Uji Efektivitas Isolat Rhizobia Asal Tanah Mineral Dan Tanah Gambut Pada Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill)

(1)

UJI EFEKTIVITAS ISOLAT RHIZOBIA ASAL TANAH MINERAL DAN TANAH GAMBUT PADA TANAMAN KEDELAI

(Glycine max (L.) Merrill)

TESIS

Oleh

WIWIN NILASARI 097030033/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2012


(2)

UJI EFEKTIVITAS ISOLAT RHIZOBIA ASAL TANAH MINERAL DAN TANAH GAMBUT PADA TANAMAN KEDELAI

(Glycine max (L.) Merrill)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Biologi pada Program

Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

WIWIN NILASARI 097030033/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2012


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : UJI EFEKTIVITAS ISOLAT RHIZOBIA ASAL TANAH MINERAL DAN TANAH GAMBUT PADA TANAMAN KEDELAI

Nama Mahasiswa : WIWIN NILASARI Nomor Induk Mahasiswa : 097030033

Program Studi : Magister Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Delvian, SP. MP

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc

Ketua Program Studi Dekan,

Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed Dr. Sutarman, M.Sc Tanggal Lulus : 19 Januari 2012


(4)

Tanggal lulus : Telah diuji pada

Tanggal : 19 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Delvian, SP, MP.

Anggota : Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc

: Prof. Dr. Syaffruddin Ilyas, M. Biomed : Dr. Deni Elfiati, SP. MP


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

UJI EFEKTIVITAS ISOLAT RHIZOBIA ASAL TANAH MINERAL DAN TANAH GAMBUT PADA TANAMAN KEDELAI

(Glycine max (L.) Merril)

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah di jelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Januari 2012

Wiwin Nilasari 097030033


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : WIWIN NILASARI

NIM : 097030033

Program Studi : BIOLOGI Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

UJI EFEKTIVITAS ISOLAT RHIZOBIA ASAL TANAH MINERAL DAN TANAH GAMBUT PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan tau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Januari 2012


(7)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama Saya panjatkan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rakhmad dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DMT&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Program Magister.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Starman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program studi Magister, Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed, Sekretaris Program Studi Dr. Suci Rahayu, M.Si beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Biologi Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Dr. Delvian, SP. MP dan Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc Selaku Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan dorongan, bimbingan, menuntun dan membimbing Saya hingga selesainya penelitian ini, demikian juga kepada Prof. Dr. syafruddin Ilyas, M.Biomed dan Dr. Deni Elfiati,SP. MP selaku penguji yang telah memberikan saran dalam penyusunan tesis ini.

Kepada Ayah Mislan dan Bunda Sri Supiyanti, terima kasih atas segala pengorbanan kalian baik moril maupun materil serta doa yang terus menerus mengalir sehingga penulis bisa menyelesaikan perkuliahan ini, dan kepada yang paling Saya sayangi saudara kandung Saya kakanda Eka Prasetia, atas motivasi, kesabaran serta doa yang tidak akan pernah penulis balas sampai kapanpun.

Kepada Kepala Sekolah SMA Alwashliyah 3 Medan, Dr. Jalil Siregar atas bantuan dan dukungannya dan kepada abangda Muslim Nasution, S.Si yang bersemangat memotivasi serta dukungan yang selalu diberikan kepada penulis, teman-teman (Abdul Halim, S.Kom, Sri Wahyni, Nani, Pinde) yang selalu memotivasi penulis agar bersemangat serta semua pihak yang terlibat langsung maupun yang tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan, perhatian, dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun dalam melengkapi kekurangan serta penyempurnaan hasil penelitian ini. Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2012 Wiwin Nilasari


(8)

UJI EFEKTIVITAS ISOLAT RHIZOBIA ASAL TANAH MINERAL dan TANAH GAMBUT TERHADAP TANAMAN KEDELAI

(Glycine max (L.) Merrill) ABSTRAK

Kedelai merupakan tanaman yang membutuhkan nitrogen yang tinggi pada pertumbuhannya. Kebutuhan nitrogen bisa diperoleh dari hubungan simbiotik tanaman dengan bakteri yang mampu memfiksasi nitrogen yaitu bakteri Bradyrhizobium japonicum. Upaya peningkatan produktivitas kedelai dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan-lahan bermasalah seperti lahan gambut. Namun, kandungan hara di tanah gambut dapat menghambat pertumbuhan bakteri khususnya apabila inokulan bakteri tidak adaptif pada tanah gambut. Berdasarkan masalah ini penelitian dilakukan untuk memperoleh isolat Rhizobium yang efektif untuk meningkatkan pertumbuhan kedelai dengan membandingkan isolat yang efektif asal tanah mineral. Dari hasil isolasi diperoleh 4 isolat Bradyrhizobium japonicum asal tanah gambut yaitu BJG 1, BJG 3, BJG 5 dan BJG 6 serta 1 isolat bakteri Bradyrhizobium japonicum asal tanah mineral yaitu BJM 1. Hasil uji seleksi diperoleh isolat yang efektif dengan bobot kering tanaman bagian atas tertinggi sebesar 2,60 gram yaitu isolat BJG 6 yang selanjutnya diuji efektivitasnya dengan isolat asal tanah mineral yaitu BJM 1. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) sebanyak 2 perlakuan yaitu, inokulasi benih dengan isolat BJM 1, inokulasi benih dengan isolat BJG 6, dan 2 kontrol yaitu, K+N (tanpa inokulasi dengan pupuk N), K-N (tanpa inokulasi tanpa pupuk N) dengan 5 ulangan. Hasil uji efektivitas menunjukkan isolat BJG 6 berpengaruh nyata meningkatkan beberapa variabel pengamatan seperti rata-rata jumlah bintil sebesar 14,60 bintil, bobot kering bintil sebesar 3,70 gram, efektivitas simbiosis 56,23 %, kandungan N 3,27 % dan serapan N sebesar 0,149 gram dibandingkan dengan isolat BJM 1.


(9)

THE EFFECTIVENESS OF RHIZOBIA STRAINS FROM MINERAL SOIL AND PEAT SOIL ON SOYBEAN PLANT

ABSTRACT

Soybean is a crop requiring high nitrogen for its growth. Its requirement could be supplied through symbiotic relationship with nitrogen fixing bacteria i.e Bradyrhizobium japonicum. Production of soybean can be extended by utilizing the marginal lands such as peat soils. However, the properties of peat inhibit the development of bacteria especially if the bacterial inoculants are not adaptive to peat soils. This research was aimed to obtain an effective Rhizobium isolate for increasing soybean growht. Four isolates of B. japonicum were isolated from peat soils i.e BJG 1, BJG 3, BJG 5, BJG 6 and one was found from mineral soils, BJM1. BJG 6 showed efectively higher dry weight (2,60 g) compared to BJM 1. Greenhouse trials utilizing Complete Randomized Design with 2 inoculation treatments they are seed inoculation with BJG 6 and seed inoculation with BJM 1. Each treatment had five replications, 2 controls are K+N = without inoculation of B. japonicum and used nitrogen fertilizer, K-N = without inoculation and without nitrogen fertilizer. The result showed that BJG 6 strain increased, the rate of root nodules with 14,60 nodules, dry weight nodules with 3,70 g, symbiotic effectiveness were 56,23 %, nitrogen content with 3,27 % and nitrogen uptake with 0,149 g/plants.


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Wiwin Nilasari, S.Pd

Tempat dan Tanggal Lahir : Gunung Pamela, 17 Desember 1985 Alamat Rumah : Jalan Tangkul Gg.Bestari I No.158B

Telp/Faks/HP : 081397005641

Medan

e-mail : wiwin.sari54@yahoo.com

Instansi Tempat Kerja : SMA Alwashliyah-3 Medan

Alamat Kantor : Jalan S.M. Raja/Garu 2 No. 2. Medan

Telp/Faks/HP : 061-7868487

DATA PENDIDIKAN

SD : Negeri 010119 Pulau Rakyat Kabupaten Asahan Tamat : 1998 SLTP : Negeri 2 Pulau Rakyat Kabupaten Asahan Tamat : 2001 SMA : Negeri 1 Pulau Rakyat Kabupaten Asahan Tamat : 2004

Strata-1 : Biologi FMIPA UNIMED Tamat : 2008


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Hipotesis 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) 4 2.2 Syarat Pertumbuhan Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) 6 2.3 Pembentukan Bintil Akar dan Fiksasi N 7

2.4 Efektivitas Rhizobium 8

2.5 Tanah Mineral 9

2.6 Tanah Gambut 10

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 13

3.2 Bahan dan Alat 13

3.3 Pengambilan Sampel Tanah Gambut 14

3.4 Isolasi Bintil Kedelai asal Tanah Gambut dan Tanah Mineral 14 3.5 Seleksi Isolat Bradyrhizobium dari Tanah Gambut 15 3.6 Uji Efektivitas dari Isolat Rhizobium 15

3.7 Variabel Pengamatan 16

3.8 Pengukuran kandungan Nitrogen dan Serapan Nitrogen 17 Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill)


(12)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19

4.1 Isolasi Rhizobium asal Tanah Gambut dan Tanah Mineral 19 4.2 Seleksi Isolat Bradyrhizobium asal Tanah Gambut 20 4.3 Uji Efektivitas Bobot Kering Bagian Atas Tanaman Kedelai 21

(Glycine max (L.) Merrill)

4.4 Bobot Kering Akar Tanaman Kedelai 24

4.5 Jumlah dan Bobot Kering Bintil Akar 25 4.6 Efektivitas Simbiosis antara Isolat BJG 6 28 Dengan isolat BJM 1

4.7 Kadar dan Serapan Nitrogen pada Tanaman Kedelai 30 (Glycine max (L.) Merril)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 34

