2. Tanggung jawab Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit
2.a. Pembagian Beban Tanggung Jawab Berdasarkan Bidang Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit
Untuk membahas tentang beban tanggung jawab berdasarkan bidang pelayanan di rumah sakit. Sebaiknya perlu diketahui tentang keadaan suatu rumah
sakit itu. Yang dimaksud dengan ”rumah sakit dalam keadaan statis” adalah peninjauan terhadap rumah sakit sebagai suatu badan atau institusi secara
keseluruhan, sebagai badan kesatuan. Dalam kaitannya sebagai subjek hukum di dalam tata kehidupan hukum, belum dilihat secara operasional tindakan masing-
masing tenaga kesehatan yang bekerja untuk dan atas nama rumah sakit. Jika dilihat dari segi yuridis, maka kiranya perlu diterbitkan suatu peraturan
pokok tentang rumah sakit yang terbaru yang mampu mengikuti perkembangan teknologi kesehatan saat ini. Karena sebelumnya sudah ada, hanya beberapa
peraturan saja sifatnya terpisah-pisah dan telah diterbitkan karena kebutuhan insidentil. Misalnya :
176
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Kesehatan;
2. Sistem Kesehatan Nasional SKN yang disahkan dengan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan No.99aMenKesIII1982 yang hanya menentukan tugas- tugas pokok rumah sakit pemerintah dan swasta sebagai komponen SKN, di
samping komponen-komponen lainnya;
176
http:maleakhi.com?=p98-peraturan-kesehatan.html, diakses tgl 1 Juni 2009
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
3. Peraturan Menteri Kesehatan No.920MenKesSKIII1989 yang menentukan
beberapa pokok tentang rumah sakit swasta; 4.
Permenkes No.585MenKesPERIX1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik Informed Consent yang mulai berlaku sejak tanggal 4 September 1989.
Peraturan ini sebenarnya termasuk bidang ”hukum kedokteran” medical law namun juga ada sangkut pautnya dengan rumah sakit. Pada Pasal 12 dikatakan
bahwa rumah sakit ikut bertanggung jawab terhadap persetujuan medik yang dilaksanakannya di rumah sakit;
5. Permenkes No.749a1989 yang mengatur tentang Medical Record yang
diterjemahkan dengan Rekam Medis. Peraturan ini penting dipelajari karena medical record merupakan bukti kita tentang apa yang telah dilakukan di rumah
sakit terhadap pasien. Hanya rekam medis ini belum begitu mendapat perhatian para dokter dan rumah sakit. Tapi jika terjadi suatu kasus baru akan terasa
kepentingannya; 6.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b tahun 1988 tentang Rumah Sakit.
Sehubungan dengan pertanggungjawaban di rumah sakit maka tidak akan terlepas dari beberapa ketentuan yang bersifat umum. Seperti yang diatur dalam
KUHP dan KUH Perdata. Juga ketentuan yang terdapat dalam hukum kesehatan dan hukum kedokteran. Azas ini antara lain dapat dilihat di dalam KUHAP Pasal 66:
”Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.” KUHAP Pasal
158: ’Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa.”
177
Timbul pertanyaan: ’bagaimana dengan hukum kedokteran, kepada siapa terletak beban pembuktian untuk membuktikan? pasiennya atau dokternya atau
rumah sakitnya? Apakah prinsip ini sama dengan Hukum Pidana yang berlaku umum.
178
Pasien adalah orang awam dalam bidang kedokteran. Bagaimana ia harus bisa memberikan bukti-bukti bahwa misalnya seorang dokter telah berbuat kelalaian
neglience? Disini memang terletak kesulitan pada hukum kedokteran, karena pasien atau pengacaranya umumnya tidak mengetahui seluk beluk hukum kedokteran. Untuk
itu biasanya akan dimintakan pendapatnya saksi dari profesi kedokteran. Dalam ketentuan yang dikenal, penggugatlah yang harus membuktikan bahwa
terdapat unsur kesalahan atau kelalaian pada pihak dokternya atau rumah sakitnya. Namun di dalam hal tertentu, misalnya jika kelalaian seorang dokter sudah
sedemikian jelasnya sehingga seorang awam pun sudah dapat menilainya, maka hal ini merupakan kebebasan hakim untuk mempersilahkan sang dokter membuktikan
ketidaksalahannya. Bila membahas masalah tanggung jawab rumah sakit, maka perlu juga
diketahui masalah hukum rumah sakit. Menurut Guwandi hukum rumah sakit adalah ”kesemua kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang perumasakitan dan
177
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
178
Op.Cit. J.Guwandi, hal.21.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
pemberian pelayanan kesehatan di dalam rumah sakit oleh tenaga kesehatan serta akibat-akibat hukumnya”.
