Disamping itu, untuk mendukung data sekunder, dilakukan wawancara
79
di Rumah Sakit Elisabeth Medan dan Badan Penyelesian Sengketa Konsumen
BPSK Medan. Wawancara di Rumah Sakit Elisbeth Medan dilakukan kepada direktur rumah sakit dalam hubungannya dengan pelayanan kesehatan di rumah
sakit tersebut. Alasan pemilihan rumah sakit ini karena Rumah Sakit Elisabeth Medan
merupakan rumah sakit swasta yang diketahui oleh masyarakat luas sebagai rumah sakit dengan pelayanan terbaik namun pada September 2007 pernah
digugat oleh pasien dalam kasus masalah pelayanan rumah sakit.
80
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan library research untuk mendapatkan konsepsi, teori atau doktrin,
pendapat atau pemikiran konseptual dari penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan Perundang-
undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya yang keseluruhannya merupakan data sekunder.
79
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara interviewer yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
interviewee yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dikutip dari Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1998, hal.135.
80
Sumber Data: Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK Medan Tahun 2007
Dalam penelitian ini alat pengumpul data yang digunakan adalah dengan mempergunakan studi pustaka library research dan mengadakan wawancara depth
interview kepada pelaku usaha. Teknik pengumpulan data studi kepustakaan pada penelitian ini dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut : a.
Menginventarisir peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan masalah jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit, khususnya yang terkait langsung dengan
pasien yang berobat di rumah sakit. b.
Menginventarisir bahan-bahan sekunder yang relevan dengan rumusan permasalahan.
c. Mengumpulkan bahan hasil wawancara dengan rumusan permasalahan.
d. Penelusuran bahan melalui Internet.
4. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
81
Data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan
mempergunakan metode analisis kualitatif yang didukung oleh logika berpikir secara
81
Op.Cit, Lexy J.Moleong, hal.103
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
deduktif, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul melalui wawancara secara langsung dan terarah. Analisis untuk data kualitatif dilakukan
dengan cara pemilihan pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit, dan
kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga akan untuk memperoleh diskripsi mengenai objek yang diteliti. Sehingga mendapatkan jawaban
sesuai dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini secara komprehensif, holistik dan mendalam.
BAB II ANALISIS TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT
TERHADAP KONSUMEN PASIEN DI INDONESIA
A. Hukum Perlindungan Konsumen
Setiap manusia pada dasarnya membutuhkan barang danatau jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia sangat beraneka ragam dan dapat
dibedakan atas berbagai macam kebutuhannya. Jika dilihat dari tingkatannya, maka kebutuhan konsumen dapat terbagi menjadi tiga yaitu kebutuhan primer, kebutuhan
sekunder, dan tertier. Selain itu, kebutuhan manusia juga dapat dibagi menjadi kebutuhan jasmani dan rohani.
Adanya bermacam-macam dan berbagai jenis kebutuhan tersebut maka setiap manusia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik berupa barang
maupun jasa. Berbagai kebutuhan tersebut ditawarkan oleh pelaku usaha sehingga tercipta hubungan timbal balik antara konsumen dan pelaku usaha serta saling
membutuhkan satu dengan yang lainnya. Aneka ragam barang danatau jasa yang ditawarkan oleh para pelaku usaha kepada konsumen sebagai sebuah hubungan
timbal balik.
82
Terdapat saling ketergantungan dan membutuhkan antara konsumen dan pelaku usaha, sehingga sudah seharusnya kedudukan konsumen dan pelaku usaha
82
Purnadi Purwacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-sendi Ilmu dan Tata Hukum, cetakan V, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989, hal.43.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
berada pada posisi yang seimbang. Namun dalam kenyataannya, kedudukan konsumen dan pelaku usaha tidaklah seimbang. Konsumen seringkali berada pada
posisi atau kedudukan yang lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha.
83
Salah satu yang menyebabkan kedudukan konsumen lebih lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha adalah konsumen pada umumnya
kurang mendapatkan akses informasi danatau informasi yang benar, jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari suatu barang atau jasa.