DAFTAR PUSTAKA 35


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman Gambar

4.1 Penampilan pertumbuhan B. japonicum hasil penggoresan 19 pada media YEMA+BTB yang diisolasi 10 hari pada

suhu 28-300

4.2 Koloni bakteri Bradyrhizobium (a) dan koloni 20 C.

bakteri Rhizobium (b) pada media BTB yang diisolasi asal tanah mineral

4.3 Pengaruh inokulasi B. japonicum terhadap bobot kering 21 bagian atas tanaman kedelai pada uji seleksi

4.4 Pengaruh inokulasi B. japonicum terhadap bobot kering 23 bagian atas tanaman kedelai

4.5 Pengaruh inokulasi B. japonicum terhadap bobot kering akar 24 tanaman kedelai

4.6 Pengaruh inokulasi B. japonicum terhadap jumlah bintil akar 26 tanaman kedelai

4.7 Pengaruh inokulasi B. japonicum terhadap bobot kering 27 bintil akar tanaman kedelai

4.8 Pengaruh inokulasi B. japonicum terhad efektivitas simbiosis 29 tanaman kedelai

4.9 Pengaruh inokulasi B. japonicum terhadap Kadar N 30 tanaman kedelai

4.10 Pengaruh inokulasi B. japonicum terhadap Serapan N 31 tanaman kedelai


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

A. Penanaman (Trapping) Kedelai Pada Tanah Gambut L-1 B. Isolasi Bintil akar kedelai dari Tanah Gambut L-2 C. Isolasi Bintil akar kedelai dari Tanah Mineral L-3 D. Seleksi Isolat B. japonicum di Tanah Gambut L-4 E. Uji Efektivitas antara isolate BJG 6 dan BJM 1 L-5 F. Deskripsi Varietas Kedelai Anjasmoro L-6 G. Komposisi Media Yeast Ekstrak Mannitol Agar (YEMA) L-7 H. Komposisi Media Yeast Ekstrak Mannitol Broth (YMB) L-7 I. Pengambilan bintil akar kedelai asal tanah mineral dan L-8 J. tanah gambut

K. Rataan Bobot Kering Tanaman Bagian Atas Kedelai L-9 (Glycine max (L) Merrill) pada Uji Seleksi

L. Rataan Bobot Kering Bagian Atas Kedelai L-10 (Glycine max (L) Merrill) pada Uji Efektivitas

M. Rataan Bobot Kering Akar Tanaman Kedelai L-11 (Glycine max (L) Merrill)

N. Rataan Jumlah Bintil Akar Tanaman Kedelai L-12 (Glycine max (L) Merrill)

O. Rataan Bobot Kering Bintil Akar Tanaman Kedelai L-13 (Glycine max (L) Merrill)

P. Efektivitas Simbiosis antara BJG 6 dengan BJM 1 L-14 Q. Kadar Total N Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merrill) L-15 R. Serapan NitrogenTanaman Kedelai L-16

(Glycine max (L) Merrill)


(15)

UJI EFEKTIVITAS ISOLAT RHIZOBIA ASAL TANAH MINERAL dan TANAH GAMBUT TERHADAP TANAMAN KEDELAI

(Glycine max (L.) Merrill) ABSTRAK

Kedelai merupakan tanaman yang membutuhkan nitrogen yang tinggi pada pertumbuhannya. Kebutuhan nitrogen bisa diperoleh dari hubungan simbiotik tanaman dengan bakteri yang mampu memfiksasi nitrogen yaitu bakteri Bradyrhizobium japonicum. Upaya peningkatan produktivitas kedelai dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan-lahan bermasalah seperti lahan gambut. Namun, kandungan hara di tanah gambut dapat menghambat pertumbuhan bakteri khususnya apabila inokulan bakteri tidak adaptif pada tanah gambut. Berdasarkan masalah ini penelitian dilakukan untuk memperoleh isolat Rhizobium yang efektif untuk meningkatkan pertumbuhan kedelai dengan membandingkan isolat yang efektif asal tanah mineral. Dari hasil isolasi diperoleh 4 isolat Bradyrhizobium japonicum asal tanah gambut yaitu BJG 1, BJG 3, BJG 5 dan BJG 6 serta 1 isolat bakteri Bradyrhizobium japonicum asal tanah mineral yaitu BJM 1. Hasil uji seleksi diperoleh isolat yang efektif dengan bobot kering tanaman bagian atas tertinggi sebesar 2,60 gram yaitu isolat BJG 6 yang selanjutnya diuji efektivitasnya dengan isolat asal tanah mineral yaitu BJM 1. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) sebanyak 2 perlakuan yaitu, inokulasi benih dengan isolat BJM 1, inokulasi benih dengan isolat BJG 6, dan 2 kontrol yaitu, K+N (tanpa inokulasi dengan pupuk N), K-N (tanpa inokulasi tanpa pupuk N) dengan 5 ulangan. Hasil uji efektivitas menunjukkan isolat BJG 6 berpengaruh nyata meningkatkan beberapa variabel pengamatan seperti rata-rata jumlah bintil sebesar 14,60 bintil, bobot kering bintil sebesar 3,70 gram, efektivitas simbiosis 56,23 %, kandungan N 3,27 % dan serapan N sebesar 0,149 gram dibandingkan dengan isolat BJM 1.


(16)

THE EFFECTIVENESS OF RHIZOBIA STRAINS FROM MINERAL SOIL AND PEAT SOIL ON SOYBEAN PLANT

ABSTRACT

Soybean is a crop requiring high nitrogen for its growth. Its requirement could be supplied through symbiotic relationship with nitrogen fixing bacteria i.e Bradyrhizobium japonicum. Production of soybean can be extended by utilizing the marginal lands such as peat soils. However, the properties of peat inhibit the development of bacteria especially if the bacterial inoculants are not adaptive to peat soils. This research was aimed to obtain an effective Rhizobium isolate for increasing soybean growht. Four isolates of B. japonicum were isolated from peat soils i.e BJG 1, BJG 3, BJG 5, BJG 6 and one was found from mineral soils, BJM1. BJG 6 showed efectively higher dry weight (2,60 g) compared to BJM 1. Greenhouse trials utilizing Complete Randomized Design with 2 inoculation treatments they are seed inoculation with BJG 6 and seed inoculation with BJM 1. Each treatment had five replications, 2 controls are K+N = without inoculation of B. japonicum and used nitrogen fertilizer, K-N = without inoculation and without nitrogen fertilizer. The result showed that BJG 6 strain increased, the rate of root nodules with 14,60 nodules, dry weight nodules with 3,70 g, symbiotic effectiveness were 56,23 %, nitrogen content with 3,27 % and nitrogen uptake with 0,149 g/plants.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan sumber protein nabati yang kebutuhannya cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, sehingga produktivitasnya perlu ditingkatkan. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi kedelai misalnya ekstensifikasi, dan intensifikasi. Kedelai merupakan salah satu tanaman Leguminosa yang mampu memanfaatkan sumber energi secara biologis. Simbiosis leguminosa mampu memanfaatkan N2

Pada penambatan N udara, tanaman kedelai bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium yang disebut Bradyrhizobium japonicum yang sebelumnya dikenal dengan nama Rhizobium japonicum (Bereiner dan Day, 1995). Penggunaan strain Rhizobium yang sesuai dan efektif merupakan faktor penting untuk meningkatkan hasil produksi kacang kedelai. Penggunaan inokulan Rhizobium tersebut dapat

udara sehingga kebutuhan nitrogen dapat terpenuhi. Penambatan N bebas dari udara dengan perantaraan bakteri dapat menghemat penggunaan N dalam bentuk pupuk anorganik, karena pembuatan pupuk yang mengandung N bergantung pada sumber daya gas dan minyak bumi yang diramalkan pada suatu saat akan habis (Kloeper dan Schrot, 2001). Hal ini disebabkan karena sifat dari bakteri Rhizobium ini yang sangat agresif dalam mengkolonisasi akar menggantikan tempat mikroorganisme yang menimbulkan penyakit atau mikroorganisme lain yang merugikan (Amarger dan Lagacheric, 2003; Bond, 2003). Oleh karena itu, pemanfaatan bakteri Rhizobium untuk peningkatan produksi pertanian tidak saja diterapkan negara berkembang, tetapi juga diterapkan di negara maju.


(18)

mengurangi biaya produksi dan juga pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan pupuk N anorganik. Simbiosis tanaman kacang-kacangan dengan Rhizobium merupakan suatu sistem penambat N2

Bakteri penambat N

secara biologis melalui pembentukan bintil akar dalam perakaran kacang-kacangan. Penambatan tersebut berperan penting dalam sistem pertanian karena dapat memperbaiki dan menggantikan sebagian dari penggunaan pupuk N, sehingga dapat menurunkan penggunaan pupuk buatan (Ningsih dan Iswandi, 2004).

2

Tanah gambut cukup potensial untuk dijadikan lahan pertanian mengingat arealnya yang cukup luas yang tersebar di seluruh Indonesia. Di Indonesia tanah gambut merupakan jenis tanah terluas kedua setelah Podsolik dan Indonesia merupakan negara ke-4 dalam luasan gambut setelah negara Kanada, Uni Soviet dan Amerika Serikat (Radjagukguk dan Setiadi, 1989).

seperti Rhizobium akan bersimbiosis dengan perakaran tanaman leguminosa. Daerah perakaran kedelai berpotensi sebagai tempat untuk terjadinya simbiosis dengan rhizobia. Hal ini akan menambah kadar N yang ada di dalam tanah. Rhizobium saat berinteraksi dengan daerah perakaran memiliki kemampuan untuk membentuk bintil akar. Kedelai merupakan tanaman yang membutuhkan banyak nitrogen.

Penelitian kedelai di tanah gambut sudah dilakukan antara lain oleh Setiadi (1991), dan Sagiman dan Pujianto (1995), namun informasi mengenai pemanfaatan bintil akar yang di isolasi dari tanah gambut untuk meningkatkan produksi kedelai masih belum memadai. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa efektivitas penambatan N2

Isolat Rhizobium yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil isolasi bintil akar tanaman kacang kedelai (Glycine max (L.) Merrill) yang tumbuh pada tanah gambut dan tanah mineral.

oleh galur-galur Bradyrhizobium dari tanah gambut dapat meningkatkan serapan N dan bobot tanaman kedelai (Sagiman et al., 2002). Oleh karena itu uji efektivitas isolat Rhizobium dari tanah gambut dan dari tanah mineral penting dilakukan.