Di dalam suatu organisasi harus ada seorang yang bertanggung jawab secara keseluruhan, begitu pula di dalam rumah sakit hal ini secara umum dipikul oleh
direktur kepala rumah sakit yang oleh pemiliknya diberi wewenang untuk pengelolaannya. Kemudian timbul pertanyaan siapa saja yang bertanggung jawab di
rumah sakit jika terjadi sesuatu dan terhadap hal apa saja? Siapa yang dapat dituntut apabila terjadi suatu kelalaian negligence apakah seluruhnya harus dipikulkan
kepada kepala rumah sakit? Sudah tentu tidak semua kesalahan dapat dilimpahkan kepadanya. Karena ia pun tidak mungkin mengetahui seluruh kejadian atau
melakukan pengawasan secara mendetail sikap-tindak para tenaga mediknya. Di dalam suatu rumah sakit terdapat banyak hal yang diputuskan dalam masing-masing
tingkat dan masing-masing bidang yang dapat dikatakan mempengaruhi berhasil tidaknya pemberian pelayanan perawatanpengobatan.
Maka dalam garis besar tanggung jawab di rumah sakit jika ditinjau dari sudut pelakunya dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan:
179
Tanggung jawab bidang Penanggungjawab
1. Bidang Perumahsakitan ------------------------ Kepala rumah sakit
2. Bidang Medik ----------------------------------- Masing-masing dokter
3. Bidang Keperawatan --------------------------
Masing-masing Perawat bidan, paramedik
179
Op.Cit, J.Guwandi, Dokter dan Rumah Sakit, hal.34.
Namun di dalam prakteknya tidak semudah dan sesederhana itu. Hal ini disebabkan karena pada kenyataanya ketiga kelompok tanggung jawab itu saling
berkaitan dan saling berjalin satu sama lain.
180
Maka seringkali agak sukar diukur untuk memilah-milah dan memberikan batas tanggung jawab yang tegas. Siapa yang
diminta tanggung jawabnya, di dalam suatu peristiwa harus dilihat secara kasuistis. Tidak dapat digenalisir karena tergantung pada banyak faktor, seperti:
1. situasi dan kondisi saat peristiwa itu terjadi;
2. keadaan pasien pre-existing condition;
3. bukti-bukti yang bisa diajukan medical record, saksi;
4. apakah sudah dilakukan berdasarkan ”standar profesi medik”;
5. apakah tidak terdapat kekeliruan dalam penilaian error of judgement;
6. apakah terjadi pendelegasian wewenang dan apakah pendelegasian tersebut dapat
dibenarkan dalam kasus itu; 7.
apakah tidak ada unsur kelalaian neglience atau kemungkinan adanya unsur kesengajaan;
8. jika ternyata ada unsur kelalaian: siapa yang lalai;
9. apakah tidak ada kesalahan pada pasien itu sendiri karena:
a. tidak menceritakan semua keadaan dirinya dengan kejujurannya;
b. tidak menurut nasihat dokter dan melanggar larangan-larangan
dokterrumah sakit sehingga memperburuk keadaannya.
180
Roscam Abing HDC, Civil liability in connection with hospital treatment; position of nurses. BPHN Departemen Kehakiman, 1986. Dalam Guwandi, Ibid, hal.34.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
10. tuntuan hukum yang diajukan ; pidana, perdata, administratif.
