C. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan
Pasal 47 UUPK menyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan
besarnya ganti rugi danatau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.
228
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau yang lebih dikenal dengan Alternative Dispute Resolution ADR dapat ditempuh dengan berbagai cara. ADR
tersebut dapat berupa arbitrase, mediasi, konsiliasi, minitrial, summary jury trial, settlement conference serta bentuk lainnya. Sedangkan dalam Pasal 1 Undang-undang
No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase dibedakan dari alternative penyelesaian sengketa, karena yang termasuk dalam
alternatif penyelesaian sengketa hanya konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi dan penilaian ahli.
229
Alternatif penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan dengan cara:
230
1. Konsiliasi
Pasal 1 angka 9 Kepmen Deperindag No.350MPPKep122001 menjelaskan bahwa konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan dengan perantaraan BPSK untuk mempertemukan pihak yang bersengketa, dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak. Penyelesaian
dengan cara ini dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan
228
Pasal 47 Undang-undang Perlindungan Konsumen.
229
Op.Cit, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, hal.233.
230
Op.Cit, Celina Tri Siwi Kristiyanti, hal.199.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
didampingi oleh majelis yang bertindak pasif sebagai konsiliator Pasal 5 ayat 1 Kepmen ini.
231
Sebagai pemerantara antara pihak yang bersengketa, majelis BPSK bertugas Pasal 28 SK Menperidag No.350MPPKep122001:
232
a. Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. Memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa
d. Menjawab pertanyaan konsumen dan pelaku usaha, perihal peraturan perundang-
undangan di bidang perlindungan konsumen. Prinsip tata cara Penyelesaian Sengketa Konsumen PSK dengan cara
konsiliasi, berdasarkan Pasal 29 SK Menperindag No.350MPPKep122001, terdiri atas:
233
a. Proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentuk maupun jumlah
ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, sedangkan majelis BPSK bertindak pasif sebagai konsiliator.
b. Hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam bentuk
keputusan BPSK.
231
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.350MPPKep122001
232
Ibid
233
Ibid
2. Mediasi
Penyelesaian sengketa dengan cara mediasi berdasarkan Pasal 1 angka 10 Kepmen Deperindag No.350MPPKep122001 tentang Pengangkatan
Pemberhentian Anggota Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, menjelaskan bahwa mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa konsumen di
luar pengadilan dengan perantaraan BPSK sebagai penasehat dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak.
234
Penyelesaian dengan cara ini dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh majelis yang bertindak aktif sebagai mediator
Pasal 5 ayat 2 Kepmen Deperindag No.350MPPKep122001. Keaktifan majelis BPSK sebagai pemerantara dan penasehat Penyelesaian Sengketa Konsumen PSK
dengan cara mediasi terlihat dari tugas Majelis BPSK ,yaitu:
235
a. Memanggil konsumen dan pelaku usaha bila diperlukan;
b. Memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. Secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. Secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
234
Ibid
235
Op.Cit, Celina Tri Siwi Kristiyanti, hal.200.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
Prinsip tata cara Penyelesaian Sengketa Konsumen PSK dengan mediasi ada 2 berdasarkan Pasal 31 SK Menperindag No.350MPPKep122001 :
236
a. Proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentuk maupun jumlah
ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, sedangkan Majelis BPSK bertindak aktif sebagai mediator dengan memberi nasehat, petunjuk, saran dan
upaya-upaya lain dalam menyelesaikan sengketa. b.
Hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam bentuk keputusan BPSK
3. Arbitrase
Lain dengan cara konsiliasi dan mediasi, berdasarkan Pasal 1 angka 11 SK Menperindag No.350MPPKep122001, arbitrase adalah proses penyelesaian
sengketa konsumen di luar pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaiannya kepada BPSK untuk
memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi.
237
Cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase ini berbeda dengan dua cara sebelumnya. Dalam cara arbitrase, badan atau majelis yang dibentuk
BPSK bersikap aktif mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa jika tidak tercapai kata sepakat diantara mereka. Cara pertama yang dilakukan adalah badan ini
memberikan penjelasan kepada pihak-pihak yang bersengketa perihal perundang-
236
Op.Cit, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.350MPPKep122001.