(19)

1.2Perumusan Masalah

Gambut memiliki banyak kendala dalam penggunaannya untuk lahan pertanian. Kendala-kendala tersebut diantaranya reaksi tanah yang sangat masam dan kandungan hara rendah. Selain kemasaman tanah yang tinggi, nilai C/N gambut juga tinggi tetapi kandungan N-totalnya rendah. Alternatif yang dapat dilakukan adalah pemberian Rhizobium untuk menambah atau mengatasi kurangnya unsur hara. Penggunaan Rhizobium sebagai penambat N diharapkan dapat meningkatkan N yang diperoleh dari proses fiksasi.

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan isolat Rhizobium yang memiliki efektivitas yang tinggi dari tanah gambut terhadap pertumbuhan kedelai (Glycine max (L.) Merrill) dengan daerah asal isolat yang berbeda.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh isolat Rhizobium efektif untuk pertumbuhan kedelai (Glycine max (L.) Merrill) dari tanah gambut dan tanah mineral.

1.4Hipotesis

1. Adanya isolat Rhizobium yang efektif asal gambut untuk pertumbuhan kedelai (Glycine max (L.) Merrill).

2. Isolat Rhizobium asal gambut mempunyai efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat asal tanah mineral terhadap pertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) pada tanah gambut.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya di bidang pertanian tanaman kacang kedelai (Glycine max (L.) Merrill) dalam upaya meningkatkan hasil produksi pada tanaman kacang kedelai (Glycine max (L.) Merrill) dengan menggunakan isolat lokal yang tersedia di Indonesia.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman kacang kedelai (Glycine max (L.) Merrill)

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang dikenal sekarang kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara), di Indonesia, dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria : Jepang (Asia Timur) dan negara-negara lain di Amerika dan Afrika. (AAK,1989).

Akar tanaman kedelai terdiri atas akar tunggang, akar lateral, dan akar serabut. Pada tanah yang gembur, akar ini dapat menembus tanah sampai kedalaman 1,5 m. Pada akar lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri rhizobium pengikat N dari udara. Bintil akar ini biasanya akan terbentuk 15-20 hari setelah tanam, selain sebagai penyerap unsur hara dan penyangga tanaman, pada perakaran merupakan tempat terbentuknya bintil/nodul akar yang berfungsi sebagai pabrik alami terfiksasinya nitrogen udara oleh aktivitas bakteri Rhizobium (Tambas dan Rakhman, 1986).

Kedelai berbatang semak, dengan tinggi batang antara 30-100 cm. setiap batang dapat membentuk 3-6 cabang. Pertumbuhan batang dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga dan pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan


(21)

bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga. Begitu juga dengan bentuk daun kedelai ada dua macam, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate) (Adisarwanto, 2005).

Bunga kedelai termasuk bunga sempurna, artinya dalam setiap bunga terdapat alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup, sehingga kemungkinan terjadinya kawin silang secara alami sangat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna (Suprapto, 2001).

Polong kedelai pertama terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm, jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemungkinan diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak (Adisarwanto, 2005). Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak di antara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam, ada yang kuning, hitam, hijau atau coklat.

Kedelai yang tumbuh secara liar di Asia Tenggara meliputi sekitar 40 jenis. Penyebaran geografis dari kedelai mempengaruhi jenis tipenya. Terdapat 4 tipe kedelai yakni : tipe Mansyuria, Jepang, India, dan Cina. Dasar-dasar penentuan varietas kedelai adalah menurut: umur, warna biji dan tipe batang. Varietas kedelai yang dianjurkan yaitu: Otan, No. 27, No.29, Ringgit 317, Sumbing 452, Merapi 520, Shakti 945, Davros, Economic Garden, Taichung 1290, TKG 1291, Clark 1293, Orba 1343, Galunggung, Lokon, Guntur, Wilis, Dempo, Kerinci, Raung, Merbabu, Muria dan Tidar.

Di salah satu negara bagian Amerika Serikat, terdapat areal pertumbuhan kedelai yang sangat luas sehingga menghasilkan 57% produksi kedelai dunia. Di


(22)

Indonesia, saat ini kedelai banyak ditanam di dataran rendah yang tidak banyak mengandung air, seperti di pesisir Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Utara (Gorontalo), Lampung, Sumatera Selatan dan Bali. Kedelai (Glycine max (L) merrill) merupakan salah satu tanaman budidaya dengan kandungan nutrisi yang tinggi,diantaranya mengandung protein 30-50% (Richard et al., 1984). Kandungan protein yang tinggi memberi indikasi bahwa tanaman kedelai memerlukan hara nitrogen yang tinggi pula. Di Indonesia sampai saat ini produksi kedelaibelum dapat memenuhi kebutuhan konsumen dalamnegeri.

2.2 Syarat Pertumbuhan kedelai (Glycine max (L.) Merrill)

Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5-300 m dpl. Varietas kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 500 m dpl sehingga tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik dari jagung. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan (Najiyati, 1999).

Kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30o C, bila tumbuh pada suhu yang rendah (< 15o C), proses perkecambahan menjadi sangat lambat bisa mencapai 2 minggu. Hal ini dikarenakan perkecambahan biji tertekan pada kondisi kelembapan tanah tinggi, banyaknya biji yang mati akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat (Adisarwanto, 2005). Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34o C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-27o C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30o C.


(23)

Kedelai menghendaki kondisi tanah yang lembab, tetapi tidak becek. Kondisi seperti ini dibutuhkan sejak benih ditanam hingga pengisian polong. Kekurangan air pada masa pertumbuhan akan menyebabkan tanaman kerdil, bahkan dapat menyebabkan kematian apabila kekeringan telah melampaui batas toleransinya. Untuk dapat tumbuh dengan baik kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur, kaya akan unsur hara dan bahan organik. Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad renik yang pada akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Tanah dengan kadar liat tinggi sebaiknya dilakukan perbaikan drainase dan aerasi sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen dan tidak tergenang air waktu hujan besar terjadi (Rianto et al., 1997).

2.3 Pembentukan Bintil Akar dan Fiksasi N

Bintil akar merupakan organ simbiosis yang mampu melakukan fiksasi N dari udara sehingga tanaman mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan nitrogen dari hasil fiksasi. Fiksasi N terjadi di dekat pusat bintil akar dalam interaksi inti sel rhizobium akan berubah menjadi bakteroid sedangkan dibagian tengah bintil akar terbentuk pigmen merah yang disebut leghemoglobin. Terbentuknya bintil akar melalui serangkaian proses, pertama terjadi perubahan bentuk pada rambut akar atau melengkung yang disebabkan adanya respon terhadap hormon pertumbuhan Indole Acetic Acid (IAA) akibat distimulasi oleh bakteri atau respon terhadap hormon-hormon pertumbuhan lain dari kelompok etilen. Apabila terjadi pembentukan benang-benang yang terinfeksi akan terjadi penyusupan sel-sel Rhizobium dan sel-sel pada jaringan akar akan membentuk bintil akar (Islami, 1995).

Pada interaksi ini sel-sel Rhizobium akan berubah bentuk menjadi bakteroid. Banyaknya N yang di fiksasi oleh bakteri Rhizobium tergantung dari suplai karbohidrat oleh tanaman serta kandungan N di dalam tanah. Bakteri memerlukan karbohidrat sebagai sumber energi untuk memfiksasi N. Suatu spesies bakteri hanya dapat bersimbiosis dengan tanaman tertentu saja. Dengan


(24)

demikian satu jenis tanaman leguminosa hanya membutuhkan strain Rhizobium yang sesuai. Rhizobium yang dapat menodulasi tanaman kedelai secara efektif dikenal sebagai Bradyrhizoium japonicum (Jordan, 1982). Bakteri B. Japonicum memfiksasi nitrogen di dalam perakaran bersimbiosis dengan tanaman kedelai (Madrzak et al. 1995).

Asosiasi simbiotik tanaman kedelai dengan bakteri B. Japonicum dapat memfiksasi N diatas 200 kg N/ha/tahun (Smith & Hume, 1987). Kebutuhan N pada tanaman kedelai dapat disuplai melalui fiksasi nitrogen biologi dengan memilih galur-galur B. Japonicum yang efektif (Javaid dan Nasir, 2010). Simbiosis antara tanaman kedelai dengan B. Japonicum merupakan sebuah proses kompleks yang melibatkan gen dari keduanya yang membentuk fiksasi N pada nodul di perakaran (Provorov dan Vorob’ev, 2000).

2.4 Efektivitas Rhizobium

Isolat bakteri di uji efisiensinya dengan menumbuhkannya pada media tanah gambut. Pada akhir periode masa tanam dikumpulkan data mengenai penampakan tanaman dalam arti warna dan kekuatan, jumlah bintil akar yang terbentuk pada sistem perakaran, bobot kering dan kandungan nitrogen tanaman (Rao, 1994).

Sifat Rhizobium adalah keefektifan strain yang memiliki kemampuan untuk membentuk bintil akar yang mempunyai potensi menambat N udara. Tingkat keefektifan strain ini bervariasi dengan kultivar tanaman, tanah dan iklim pertumbuhan, serta mampu berkompetisi dengan strain rhizobium yang spesifik dan efektif. Kemampuan suatu bakteri bintil akar untuk menodulasi suatu inang tertentu disebut infektivitas, sedangkan kemampuan relatif suatu asosiasi antara bakteri dan tumbuhan untuk mengasimilasi N2 disebut efektivitas. Tidak semua

bakteri bintil akar mampu memfiksasi tanaman pepolongan, disamping itu galur bakteri yang infektif belum tentu efektif. Jadi adanya bintil tidak menjamin bahwa suatu tanaman pepolongan dapat memanfaatkan N2 (Rao, 1994). Pembentukan


(25)

menginfeksi inang-inang spesifik, beberapa dapat berkembang lebih cepat dari yang lainnya. Masalah kespesifikan ini dapat diatasi seperti pada Phaseolus vulgaris dan R. Leguminosarum.