Berhubungan dengan pernyataan diatas maka Prof. Picard meyatakan, seorang pasien mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap dokernya, dan apabila kewajiban
itu tidak dilaksanakan maka pihak dokter rumah sakit dapat menolak pemberian ganti rugi yang diajukan keluarga pasien tersebut. Doktrin ini dikenal dengan
Contributy Neglience.
181
Sehubungan dengan tanggung jawab di dalam rumah sakit, juga harus dilihat dari manajemennya karena di dalam rumah sakit pucuk pimpinan dan tanggung
jawab terletak pada kepala rumah sakit pemerintah, yayasan, atau badan hukum lain yang melakukan manajemennya. Perlu juga dipikirkan seberapa jauh dampak hukum
resiko yang dapat timbul terhadap manajemen rumah sakit. Siapa yang secara yuridis harus bertanggung jawab di rumah sakit apabila ada tuntuan hukum, dokter,
perawat dan rumah sakit itu sendiri, berapa besar ganti kerugian. Apabila tenaga kesehatan di rumah sakit pemerintah melakukan kelalaian
yang mengakibatkan kerugian, maka Departemen Kesehatan dituntut menurut Pasal 1365 KUHPerdata karena pegawai yang bekerja pada rumah sakit pemerintah
menjadi pegawai negeri dan negara sebagai suatu badan hukum dapat dituntut untuk membayar ganti rugi atas tindakan pegawai negeri yang dalam menjalankan tugasnya
merugikan pihak lain. Sedangkan untuk rumah sakit swasta dapat diterapkan Pasal 1365 dan Pasal 1367 KUHPerdata karena rumah sakit swasta sebagai badan hukum
181
Ellen I.Picard dan Gerald B Roberston, Legal Liability of Doctors and Hospital in Canada, Third Edition.Canada: Carswell, 1984, hal. 234-237.
memiliki kekayaan sendiri dan dapat bertindak dalam hukum dan dapat dituntut seperti halnya manusia.
182
Kalau ditinjau dari sudut rumah sakit, maka tanggung jawab rumah sakit itu sendiri meliputi tiga hal yaitu;
1. Tanggung jawab yang berkaitan dengan personalia;
2. Tanggung jawab yang meyangkut sarana dan peralatan.
3. Tanggung jawab yang menyangkut duty of care kewajiban memberikan
perawatan yang baik. Menurut Soerjono perbedaan tanggung jawab yang ada disuatu rumah sakit
adalah sebagai berikut :
183
1. Tanggung jawab profesional verantwoordelijkheid, responsibility; dan
2. Tanggung jawab hukum aansprakelijkheid, liablity, accountability.
Lebih lanjut menurut Soerjono tanggung jawab profesional dokter diatur dalam Kode Etik Kedokteran dan Hukum Disiplin yang khusus berlaku terhadap
anggota seprofesi. Artinya jika ada pengaduan bahwa seorang dokter telah melakukan malpraktek atau kelalaian maka ia dapat diperiksa oleh majelis profesinya.
184
Tanggung jawab hukum adalah misalnya dalam hubungan antara dokter dengan pasien yang dirawatnya, atau antara rumah sakit dengan pasien rawat inapnya yang
dirawat oleh perawat-perawat rumah sakit. Atau antara rumah sakit dengan tenaga
182
http:els.bappenas.go.iduploadotherBanyak20Rumah20Sakit20tidak20Memiliki- MI.htm.
183
Soejono Soekanto. Segi-segi Hukum dan Kewajiban Pasien, Bandung: Mandar Maju, 1990, hal.30.
184
Ibid. hal.31
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
kesehatannya atau dengan pihak ketiga. Bagi rumah sakit berlaku Kode Etik Rumah Sakit Indonesia KODERSI.
Secara umum rumah sakit sebagai suatu kesatuan organisasi atau badan hukum bertanggung jawab terhadap tindakan para karyawannya jika sampai ada yang
mengakibatkan kerugian kepada orang lain. Hal ini termasuk apa yang dalam ilmu hukum dinamakan tanggung gugat vicarious liablity atau tanggung gugat seorang
majikan terhadap tindakan atau kesalahan karyawannya. Tanggung jawab rumah sakit terhadap personalia ini berdasarkan doktrin ”Hubungan majikan-karyawan”
Vicarious Liability, atau Respondent Superior atau Master-servan Relationship, Let the Master Answer yang terdapat di dalam kepustakaan hukum.