237
Ibid
undangan yang berkenaan dengan hukum perlindungan konsumen. Lalu, masing- masing pihak yang bersengketa diberikan kesempatan yang sama untuk menjelaskan
apa saja yang dipersengketakan. Nantinya, keputusan yang dihasilkan dalam penyelesaian sengketa ini adalah menjadi wewenang penuh badan yang dibentuk
BPSK tersebut. Proses pemilihan majelis BPSK dengan cara arbitrase ditempuh melalui 2
tahap berdasarkan Pasal 32 SK Menperindag No.350MPPKep122001, yaitu :
238
a. Para pihak memilih arbitor dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku
usaha dan konsumen sebagai anggota majelis BPSK b.
Arbitor yang dipilih para pihak tersebut kemudian memilih arbitor ketiga dari anggota BPSK dari unsur pemerintah sebagai Ketua Majelis BPSK. Jadi unsur
pemerintah selalu dipilih menjadi Ketua Majelis.
239
Untuk mengatasi keberlikuan proses pengadilan, UUPK memberi jalan alternatif dengan menyediakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pasal 45
ayat 4 UUPK menyebutkan, apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika
upaya itu dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. Ini berarti penyelesaian di pengadilan juga tetap dibuka setelah para
pihak gagal menyelesaikan sengketa diluar pengadilan.
238
Ibid
239
Ibid, hal.201.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
Pasal 54 ayat 3 UUPK menegaskan bahwa putusan majelis dari BPSK itu bersifat final dan mengikat. Kata ”final” diartikan sebagai tidak adanya upaya
banding dan kasasi. Yang ada adalah ”keberatan” yang dapat disampaikan kepada pengadilan negeri dalam waktu 14 hari kerja setelah pihak berkepentingan menerima
pemberitahuan putusan tersebut. Jika pihak yang ”dikalahkan” tidak menjalankan putusan BPSK, maka putusan itu akan diserahkan oleh BPSK kepada penyidik untuk
dijadikan bukti permulaan yang cukup, dalam melakukan penyidikan UUPK sama sekali tidak memberikan kemungkinan lain bagi BPSK, kecuali menyerahkan putusan
itu kepada penyidik. Terhadap putusan Pengadilan Negeri pun, meskipun dikatakan bahwa UUPK hanya memberikan hak kepada pihak yang Agung, namun dengan
mengingat akan relativitas dan tidak merasa puas, peluang untuk mengajukan kasasi sebenarnya terbuka bagi setiap pihak dalam perkara. Selain itu UUPK juga telah
memberikan jangka waktu yang pasti bagi penyelesaian perselisihan konsumen yang timbul, yakni 21 hari untuk proses pada tingkat Pengadilan Negeri, dan 30 hari untuk
diselesaikan di Mahkamah Agung, dengan jeda masing-masing 14 hari untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri maupun Kasasi ke Mahkamah
A .
gung
240
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK merupakan suatu lembaga khusus yang dibentuk oleh pemerintah di tiap-tiap Daerah Tingkat II untuk
penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
240
Gunawan Widjaja, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, hal.78.
2001 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen baru dibentuk. Didalamnya diatur keanggotaan BPSK yang terdiri dari unsur-unsur pemerintah, unsur konsumen,
dan unsur pelaku usaha dengan ketentuan bahwa setiap unsur diwakili oleh sedikit- dikitnya 3 tiga orang, dan sebanyak-banyaknya 5 lima orang.
241
Pengangkatan dan pemberhentian anggota BPSK ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan
gka waktu 21 dua puluh satu hari terhitung sejak gugatan terim
Perdagangan. Dalam menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, BPSK membentuk
majelis, dengan jumlah anggota yang harus berjumlah ganjil, yaitu terdiri dari sedikit- dikitnya 3 tiga orang yang mewakili semua unsur, dan dibantu oleh seorang
panitera. Menurut Ketentuan Pasal 54 ayat 4 UUPK, ketentuan teknis dari pelaksanaan tugas majelis BPSK yang akan menangani dan menyelesaikan sengketa
konsumen akan diatur tersendiri oleh Menteri Perindustrian dan Perdangangan. Yang jelas BPSK diwajibkan untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang diserahkan
kepadanya dalam jan di
a oleh BPSK. Lembaga penyelesaian konsumen diluar pengadilan, yang dilaksanakan oleh
BPSK ini memang dikhususkan bagi konsumen perorangan yang berselisih dengan pelaku usaha tertentu. Sifat penyelesaian sengketanya sebenarnya bersifat cepat,
murah, dan adil. Terhadap keputusan BPSK ini masih memungkinkan adanya keberatan yang diajukan melalui kasasi ke MA. Jadi penyelesaian sengketa konsumen
tersebut dapat dilakukan melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan
241
Pasal 49 Undang-undang Perlindungan Konsumen.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
pilihan sukarela dari pihak yang bersengketa UUPK Pasal 45 ayat 2. Artinya dibuka kesempatan untuk menyelesaikan sengketa konsumen pada koridor
Alternative Dispute Resolution ADR. Alternatif penyelesaian sengketa kemudian diatur dalam Pasal 52 UUPK mengenai tugas dan wewenang BPSK yaitu
melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui dias
keta konsumen au m
me i, konsiliasi atau arbitrase.
Menurut ketentuan Pasal 4 butir e UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, salah satu hak konsumen adalah hak untuk mendapatkan
advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan secara patut. Lebih lanjut, salah satu kewajiban pelaku usaha adalah memberikan kompensasi,
ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan UUPK Pasal 7 butir f.
Kewajiban tersebut ada bila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Jika hal tersebut tidak dilakukan oleh pelaku usaha,
maka UUPK mengaturnya dalam ketentuan Pasal 23 UUPK yaitu pelaku usaha yang menolak danatau tidak memberikan tanggapan danatau tidak memenuhi ganti rugi
atas tuntutan hukum, dapat digugat melalui badan penyelesaian seng at
engajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Cara penyelesaian sengketa konsumen dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, pada prinsipnya dapat mengacu pada ketentuan Pasal 45 UUPK yaitu melalui
engajukan gugatan kepada Badan
i peradilan yan
adilan, diluar
BPSK bertindak sebagai mediator.
243
Cara mediasi cara:
242
1. Pihak konsumen yang dirugikan dapat m
Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK; 2.
Pihak konsumen yang dirugikan dapat mengajukan gugatan melalu g berada di lingkungan peradilan umum;
3. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Alternatif dalam penyelesaian sengketa konsumen yang sering terjadi dalam
praktek saat ini dilakukan oleh suatu badan khusus bidang pelayanan kesehatan, yaitu Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia YPKKI. Dalam sengketa
yang terjadi antara konsumen dengan pelaku usaha UUPK menyediakan 3 tiga alternative yang bisa dipilih konsumen yaitu penyelesaian melalui peng
pengadilan atau melalui BPSK. Ketiga alternatif ini dipilih oleh konsumen dengan terlebih dahulu mempertimbangkan waktu, biaya dan prosedur yang diperlukan untuk
masing-masing pilihan dibandingkan dengan nilai kerugian konsumen. Dari data yang ada di BPSK kasus pengaduan konsumen kesehatan biasanya
diselesaikan secara mediasi dan ini ditempuh untuk meringankan biaya, waktu dan prosedur yang panjang di
242
Pasal 45 Undang-undang Perlindungan Konsumen.
243
Wawancara dengan Dharma Bakti Nasution dari BPSK Medan, tanggal 20 Juni 2009.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
pengadilan. Jadi badan ini hanya melakukan mediasi, dengan mediasi pun ternyata efektif karena 90 bisa selesai.
Tuntutan hukum akibat kelalaian medik tampaknya memang tidak dapat dihindarkan, maka wajar jika kemudian rumah sakit di Indonesia merasa cemas. Oleh
Majelis inilah yang berwenang menerapkan ketentuan-ketentuan kode etik terhadap karena itu dibuat seperangkat peraturan atau kaidah yang mengikat kedua pihak.
Perangkat tersebut dinamakan hospital by laws
244
, yang dirumuskan dalam bentuk peraturan rumah sakit, surat keputusan, standard operation procedure SOP, surat
ketetapan, surat penugasan, pemberitahuan dan pengumuman.