2.5. Tanah Mineral

Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang telah tersusun dalam horizon-horizon, terdiri atas campuran bahan mineral dan bahan organik, merupakan media untuk tumbuhnya tanaman terutama jika cukup tersedia air dan udara. Mineral tanah adalah mineral yang terkandung di dalam tanah dan merupakan salah satu bahan utama penyusun tanah. Mineral dalam tanah berasal dari pelapukan fisik dan kimia dari batuan yang merupakan bahan induk tanah, rekristalisasi dari senyawa-senyawa hasil pelapukan lainnya atau pelapukan (alterasi) dari mineral primer dan sekunder yang ada. Mineral mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu tanah, antara lain sebagai indikator cadangan sumber hara dalam tanah dan indikator muatan tanah beserta lingkungan pembentukannya. Tanah terdiri atas dua kelompok, yaitu tanah mineral dan tanah organik. Tanah mineral terbentuk dari batu dan sedimen. Kandungan bahan organik tidak lebih dari 5%, sebagian besar tanah terbentuk dari bahan mineral yang disebut tanah mineral. Tanah Organik terbatas < 1% tanah dunia terbentuk dari peat (gambut), muck, dan sisa tanaman, pada daerah rawa atau daerah sangat basah. Kandungan bahan organik tanah bisa lebih dari 20% (Soil Survey Staff, 2003).

Tanah non-organik atau tanah mineral terbentuk dari batuan sehingga mengandung mineral. Sebaliknya, tanah organik (organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap bahan organik yang terdegradasi. Tanah non-organik didominasi oleh mineral. Mineral ini membentuk partikel pembentuk tanah. Tekstur tanah demikian ditentukan oleh komposisi tiga partikel pembentuk tanah: pasir, lanau (debu), dan lempung. Tanah pasiran didominasi oleh pasir, tanah lempungan didominasi oleh lempung. Tanah dengan komposisi pasir, lanau, dan lempung yang seimbang dikenal sebagai geluh (loam). Warna tanah merupakan


(26)

ciri utama yang paling mudah diingat orang. Warna tanah sangat bervariasi, mulai dari hitam kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih. Selain itu, tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan warna yang kontras sebagai akibat proses kimia (pengasaman) atau pencucian (leaching). Tanah berwarna hitam atau gelap seringkali menandakan kehadiran bahan organik yang tinggi, baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan di rawa-rawa. Warna gelap juga dapat disebabkan oleh kehadiran mangan, belerang, dan nitrogen. Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan besi teroksidasi yang tinggi; warna yang berbeda terjadi karena pengaruh kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif menghasilkan warna yang seragam atau perubahan warna bertahap, sedangkan suasana anaerobik/reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol (Hardjowigeno, 1985).

2.6. Tanah Gambut

Tanah gambut merupakan tanah yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan sehingga mempunyai kadar bahan organik yang sangat tinggi. Tanah ini berkembang terutama di daerah dalam kondisi anaerob (tergenang). Tanah gambut pada umumnya mempunyai derajat kemasaman yang sangat tinggi sebagai akibat tingginya kandungan asam organik. Nilai pH tanah berkisar antara 3-5. Kadar nitrogen sangat rendah dibandingkan dengan kadar karbon, hingga nilai perbandingan C/N menjadi sangat tinggi, yang menunjukkan sangat lambatnya proses pelapukan berlangsung. Gambut terbentuk dari serasah organik yang terdekomposisi secara anaerobik dimana laju penambahan bahan organik (humifikasi) lebih tinggi daripada laju dekomposisi nya.

Dalam klasifikasi tanah (soil taksonomi), tanah gambut termasuk ordo Histosol (Histos dari bahasa Yunani : jaringan). Tanah histosol didefenisikan sebagai tanah yang mengandung bahan organik lebih 20% (bila tanah tersebut tidak mengandung liat) atau lebih dari 30% (bila tanah mengandung 60% liat atau lebih) dan tebalnya secara kumulatif lebih dari 40 cm (Soil Survey Staf, 1998).


(27)

Kesuburan tanah gambut dipengaruhi oleh kedalaman dan lapisan mineral di bawah gambut. Makin tebal gambut makin miskin lapisan atasnya. Gambut yang terbentuk di atas endapan pasir kuarsa lebih miskin dari gambut yang terbentuk diatas endapan liat (Hardjowigeno, 1996).

Menurut Hardjowigeno (1996) sifat-sifat fisik tanah gambut yang penting adalah tingkat dekomposisi tanah gambut, kerapatan lindak, irreversible dan subsiden. Berdasarkan atas tingkat pelapukan (dekomposisi) tanah gambut dibedakan menjadi gambut kasar atau fibrik yaitu gambut memiliki lebih dari 2/3 bahan organik kasar, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75% seratnya masih tersisa. Gambut sedang atau hemik memiliki ½-2/3 bahan organik kasar, setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 – 75%. Gambut halus atau saprik memiliki bahan organik kasar kurang dari 1/3, bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%. Gambut kasar mempunyai porositas yang tinggi, daya memegang air tinggi, namun unsur hara masih dalam bentuk organik dan sulit tersedia bagi tanaman.

Gambut kasar mudah mengalami penyusutan yang besar jika tanah direklamasi. Gambut halus memiliki ketersediaan unsur hara yang lebih tinggi memiliki kerapatan lindak yang lebih besar dari gambut kasar.

Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan atas gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut. Mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa. Gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik (Hardjowigeno, 1996).

Tanah gambut di Indonesia mempunyai pH berkisar antara 2,8-4,5 dan kemasaman potensial mencapai > 5 cmol/kg, ketersediaan unsur-unsur makro


(28)

N,P,K, serta jumlah unsur mikro pada umumnya juga rendah. Kadar bahan organik dan nitrogen tinggi (Murayama dan Bakar 1996) disebabkan tanah gambut berasal dari sisa-sisa tumbuhan. Penyebarannya seluas sekitar 18 juta ha maka luas lahan gambut Indonesia menempati urutan ke-4 dari luas gambut dunia setelah Kanada; Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Kalimantan Barat merupakan propinsi yang memiliki luas lahan gambut terbesar di Indonesia yaitu seluas 4,61 juta ha, diikuti oleh Kalimantan Tengah, Riau dan Kalimantan Selatan dengan luas masing-masing 2,16 juta hektar, 1,70 juta hektar dan 1,48 juta hektar. Gambut terbentuk dari timbunan bahan organik yang berasal dari tumbuhan purba yang berlapis-lapis hingga mencapai ketebalan < 40 cm. Proses penimbunan bahan sisa tumbuhan ini merupakan proses geogenik yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama (Hardjowigeno, 1996).


(29)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus 2011, di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA, Laboratorium Biologi Tanah dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan : 1. Isolasi Rhizobium dari tanaman kacang kedelai (Glycine max (L.) Merrill)

pada tanah gambut dan tanah mineral.

2. Uji efektivitas isolat Rhizobium dari tanah gambut dan tanah mineral.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tanah gambut yang diambil dari Desa Paya Pinang Tebing Tinggi dan isolat kedelai yang diisolasi dari tanah mineral. Aquades, alkohol 96%, benih kedelai varietas Anjasmoro, Kongo red, Na-hipoklorit, larutan NaCl, yeast Ekstrak Manitol Broth (YMB), Brom Thymol Blue, Etanol 100 ml, Media Yeast Ekstrak Manitol Agar (YEMA) dengan komposisi K2HPO4 0,5 g; MgSO47H2O 0,2 g; NaCl 0,1 g; Mannitol 10 g; Yeast

cair 100 ml, Agar, 1 L aquades. Alat yang digunakan : oven, autoklaf, botol vial, mikroskop, tabung reaksi, pengaduk, jarum ose, cawan petri, kertas label, kamera, gelas ukur, Mikroskop, Erlenmeyer, polybag, cangkul, timbangan dan peralatan Laboratorium lainnya.


(30)

3.3 Pengambilan sampel Tanah Gambut

Sampel tanah gambut diambil di daerah Tebing Tinggi Kebun Paya Pinang. Tingkat kematangan gambut tersebut adalah hemik. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode komposit. Tanah gambut diambil secara acak pada beberapa titik sebanyak 5 kg pada kedalaman 0-20 cm, kemudian tanah dimasukkan kedalam kantong plastik dan diikat serta diberi label. Untuk mengisolasi Rhizobium dari tanah gambut, tanah tersebut ditanami kedelai untuk memperoleh bintil akar. Trapping dilakukan di lahan terbuka di Desa Marendal, Deli Tua sampai tanaman kedelai berumur 42 hari. Kemudian bintil akar kedelai diisolasi, sedangkan untuk isolat pembanding diisolasi dari bintil akar kedelai asal tanah mineral yang diambil di daerah penanaman kedelai di Lubuk Pakam yang mempunyai pH 6,8.

3.4 Isolasi Bintil Akar Kedelai dari Tanah Gambut dan Tanah Mineral

Bintil akar kedelai diambil dari perakaran kedelai yang ditanam pada tanah gambut dan tanah mineral. Sterilisasi bintil akar tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) dilakukan dengan cara membersihkan bintil akar dengan air mengalir untuk menghilangkan tanah yang menempel dipermukaannya lalu direndam alkohol 96% selama 10 detik lalu direndam dengan Na-hipoklorit selama 3 menit dan dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 sampai 4 kali bilas. Bintil akar steril diletakkan di cawan porselin lalu dipecah atau digerus dan ditambahkan dengan 1 ml larutan fisiologis. Suspensi lalu diambil 1 ose dan digoreskan pada media YEMA yang mengandung merah kongo yaitu 0,25 g merah kongo dicampur dengan 100 ml air lalu diambil 10 ml larutan stok merah kongo. Koloni Rhizobium yang tumbuh diamati, koloni yang tidak menyerap atau hanya sedikit menyerap warna merah kongo berarti bakteri tersebut bakteri Rhizobium.

Koloni bakteri Rhizobium kemudian ditumbuhkan kembali ke dalam media YEMA yang mengandung Brom Thymol Blue yaitu 0,5 g BTB dilarutkan di dalam 100 ml etanol lalu diambil 5 ml larutan stok BTB. Brom thymol blue berfungsi untuk mengetahui apakah Rhizobium tersebut termasuk golongan


(31)

Rhizobium atau Bradyrhizobium, apabila isolat Rhizobium tumbuh cepat dan media berubah menjadi warna kuning maka tergolong Rhizobium sedangkan bila berwarna biru dan bakteri tumbuh lambat maka digolongkan menjadi Bradyrhizobium. Isolat yang tumbuh pada media YEMA + Brom Thymol Blue dikarakteristik berdasarkan morfologinya.

3.5 Seleksi Isolat Bradyrhizobium dari Tanah Gambut

Pembuatan kultur cair Bradyrhizobium dilakukan dengan mengambil 1-2 ose isolat Bradyrhizobium lalu dicampurkan ke dalam 20 ml Yeast Manitol Broth (YMB) dalam Erlenmeyer, lalu dishaker selama 9 hari pada temperatur kamar. Hasil subkultur biakan bakteri diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 10 ml akuades steril. Setelah dihomogenkan dengan cara divortex dan disamakan kekeruhannya dengan standar Mac Farland sehingga diperoleh suspensi bakteri dengan kerapatan sel 108 CFU/ml. Isolat yang diperoleh dari hasil isolasi selanjutnya diseleksi untuk memperoleh isolat Bradyrhizobium japonicum yang efektif. Seleksi isolat Bradyrhizobium dilakukan pada media tanah gambut yang sudah disterilisasi selama 3 jam. Tanah gambut yang sudah steril dimasukkan ke dalam polybag sebanyak 2 kg/polybag. Kemudian benih kedelai varietas Anjasmoro ditanam ke dalam polybag masing-masing 3 benih kedelai tiap lubang tanam. Pada hari ke-7 tanaman diseleksi dan hanya dua tanaman yang tumbuh baik yang dipelihara. Inokulasi benih kedelai dilakukan dengan pemberian 1 ml suspensi bakteri Bradyrhizobium japonicum dengan kerapatan sel 108

3.6 Uji Efektivitas dari Isolat Rhizobium

CFU/ml. Pengamatan isolat Bradyrhizobium japonicum yang efektif diamati berdasarkan bobot kering tanaman kedelai yang dipanen pada umur 42 hari setelah tanam. Setelah diperoleh satu isolat Bradyhizobium yang menghasilkan bobot kering tanaman tertinggi selanjutnya dilakukan uji efektivitas.

Tanah gambut yang akan digunakan sebagai media tumbuh disterilkan ke dalam dandang selama 3 jam. Tanah gambut yang steril tersebut dimasukkan ke


(32)

dalam polybag sebanyak 2 kg/polybag dan diberikan pupuk dasar yaitu pupuk KCl (60% K2O, 45% Cl) dan TSP (46-48% P2O5, 2% S, 20% CaO). Sebelum

benih kedelai ditanam, benih kedelai varietas Anjasmoro diinokulasi dengan inokulan Bradyrhizobium japonicum sebanyak 1 ml dengan kerapatan sel 108 CFU/ml (menggunakan standart Mac Farland). Benih kedelai didiamkan selama beberapa menit kemudian ditanam ke media tanam (polybag) yang berisi tanah gambut steril. Sedangkan pada tanaman kontrol tanpa inokulasi dengan pemberian pupuk N yaitu dengan pemberian pupuk urea. Masing-masing polybag berisi 3 benih dan polybag disusun dirumah kaca. Penyulaman dilakukan pada umur ± 1 minggu setelah tanam untuk mendapatkan kedelai yang seragam. Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari. Tanaman dipanen pada umur 42 hari setelah tanam.

3.7 Variabel Pengamatan

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot kering tanaman

yaitu tanaman dipotong pada leher akar dekat permukaan tanah atau mulai sisa kotiledon pertama, kemudian dibersihkan dan dimasukkan dalam kantong kertas lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 70o

ES = ���������������������������������

���������������������������������� x 100%

C selama 48 jam kemudian dimasukkan desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Bobot kering akar yaitu akar tanaman dicuci bersih dengan air dan diovenkan sama halnya dengan bobot kering tajuk tanaman. Jumlah bintil akar, jumlah bintil akar yang terbentuk pada akar tanaman kedelai dihitung untuk masing-masing perlakuan. Bobot kering bintil akar yang terbentuk pada akar tanaman kedelai dihitung untuk masing-masing perlakuan dengan menggunakan neraca analitik. Efektivitas Simbiosis dapat dihitung berdasarkan rumus :


(33)

3.8 Pengukuran Kandungan Nitrogen dan Serapan Nitrogen Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill)

Bagian tanaman dikeringkan dalam oven pada suhu 70o

% N = ��−������,�����

������ (�)

x 100%

C selama 48 jam. Kandungan N tanaman dianalisis menggunakan metode Kjeldahl, dapat ditentukan dengan rumus :

Dengan, V2

V

= volume titrasi sampel

1

F = faktor konversi/perkalian = 6,25 = volume titrasi blanko

Prosedur percobaan metode Kjeldahl adalah sebagai berikut :

Tahap destruksi yaitu sampel ditimbang 2 gram dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi disertai blanko. Penetapan kadar air dilakukan untuk mengoreksi bobot kering sampel pada suhu 105 oC, kemudian sampel dan blanko ditambah 0,5 gram campuran selenium 2,5 ml H2SO4 pekat. Sampel dipanaskan diatas

penangas listrik khusus untuk ukuran tabung reaksi, mula-mula pada suhu rendah, perlahan-lahan suhu dinaikkan sampai suhu 360 o

Tahap destilasi suspensi sampel dimasukkan kedalam tabung destilasi secara kuantitatif sambil dibilas dengan air destilasi secukupnya kemudian diletakkan pada alat destilasi. Alat tersebut secara otomatis akan menambahkan 10 ml larutan NaOH 50% kedalam tabung destilasi. Destilat kemudian ditampung dengan menggunakan Erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml asam boraks dan larutan indikator campuran. Destilasi dilakukan selama 3 menit. Tahap titrasi yaitu destilat hasil destilasi tersebut dititrasi dengan HCl 0,01 N hingga larutan menjadi merah jambu. Penetapan blanko juga dilakukan pada tahap titrasi tersebut.

C, setelah suspensi berwarna putih, tabung kemudian diangkat dan didinginkan.

Untuk menghitung serapan nitrogen dari tanaman kedelai, dapat ditentukan dengan rumus :


(34)

3.9 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 6 perlakuan dengan tiga ulangan pada uji seleksi dan pada uji efektifitas terdiri dari 4 perlakuan dengan 5 ulangan. 4 perlakuan pada uji efektivitas terdiri atas : kontrol tanpa inokulasi dan tanpa pupuk N (K-N), kontrol tanpa inokulasi dengan pemberian pupuk N (K+N), inokulasi tanaman kedelai dengan inokulan B. japonicum asal tanah gambut (BJG), dan inokulasi tanaman kedelai dengan inokulan B. japonicum asal tanah mineral (BJM).

Adapun model rancangan acak lengkap adalah :

Yij = µ + Ti +

ε

Dimana :

ij

Yij = Respon Pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum

Ti = Pengaruh perlakuan ke-i

ε

ij = Pengaruh Galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Apabila terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan cara :

BNTa = ta (db galat) x

�2�2


(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi Rhizobium asal Tanah Gambut dan Tanah Mineral

Hasil isolasi dari tanah mineral diperoleh satu isolat B. japonicum dengan kode isolat BJM 1 dan dari tanah gambut diperoleh empat isolat B. japonicum dengan kode isolat BJG 1, BJG 3, BJG 5 dan BJG 6. Seluruh galur uji bercirikan bakteri bintil akar tumbuh lambat berbentuk bundar, elevasi cembung, berlendir dan tidak tembus cahaya (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Penampilan pertumbuhan B. japonicum hasil penggoresan pada media YEMA +Brom tymol blue, yang diinkubasi 10 hari

pada 28-30oC.

Koloni B. japonicum yang diperoleh dari hasil isolasi merupakan bakteri yang tumbuh lambat pada media YEMA+brom tyhmol blue yaitu tumbuh setelah 10 hari diinkubasi pada suhu kamar. Seperti yang dikemukakan Somasegaran dan

BJG 1 BJG 3 BJG 5

BJG 6


(36)

Hoben (1994) bahwa bakteri B. japonicum termasuk bakteri yang tumbuh lambat pada media yeast ekstrak mannitol agar (YEMA) yang tumbuh lambat sekitar 5-7 hari. Bakteri B. japonicum memberikan reaksi basa (warna hijau) pada media YEMA yang mengandung brom thymol blue (Gambar 4.2a). Sedangkan bakteri Rhizobium merupakan bakteri yang memberikan reaksi asam (warna kuning) pada media BTB. Bakteri Rhizobium merupakan bakteri yang tumbuh cepat sekitar 3-5 hari setelah diinkubasi pada suhu kamar (Gambar 4.2b). Keempat isolat B. japonicum yang diperoleh tersebut toleran terhadap kondisi tanah yang asam (pH 4,5).

(a) (b)

Gambar 4.2 Koloni bakteri Bradyrhizobium (a) dan koloni bakteri Rhizobium (b) pada media Brom Thymol Blue (BTB) yang di isolasi asal tanah gambut.