185
Hubungan majikan-karyawan berarti pertanggungjawaban seorang majikan terhadap suatu tindakannon-tindakan kelalaian dari karyawannya yang sampai
mengakibatkan kerugian pada pihak lain. Di Indonesia hal diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1367, jo 1366, 1365. Jika diantara majikan
dan karyawan terdapat hubungan kerja, dalam arti jika karyawan menerima gaji dan melaksanakan instruksi atasannya rumah sakit, maka hal ini tidak menimbulkan
kesulitan. Menurut hukum perdata majikan dapat dimintai pertanggungjawabannya jika sampai menimbulkan kerugian atau cedera pada pasien yang diakibatkan oleh
tindakan dan karyawannya.
185
J.Guwandi. Tindakan Medik dan Tanggungjawab Produk Medik, Jakarta:FKUI, 1993, hal.13-15
Lebih lanjut dalam Pasal 1367 KUH Perdata menjelaskan bahwa:
186
” Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga termasuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungan, atau disebabkan oleh barang- barang yang berada dibawah pengawasannya”.
Pasal 1366 KUH Perdata meyatakan:
”Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya
atau kurang hati-hati.” Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan:
”Tiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang oleh karena salah menerbitkan kerugian itu, untuk
menggantikan kerugian tersebut.”
Berdasarkan isi Pasal 1365 KUHPerdata diatas jelas bahwa perbuatan melawan hukum mengandung unsur :
187
1. adanya perbuatan,
2. perbuatan tersebut melawan hukum,
3. adanya kerugiaan,
4. adanya kesalahan, dan
5. adanya hubungan sebab akibat kausalitas antara perbuatan melawan hukum
dengan akibat yang ditimbulkan. Jadi kerugian yang ditimbulkan itu harus disebabkan karena perbuatan yang
melawan hukum itu; antara lain kerugian-kerugian dan perbuatan itu harus ada hubungannya yang langsung; kerugian itu disebabkan karena kesalahan pembuat.
186
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
187
Op.Cit, R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, hal 55
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
Kesalahan adalah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau kealpaan kelalaian. Perbuatan melawan hukum tidak hanya terdiri atas satu perbuatan, tetapi juga dalam
tidak berbuat sesuatu. Dalam KUH Perdata ditentukan pula bahwa setiap orang tidak saja bertanggungjawab terhadap kerugian yang disebabkan karena perbuatannya
sendiri, tetapi juga terhadap kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan orang-orang yang ditanggungnya, atau karena barang-barang yang berada dibawah
pengawasannya.
188
Jadi seseorang dapat dimintakan pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum atas dasar kesalahannya pribadi bahkan atas kesalahan atau kelalaian orang
lain yang berada di bawah pengawasnya Pasal 1367 KUHPerdata yaitu :
189
1. orang tua atau wali,
2. majikan dan bawahan,
3. guru atau tukang-tukang,
4. termasuk benda dan hewan-hewan yang berada di bawah pengawasannya.
Maka berkaitan dengan perbuatan melanggar hukum menurut hukum perdata seorang majikan atau rumah sakit dapat diminta pertanggungjawabannya, namun jika
menyangkut masalah pemberian layanan kesehatan di rumah sakit masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Misalnya mengenai tenaga dokter yang terdapat di rumah
sakit, masih harus dilihat dahulu statusnya. Harus dibedakan antara status dokter karyawan employee dan independent contractor dokter tamu. Perbedaan ini
188
Ibid, hal 26
189
Ibid
penting, karena seorang independent contractor bekerja secara mandiri dan bebas. Ia bekerja tidak untuk dan atas nama rumah sakit. Tidak dibawah pengawasaan atau
perintah majikan rumah sakit dalam arti cara bagaimana harus melakukan sesuatu. Kecuali jika sebelumnya ditentukan di dalam suatu perjanjian dan biasanya juga
hanya menyangkut hal-hal dalam garis-garis besar saja, dan tidak ada jam kerja tetap. Seorang dokter tamu hanya datang ke rumah sakit jika ada pasien pribadinya yang
dirawat. Atau seorang dokter tamu ahli bedah yang datang ke rumah sakit untuk melakukan operasi atas pasien pribadinya.
