BAB IV GAMBARAN UMUM NOVEL LAILA MAJNUN
4.1. Struktur Novel Laila Majnun
Struktur novel merupakan unsur intrinsik yang membangun novel tersebut. Pengkajian tentang struktur novel dinamakan kajian struktural atau kajian formalistik
dengan menggunakan pendekatan struktural atau pendekatan formalistik. Berhubungan dengan pendekatan struktural, Sikana 2009: 5 mengatakan:
Pendekatan struktural mempunyai beberapa konsep yang tersendiri. Pertama, para pengamal pendekatan ini meletakkan karya sastra sebagai
sebuah dunia yang mempunyai rangka dan bentuknya yang tersendiri. Ibarat sebuah rumah yang mempunyai tiang, atap, dinding, lantai, dan sebagainya,
begitulah juga karya sastera mempunyai aspek, bagian atau komponen yang membina dirinya.
Komponen-komponen karya sastera ialah tema, plot, perwatakan, bahasa, latar dan sudut pandangan. Komponen ini biasanya terdapat pada
bentuk fiksyen atau cereka seperti novel, cerpen, dan drama. Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menemukan srtuktur novel LM yang
dapat membantu pemahaman untuk kajian selanjutnya. Struktur novel LM ini meliputi tema, alur atau plot, karakter atau perwatakan, bahasa, dan latar.
4.1.1. Tema
Tema adalah gagasan, ide atau pikiran yang mendasari suatu karya sastra. Tema sebuah karya sastra bisa tentang kehidupan, alam sekitar, dan segala hal yang
terjadi dan dialami. Pengarang selalu peka pada perubahan yang berlaku di sekitarnya yang membuat ia menanggapi dengan pikiran yang selanjutnya dituangkan dalam
sebuah karya sastra.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Berbicara tentang tema, jelas terlihat perbedaan antara tema tradisional dengan tema karya sastra modern. Dalam cerita-cerita klasik, yaitu cerita-cerita
tradisional, terdapat tema-tema: a. kebaikan mengalahkan kejahatan, b. dalam kesusahan orang ingat akan Tuhan, c. orang sabar pasti selamat, dan lain-lain. Para
pengarang modern justru sering menentang tema-tema tradisional tersebut. Mereka tidak setuju dengan dasar-dasar tradisional itu, sebab sekarang dapat disaksikan
dengan kepala sendiri bahwa banyak sekali kejahatan yang mengalahkan kebaikan, para koruptor kaya-raya dan serba mewah, sedangkan orang jujur terkapar dan
menderita Tarigan, 1991: 125. Jika dilihat, novel LM ini tergolong ke dalam cerita tradisional, oleh sebab itu,
temanya pun bersifat tradisional juga. Adapun yang menjadi tema dalm novel LM ini adalah cinta yang terhalang atau kasih tak sampai. Berkaitan dengan tema ini, cinta
memang tak habis-habisnya untuk dibicarakan, mulai dari manusia diciptakan hingga sampai detik ini. Lagi pula, cinta adalah tema karya sastra yang bersifat universal
yang berlaku di sepanjang jaman dan di setiap tempat.
4.1.2. Alur
S. Tasrif Lubis, 1981: 17 menjelaskan alur dalam setiap cerita dapat dibagi ke dalam lima bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Situation pengarang mulai melukiskan suatu kejadian.
2. Generating circumtanses peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak.
3. Ricing action keadaan mulai memuncak.
4. Climax peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
5. Denoument pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa.
Berdasarkan pendapat S. Tasrif di atas, maka alur cerita novel LM dapat diungkapkan sebagai berikut:
1. Situation
Pada tahap ini pengarang mulai melukiskan keadaan keluarga Qays. Syed Omri adalah ayah Qays yang sangat menantikan kelahiran Qays. Di usia senjanya
barulah dia mendapatkan Qays. Tentu saja kelahiran Qays banyak membawa perubahan dalam hidupnya. Ia sangat gembira dan menjadi seorang yang lebih
dermawan. Pada bagian ini juga dikisahkan tentang pertemuan Qays dengan Layla di sekolahnya, gadis yang membuatnya tergila-gila. Ini dapat dilihat pada petikan
novel berikut: Qays sendiri sejak pertamakali melihat pancaran cahaya keindahan itu,
jiwanya langsung bergetar. Ia seperti merasakan bumi berguncang dengan hebat, hingga merobohkan sendi-sendi keinginannya untuk menuntut ilmu.
Qays belum pernah melihat keindahan yang menakjubkan di bumi seperti keindahan paras Layla. Dan Qays benar-benar telah jatuh hati pada Layla,
sang mawar jelita hlm. 9.
2. Generating circumtanses
Generating circumtanses adalah peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak. Ketika Qays dan Layla asyik memadu cinta, tanpa disadari, mereka telah
menjadi pembicaraan banyak orang. Akhirnya, kabar itu sampai kepada ayah Layla. Mendengar anak gadisnya menjadi buah bibir orang banyak, akhirnya untuk
menghindari aib keluarga maka Layla dipingit.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Ayah Layla pindah ke lembah Nejd. Layla yang sudah jauh dari Qays merasa tersiksa. Hasrat hatinya ingin bertemu dengan Qays. Rasa cintanya kepada Qays
semakin mendalam. Sejak perpisahan itu jiwa Qays juga terguncang. Dia merasa bersalah karena dirinya Layla dipingit. Jiwanya sangat merindukan Layla, akhirnya ia
mengembara mencari Layla sambil melantunkan syair-syair cintanya. Orang yang melihatnya ada yang sedih dan ada pula yang menganggapnya gila. Hal ini dapat
dilihat pada kutipan novel berikut ini: Namun Qays tidak mempedulikan penilaian orang atas dirinya, ia terus
berjalan, bersyair dan berbicara, memuji kecantikan Layla. Qays juga tidak peduli pada anak-anak kecil sering mengikuti langkah dan menirukan tingkah
lakunya. Lama-kelamaan mereka lupa akan nama Qays, mereka hanya mengenal lelaki itu sebagai Majnun, si gila hlm. 29.
3. Ricing action
Ricing action adalah keadaan mulai memuncak. Qays semakin hari semakin menderita. Ia tidak betah lagi tinggal di rumahnya. Setiap hari kerjanya mengembara
mencari Layla. Ayahnya sangat kasihan melihat penderitaan Majnun. Segala tabib dan orang pandai di datangkan untuk mengobati Majnun. Namun, penyakit majnun
tidak sembuh juga. Penyakit karena cinta memang tidak ada obatnya kecuali mereka dipertemukan.
Salah satu cara yang dipercaya Syed Omri untuk mengobati anaknya adalah dengan berdoa di Ka’bah. Ia membawa Majnun ke Mekah dan mereka berdoa di sana.
Majnun bukannya berdoa ingin melupakan Layla, namun ia meminta agar cintanya kepada Layla makin ditambahkan. Syed Omri tidak bisa berbuat apa-apa.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Syed Omri berusaha untuk meminangkan Layla untuk Majnun. Namun, dengan kasar ditolak oleh ayah Layla. Ia tidak ingin menikahkan anaknya dengan
orang gila. Naufal juga berusaha untuk menyatukan Majnun dengan Layla. Untuk itu, ia relah berperang melawan kabilah ayah Layla. Ia sudah memenangkan peperangan
itu, namun ayah Layla tidak mau memberikan Layla untuk Majnun, si gila. Menikahkan Layla dengan Majnun sama dengan menikah dengan kehinaan dan aib.
Mendengar pengakuan orang tua malang itu Naufal menjadi terharu. Ia tidak sanggup membunuh musuh yang tidak berdaya. Majnun sangat kecewa mendengarkan
keputusan Naufal yang dilihat dari kutipan novel berikut: “…Aku tidak sanggup menikahkan puteriku dengan keburukan dan
menerima kutukan dari negeriku Seekor anjing lebih baik daripada manusia iblis, karena gigitan seekor anjing dapat disembuhkan, namun luka karena
ulah manusia tidak ada obatnya, luka yang membusuk itu akan meninggalkan bekas selamanya”.