Menurut Holt et al. (1994) pH optimum terletak pada kisaran 6-7, tetapi pH optimum ini dapat lebih rendah lagi pada galur-galur bakteri dari tanah masam. Jordan (1984) mengemukakan bahwa bakteri bintil akar sebagai simbion kedelai tumbuh optimum pada pH 6-7 tetapi beberapa galur di antaranya mampu tumbuh pada pH 4.5. Isolat Rhizobium yang tumbuh cepat pada umumnya tidak toleran terhadap pH asam dibandingkan dengan isolat B. japonicum yang tumbuh lambat (Graham et al., 1994).

4.2 Seleksi Isolat Bradyrhizobium asal Tanah Gambut

Hasil seleksi dari keempat isolat B. japonicum tersebut diperoleh satu isolat yang efektif yaitu isolat BJG 6 yang selanjutnya akan dibandingkan


(37)

efektivitasnya dengan isolat asal tanah mineral (BJM 1). Histogram rataan bobot kering tanaman bagian atas pada uji seleksi dengan berbagai perlakuan inokulasi dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Pengaruh Inokulasi B. japonicum terhadap bobot kering tanaman bagian atas tanaman kedelai pada uji seleksi

Semua galur B. japonicum hasil isolasi yang diujikan menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman kedelai. Hal ini dapat dilihat dari bobot kering tanaman bagian atas dari keempat galur perlakuan (Lampiran J). Dari hasil seleksi menunjukkan bahwa perlakuan isolat BJG 6 menghasilkan bobot kering bagian atas tertinggi sebesar 2,60 g. Isolat BJG 6 ternyata lebih toleran terhadap pH rendah yaitu 4,5 dibandingkan dengan perlakuan isolat lainnya. Bobot kering bagian atas terendah dihasilkan oleh isolat BJG 1 sebesar 2,13 g. Hal ini menunjukkan bahwa galur BJG 6 dapat membentuk simbiosis secara efektif dengan kedelai varietas Anjasmoro dibandingkan galur uji yang lainnya, sehingga isolat BJG 6 selanjutnya digunakan untuk uji efektivitas.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

BJG1 BJG3 BJG5 BJG6 K+N K-N

R at aan B ob ot k er in g tan am an b agi an at as p ad a u ji s el ek si ( g) Perlakuan 2,13 3 2,17 3 2,23 2,60 2,13 1,77


(38)

4.3 Uji Efektivitas pada Bobot Kering Bagian Atas Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill)

Semua galur uji dapat meningkatkan bobot kering tanaman kedelai dibandingkan dengan perlakuan tanpa inokulasi tanpa N (kontrol tanpa N). Peningkatan bobot kering tanaman bagian atas yang diinokulasi dengan isolat BJG 6 menunjukkan bahwa isolat tersebut memiliki kemampuan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang baik meskipun kedua isolat tidak berpengaruh nyata. Isolat BJG 6 asal tanah gambut mampu menambat N2

Dari hasil uji efektivitas antara dua galur B. japonicum asal tanah mineral dan tanah gambut menunjukkan bahwa isolat BJG 6 yang menghasilkan bobot kering tanaman bagian atas tertinggi yaitu sebesar 4,54 g, sedangkan isolat BJM 1 sebesar 3,78 g. Histogram rataan bobot kering tanaman bagian atas tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) pada uji efektivitas dapat dilihat pada Gambar 4.4.

dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat BJM 1 yang berasal dari tanah mineral. Isolat BJG 6 yang diujikan pada tanaman kedelai merupakan hasil isolasi langsung dari perakaran kedelai pada tanah gambut ternyata memiliki efektivitas yang baik untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif. Bobot kering tanaman yang paling rendah dihasilkan oleh tanaman kontrol tanpa pupuk N. Lakitan (1996) yang menyatakan bahwa unsur hara yang diserap oleh akar dalam jaringan tanaman akan memberikan kontribusi terhadap pertambahan bobot kering tanaman. Beberapa Rhizobium diketahui bermanfaat secara langsung dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan menghasilkan fitohormon yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui perbaikan serapan hara (Noel et al., 1996). Hasil-hasil penelitian menunjukkan inokulasi Rhizobium yang menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti auksin atau Indole Asetic Acid (IAA) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Ningsih dan Iswandi, 2004). Rataan dan sidik ragam bobot kering tanaman bagian atas dapat dilihat pada Lampiran K.


(39)

Gambar. 4.4 Pengaruh Inokulasi B. japonicum terhadap bobot kering tanaman bagian atas tanaman kedelai

Tanaman yang diinokulasi dengan isolat yang efektif akan tumbuh dan berkembang dengan baik karena isolat yang efektif dapat memberikan N dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Senyawa nitrogen hasil fiksasi N2 dikirim dari bintil akar dalam bentuk ureida yaitu

alantoin dan asam alantoat dan ditranslokasikan ke daun untuk katabolisme dan digunakan untuk biosintesis klorofil dan protein esensial lain untuk fotosintesis (Winkler, 1987). Sementara tanaman yang tidak diinokulasi atau yang diinokulasi dengan isolat yang tidak efektif tidak mampu memenuhi kebutuhan N sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat yang ditunjukkan dengan ciri-ciri kerdil, bobot kering bagian atas dan serapan N yang rendah. Untuk dapat bersimbiosis dengan sempurna antara tanaman dengan bakteri B. japonicum diperlukan kondisi lingkungan yang sesuai dan sifat yang spesifik antara isolat B. japonicum dengan tanaman kedelai (kompatibilitas). Simbiosis yang sempurna dapat meningkatkan bobot kering tanaman yang memacu terjadinya peningkatan translokasi asimilat dari daun ke bagian tanaman lainnya seperti batang dan akar, sehingga bobot kering tanaman meningkat (Dwidjoseputro, 1984). Seperti yang

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5

BJG 6 BJM 1 K+N K-N

R at aan b ob ot k er in g tan am an b agi an at as p ad a u ji e fe k ti vi tas ( g) Perlakuan 4,54

3,78 3,64


(40)

dilaporkan oleh Van Rossum et al. (1994) bahwa inokulasi dengan galur Bradyrhizobium dibawah kondisi tanah masam dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan hasil pada tanaman kedelai.

4.4 Bobot Kering Akar Tanaman Kedelai

Semua inokulasi dengan galur Bradyrhizobium japonicum berpengaruh tidak nyata pada bobot kering akar tanaman kedelai (Gambar 4.5). Rataan dan sidik ragam bobot kering akar tanaman dapat dilihat pada lampiran L. Bobot kering akar tertinggi dihasilkan isolat BJG 6 sebesar 0,82 g, sedangkan bobot kering akar terendah dihasilkan oleh tanaman kontrol tanpa pupuk N sebesar 0,44g.

Gambar 4.5 Pengaruh Inokulasi B. japonicum terhadap bobot kering akar tanaman kdelai

Kemampuan memproduksi eksopolisakarida menjadi salah satu kelebihan B. japonicum karena dapat digunakan untuk menetralkan lingkungan asam. Seperti yang dilaporkan Cunningham dan Munns (1984) bahwa eksopolisakarida dari Rhizobium berperan dalam menetralkan kondisi lingkungan yang asam dan efek keracunan Al. Dengan demikian infeksi B. japonicum ke dalam akar inang tidak terhambat. Akar tanaman kedelai yang tidak diinokulasi dan ditanam pada

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

BJG 6 BJM 1 K+N K-N

R at aan b ob ot k er in g ak ar tan am an k ed el ai ( g) Perlakuan 0,82 0,66 0,62 0,44


(41)

tanah gambut menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang terhambat. Seperti hasil penelitian Abruna dan Villagarcia (1992) menunjukkan bahwa pengaruh utama keracunan Al adalah kerusakan langsung pada akarnya. Perkembangan akar terhambat dan akar menjadi lebih tebal dan pendek-kaku dan memperlihatkan bagian-bagian yang mati.

4.5 Jumlah dan Bobot Kering Bintil Akar

Kedua isolat B. japonicum mampu membentuk bintil akar, hal ini terlihat dari penyebaran jumlah bintil akar antara 6-12 bintil akar/tanaman (Lampiran M). Rata-rata jumlah bintil tertinggi dihasilkan oleh perlakuan isolat BJG 6 sebesar 14,60 bintil akar sedangkan perlakuan isolat BJM 1 menghasilkan sebanyak 10,70 bintil akar (Gambar 4.6). Kedua isolat menunjukkan pengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar tanaman kedelai.

Nodulasi yang merupakan fenotip tanaman, sangat dipengaruhi oleh faktor genotip dan lingkungan. Faktor genotip tersebut dapat berasal dari tanaman dan bakteri, Sedangkan faktor lingkungan dapat berupa keadaan tanah maupun kondisi pertumbuhan tanaman sebagai lingkungan tempat hidup bakteri (Soedarjo et al., 2003). Bintil akar akan terbentuk jika ada kesesuaian antara tanaman inang dengan bakteri B. japonicum. Simbiosis tersebut dapat menghasilkan bintil akar yang efektif yang mampu mengikat nitrogen dari udara bebas menjadi senyawa amonium (NH4+

Kompatibilitas antara tanaman dan bakteri dijelaskan oleh Campbell et al. (2003), terjadinya proses nodulasi dan fiksasi nitrogen merupakan hasil komunikasi dua arah antara tanaman dan Bradyrhizobium. Komunikasi tersebut terjadi karena tanaman inang mengeluarkan senyawa organik (flavonoid) yang dikenali oleh Bradyrhizobium. Setiap jenis tanaman mengeksudasi senyawa flavonoid yang berbeda, sehingga hanya dikenali oleh protein dari gen nodulasi tertentu. Gen nodulasi ini berfungsi untuk mengaktifkan transkripsi dari gen-gen nodulasi, jadi jika strain suatu bakteri tidak kompatibel (cocok) untuk suatu jenis ) yang diserap oleh kedelai untuk pertumbuhannya (Rao, 1994).


(42)

tanaman, maka komunikasi tersebut juga tidak akan terjadi dan nodul tidak akan terbentuk.