Lain halnya dengan dokter karyawan rumah sakit yang pada jam kerja harus datang dan menjalankan tugasnya. Ia terikat kepada dan harus mentaati peraturan
kerja rumah sakit. Ia bertindak untuk dan atas nama rumah sakit. Ia harus melakukan segala perintah yang diberikan oleh atasannya dan menyediakan waktu tertentu jam
kerja untuk pelaksanaan pekerjaannya. Sehubungan dengan penjelasan diatas maka dikenal dengan sebutan Doktrin
Captain of the ship.
190
1. Sejak dahulu yang dianut adalah doktrin ”captain of the ship” dalam arti bahwa
dokter ahli bedah yang mengepalai dan bertanggung jawab penuh atas segala sesuatu yang terjadi selama pembedahan berlangsung, termasuk segala tindakan
atau kelalaian dari seluruh tenaga yang membantu.
190
Op.Cit, J.Guwandi, hal.20.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
Didalam buku Guwandi ada beberapa ketentuan tentang pembagian beban tanggung jawab menurut bidang keahlian masing-masing tenaga
kesehatanmedik, yaitu: a.
Dokter Ahli Anestesi Doktrin ”Captain of the ship” tidak berlaku terhadap dokter ahli anestesi yang
pada umumnya dianggap bertanggung jawab penuh sendiri atas segala tindakan atau kelalaiannya.
b. Dalam Hubungan Team
Ada variasi lain dimana dalam pembedahan ada terdapat suatu team dokter dengan keahlian masing-masing. Maka ada perubahan dimulai sejak adanya
Nuboer-Arrest Aresst Hoge Raad tanggal 31 Mei 1968 No.328. Menurut keputusan ini diartikan ”bekerja sama di dalam suatu team” adalah jika kerja
sama ini terjadi pada berbagai ahli bidang masing-masing, sehingga masing ahli bertanggung jawab penuh atas tindakannya sendiri atau kesalahan masing-
masing. Ada beberapa negara yang dapat dijadikan contoh tentang penggunaan
Doktrin Vicarious Liablity yaitu
191
: 1.
Di Negara Inggris, seorang dokter secara pribadi bertanggung jawab terhadap kerugian pasien yang disebabkan karena kelalaiannya neglience. Namun pasien
rumah sakit masih dapat menuntut rumah sakitnya apabila dokter itu sendiri
191
Ibid
mempunyai kewajiban merawat duty of due care dan tidak dapat mengelakkan diri dengan memakai tenaga kontrak lepas.
2. Di Belanda, jika pasien itu dirawat di rumah sakit, maka selain dokternya, rumah
sakit juga turut bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu yang merugikan pasien. Hal ini dilaksanakannya dengan menambahkan satu bab baru pada Burgerlijk
Wetboek yang dinamakan perjanjian tentang pelayanan medik De overeenkomst in zake geneeskundige behandeling.
3. Di Amerika Serikat, pendirian tentang hubungan dokter di dalam rumah sakit
berdasarkan doktrin vicarious liabilityrespondent superior ternyata tidak berbeda. Rumah sakit pada umumnya dianggap bertanggung jawab terhadap
tindakan non tindakan dokter karyawannya. Hal ini tercermin dalam beberapa yurisprudensi yaitu Bing v. Thuning, New York.
Apabila seorang profesional yang diperkerjakan oleh rumah sakit telah melakukan suatu tindakan malpraktik, maka rumah sakit dapat dianggap bertanggung
jawab atas doktrin respondent superior. Di Amerika rumah sakit juga bisa dianggap bertanggung jawab atas dasar vicorius liability yang ditafsirkan lebih luas, yaitu
dengan memakai doktrin ostensible agency. Sebagaimana diterangkan di depan tentang doktrin Respondent Superior
Vicarious Liability, maka rumah sakit dan perawat sebagai karyawan terdapat hubungan majikan dan karyawan, berdasarkan KUH Perdata pasal 1367 jo 1365,
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
1366 maka rumah sakit secara perdata bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita pasien yang disebabkan oleh tindakan atau kelalaian perawatnya.
