Sakit tidak terikat pada hubungan hukum sebagaimana dimaksud pasal 1601 KUH Perdata.
163
Adapun hubungan hukum yang terjadi antara dokter dengan Rumah Sakit Pemerintah tunduk pada ketentuan Hukum Administrasi Negara, sebab dokter yang
bekerja pada Rumah Sakit Pemerintah adalah Pegawai Negeri Sipil. Hal ini sesuai dengan pendapat Siti Ismijati Janie yang menyatakan bahwa ”Perikatan yang diatur
oleh Hukum Adnimistrasi Negeri terjadi apabila dokter tersebut Pegawai Negeri yang bertugas di dalam Rumah Sakit Pemerintah”.
164
E. Tanggung Jawab Rumah Sakit
1. Konsep Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Masalah tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak
konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada
pihak-pihak terkait.
165
Dalam kebanyakan sistem hukum, orang mempunyai kewajiban melaksanakan kehati-hatian biasa dalam melakukan kegiatannya, sehingga
dapat menghindarkan kecelakaan atau kerugian tidak perlu kepada orang lain atau
163
Ibid, hal.70.
164
Siti Ismijati Janie, Berbagai Aspek Yuridis di Dalam dan Sekitar Perjanjian Penyembuhan Transaksi terapeutik Suatu Tinjauan Keperdataan, Makalah Hukum perdata, UGM, Yogyakarta,
hal.30.
165
Op.Cit Shidarta, hal.59.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
hak milik orang. Jika karena kelalaian, seseorang melengket kewajiban, maka ganti rugi patut dituntut.
166
Konsep tanggung jawab hukum merupakan bagian dari konsep kewajiban hukum. Selain mengemban kewajiban yang harus dilaksanakan terhadap konsumen
yang menggunakan danatau memanfaatkan barang danatau jasa yang dijualnya. Tanggung jawab yang diemban pelaku usaha adalah tanggung jawab untuk
memberikan ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, danatau kerugian yang diderita oleh konsumen sebagai akibat dari mengkonsumsi barang danatau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan.
167
Bentuk kerugian yang umumnya menimpa konsumen adalah meliputi personal injury, injury to the product itselfsome other
property dan pure economic loss. Seperti yang telah disebutkan di bab sebelumnya, menurut Shidarta ada
beberapa prinsip tanggung jawab dalam hukum seperti kesalahan liability based on fault; praduga selalu bertanggung jawab presumtion of liability; Praduga selalu
bertanggung jawab presumtion of nonliabilty; tanggung jawab mutlak strict liability; pembatasan tanggung jawab limitation of liability
168
Berikut ini akan dijelaskan prinsip-prinsip tanggung jawab tersebut, berdasarkan dari beban pembuktian, yaitu:
169
166
John W.Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Jakarta: Proyek ELIPS dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997, hal.63.
167
Pasal 19 ayat 1 Undang-undang Perlindungan Konsumen
168
Op.Cit, Shidarta, hal.59.
169
Loc.Cit, Johannes Gunawan, hal.45.
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan fault liabilityliability
based on fault Menurut prinsip ini, setiap pelaku usaha yang melakukan kesalahan dalam
melakukan kegiatan usaha wajib bertanggung jawab untuk membayar ganti kerugian atas segala kerugian yang timbul dari kesalahan tersebut. Pihak yang menderita
kerugian harus membuktikan kesalahan pelaku usaha. Jadi beban pembuktian ada pada pihak penggugat. Bukan pada pihak tergugat.
Di Indonesia, prinsip ini terlihat dalam beberapa ketentuan di KUH Perdata, yaitu Pasal 1365, 1366 dan 1367
170
. Pasal 1365 KUH Perdata mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok untuk dapat dimintai pertanggungjawaban hukum
dalam perbuatan melawan hukum, yaitu adanya perbuatan; adanya unsur kesalahan; adanya kerugian yang diderita; dan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan
dengan kerugian.