Gambar 4.6. Pengaruh Inokulasi B. japonicum terhadap jumlah bintil akar tanaman kedelai (data telah ditransformasi dengan ��+ 0,5)

Inokulasi dengan isolat BJG 6 mampu meningkatkan bobot kering bintil akar dibandingkan dengan kontrol N dengan pupuk N. Hal ini disebabkan karena pemberian pupuk N pada tanah gambut dapat meningkatkan unsur N yang ada didalam tanah gambut sehingga menyebabkan pembentukan bintil akar terhambat. Barbara dan Winston (1986) melaporkan bahwa pemakaian pupuk N yang berlebihan akan menghambat pembentukan bintil akar. Kedua isolat berpengaruh nyata terhadap bobot kering bintil akar tanaman kedelai (Gambar 4.7). Sidik ragam bobot kering bintil akar dapat dilihat pada Lampiran N. Isolat BJG 6 dan BJM 1 yang diuji pada tanaman kedelai varietas Anjasmoro mampu membentuk bintil akar pada kondisi tanah gambut yang memiliki pH 4,5. Akar tanaman legum mensekresikan bahan organik yang bervariasi untuk menstimulasi pertumbuhan mikroflora di rizosfer (Madigan et al., 2000). Bahan organik yang merupakan eksudat akar terdiri atas berbagai asam amino, zat-zat gula dan asam karboksilat. Bahan organik berupa asam amino yang dikeluarkan akar tanaman kedelai

0 2 4 6 8 10 12 14 16

BJG 6 BJM 1 K+N K-N

R a ta a n j um la h bi nt il a ka r ta na m a n ke de la i (bi nt il a ka r) Perlakuan 14,60c 10,70b


(43)

menyebabkan B. japonicum memproduksi basa dalam bentuk amonium yang dapat meningkatkan pH, sehingga galur tersebut mampu tumbuh, menginfeksi tanaman, dan membentuk bintil akar. Endarini et al. (1995) menyatakan bahwa galur toleran mampu mengatasi media asam-Al dengan cara memanfaatkan Na-glutamat sebagai sumber C dan N yang kemudian menghasilkan amonium sebagai hasil metabolismenya.

Gambar 4.7 Pengaruh Inokulasi Bradyrhizobium japonicum terhadap bobot kering bintil akar tanaman kedelai (data telah ditransformasi dengan ��+ 0,5)

Dua galur uji yang diinokulasikan pada tanaman kedelai di tanah gambut dapat membentuk bintil akar. Hal ini menunjukkan bahwa tanah gambut yang bersifat masam masih dapat ditoleransi oleh kedua galur uji tersebut. Seperti yang dikemukakan Tiwari et al. (1992), bahwa secara umum bakteri tumbuh lambat B. japonicum lebih toleran pH rendah dibandingkan bakteri tumbuh cepat Rhizobium. Banyak galur B. japonicum dan beberapa galur R. leguminosarum diketahui toleran pada pH 4,0-4,5. Keyser dan Munns (1979) menyatakan bahwa keasaman (pH 4,8) hanya sedikit menghambat pertumbuhan populasi bakteri

3,4 3,45 3,5 3,55 3,6 3,65 3,7 3,75

BJG 6 BJM 1 K+N K-N

R a ta a n bo bo t ke ri ng bi nt il a ka r tan am an k ed el ai ( g) Perlakuan 3,70c 3,64b


(44)

bintil akar tumbuh lambat. Beberapa galur B. japonicum toleran terhadap kondisi asam yaitu pH 4.0-4.5 (Denarie et al., 1992).

Jordan (1984) menambahkan bahwa B. japonicum biasanya toleran asam (pH 4,5), bahkan 30% dari galur-galur yang diteliti toleran pada pH 4,0. Jumlah bintil akar terbanyak diperoleh pada isolat BJG 6 sebanyak 14,60 bintil akar, sedangkan pada isolat yang berasal dari tanah mineral yaitu BJM 1 menghasilkan sebesar 10,70 bintil akar. Hal ini menunjukkan bahwa isolat yang berasal dari tanah gambut memiliki tingkat menginfeksi lebih tinggi dibandingkan dengan isolat dari tanah mineral. Semakin kecil bobot kering bintil akar menunjukkan bahwa Rhizobium yang menginfeksi bintil akar tersebut kurang efektif. Sutedjo (1996), menunjukkan keberhasilan suatu inokulasi Rhizobium apabila lingkungan mendukung pembentukan bintil akar, adanya bintil akar yang kecil-kecil menunjukkan bahwa bintil akar tersebut tidak efektif.

Tidak semua isolat yang menghasilkan lebih banyak bintil akar diiringi peningkatan bobot keringnya. Endarini (1994) melaporkan bahwa peningkatan jumlah bintil akar tidak selalu diikuti dengan peningkatan bobot kering bintil akar, namun peningkatan bobot kering bintil mempunyai hubungan yang positif dengan rata-rata ukuran bintil. Peningkatan bobot kering bintil dapat meningkatkan penambatan N dan pertumbuhan tanaman (Mathews & Hayes 1982). Saraswati (1986) juga melaporkan bahwa bobot kering bintil akar berkorelasi positif dengan kemampuan tanaman menambat N maupun dengan bobot kering tajuk. Keadaan ini menunjukkan bahwa fungsi bintil akar sebagai tempat penambatan N sangat terkait dengan bintil akar yang efektif yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Bobot kering bintil per tanaman mempunyai korelasi dengan bobot nitrogen dalam daun dan bobot protein biji, semakin berat bobot kering bintil semakin berat nitrogen yang dapat diakumulasi di dalam daun dan semakin berat protein yang dapat dibentuk di dalam biji (Indradewa et al., 2004). Bintil yang menambat N adalah bintil yang efektif dengan ciri cenderung berukuran besar dan berwarna merah (Madigan et al., 2000).


(45)

Dalam penelitian ini isolat BJG 6 menghasilkan jumlah bintil akar tertinggi seiring dengan meningkatnya bobot kering bintil akar kedelai dibandingkan tanaman kedelai yang diinokulasi dengan isolat BJM 1 dan kontrol dengan pupuk N.

4.6 Efektivitas Simbiosis antara Isolat BJG 6 dengan Isolat BJM 1

Inokulasi dengan isolat B. japonicum menunjukkan bahwa perlakuan isolat B. japonicum asal tanah mineral dan tanah gambut menghasilkan efektivitas simbiotik (ES) yang meningkat dibandingkan dengan perlakuan kontrol N dengan pupuk N. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kedua isolat berbeda nyata terhadap efektivitas simbiosis tanaman (Lampiran O). Dari dua perlakuan menunjukkan bahwa isolat BJG 6 yang memiliki efektivitas yang tinggi dibandingkan dengan isolat BJM 1 yang berasal dari tanah mineral.

Efektivitas simbiosis isolat BJG 6 sebesar 56,23% terhadap kontrol +N dan isolat BJM 1 asal tanah gambut sebesar 51,25% terhadap kontrol +N menunjukkan bahwa kedua isolat tersebut ternyata dapat meningkatkan pengambilan N oleh tanaman (Gambar 4.8). Tanaman yang diinokulasi dengan isolat yang efektif akan tumbuh dan berkembang dengan baik karena isolat yang efektif dapat memberikan N dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.


(46)

Gambar 4.8 Pengaruh Inokulasi B. japonicum terhadap Efektivitas Simbiosis pada Tanaman Kedelai (data telah ditransformasi dengan

��+ 0,5)

Keefektifan suatu bakteri bintil akar dalam simbiosisnya sangat dipengaruhi oleh kesesuaian dengan tanaman inang. Kurang sesuainya galur bakteri bintil akar dengan inang akan mengurangi keefektifan simbiotiknya. Madigan et al. (2000) mengemukakan bahwa kira-kira 90% dari seluruh spesies tanaman legum dapat mengalami nodulasi. Namun, terdapat kespesifikan antara legum dan galur B. japonicum. Suatu galur Rhizobium umumnya dapat menginfeksi spesies legum tertentu dan tidak pada spesies lainnya. Meskipun galur Rhizobium mampu menginfeksi legum tertentu, tetapi tidak selalu dapat menghasilkan bintil yang memfiksasi nitrogen. Pada penelitian ini tampaknya terdapat keserasian yang tinggi antara galur uji dengan varietas kedelai Anjasmoro yang terlihat dari galur BJG 6 memiliki efektivitas simbiosis lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol N maupun dengan galur pembanding BJM 1. Peningkatan efektivitas simbiosis seiring dengan peningkatan bobot kering bagian atas, bobot kering bintil dan serapan N.

0 10 20 30 40 50 60

BJG 6 BJM 1 K+N K-N

R a ta a n e fe k ti v ita s si m b io si s (% ) Perlakuan 3,50a 50,10b 51,25b 56,23c


(47)

4.7 Kadar dan Serapan Nitrogen pada Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril)

Inokulasi dengan galur B. japonicum baik asal tanah gambut dan tanah mineral berpengaruh nyata terhadap kadar N pada tanaman kedelai (Gambar 4.9). Dapat dilihat bahwa yang menghasilkan kadar N tertinggi adalah isolat BJG 6 sebesar 3,27 %, sedangkan isolat BJM 1 asal tanah mineral menghasilkan kadar N sebesar 3,12 %. Sidik ragam kadar N dapat dilihat pada lampiran P.