Dewasa ini fungsi dan kedudukan rumah sakit telah mengalami perubahan besar. Rumah sakit tidak hanya menyediakan tempat tidur dan makanan, tetapi juga
ditambah dengan banyak fungsi penunjang: pemberian pelayanan perawatan yang terdidik dan terampil, prosedur diagnosis yang khusus ultra-sonograf, CT-scan,
MRI, ECG, echokardografi, perawatan pra dan pasca bedah, pelayanan perawatan intensif ICU, ICCU, terapi khusus ESWL, haemodialisis.
Makin lama makin banyak fungsi yang dibebankan kepada rumah sakit dalam memberikan pelayanan perawatan dan pengobatan terhadap pasien. Hal ini tidak
menimbulkan lebih banyak pembebanan tanggung jawab terhadap seluruh tenaga yang bekerja di rumah sakit, tetapi juga mengakibatkan kecenderungan timbulnya
suatu doktrin yang dinamakan corporate liablity. Doktrin ini sebenarnya tidak lain adalah doktrin vicarious liabilty yang diperluas. Berbagai tanggung jawab kini
disatukan sehingga yang pertama-tama dianggap bertanggungjawab adalah rumah sakit.
192
Jadi jelas bahwa rumah sakit sebagai suatu badan atau organisasi hanya bisa bertindak melalui tenaga-tenaga yang diperkerjakannya. Secara yuridis rumah sakit
sebagai suatu kegiatan dari suatu badan yang bertanggungjawab apabila ada pelayanan cure and care yang tidak lazim atau dibawah standard. Di dalam rumah
sakit yang dimintakan tingkat kehati-hatian yang tinggi adalah pada bagian farmasi
192
Op.Cit, J.Guwandi
dan pemberian obat-obatan, termasuk juga pemberian transfusi darah karena kesalahan bisa membawa akibat yang fatal bagi pasien.
Namun suatu ketentuan bahwa rumah sakit yang mempunyai duty of care terhadap pasiennya harus menjaga agar fungsi tersebut dijalankan berdasarkan:
193
1. standard profesi medik oleh para dokter;
2. standard profesi keperawatan oleh para perawat;
3. standard profesi kebidanan oleh para bidan;
4. standard profesi lainnya;
5. standard peralatan rumah sakit.
Doktrin respondent superior melihat tanggung jawab itu dari segi pelakunya yang merupakan karyawan rumah sakit, tetapi yang bertanggung jawab adalah rumah
sakitnya sebagai ”Bosnya”. Dianggap adanya suatu kelalaian institusi corporate neglience yang akhir-akhir ini berkembang melalui doktrin corporate liability yang
ternyata juga melanda diberbagai negara. Menurut doktrin ini rumah sakit sebagai institusi yang menyediakan diri untuk memberikan pelayanan perawatan dan
pengobatan cure and care juga bertanggungjawab atas segala peristiwa yang terjadi di rumah sakitnya. Tegasnya yang pertama-tama bertanggungjawab adalah rumah
sakitnya dahulu, namun bila ada kesalahankelalaian yang tidak wajar dilakukan oleh seorang dokter, bisa saja rumah sakit kemudian menggunakan hak regresnya
memerintahkan digantikan lagi kepada dokternya. Kadangkala langsung kedua-
193
Levey dan Loomba, 1973. Dalam Azrul Azwar, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta: Sinar Harapan, 1996, hal.12
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
duanya, rumah sakit dan dokter sekaligus dituntut. Alasan lain dari timbulnya doktrin corporate liability adalah bahwa pasien tidak bisa mengetahui yang mana dokter
karyawan dan yang mana hanya dokter tamu yang diberi izin untuk merawat pasien pribadinya dan mempergunakan fasilitas rumah sakit.
2. Prinsip Tanggung Jawab Rumah Sakit sebagai Pelaku Usaha di Bidang Jasa