Pasien sebagai konsumen diartikan ”setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik kepentingan sendiri maupun kepentingan orang lain”. Dalam
pelayanan di bidang medis, tidak terpisah akan adanya seorang tenaga kesehatan dengan konsumen, dalam hal ini pasien. Pasien dikenal sebagai penerima jasa
pelayanan kesehatan dalam bidang perawatan kesehatan.
89
Pasien mempunyai kedudukan yang sederajat dengan rumah sakit dan dokter yang bekerja di rumah sakit. Pasien selain dilindungi oleh Undang-undang Kesehatan
Nomor 23 Tahun 1992, juga dilindungi oleh Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen
Nomor 8 Tahun 1999, pada penjelasan bagian I umum disebutkan ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen yang salah
satunya adalah Undang-undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992. Dengan demikian, menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, pasien
merupakan konsumen, khususnya konsumen jasa pelayanan kesehatan health consumer yang harus dilindungi hak-haknya.
90
2. Pelaku Usaha
Pelaku usaha dalam dunia perekonomian lebih dikenal dengan istilah pengusaha. Dalam lingkup hukum perlindungan konsumen, Undang-undang
Perlindungan Konsumen mencoba mendefenisikan pelaku usaha secara luas, tidak
89
Wila Chandrawilala Supriadi, Hukum Kedokteran, Jakarta:CV Mandar Maju, 2001, hal.14.
90
Ibid, hal 19
dibatasi hanya pada pabrikan saja tetapi meliputi distributor dan jaringannya, importir dan pelaku usaha periklanan.
91
Pelaku usaha merupakan salah satu dari pelaku ekonomi yang dibagi dalam tiga kelompok pelaku usaha, yaitu :
92
a. Investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai
kepentingan. Seperti perbankan, usaha leasing; ”tengkulak”, penyedia dana lainnya, dan sebagainya.
b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang danatau jasa
dari barang-barang danatau jasa-jasa lain bahan baku, bahan tambahanpenolong dan bahan-bahan lainnya. Mereka dapat terdiri dari orangbadan usaha berkaitan
dengan pangan, orangbadan usaha yang memproduksi sandang, orangbadan usaha yang berkaitan dengan pembuatan perumahan, orangbadan usaha yang
berkaitan dengan jasa angkutan, perasuransian, perbankan, orangbadan usaha berkaitan dengan obat-obatan, kesehatan, narkotika, dan lain sebagainya.
c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan
barang danatau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang secara retail, pedagang kaki lima, warung, took, supermarket, hyper-market, rumah sakit,
klinik, ”warung dokter”, usaha angkutan darat, laut, udara, kantor pengacara, dan sebagainya.
91
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal.4.
92
Op.Cit, A.Z.Nasution, hal.9.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
Hak dan kewajiban pelaku usaha, yaitu : 1.
Hak-hak pelaku usaha Untuk menyeimbangkan hak-hak yang telah diberikan kepada konsumen,
maka pelaku usaha diberikan beberapa hak seperti yang tercantum dalam Pasal 6 Undang-undang Perlindungan Konsumen, yaitu :
93
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan, b.
Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad baik,
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen, d.
Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa yang diperdagangkan,
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Kewajiban pelaku usaha
Sebagai konsekuensi dari adanya hak-hak pelaku usaha, maka kepada pelaku usaha juga dibebankan beberapa kewajiban dalam menjalankan usahanya. Kewajiban
pelaku usaha tercantum dalam Pasal 7 Undang-undang Perlindungan Konsumen, yaitu :
94
93
Pasal 6 Undang-undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999
94
Pasal 7 Undang-undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya,
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang danatau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan,
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif, d.
Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku,
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barang
danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan,
f. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang danjasa yang diperdagangkan. g.
Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian.
Era globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informatika akan memperluas ruang gerak arus transaksi
barang danatau jasa yang ditawarkan. Konsumen pun dapat dengan bebas memilih berbagai macam jenis dan kualitas barang danatau jasa sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Tetapi hal ini menimbulkan posisi yang tidak seimbang antara pelaku usaha dan konsumen. Konsumen menjadi objek dari kegiatan bisnis untuk
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha dengan berbagai penawaran, cara penjualan dan penerapan perjanjian standar yang merugikan
konsumen. Untuk itu pemerintah membuat larangan-larangan yang harus dipatuhi selain daripada kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pelaku usaha.
Larangan bagi pelaku usaha tercantum dalam Pasal 8 Undang-undang Perlindungan Konsumen, yaitu :
95
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau
jasa yang : a.
Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan,
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut,
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya, d.
Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang danatau
jasa tersebut, e.
Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau
keterangan barang danatau jasa tersebut,
95
Pasal 8 Undang-undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut, g.
Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaanpemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu,
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan
”halal” yang dicantumkan dalam label, i.
Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, beratisi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasangdibuat,
j. Tidak mencantumkan informasi danatau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
yang dimaksud. 3.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar. 4.
Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang memperdagangkan barang danatau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
Menurut Pasal 1 ayat 3 yang dimaksud dengan jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan oleh konsumen.
96
Istilah produsen dalam Pasal 1 ayat 3 Undang- Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 diganti dengan istilah pelaku
usaha dan didefenisikan sebagai setiap orang, perorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri-sendiri maupun bersama melalui perjanjian menyelenggarkaan kegiatan
usaha dalam berbagai bidang kegiatan ekonomi.
97
Dalam kaitannya dengan kegiatan usaha Rumah Sakit dan Dokter yang bekerja pada Rumah Sakit tersebut, maka kalimat”… kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi”, sesungguhnya juga mencakup kegiatan usaha Rumah Sakit tersebut dalam bidang jasa pelayanan kesehatan health provider. Hal tersebut menjadi jelas
jika mengacu pada pendapat J.Guwandi yang mengemukakan bahwa “kedudukan Rumah Sakit sebagai badan hukum yang dalam perkembangannya prinsip ekonomi
dan manajemen modern telah diterapkan dalam pengelolaannya sehingga menjelma menjadi lembaga sosial-ekonomi bahkan business enterprise yang berlindung dibalik
yayasan semu”.
98
“Rumah Sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan
96
Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999.
97
Op.Cit, J. Guwandi, Dokter dan Rumah Sakit, hal.10.
98
Ibid, hal 11
dan pelayanan administrasi”.
99
Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitas medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan
tersebut dilaksanakan melalui Unit Gawat Darurat UGD, unit rawat jalan dan unit rawat inap. Pelayanan administrasi mencakup pelayanan yang mengurusi administrasi
mulai dari penerimaan pasien, rekam medis sampai biaya pelayanan pasien. Dalam perkembangan pelayanan Rumah Sakit tidak terlepas dari pembangunan ekonomi
masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada perubahan fungsi klasik Rumah Sakit yang pada awalnya hanya memberi pelayanan yang bersifat kuratif terhadap pasien
melalui rawat inap. Pelayanan Rumah Sakit kemudian bergeser karena kemajuan ilmu
pengetahuan khususnya teknologi kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan masyarakat. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit saat ini tidak saja
bersifat kuratif penyembuhan tetapi juga bersifat pemulihan rehabilitatif. Keduanya dilaksanakan secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan promotif
dan pencegahan preventif. Dengan demikian sasaran pelayanan kesehatan Rumah Sakit bukan hanya untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. Fokus perhatiannya
memang pasien yang datang atau yang dirawat sebagai individu dan bagian dari keluarga. Atas dasar sikap seperti itu, pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
merupakan pelayanan yang paripurna.
100
99
A.A.Gde Muninjaya, Manajemen Kesehatan, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, Edisi 2, 2004, hal.220.
100
Ibid, hal.250
Natalita Solagracia Situmorang : Pertanggungjawaban Rumah Sakit Terhadap Pasien Dalam Jasa Pelayanan Kesehatan Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, 2009
Pelayanan Rumah Sakit di Indonesia saat ini sudah bersifat padat modal, pada karya dan padat teknologi dalam menghadapi persaingan global. Dalam hal rujukan
medik, Rumah Sakit juga diandalkan untuk memberikan pengayoman medik untuk pusat-pusat pelayanan yang ada diwilayah kerjanya. Sifat pengayoman sangat erat
kaitannya dengan klasifikasi Rumah Sakit. Peningkatan profesionalisme staf, tersedianya peralatan yang canggih dan lebih sempurnanya sistem administrasi
Rumah Sakit yang akan bermanfaat untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit.
101
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.159bMenkesPerII1988 selanjutnya disingkat PERMENKES RI No.159bMenkesPerII1988 tentang Rumah
Sakit disebutkan bahwa Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk
pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.
102
Selain itu pengertian rumah sakit menurut anggaran dasar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia PERSI seperti tersebut dalam BAB I Ketentuan
Umum Pasal I, bahwa “Rumah Sakit adalah suatu lembaga dalam rantai sistem kesehatan nasional yang mengemban tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh
masyarakat”.
103
Rumah Sakit mempunyai sifat atau karakteristik sebagai organisasi yang sangat kompleks dan dapat mempunyai berbagai fungsi, seperti disebutkan dalam
101
Ibid, hal.252
102
PERMENKES RI No.159bMenkesPerII1988 tentang Rumah Sakit.
103
Anggaran Dasar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, hal.2
PERMENKES RI No.159bMenkesPerII1988 bahwa fungsi Rumah Sakit sebagai berikut :
104
1 Menyediakan dan menyelenggarakan peralatan medik, pelayanan penunjang
medik, pelayanan perawatan, pelayanann rehabilitas, pencegahan dan peningkatan kesehatan;
2 Sebagai tempat pendidikan dan latihan tenaga medik;
3 Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu teknologi bidang kesehatan.
3. Pemerintah