2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab Presumtion of liability
principle Menurut prinsip ini pelaku usaha dianggap selalu bertanggung jawab atas
setiap kerugian yang timbul dari kegiatan yang dilakukannya, tetapi jika pelaku usaha dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka pelaku usaha dibebaskan dari
kewajiban membayar ganti kerugian. Yang dimaksud dengan ”tidak bersalah” adalah
170
R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, Terjemahan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgelijk Wetboek, Jakarta: Pradnya Paramitha, 2001, hal.346.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
tidak melakukan kelalaian, telah mengambil tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari.
Jadi beban pembuktian ada pada pihak pelaku usaha. Ketentuan Pasal 22 Undang-undang Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa beban pembuktian ada
tidaknya kesalahan berada pada pelaku usaha dalam perkara pidana pelanggaran Pasal 19 ayat 4, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-undang Perlindungan Konsumen
dengan tidak menutup kemungkinan bagi jaksa untuk membuktikannya.
171
3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab presumtion of
nonliability Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk tidak
selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat
dibenarkan.
172
Misalnya pada pelaksanaan pengangkutan, barang yang tidak mempunyai label bagasi menjadi pengawasan penumpang konsumen sedangkan
yang menjadi tanggung jawab pengangkut hanya pada barang yang mempunyai label bagasi saja.
171
Lihat, Pasal 19, Pasal 20 dan 21 Undang-undang Perlindungan Konsumen
172
Op.Cit, Shidarta, hal.62.
4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak Strict liability
Prinsip tanggung jawab mutlak strict liability
173
sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut absolute liability.
174
Setiap produsen harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung
jawab produsen ini dinamakan dengan tanggung jawab produk product liability. Tanggung jawab pelaku usaha atas produknya yang cacat bersifat mutlak.
Dengan penerapan tanggung jawab mutlak itu, produsen langsung dianggap bersalah atas terjadinya kerugian terhadap konsumen dan wajib memberikan ganti kerugian.
Konsumen dapat langsung meminta ganti kerugian terhadap pelaku usaha apabila barang danatau jasa yang digunakan atau dimanfaatkannya telah menimbulkan
kerugian pada diri konsumen. Pada umumnya berbeda dengan hukum lingkungan dimana berlaku asas pembuktian terbalik, yaitu pelaku yang harus membuktikan
bahwa ia tidak bersalah, pada hukum perlindungan konsumen beban pembuktian tetap berada di tangan konsumen sebagai penuntut. Tetapi untuk kasus-kasus tertentu
dalam hal product liability tanggung jawab atas produk yang cacat, hukum perlindungan konsumen memungkinkan dilakukannya pembuktian terbalik oleh
pelaku usaha.
173
Strict liability adalah prinsip tanggung jawab menetapkan kesalahan sebagai factor yang menentukan. Namun, ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari
tanggung jawab, misalnya keadaan force majeure. Ibid, hal.63
174
Absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
Berkaitan dengan perlindungan konsumen pasal 19 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 mengatur tanggung jawab produsen terhadap produk cacat yang
dihasilkan atau diperdagangkannya.
5. Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan ini seringkali dilakukan oleh pelaku usaha untuk membatasi beban tanggung jawab yang seharusnya ditanggung
oleh mereka. Biasanya prinsip ini dibuat oleh pelaku usaha dengan pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.
175
Sebagai contoh dalam perjanjian pengiriman barang, biasanya dalam bukti penyerahan dikatakan
bahwa apabila barang yang hilang atau mengalami kerusakan termasuk akibat kesalahan petugas konsumen hanya dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh kali dari
biaya pengiriman barang tersebut. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara
sepihak oleh pelaku usaha. Prinsip ini bertentangan dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen yaitu yang terdapat dalam Pasal 18 ayat 1 menyatakan
bahwa pelaku usaha dilarang membuat klausula baku yang menyatakan pengalihan tanggung jawab yang seharusnya dibebankan pada dirinya.
175
Op.Cit, Shidarta, hal.64.
2. Tanggung jawab Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit