Syed Omri, kecantikan Layla, ketampanan Majnun, keperkasaan Naufal, semua digambarkan dengan gaya bahasa yang sangat menarik.
LM juga mengedepankan bahasa yang berkerangka spiritual. Pembaca bisa menemukan pesan moral dalam novel ini. Novel ini juga menggunakan bahasa yang
santun, sehingga tidak tertutup kemungkinan untuk semua kalangan bisa membacanya. Untuk keindahan bahasanya, penyusun banyak menggunakan gaya
bahasa perumpamaan, seperti pemakaian kata ibarat, umpama, laksana, dan seperti
yang dapat dilihat pada kutipan berikut, “…Gadis itu bersinar cerah seperti mentari pagi, tubuhnya laksana pohon cemara, dan bola matanya hitam laksana mata rusa…
apalagi bila menatap pipinya nan seperti rembulan menyinari gurun Arab, tentu jantung mereka akan berhanti berdetak. Laksana Zulaikha yang terpesona melihat
ketampanan Yusuf” hlm. 8.
4.1.5. Latar
Latar bukan hanya menunjukkan tempat dan waktu tertentu, tetapi juga hal- hal yang hakiki dari suatu wilayah, pemikiran rakyat, gaya hidup dan lain-lain.
Hudson Sudjiman, 1992: 44 membedakan latar menjadi dua bagian yaitu latar sosial dan latar fisik sebagai berikut, “Latar belakang sosial mencakup penggambaran
masyarakat, kelompok-kelompok sosial, sikap, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain-lain yang melatari peristiwa. adapun yang dimaksud dengan latar fisik adalah
tempat di dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya”. Kedua macam latar yang diuraikan oleh Hudson di atas, terdapat dalam novel
LM. Latar sosial keadaan masyarakatnya dalam novel LM tergambar dari kelompok
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
sosial masyarakat yang bersifat kesukuan yang dipimpin oleh seorang ketua kabilah. Kelompok kabilah ini hidup berpindah-pindah dan mata pencaharian utama mereka
adalah berdagang. Dalam satu kabilah terdiri dari beberapa golongan, ada golongan saudagar, bangsawan, dan rakyat jelata. Gambaran masyarakatnya dapat dilihat pada
kutipan berikut, “…Syed Omri menjadi kawan yang menyenangkan bagi kaum saudagar, hartawan, dan pangeran, ia juga pelindung dan tempat berkeluh-kesah bagi
fakir-miskin, tempat berseminya harapan bagi musafir kelana yang sesat arah dan tujuan” hlm. 2.
Latar sosial mengenai adat dan kebiasaan, terdapat adat pemingitan dan adat berkabung. Seorang anak perempuan yang sudah mengalami masa pubertas, maka ia
harus dipingit di dalam rumah. Tidak boleh keluar rumah dan bercengkrama dengan pemuda kecuali ada muhrimnya yang ikut menemani. Anak gadis tersebut menjadi
hak mutlak orang tuanya. Artinya, dia akan menikah dengan orang yang menjadi pilihan ayahnya. Anak perempuan tersebut tidak berhak menentukan pilihan dan
menolak keinginan ayahnya. Ia akan bebas dari masa pemingitan sampai orang tuanya menikahkannya.
Adat berkabung terjadi, jika suaminya meninggal, seorang istri harus menjalani masa berkabung selama dua tahun. Dalam masa berkabung ini, seorang
janda yang ditinggal mati suaminya tidak boleh keluar rumah. Dia harus tetap memakai kerudung hitam tanda berkabung dan harus menampakkan kesedihan
dengan meratap dan menangis. Sehabis masa berkabung, si janda tersebut bebas menentukan nasibnya. Artinya, dia bebas menentukan calon suaminya yang baru,
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
tidak terikat kepada pilihan orang tuanya. Kedua adat ini dapat dilihat melalui tokoh Layla dalam novel LM.
Mengenai latar fisik mencakup tentang sekolah, rumah, istana, penjara, pusara, dan kereta yang ditarik oleh unta. Latar daerah meliputi, lembah Hijaz,
lembah Nejd, Mekkah, dan Madinah. Sedangkan latar fisik tentang alam meliputi, lembah, taman bunga, air terjun, gunung, bukit, gua, gurun, dan hutan rimba.
4.2. Hakikat Cinta Novel Laila Majnun