Hubungan Hukum antara Dokter dan Pasien

untuk menentukan nasib sendiri the right to self determination dan hak atas informasi the right to information” 147

1. Hubungan Hukum antara Dokter dan Pasien

Berdasarkan ciri yang ditemukan dalam profesi, pekerjaan dokter mempunyai ciri khusus antara lain merupakan hubungan yang sangat pribadi karena didasarkan pada kepercayaan. Kepercayaan antara dokter dengan pasien tidak hanya didasarkan pada hak-hak dan kewajiban yang timbul dari masing-masing pihak yang diatur oleh hukum, tetapi kepercayaan tersebut timbul atas dasar nilai-nilai moral yang dimiliki setiap dokter sebagaimana tertuang dalam KODEKI, khususnya pada Pasal 10 148 , 11 149 , dan 12 tentang Kewajiban Dokter Terhadap Penderita. 150 Hubungan hukum antara dokter dengan pasien juga dikemukakan oleh Dassen yang telah mengalami perkembangan sebagai berikut: 151 a. Pasien pergi ke dokter karena merasa ada sesuatu yang membahayakan kesehatannya. Segi psycho-biologisnya memberikan suatu peringatan bahwa dirinya menderita sakit. Dalam hal ini dokter dianggap sebagai pribadi yang dapat menolongnya karena kemampuannya secara ilmiah. Dokter mempunyai kedudukan lebih tinggi dan peranan yang lebih tinggi daripada pasien. 147 Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Medis: Dasar-Dasar Pengembangan di Indonesia, Makalah pada symposium KUHP dan Profesi Dokter, IDI Cabang Jakarta, 1982. 148 Pasal 10 KODEKI berbunyi “Setiap dokter harus senantiasa mengingatkan kewajiban melindungi hidup mahluk insani”. 149 Pasal 11 KODEKI berbunyi “Setiap dokter menghormati hak pasien”. 150 Loc.Cit, Hendrojono Soewono, hal 53 151 Ibid, hal 55 Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009 b. Pasien pergi ke dokter, karena mengetahui dirinya sakit dan dokter akan mampu menyembuhkannya. Dalam hal ini, pasien menganggap kedudukannya sama dengan dokter, tetapi peranan dokter lebih penting darinya. c. Pasien pergi ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan yang intensif dan mengobati penyakit yang ditemukan. Hal ini mungkin diperintahkan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini terjadi pemeriksaan yang bersifat preventif. Pasien yang datang kepada seorang dokter tentu saja bermaksud menginginkan jasa profesional dokter dalam rangka memecahkan masalah kesehatan . Menurut Hermien Hadiati Koeswadji, ”apabila dokter bersedia melaksanakan keinginan pasien, berarti telah terjadi transaksi diantara kedua belah pihak dan kedua belah pihak telah terikat kepada hubungan atas dasar kesepakatan bersama. Dengan demikian secara yuridis telah lahir satu jenis perikatan yang didasari kepada atau lahirnya dari perjanjian”. 152 Hermien Hadiati Koeswadji mengemukakan bahwa ”...dari segi hukum perikatan, maka isi transaksi terapeutik adalah untuk melakukan sesuatu perbuatan...”. dalam hal ini khusus dalam rangka penyembuhan pasien curatif. Transaksi terapeutik sebagai suatu transaksi mengikat dokter dan pasien sebagai para pihak dalam transaksi tersebut, untuk memenuhi apa yang telah diperjanjikan, yaitu dokter mengupayakan penyembuhan pasien melalui pencarian terapi yang paling tepat berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya, sedangkan pasien berkewajiban secara jujur menyampaikan apa yang dikeluhkan agar dapat 152 Op.Cit, Hermien Hadiati Koeswadji. ditemukan beberapa alternatif pilihan terapi untuk akhirnya pasien memilih terapi yang paling tepat untuk penyembuhannya. 153 Hubungan hukum yang dilandasi saling kepercayaan antara dokter dan pasien ini telah disebutkan dalam Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia. Walaupun bagi kedua belah pihak kesembuhan merupakan tujuan akhir dari kontrak terapeutik atau perjanjian penyembuhan tetapi bukan objek kewajiban dokter yang dapat dituntut oleh pasien. Perikatan hukum dokter pasien termasuk suatu jenis perikatan hukum yang disebut inspanningsverbintenis atau perikatan usaha. Artinya, suatu bentuk perikatan yang isi prestasinya adalah salah satu pihak maka harus berbuat sesuatu secara maksimal dengan sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya kepada pihak lain. Kewajiban pokok seorang dokter terhadap pasiennya adalah inspanning, yakni suatu usaha keras dari dokter tersebut yang harus dijalankan dan yang diperlukan untuk behoud dan menyembuhkan kesehatan dari pasien. Ukuran sebaik- baiknya dan secermat-cermatnya bagi dokter dalam hubungan hukum dokter-pasien adalah standar profesi medis, standar prosedur, dan prinsip-prinsip umum profesional kedokteran. Hasil dari perlakuan penyembuhan, pemulihan, atau pemeliharaan kesehatan pasien tidak menjadi kewajiban hukum bagi dokter, melainkan suatu kewajiban moral belaka dan akibatnya bukan sanksi hukum tetapi sanksi moral dan sosial. 154 153 Op.Cit, Hermien Hadiati Koeswadji, hal.10. 154 Loc.Cit, Adami Chazawi, hal.44-45. Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009 Oleh karena itu terapeutik merupakan suatu perjanjian maka syarat-syarat unuk sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal 1320 KUH Perdata harus dipenuhi. Dalam pasal 1320 KUHPerdata ditentukan bahwa suatu perjanjian adalah sah jika memenuhi syarat-syarat yaitu : pertama, kesepakatan mereka yang mengikat diri; kedua, kecakapan untuk membuat suatu perikatan; ketiga, suatu pokok persoalan tertentu keempat, suatu sebab yang tidak terlarang. Apabila syarat-syarat perjanjian yang sah tersebut tidak dipenuhi, berarti terdapat cacat dalam perjanjian itu. Lebih jelasnya, jika syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, sedangkan kalau syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi, maka perjanjian itu dapat dibatalkan. 155 Kontrak terapeutik terjadi ketika pasien telah memberikan persetujuannya yang disebut dengan informed consent. Jadi, informed consent adalah persetujuan pasien untuk dilakukan perawatan atau pengobatan oleh dokter setelah dokter setelah pasien tersebut diberikan penjelasan yang cukup oleh dokter mengenai berbagai hal, seperti diagnosis dan terapi. Peraturan Menteri Kesehatan No.585Men.KesPerIX1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, yang memberi batasan tentang informed consent yang menyatakan bahwa ”persetujuan tindakan medisinformed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindak medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut”. Permenkes inilah yang menjadi dasar hukum yang 155 Mariam Darus Badrulzam, Komplikasi Hukum Perikatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hal.73-82. mewajibkan dokter untuk mendapatkan persetujuan tindak medis dari pasien sebelum adanya UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. 156 Informed consent yang dibuat dalam bentuk tertulis tidak dibuat sendiri oleh pasien secara bebas. Pasien atau keluarganya tinggal mengisi dan menandatangani blangko yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit, jadi telah diseragamkan. Isinya sudah ditentukan secara sepihak oleh rumah sakit sebagai standar baku. Kadang tulisan yang telah tersedia sekadar berupa pernyataan dari pasien atau keluarganya. Akan tetapi, ada juga yang lebih lengkap dengan menyebutkan bahwa pasien atau kelurganya tidak akan menuntut pihak rumah sakit atau dokter. Juga ada yang isinya sudah merupakan pemberian kuasa pada rumah sakit atau dokter untuk melakukan tindakan medis tertentu pada diri pasien. 157 Orang yang berhak memberikan informed consent pada dasarnya adalah pasien sendiri. Akan tetapi, apabila pasien berada dalam pengampuan, informed consent dapat diberikan oleh salah satu keluarga terdekat, suamiistri, ibuayah kandung, anak-anak kandung, atau saudara-saudara kandung. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien tidak diperlukan persetujuan. Namun setelah pasien sadar atau dalam kondisi yang memungkinkan, segera diberi penjelasan baru kemudian dibuat persetujuan Penjelasan Pasal 45 ayat 1 UU No.29 Tahun 2004. 158 156 Op.Cit, Adami Chazawi, hal.37 157 Ibid, hal 39 158 Ibid, hal 40. Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009 Ada kalanya persetujuan tidak mungkin diberi dalam rangka tindakan medis, misalnya pasien dalam keadaan darurat yang harus diambil tindakan medis untuk menyelamatkan nyawanya, padahal ia dalam keadaan tidak sadar, identitas diri dan keluarga tidak diketahui, dalam hal demikian jika dokter atau kepala rumah sakit mengambil tindakan medis berarti berlaku ketentuan pasal 1354 KUH Perdata, yang lebih dikenal dengan istilah zaakswaarneming 159 , dengan segala akibatnya sebagai perikatan yang timbul dari undang-undang sebagai perbuatan manusia yang diperbolehkan. Adapun hubungan hukum antara dokter dengan pasien dalam keadaan seperti ini, menurut Hermien Hadiati Koeswadji dikenal dengan pola ”hubungan hukum vertikal parternalistik”. 160 Pada dasarnya yang menjadi pihak-pihak dalam transkasi terapeutik adalah dokter disatu pihak dan pasien dipihak lain. Namun dalam pelaksanaanya melibatkan juga pihak rumah sakit dimana dokter berkedudukan sebagai pegawai pada sebuah rumah sakit tersebut.

2. Hubungan Hukum antara Rumah Sakit dan Pasien

Dokumen yang terkait

Perlindungan Konsumen Terhadap Jasa Pelayanan Tukang Gigi Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

12 99 88

Perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen jasa di bidang pelayanan medis berdasarkan kitab undang undang hukum perdata

0 6 97

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN PENGGUNA JASA PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT

0 3 109

PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) PADA RUMAH SAKIT ISLAM (RSI) IBNU SINA BUKITTINGGI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 6

TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP KESELAMATAN PASIEN TERKAIT PELAYANAN RUMAH SAKIT DALAM KEADAAN DARURAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT.

0 0 2

PERTANGGUNGJAWABAN PT. KALBE FARMA TERHADAP KORBAN OBAT ANESTESI BERMASALAH DI RUMAH SAKIT SILOAM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 1 2

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK PASIEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT (STUDI PADA RUMAH SAKIT MULIA HATI WONOGIRI.

0 0 17

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA PELAYANAN KESEHATAN DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK

0 0 15

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA PELAYANAN KESEHATAN DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK

0 0 20

JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 22