245
Apabila ada kasus kesehatan maka harus ditelaah terlebih dahulu. Misalnya apakah dokter sudah mentaati SOP, jika sudah mentaati SOP maka untuk sulit
menyalahkannya. Mengenai kasus yang melibatkan pihak dokter dan rumah sakit, maka diselesaikan terlebih dahulu oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
MKEK. Majelis etik kodekteran Indonesia ditetapkan dengan Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No.170PBA-II1989 dan disahkan dalam
Muktamar Ikatan Dokter Indonesia Ke-21 tahun 1991 di Yogyakarta.
246
Pembentukan MKEK adalah untuk membimbing, mengawasi, dan menilai perilaku para dokter dalam menjalankan tugas mereka memelihara kesehatan para konsumen.
244
Hospital by laws adalah seperangkat peraturan yang mengatur berbagai bentuk pola hubungan dan tanggung jawab pihak-pihak terkait.
http:els.bappenas.go.iduploadotherBanyak20Rumah20Sakit20tidak20Memiliki-MI.htm ,
diakses tanggal 17 Juni 2009.
245
Ida Cynthia.S, Ada Kesalahan, Ada Sanksi, Ada Hukuman, Jakarta: Samaritan, Agustus- Oktober 2001 hal.7.
246
Op.Cit, Az.Nasution, hal.214
para dokter dan setiap tenaga kesehatan. Tugas MKEK ini dirancang untuk menangani setiap perilaku atau tindakan pelayanan kedokteran, pendidikan atau
e etik kedokteran oleh dokter engabdian profesi kedokteran. Penanganan ini
MK
mempunyai imunitas untuk meneruskan kasus ini ke pengadilan,
ngketa dengan mediasi.
248
Hal mana cara ini lebih efektif, karena jika dilaksanakan di pengadilan mengingat kondisi pasien konsumen sangat tidak
penyelidikan kedokteran, yang menyimpang dari kod pada waktu menyelenggarakan p
dilakukan apabila dipenuhi persyaratan sebagai berikut:
247
1. Ada pengaduan yang disampaikan kepada MKEK;
2. Atas permintaan pengurus IDI;
3. EK menduga adanya pelanggaran etik kedokteran.
Sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap seorang dokter pelanggar kode etik tergantung dari berat ringannya pelanggaran yang dilakukan.
Kadang-kadang terdapat kasus yang mengandung unsur malpraktek tetapi ketua MKEK tidak
karna hal ini pernah diancam oleh dokter yang berpekara. Sehingga mengakibatkan masyarakat mendapat kesan, etika kedokteran merupakan tabir untuk menutupi
kesalahan dokter. Dari kasus antara Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan dengan Badan
Penyelesaian Sengketa BPSK Medan diselesaikan dengan cara arbitrase. Namun dari beberapa kasus yang ada, lebih baik dilaksanakan dengan cara alternatif
penyelesaian se
247
Ibid
248
Wawancara dengan Dharma Bakti Nasution dari BPSK Medan, tanggal 20 Juni 2009.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
m gkinkan untuk beracara di pengadilan, apalagi pasien tersebut orang yang
tidak mampu. emun
nsultasinya sebagai berikut :
249
ga pelaku usaha;
konsumen; d.
Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota
Makasar.
250
Menurut UU Perlindungan Konsumen BPSK bertugas memberikan konsultasi perlindungan konsumen. Bentuk ko
a. Memberikan penjelasan kepada konsumen atau pelaku usaha tentang hak dan
kewajibannya masing-masing; b.
Memberikan penjelasan tentang bagaimana menuntut ganti kerugian atas kerugian yang diderita oleh konsumen dan ju
c. Memberikan penjelasan tentang bagaimana memperoleh pembelaan dalam hal
penyelesaian sengketa Memberikan penjelasan tentang bagaimana bentuk dan tata cara penyelesaian
sengketa konsumen; BPSK dibentuk oleh pemerintah untuk menyelesaikan sengketa konsumen di
luar pengadilan. Kedudukan badan ini berada di daerah kota danatau daerah kabupaten. Susunan pengurusan BPSK dibentuk oleh gubernur masing-masing
provinsi dan diresmikan oleh Menteri Perdagangan. Untuk pertama kali Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK dibentuk pada setiap Pemerintah Kota
Medan, Kota
249
Op.Cit, Happy Susanto, hal.83.
250
Ibid, hal.85.
Menurut UU Perlindungan Konsumen Pasal 52, tugas dan wewenang BPSK sebagai berikut :
251
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara
melalui mediasi atau arbitrase; b.
Memberikan konsultasi perlindungan konsumen.; c.
Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; d.
Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini;
e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang
terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; f.
Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; g.
Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, danatau setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini; i.
Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak
bersedia memenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen; j.
Mendapatkan, meneliti danatau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan danatau pemeriksaan;
k. Memutuskan dan menetapkan ada tidak adanya kerugian pihak konsumen;
251
Pasal 52 Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
l. Memberitahukan putusan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen; m.
Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
Dalam menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, BPSK membentuk majelis. Jumlah anggota majelis harus ganjil dan sedikit-dikitnya tiga orang yang
mewakili unsur pemerintah, konsumen, dan pelaku usaha dibantu oleh seorang panitera.
Secara teknis peradilan semu quasi rechtspraak, permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen PSK diatur dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 17 SK
Menperindag Nomor 350MPPKep122001. Bentuk permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen PSK diajukan secara tertulis atau lisan ke Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen BPSK melalui Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK setempat oleh konsumen.
Dalam hal konsumen yang tidak dapat mengajukan gugatan :
252
1. Meninggal dunia;
2. Sakit atau telah lanjut usia manula;
3. Belum dewasa;
4. Orang asing warga negara asing, maka permohonan dapat diajukan oleh ahli
waris atau kuasanya.
252
Op.Cit, Yusuf Shofie, hal.30.
Isi permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen PSK harus memuat secara benar dan lengkap Pasal 16 SK Menperindag Nomor
350MPPKep122001:
253
1. Identitas konsumen, ahli waris atau kuasanya disertai bukti diri;
2. Nama dan alamat pelaku usaha;
3. Barang atau jasa yang diadukan;
4. Bukti perolehan, keterangan tempat, waktu dan tanggal perolehan barang atau
jasa yang diadukan; 5.
Saksi-saksi yang mengetahui perolehan barang atau jasa, foto-foto barang atau kegiatan pelaksanaan jasa, bila ada.
Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen PSK ditolak, jika:
254
1. Tidak memuat persyaratan-persyaratan isi permohonan Penyelesaian Sengketa
Konsumen PSK tersebut; 2.
Permohonan gugatan bukan kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK.
Dari segi administratif, permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen PSK dicatat Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK sesuai format
yang disediakan. Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen PSK dibubuhi tanggal dan nomor registrasi serta diberikan bukti tanda terima.
255
253
Op.Cit, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.350MPPKep122001.
254
Ibid
255
Ibid, hal.31.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
BPSK dalam
menanganimenyelesaikan sengketa konsumen dengan cara mediasi, konsiliasi atau arbitrase disertai jangka waktu penyelesaian yang singkat
yaitu 21 hari kerja. Dalam waktu paling lambat 7 hari kerja sejak menerima putusan BPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 UUPK, pelaku usaha wajib
melaksanakan putusan tersebut. Sekalipun putusan BPSK bersifat final dan mengikat Pasal 53 ayat 3, tetapi keberatan atas keputusan tersebut masih dapat diajukan
kepada Pengadilan Negeri PN dalam tenggang waktu 14 hari sejak putusan BPSK disampaikan. PN wajib memutusnya dalam jangka waktu 21 hari Pasal 58 ayat 1.
Selanjutnya terhadap putusan PN dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam tenggang waktu 14 hari sejak putusan PN diterima. Mahkamah Agung wajib
memutus perkara dalam jangka waktu 30 hari sejak saat permohonan kasasi diajukan Pasal 58 ayat3. Pengadilan mengacu pada ketentuan proses peradilan umum yang
berlaku dan harus memperhatikan ketentuan Pasal 45 Undang-undang No.8 Tahun 1999.
D. Sanksi bagi Pelaku Usaha