84
Konsumen tidak memiliki kesempatan dan sarana yang cukup untuk mengakses berbagai informasi yang
dibutuhkan dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan suatu barang danatau jasa. Hal ini dapat terjadi karena pelaku usaha sebagai pihak yang memproduksi dan
menawarkan barang danatau jasa tidak memberikan informasi yang jelas mengenai keadaan, cara penggunaan atau jaminan atas barang danatau jasa yang ditawarkan
kepada konsumen. Kurangnya informasi dan akses informasi yang menyesatkan, mengelabui atau tidak jujur kepada konsumen demi kepentingan sepihak untuk
memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin tanpa memperdulikan konsumen. Kurangnya informasi dan akses informasi ini mempunyai dampak yang cukup besar
bagi konsumen, terutama dalam memperoleh kenyamanan, keselamatan danatau kesehatan dalam mengkonsumsi suatu barang danatau jasa.
85
83
Zumrotin K Susilo, Hak-hak Konsumen, cet.I, Jakarta: Puspa Swara, 1996, hal.11-14.
84
Ibid, hal.viii-ix
85
Happy Susanto, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta: Visimedia, 2008, hal.15.
Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa kedudukan konsumen berada pada posisi yang lemah bila dibandingkan dengan pelaku usaha. Ketidakseimbangan
kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen inilah yang menyebabkan pentingnya suatu perlindungan konsumen ditegakkan dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan
yang berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sehingga konsumen berada pada posisi seimbang dengan kedudukan
pelaku usaha. Sesuai dengan Pasal 2 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 lima prinsip yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:
86
1. Prinsip Manfaat
Dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2.
Prinsip Keadilan Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujukan secara maksimal
dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
86
J.Satrio, Hukum Perikatan Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Buku I, Cetakan II, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2001, hal.100.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
3. Prinsip Keseimbangan
Dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam materil maupun spritual.
4. Prinsip Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan atau jasa
yang digunakan. 5.
Prinsip Kepastian Hukum Dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dan penyelenggaraan perlindungan konsumen, dimana negara dalam hal ini turut menjamin adanya kepastian hukum tersebut.
Pihak-pihak yang terkait dengan hukum perlindungan konsumen, yaitu :
1. Konsumen
Sebelum lahirnya UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, batasan dan pengertian tentang konsumen masih rancu. Istilah konsumen telah dimuat
pertama kali dalam TAP MPR No.IIMPR1993 Bab IV huruf f butir 4a tentang GBHN dan selanjutnya di singgung sedikit dalam beberapa peraturan perundang-
undangan. Namun, tidak satupun menjelaskan pengertian konsumen. Untuk memperkecil lingkup pengertian konsumen, maka pengertian konsumen dapat terdiri
dari tiga bagian, yaitu :
87
87
Loc.Cit, Az. Nasution, hal.7.
I. Konsumen dalam arti umum adalah pemakai, pengguna danatau pemanfaat
barang danjasa untuk tujuan tertentu. II.
Konsumen-antara adalah pemakai, pengguna danatau pemanfaat barang danjasa untuk diproduksi produsen menjadi barangjasa lain atau untuk diproduksi
produsen menjadi barangjasa lain atau untuk memperdagangkan distributor, dengan tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha.
III. Konsumen-akhir adalah pemakai, pengguna danatau jasa pemanfaat barang
danatau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
Setelah lahirnya UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka jenis konsumen yang dilindungi adalah jenis konsumen akhir. Hal ini terlihat
dari Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Perlindungan Konsumen yang menjelaskan defenisi konsumen, yaitu :
”Konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
88
Batasanpengertian tentang konsumen ini sangat penting untuk dijelaskan
agar konsumen dapat mempunyai jaminan kepastian hukum dalam melakukan suatu hubungan hukum. Untuk selanjutnya pengertian konsumen yang akan di bahas dalam
tulisan ini adalah konsumen akhir sesuai dengan pengertian konsumen dalam UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
88
Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
Pasien sebagai konsumen diartikan ”setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik kepentingan sendiri maupun kepentingan orang lain”. Dalam
pelayanan di bidang medis, tidak terpisah akan adanya seorang tenaga kesehatan dengan konsumen, dalam hal ini pasien. Pasien dikenal sebagai penerima jasa
pelayanan kesehatan dalam bidang perawatan kesehatan.
89
Pasien mempunyai kedudukan yang sederajat dengan rumah sakit dan dokter yang bekerja di rumah sakit. Pasien selain dilindungi oleh Undang-undang Kesehatan
Nomor 23 Tahun 1992, juga dilindungi oleh Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen
Nomor 8 Tahun 1999, pada penjelasan bagian I umum disebutkan ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen yang salah
satunya adalah Undang-undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992. Dengan demikian, menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, pasien
merupakan konsumen, khususnya konsumen jasa pelayanan kesehatan health consumer yang harus dilindungi hak-haknya.
90
2. Pelaku Usaha