Mendengar perkataan lelaki tua malang itu, Naufal menjadi terharu, kebimbangan menguasai hatinya… Bagaimana mungkin ia sanggup
membunuh musuh yang sudah terluka dan tak berdaya. Bagaimana mungkin ia sanggup menyakiti lelaki tua yang sudah sekarat. Pantang baginya
memerangi musuh yang sudah tidak berdaya hlm. 100.
4. Climax
Climax adalah peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya. Kegilaan Majnun semakin memuncak ketika ia mengetahui kabar pernikahan Layla dengan Ibnu Salam.
Dia menuduh Layla tidak setia. Padahal, walaupun Layla sudah menikah dengan Ibnu Salam, namun ia tidak mau disentuh oleh Ibnu Salam. Dia mengatakan bahwa
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
pernikahan ini adalah keinginan ayahnya bukan keinginannya. Jadi, tubuh dan cintanya hanya untuk Majnun seorang. Hal ini didukung oleh kutipan berikut:
Dengan suara menyayat, yang terdengar lebih menyedihkan dari sangkakala maut, Layla berkata, “Apakah engkau berharap bisa memilikiku?
Wahai tuan sadarilah, perkawinan ini adalah keinginan ayahku, bukan keinginanku sendiri Aku tidak ingin melakukan perbuatan yang sangat aku
benci, lebih baik darahku menodai pedangmu. Aku tidak ingin mengkhianati cintaku, tidak ingin mengotori jiwaku, hingga noda hitam akan selalu melekat
di keningku. Tuan, janganlah engkau berusaha mendapatkan sebuah hati yang ditakdirkan untuk mengalami penderitaan. Dalam hati ini telah terukir satu
nama, dan ia tidak bisa digantikan oleh yang lain, walau emas dan permata ditaburkan untuk menyilaukan pandangan mata. Namun, jiwa yang penuh
cinta tidak akan terlena oleh kemewahan dunia” hlm. 110.
5. Denoument
Denoument adalah pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa. Pemecahan masalah ini berakhir dengan kematian, yaitu kematian Ibnu
Salam, Layla, dan Majnun. Sebelumnya, pengarang melukiskan tentang kematian Ibnu Salam yang membawa perubahan pada diri Layla. Sekarang Layla bebas
menentukan nasibnya. Dalam tradisi Arab, seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya, mempunyai hak penuh untuk menentukan jalan hidupnya dan pilihan
pasangan hidupnya. Ia tidak lagi tanggung jawab orang tuanya. Ketika Layla mengakhiri masa berkabungnya, ia bertemu dengan Majnun.
Namun, Majnun tidak sanggup melihat pesona wajah Layla. Pesona yang memabukkan itu membuat hati Majnun bergejolak dan ia lari ke dalam hutan dan
tidak pernah kembali lagi. Melihat kejadian itu, Layla menjadi terpukul. Ia merasa hidupnya sudah tidak berguna lagi. Akhirnya ia meninggal dunia.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Kabar kematian Layla sampai ke telinga Majnun. Majnun berlari dan bersimpuh di pusara Layla. Setiap hari ia menangis dan meratap di atas pusara itu.
Tidak ada lagi yang dapat dipertahankannya di dunia ini setelah kematian Layla. Semakin lama suara Majnun semakin melemah, sampai akhirnya ia pun
meninggalkan dunia fana ini. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini: Semakin lama suara Majnun semakin lemah. Sayap-sayap kematian
telah mengajaknya terbang menemui Layla sang kekasih di alam keabadian. Gerbang kematian telah terbuka, dan mengajaknya pergi meninggalkan dunia
fana. Kematian yang menjemput tidak meninggalkan bekas penderitaan. Wajah Majnun seperti terlihat sedang tertidur. Kepalanya tergeletak di atas
batu nisan, sedang tubuhnya seperti memeluk tanah pekuburan yang menyimpan jasad kekasihnya hlm. 178.
4.1.3. Karakter