugas ini dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI. Kehadiran Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, merupakan bentuk perlindungan dari arus atas top- down. Sementara arus bawah bottom-up dalam hal ini diperankan oleh lembaga 262 Pasal 34 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009 perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang representatif dapat menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen. 263 Perlindungan konsumen akan efektif jika secara stimultan dilakukan dalam dua levelarus sekaligus , yaitu dari arus bawah ada lembaga konsumen yang kuat dan terisolasi secara luas di masyarkat dan sekaligus secara repsentatif dapat menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen. Sebaliknya dari arus atas, ada bagian dalam struktur kekuasaan yang secara khusus mengurusi perlindungan konsumen. Semakin tinggi bagian tersebut semakin besar pula power yang dimiliki dalam melindungi kepentingan konsumen. Jadi efektif tidaknya perlindungan konsumen suatu negara tidak semata-mata tergantung pada lembaga konsumen, tapi juga kepedulian pemerintah, khususnya melalui institusi yang dibentuk untuk melindungi konsumen. 264 2. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM adalah lembaga non-Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. 265 Lembaga ini didirikan khusus untuk melindungi kepentingan konsumen dari perilaku para pelaku usaha yang menjalankan kegiatannya tidak sesuai dengan hukum yang berlaku, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada harta, keselamatan tubuh maupun jiwa konsumen. 263 Op.Cit, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, hal.199 264 Ibid 265 Pasal 1 ayat 9 Undang-undang Perlindungan Konsumen Adapun tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat berdasarkan Pasal 44 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 meliputi : 266 a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang danatau jasa; b. Memberikan nasehat kepada konsumen yang memerlukannya; c. Bekerjasama dengan instansi terkait untuk mewujudkan perlindungan konsumen; d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan hak-haknya; e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen; f. Penyebaran informasi sebagaimana yang disebutkan diatas meliputi penyebarluasan berbagai pengetahuan mengenai perlindungan konsumen termasuk peraturan-peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah perlindungan konsumen. Adapun informasi yang dimaksud misalnya hal- hal yang berkaitan dengan pengetahuan mengenai proses produksi, standar, label, promosi dan periklanan, klausula baku, dan lain-lain. Sedangkan penyebaran informasi yang dilakukan LPKSM dapat dilaksanakan melalui kegiatan: pendidikan, pelatihan, penyuluhan, pelayanan informasi, dan lain-lain. 267 Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM selain diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen juga diatur dalam Peraturan 266 Pasal 44 Undang-undang Perlindungan Konsumen 267 Op.Cit, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, hal.217-218. Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009 Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, yang dalam Pasal 2 menentukan bahwa : 268 1. Pemerintah mengakui LPKSM yang memenuhi syarat, yakni terdaftar pada Pemerintah KabupatenKota dan bergerak di bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasarnya. Pendaftaran tersebut hanya dimaksudkan sebagai pencatatan dan bukan merupakan perizinan. Demikian pula, bagi LPKSM yang membuka kantor perwakilan atau cabang di daerah lain, cukup melaporkan kantor perwakilan atau cabang tersebut kepada Pemerintah KabupatenKota setempat dan tidak perlu melakukan pendaftaran di tempat kedudukan kantor perwakilan atau cabang tersebut. 2. LPKSM sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat melakukan kegiatan perlindungan konsumen di seluruh Indonesia. Dalam membantu konsumen untuk memperjuangkan haknya, LPKSM dapat melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan haknya secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok. Pengawasan perlindungan konsumen oleh LPKSM bersama pemerintah dan masyarakat dilakukan atas barang danatau jasa yang beredar di pasar dengan cara penelitian, pengujian danatau survei dilakukan terhadap barang danatau jasa yang diduga tidak memenuhi unsur keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keselamatan konsumen. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, LPKSM dapat bekerjasama dengan organisasi atau lembaga lainnya, baik yang bersifat nasional maupun internasional. 268 Ibid, hal.215. LPKSM melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Pemerintah KabupatenKota setiap tahun. Laporan tersebut dinamakan sebagai sarana komunikasi antara Pemerintah KabupatenKota dengan LPKSM. Sedangkan dalam rangka penyelenggaraan perlindungan konsumen secara nasional, menteri dapat meminta laporan kepada Pemerintah KabupatenKota mengenai LPKSM yang ada di wilahnya. 269 Di Indonesia, gerakan perlindungan konsumen ditandai dengan berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI pada tanggal 11 Mei 1973. YLKI ini didirikan dengan tujuan untuk membantu Indonesia agar tidak dirugikan dalam mengkonsumsi barang danatau jasa. 270 Ada beberapa lembaga atau yayasan yang melakukan atau bergerak dibidang perlindungan konsumen seperti YLKI umum, YPKKI khusus bidang kesehatan dan WALHI bergerak dibidang lingkungan hidup. Namun menurut data di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI, kasus berupa keluhan kesehatan belum pernah dilaporkan ke yayasan ini karena sudah ada yayasan khusus yang menangani masalah kesehatan yaitu YPKKI Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia 271 . Apabila pasien di rumah sakit mengalami kerugian atas pelayanan di rumah sakit, maka pasien dapat mengajukan keluhannya. Hak pasien adalah mendapatkan 269 Ibid, hal.219. 270 C.Tantri D dan Sulastri, Gerakan Organisasi Konsumen, Seri Panduan Konsumen, Jakarta : Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia-The Asia Foundation, 1995, hal.9-10. 271 Ibid, hal 12 Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009 ganti rugi apabila pelayanan yang diterima tidak sebagaimana mestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan interen rumah sakit dalam pelayanannya atau kepada lembaga yang memberi perhatian kepada konsumen kesehatan. Sebagai dasar hukum dari gugatan pasien atau konsumenpenerima jasa pelayanan kesehatan terhadap doktertenaga kesehatan dan rumah sakit terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata. Keluarga pasien yang merasakan dirugikan dengan kasus praktik medik dokter dapat melayangkan gugatan terhadap Majelis Kode Etik Kedokteran MKEK, maka majelis ini akan menyelesaikan pengaduan dari pasien atau keluarga pasien. Di samping itu dapat diajukan ke pengadilan karena merasa di rugikan dan di perlakukan tidak manusiawi. Maka dapat menggugat ganti rugi kepada pihak doktertenaga kesehatan dan rumah sakit karena telah melakukan perbuatan melawan hukum, dengan menimbulkan kerugian diakibatkan oleh kelalaiankesalahan dalam melakukan tindakan medik maupun pelayanan yang diberikan tidak sesuai standar kesehatan. 272 Doktertenaga kesehatan dan rumah sakit dapat dimintakan tanggungjawab hukum, apabila melakukan kelalaiankesalahan yang menimbulkan kerugian bagi pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan. Pasien dapat menggugat tanggungjawab hukum kedokteran medical liability, dalam hal dokter berbuat kesalahankelalaian. Dokter tidak dapat berlindung dengan dalih perbuatan yang tidak 272 Ibid, hal 13 sengaja, sebab kesalahankelalaian dokter yang menimbulkan kerugian terhadap pasien menimbulkan hak bagi pasien untuk menggugat ganti rugi. 273 Maka dibutuhkan perlindungan hukum bagi pasien penerima jasa pelayanan kesehatan untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Undang-undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan memberikan perlindungan hukum, baik kepada pasien sebagai penerima konsumen jasa pelayanan kesehatan dan pemberi produsen jasa pelayanan kesehatan, diantaranya diatur dalam pasal 53, 54 dan 55 UU No. 231992. 274 Jika terjadi sengketa antara para pihak dalam pelayanan kesehatan, maka untuk menyelesaikan sengketa atau perselisihan harus mengacu pada Undang-undang kesehatan dan Undang-undang perlindungan konsumen serta prosesnya melalui lembaga pengadilan ataupun dengan jalur luar pengadilan misalnya ke BPSK.

F. Analisis Kasus Rumah Sakit Elisabeth dengan Badan Penyelesaian Sengeta

Dokumen yang terkait

Perlindungan Konsumen Terhadap Jasa Pelayanan Tukang Gigi Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

12 99 88

Perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen jasa di bidang pelayanan medis berdasarkan kitab undang undang hukum perdata

0 6 97

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN PENGGUNA JASA PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT

0 3 109

PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) PADA RUMAH SAKIT ISLAM (RSI) IBNU SINA BUKITTINGGI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 6

TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP KESELAMATAN PASIEN TERKAIT PELAYANAN RUMAH SAKIT DALAM KEADAAN DARURAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT.

0 0 2

PERTANGGUNGJAWABAN PT. KALBE FARMA TERHADAP KORBAN OBAT ANESTESI BERMASALAH DI RUMAH SAKIT SILOAM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 1 2

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK PASIEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT (STUDI PADA RUMAH SAKIT MULIA HATI WONOGIRI.

0 0 17

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA PELAYANAN KESEHATAN DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK

0 0 15

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA PELAYANAN KESEHATAN DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK

0 0 20

JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 22