Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Pengadilan

Untuk memilih legal standing tersebut LPKSM yang menjadi wakil konsumen dilarang berstatus sebagai korban dalam perkara yang diajukan. Inilah perbedaan pokok antara gugatan berdasarkan class action dengan NGO’s legal standing. Oleh karena itu, unsur commonality dan typicality tidak dipersyaratkan dalam NGO’s legal standing. Selanjutnya, syarat adequacy of representative dalam NGO’s legal standing tidak lagi diserahkan sepenuhnya kepada penilaian hakim, melainkan ada kondisi objektif, yaitu harus memenuhi ketentuan Pasal 46 ayat 1 huruf c UUPK. 224

B. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Pengadilan

Pengadilan merupakan lembaga penyelesaian sengketa yang telah lama dikenal oleh masyarakat. Dasar hukum dibentuknya lembaga ini di Indonesia adalah UUD 1945 Pasal 24. Kemudian untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 UUD 1945 itu diundangkanlah UU No.14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman yang kemudian dirubah dengan UU No.35 Tahun 1999. Dalam Pasal 2 ayat 1 UU No.14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman, ditegaskan bahwa penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan yang ditetapkan dengan undang-undang, dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. 224 Op.Cit, hal.70. Dalam kaitannya dengan penyelesaian sengketa konsumen atau sengketa perlindungan konsumen melalui badan peradilan, lingkungan peradilan berwenang untuk memeriksa dan mengadili sengketa konsumen yaitu peradilan umum diatur dalam UU No.2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 48 UUPK yang menentukan bahwa penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45 UUPK. Penunjukan Pasal 45 UUPK lebih banyak tertuju pada ayat 4, yang artinya penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan hanya dimungkinkan apabila : 225 1. Para pihak belum memilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, atau; 2. Upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. Secara umum dikemukakan berbagai kritikan terhadap penyelesaian sengketa melalui peradilan umum yaitu karena : 226 1. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sangat lambat; Penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang pada umumnya lambat atau disebut buang waktu lama diakibatkan oleh proses pemeriksaan yang sangat 225 Op.Cit, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, hal.234. 226 Ibid, hal.235-236 Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009 formalistik dan sangat teknis. Di samping itu, arus perkara yang semakin deras mengakibatkan pengadilan dibebani dengan beban yang terlampau banyak. 2. Biaya perkara yang mahal Biaya perkara dalam proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan dirasakan sangat mahal, lebih-lebih jika dikaitkan dengan lamanya penyelesaian sengketa, karena semakin lama penyelesaian sengketa, semakin banyak pula biaya yang harus dikeluarkan. Biaya ini akan semakin bertambah jika diperhitungkan biaya pengacara yang juga tidak sedikit. 3. Pengadilan pada umumnya tidak responsif Tidak responsif atau tidak tanggapnya pengadilan dapat dari kurang tanggapnya pengadilan dalam membela dan melindungi kepentingan umum. Demikian pula pengadilan dianggap sering berlaku tidak adil, karena hanya memberi pelayanan dan kesempatan serta keleluasaan kepada ”lembaga besar” atau ”orang kaya”. Dengan demikian, timbul kritikan yang menyatakan bahwa ”hukum menindas orang miskin”, tapi ”orang berduit mengatur hukum”. 4. Putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah Putusan pengadilan dianggap tidak menyelesaikan masalah, bahkan dianggap semakin memperumit masalah karena secara objektif putusan pengadilan tidak mampu memuaskan, serta tidak mampu memberikan kedamaian dan ketentraman para pihak. 5. Kemampuan para hakim yang bersifat generalis Para hakim dianggap mempunyai kemampuan terbatas, terutama dalam abad iptek dan globalisasi sekarang, karena pengetahuan yang dimiliki hanya di bidang hukum, sedangkan di luar itu pengetahuannya bersifat umum, bahkan awam. Dengan demikian, sangat mustahil mampu menyelesaikan sengketa yang mengandung kompleksitas berbagai bidang. Jadi berdasarkan kritikan tersebut, timbul usaha-usaha untuk memperbaiki sistem peradilan, tapi usaha yang demikian tidak mudah, karena dalam memperbaiki sistem peradilan, terlalu banyak aspek yang akan diselesaikan dan terlalu banyak yang akan dilindungi, sementara kepentingan tersebut pada umumnya bertentangan. Sengketa konsumen merupakan perselisihan antara warga masyarakat yang satu dengan warga masyarakat yang lain, yang mana sengketa seperti itu menjadi kewenangan dari peradilan umum. Perihal prosedur atau tata cara penyelesaian sengketa konsumen, melalui pengadilan diatur dan tercantum dalam hukum acara perdata. Dengan demikian, prosedur atau hukum acara yang berlaku dalam penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan pada prinsipnya adalah semua ketentuan yang berlaku dalam hukum acara perdata di Indonesia dalam HIR Pasal 163, Pasal 1865 KUH Perdata kecuali telah diatur secara khusus dalam undang- undang ini. Perihal pengecualian ini dimungkinkan berdasarkan satu prinsip atau asas yang menyatakan bahwa suatu undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009 undang-undang yang bersifat umum lex specialis derogat lex generalis. 227 Adapun pengecualian-pengecualian terhadap asas ini adalah : 1. Gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat kedudukan konsumen; Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 23 UUPK yang pada intinya menyatakan bahwa pelaku usaha dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. 2. Beban pembuktian; Dalam penyelesaian sengketa konsumen, undang-undang telah memberikan penegasan pihak mana yang akan memikul beban pembuktian. Pasal 28 UUPK menyatakan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22 dan Pasal 23 UUPK merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Dengan demikian pelaku usahalah yang diwajibkan membuktikan bahwa ia tidak bersalah. 3. Gugatan kelompok; UUPK mengatur Lembaga Class Action dalam Pasal 46 ayat 1 butir b, yang pada intinya menyatakan bahwa gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama. 227 Purbacaraka dan Soekanto, Perundang-Undangan dan Yurisprudensi, cet.IV Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993, hal.8.

C. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan

Dokumen yang terkait

Perlindungan Konsumen Terhadap Jasa Pelayanan Tukang Gigi Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

12 99 88

Perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen jasa di bidang pelayanan medis berdasarkan kitab undang undang hukum perdata

0 6 97

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN PENGGUNA JASA PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT

0 3 109

PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) PADA RUMAH SAKIT ISLAM (RSI) IBNU SINA BUKITTINGGI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 6

TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP KESELAMATAN PASIEN TERKAIT PELAYANAN RUMAH SAKIT DALAM KEADAAN DARURAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT.

0 0 2

PERTANGGUNGJAWABAN PT. KALBE FARMA TERHADAP KORBAN OBAT ANESTESI BERMASALAH DI RUMAH SAKIT SILOAM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 1 2

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK PASIEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT (STUDI PADA RUMAH SAKIT MULIA HATI WONOGIRI.

0 0 17

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA PELAYANAN KESEHATAN DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK

0 0 15

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA PELAYANAN KESEHATAN DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK

0 0 20

JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 22