Hakikat Cinta Novel Laila Majnun

tidak terikat kepada pilihan orang tuanya. Kedua adat ini dapat dilihat melalui tokoh Layla dalam novel LM. Mengenai latar fisik mencakup tentang sekolah, rumah, istana, penjara, pusara, dan kereta yang ditarik oleh unta. Latar daerah meliputi, lembah Hijaz, lembah Nejd, Mekkah, dan Madinah. Sedangkan latar fisik tentang alam meliputi, lembah, taman bunga, air terjun, gunung, bukit, gua, gurun, dan hutan rimba.

4.2. Hakikat Cinta Novel Laila Majnun

Cinta merupakan istilah yang sulit untuk didefinisikan. Namun, cinta merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang fundamental. Secara sederhana cinta dapat diartikan sebagai rasa kasih sayang. Cinta juga dapat dikatakan sebagai paduan rasa simpati antara dua makhluk. Rasa simpati ini tidak hanya berkembang di antara pria dan wanita, akan tetapi bisa juga di antara pria dengan pria, atau wanita dengan wanita. Contoh yang mudah dimengerti untuk hal ini dapat dilihat pada hubungan cinta kasih antara seorang ayah dengan anak lelakinya dan seorang ibu dengan anak gadisnya. Cinta memang sangat terikat dengan kehidupan manusia. Tidak pernah terlintas dalam pikiran orang bahwa cinta itu tidak penting. Semua orang haus akan cinta. Banyak orang tidak henti-hentinya menonton film cinta, baik yang berakhir dengan bahagia maupun sebaliknya. Tiada bosan-bosannya orang setiap hari mendengarkan lagu-lagu cinta. Kendatipun demikian, hampir setiap orang tidak pernah berpikir tentang apa dan bagaimana cinta itu. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009 Cinta memang bersifat universal. Cinta bisa hadir di mana dan kapan saja, berkaitan dengan apa dan siapa saja. Begitu banyak buku yang ditulis mengenai cinta. Membaca kisah bertemakan cinta akan membuka diri dan pengalaman. Cinta nyaris sama dengan kehidupan itu sendiri, karena ia mencakup hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan makhluk hidup lain, dan manusia dengan penciptanya. Melihat novel LM sebagai kisah cinta antar dua manusia, dapat memberikan kenikmatan dan pencerahan. Di dalamnya dapat dilihat perjuangan yang bukan saja menembus batas harga diri, status sosial, tetapi juga pengorbanan harta dan nyawa. Penderitaan yang ditimbulkan oleh cinta yang penuh halangan, bukan saja pencinta dan orang yang dicinta tetapi juga orang lain yang ada di sekitar pencinta. Dalam LM dapat dilihat bentuk cinta orang tua kepada anak. Ayah Majnun yang sangat menyayangi anaknya dan ayah Layla yang mencintai anaknya pula. Perjalanan Majnun mencintai Layla, perasaan Layla terhadap Majnun, syair-syair cinta mereka, pilihan hidup mereka, secara keseluruhan menggambarkan berbagai sisi kehidupan. Pada akhirnya kisah ini menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi nilai kehidupan itu sendiri Nizami, 2008: 6. Melalui novel LM ini juga dapat dilihat tentang tidak mampu dan sulitnya mendefinisikan cinta karena cinta telah melampaui kata-kata. Logika tidak bisa memahami cinta karena cinta berada di luar batas kata-kata. Cinta tidak bisa dikatakan tetapi hanya bisa dirasakan dan dialami. Makanya, orang yang menghandalkan rasio akan menganggap orang yang dimabuk cinta sebagai orang gila. Rasio memang terlalu kerdil untuk memahami cinta yang suci. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009 Majnun gila karena mencintai Layla dan Layla meninggal karena mencintai Majnun. Ini pelajaran berharga. Banyak orang melihat masalah cinta ini sebagai masalah dicintai bukan masalah mencintai, yaitu masalah kemampuan orang untuk mencintai. Selama ini, orang selalu mempermasalahkan bagaimana supaya ia dicintai, atau bagaimana supaya ia menarik orang lain. Dan untuk mengejar tujuan itu, orang menempuh beberapa jalan. Yang laki-laki biasanya akan berusaha untuk menjadi sukses, sedangkan yang wanita berusaha membuat dirinya lebih menarik, lebih cantik, lebih merangsang, dan sebagainya. Namun, Majnun dan Layla tidak demikian. Mereka menempatkan cinta untuk cinta, bukan cinta untuk nafsu. Pada dasarnya, cinta itu suci dan harus dijaga kesuciannya. Inilah yang menjadi prinsip mereka. LM adalah simbol cinta sejati, walaupun kisah ceritanya berakhir dengan tragis. Cinta sejati tidak bakal berakhir, sekalipun sang pencinta sudah mati, sesungguhnya cinta sejati akan terus hidup abadi. Cinta sejati tidak mengharapkan balasan cinta. Cinta sejati menyangkut masalah mencintai bukan dicintai. Atau dengan kata lain, cinta sejati mencintai demi kekasihnya bukan demi dirinya. Apapun akan dikorbankan demi kekasihnya. Pengorbanan tidak dipandang sebagai bentuk kepedihan, sebab bagi seseorang yang benar-benar mencintai, kepedihan dan obatnya adalah satu dan sama. LM melukiskan pandangan terhadap takdir yang menimpa Layla dan Majnun, sangat berbeda dengan pandangan Barat tentang makna “tragedi” dan “derita”. Penderitaan para pencinta tidak dapat dikatakan sebagai “tragis” dan diinterpretasikan dari sudut pandang moralitas konvensional. Penderitaan pencinta dapat Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009 menghancurkan belenggu sifat manusia dan membuat mereka bebas dari “diri” yang terikat dengan dunia fana. Kematian adalah pintu gerbang menuju dunia sejati, ke Rumah yang dihasrati jiwa pencari. Inilah yang diuangkapkan Nizami dalam LM dengan menggunakan metafora-metafora yang brillian dan dinamis. Layla menyatakan dengan jelas bahwa di dalam cinta, kedekatan yang terlalu dekat sangatlah berbahaya bagi seorang pencinta. Majnun meniadakan nafsu dalam dirinya; mengatasi rasa lapar, egoisme, dan kepemilikan. Ia menjadi “penguasa cinta” dalam keagungan. Tidak setiap peristiwa jatuh cinta dapat mencapai keadaan yang mulia ini. Cinta yang tiada abadi hanyalah permainan indra dan cepat musnah bagaikan masa muda. Sedangkan cinta mereka adalah cinta abadi. Tidak terpenuhinya cinta mereka di dunia adalah ciri khas dari mistisisme jamannya. Novel LM ini juga merupakan alegori perjalanan seorang sufi untuk sampai kepada Tuhan membawa kita pada proses mencintai. Kecintaan telah membawa Majnun hamba dengan sukarela menanggalkan egonya, memandang dirinya dan penciptanya sebagai sebuah kesatuan tak terpisahkan, hingga mencapai fase peniadaan diri. Dengan mencintai Layla, Majnun sebenarnya sedang mencintai Tuhan. Artinya, cinta Majnun terhadap Layla adalah metafora dari cinta Majnun terhadap Tuhan. Kaum sufi menganggap bahwa Majnun dan Layla adalah kisah kecintaan seorang pencinta dengan Tuhannya, Kekasihnya. Majnun adalah pencinta, sementara Layla adalah Tuhan yang kecintaannya tersembunyi Nizami, 2008: 255. Jadi, Novel LM bisa diibaratkan seperti cinta manusia kepada Tuhan. Jika manusia diibaratkan seperti Majnun berarti manusia harus bermohon agar diizinkan Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009 mencintai Allah. Manusia tidak berharap Allah akan membalas cintanya. Hati yang satu-satunya milik manusia sudah dimiliki oleh Allah. Berarti apa yang menjadi kemauan Allah adalah kemauan manusia. Manusia berbuat atas kehendak Allah. Manusia tidak mempunyai keinginan karena sudah sampai pada tahap peniadaan diri, yang tinggal hanyalah keinginan-keinginan atau kehendak Allah. Sosok Layla menjadi simbol yang merepresentasikan Yang Terkasih Yang Rahasia dan “tak tersentuh” dan sosok Majnun merepresentasikan seorang pencinta. Dalam ajaran agung para sufi, hubungan antara pencinta dan Kekasih, juga antara hamba dan Tuhan, hanya bisa terjalin melalui cinta.

4.3. Nizami Ganjavi sebagai Penyusun Layla Majnun dan Penulis Kisah-kisah