Gambar 4.9 Pengaruh Inokulasi B. japonicum terhadap kadar N tanaman kedelai

Inokulasi dengan isolat BJG 6 asal tanah gambut juga meningkatkan serapan N pada tanaman kedelai. Hal ini dapat dilihat dari rataan serapan N (Gambar 4.10) yang dihasilkan isolat BJG 6 dibandingkan serapan N isolat BJM 1, kedua isolat menunjukkan berpengaruh nyata terhadap serapan N (Lampiran Q). Berdasarkan hal tersebut menunjukkan adanya respon tanaman terhadap inokulan B. japonicum yang ditandai dengan meningkatnya bobot kering tajuk, bobot kering bintil akar dan kadar nitrogen. Kadar total N meningkat seiring dengan meningkatnya serapan N tanaman kedelai yang diinokulasi dengan B. japonicum dibandingkan tanaman yang diberi pupuk N. Stowers dan Elkan

2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3 3,1 3,2 3,3 3,4

BJG 6 BJM 1 K+N K-N

R

at

aan

k

ad

ar

N

k

ed

el

ai

(

%

)

Perlakuan 3,27c

3,12b

2,81a


(48)

(1980), menyatakan bahwa efektivitas penambatan nitrogen dapat dilihat dari warna tumbuhan, jumlah nodul akar, bobot kering tanaman dan hasil panen.

Gambar 4.10 Pengaruh Inokulasi B. japonicum terhadap serapan N tanaman kedelai

Serapan N terendah dihasilkan oleh perlakuan dengan kontrol -N yang memiliki serapan N 0,088 g/tanaman. Dari hasil tersebut isolat BJG 6 adalah isolat yang paling efektif dan kompatibel dengan varietas kedelai Anjasmoro dalam menghasilkan serapan N tertinggi. Bintil akar yang terbentuk akan memfiksasi N2

Bradyrhizobium japonicum dapat meningkatkan serapan N tanaman secara langsung melalui aktivitas bakteroid di dalam bintil akar (Rao, 1994). Hanum (1997) menjelaskan bahwa di dalam bintil akar terdapat suatu zona bakteroid yang

dari udara sehingga akan menambah kadar nitrogen yang ada pada tanaman. Hal ini sesuai dengan Sutedjo (1996) yang menyatakan bahwa dalam fiksasi nitrogen-simbiotik, bakteri tersebut hidup bersama dengan tanaman (misalnya leguminosa) dalam nodula-nodula (bintil akar tanaman). Menurut Somasegaran dan Halliday (1982), bakteri bintil akar yang efektif pada bintil akar tanaman kacang-kacangan mampu memenuhi seluruh atau sebagian kebutuhan nitrogen. 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16

BJG 6 BJM 1 K+N K-N

R at aan S er ap an Ni tr oge n tan am an k ed el ai ( g/ tan am an ) Perlakuan 0,149c 0,117b 0,103a 0,088a


(49)

di dalamnya terdapat aktivitas enzim nitrogenase dan pigmen merah (leghemoglobin) yang berfungsi sebagai tempat absorpsi dan reduksi nitrat yang selanjutnya bentuk N reduksi ini akan ditransportasi ke dalam jaringan tanaman kedelai. Hal ini dikarenakan peranan B. japonicum mensuplai N kepada tanaman yang sangat berperan terhadap pertumbuhan vegetatif yang selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan generatif. Leghemoglobin dan nitrogenase akan mengikat nitrogen bebas (N2) di zona perakaran. Nitrogen yang telah diikat,

diionisasi kedalam bintil akar. Penyediaan energi untuk pengikatan nitrogen dari udara zona perakaran diperoleh dengan mentranslokasikan asimilat ke perakaran. Asimilat yang berupa karbohidrat dioksidasi di daerah akar. Energi diperoleh setelah oksidasi berlangsung dan menghasilkan elektron bebas. Nitrogen yang terionisasi berfungsi sebagai akseptor, yang menerima elektron bebas hasil oksidasi, hingga tereduksi menjadi amonia (NH3

Sitompul (1997), bahwa sebagian besar kebutuhan nitrogen tanaman dapat dipenuhi dengan fiksasi N biologis apabila nodul yang efektif terbentuk dalam jumlah yang cukup. Jumlah total nitrogen tanaman akan mencerminkan tingkat pertumbuhan tanaman. Sebagaimana diketahui bahwa nitrogen termasuk unsur hara makro bagi pertumbuhan tanaman, lebih dari 50 % berat kering sel tersusun dari protein, dan diantara unsur penyusun protein adalah nitrogen (Campbell et al., 2003).

).

Bakteri mendapatkan makanannya dari tanaman inangnya, sedangkan kebutuhan nitrogen bagi tanaman disediakan oleh bakteri tersebut. Kedua isolat menghasilkan serapan N yang lebih tinggi dari tanaman kontrol. Serapan N berkaitan dengan pertumbuhan tanaman kedelai varietas Anjasmoro. Semakin tinggi bobot kering tanaman bagian atas maka serapan N akan semakin tinggi. Hal yang sama dilaporkan Elfiati et al. (2006) yang menggunakan inokulum Rhizobium pada bibit sengon. Serapan N berkorelasi sangat kuat dengan bobot kering bagian atas dan bobot kering bintil akar. Serapan N tertinggi dihasilkan oleh inokulasi isolat BJG 6, sedangkan terendah dihasilkan oleh tanaman kontrol tanpa pupuk N. Tanaman kedelai sangat memerlukan N, pemberian pupuk


(50)

nitrogen pada tanaman kontrol +N akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Adanya perbedaan antara serapan N pada tanaman yang diinokulasi dan tanaman yang dipupuk N menunjukkan bahwa inokulasi isolat asal gambut dan tanah mineral mampu mencukupi kebutuhan N tanaman. Hasil serapan N dan bobot kering tanaman memperlihatkan adanya konsistensi yang baik. Isolat BJG 6 yang memiliki serapan N tertinggi ternyata menghasilkan bobot kering bintil tertinggi. Semakin tinggi bobot bintil akar akan semakin tinggi aktivitas penambatan N2

Dari keseluruhan parameter dapat diketahui bahwa isolat asal tanah gambut memiliki efektivitas yang tinggi dibandingkan dengan isolat asal tanah mineral. Hal ini dapat dilihat pada lampiran M dan N bahwa isolat BJG 6 menunjukkan pengaruh nyata terhadap isolat asal tanah mineral. Namun, pada variabel pengamatan seperti pada bobot kering tanaman bagian atas, bobot kering akar menunjukkan bahwa isolat BJG 6 tidak berpengaruh nyata terhadap isolat BJM 1. Seperti yang dilaporkan Meghvansi (1995), bahwa inokulasi dengan galur B. japonicum yang toleran terhadap tanah bernutrien rendah dapat meningkatkan pembentukan bintil akar, pertumbuhan vegetatif dan serapan N pada tanaman kedelai. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa isolat B. japonicum yang langsung diisolasi dari tanah gambut merupakan isolat yang toleran terhadap pH rendah. Oleh karena itu isolat BJG 6 mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah gambut. Isolat yang langsung diisolasi dari tanah gambut ternyata menghasilkan efektivitas yang baik dibandingkan dengan isolat yang diisolasi dari tanah mineral.


(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Isolasi pada tanah mineral menghasilkan 1 isolat B. japonicum yaitu isolat BJM 1, sedangkan pada tanah gambut menghasilkan 4 isolat B. japonicum yaitu isolat BJG 1, BJG 3, BJG 5 dan BJG 6. Pada uji seleksi isolat asal tanah gambut yang menghasilkan bobot kering tertinggi adalah isolat BJG 6 dibandingkan isolat asal tanah gambut lainnya.

3. Isolat BJG 6 yang menghasilkan jumlah bintil, bobot kering bintil akar, efektivitas simbiosis kadar N dan serapan N yang tertinggi dibandingkan perlakuan isolat BJM 1.

4. Isolat B. japonicum yang langsung diisolasi dari tanah gambut menunjukkan efektivitas yang terbaik dibandingkan dengan isolat B. japonicum yang diisolasi dari tanah mineral.

5.2 Saran

Perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui kemampuan efektivitas isolat B. japonicum di tanah gambut dan tanah mineral pada tingkat produksi tanaman kedelai dengan menggunakan media tanah gambut di lapangan (uji lapang).


(52)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

AAK. 1989. Kedelai. Yogyakarta : Kanisius.

Adisarwanto T. 2005. Kedelai. Jakarta. Penebar Swadaya.

Amarger NF and Lagacheric. 2003. Characteristic and ecology of Rhizobium. technical hand book on symbiotic nitrogent fixation. Rome. Food and Agriculture Organisation of United Nation.

Appunu C and B. Dhar. 2006. Symbiotic effectiveness of acid tolerant Bradyrhizobium strains with soybean in low pH soil. African journal of biotechnology 5 (10) : 842-845.

Barbara JK and JB Winston. 1986. Identification of Bradyrhizobium japonicum nodule isolates from Winsconsin soybean farms. Appl. And Environm. Microbiol : 487-492

Bereiner J and JM Day. 1995. Association syimbiosis in tropical grasses. In nitrogen fixation by free living microorganism. Ed. W. D. P. Stewart. Cambrige Univ. Press. Hlm. 39-56.

Bond. 2003. Taxonomy and distribution of non legume nitrogen fixation system. In J.C. Gordon and C.T Wheeler (ed). Biological nitrogen fixation in forest ecosystem. foundation and application. Hlm. 55-87.

Campbell, Neil A, Reece, Jane B, Mitchell and Lawrence G. 2003. Biologi. Terjemahan biologi 5th edition. Jakarta.

Cunningham SD and Munns DN. 1984. Effect of rhizobial extracellular polysaccharide on pH and aluminium activity. Soil Sci Soc Am J 48 : 1276-1279.

Denarie JP, Debelle C and Rosenberg. 1992. Signaling and host range variation in nodulation. Ann. Rev. Microbiol 46 : 497-531.

Dwidjoseputro. 1984. Pengantar fisiologi tumbuhan. Jakarta : PT. Gramedia. Hlm : 9-10

Elfiati D, I Anas dan L Gunarto. 2006. Improvement of paraserianthes seedling growth on acid mineral soils by using Rhizobium inoculan. J Mikrobioogyl Indonesia 11 : 15-19.


(53)

Endarini T. 1994. Isolasi, Karakterisasi dan uji efektifitas bakteri bintil akar kedelai asal tanah timor dan flores di Puslitbangtan. Bogor.

Endarini T, Wahyudi AT dan Tedja I. 1995. Seleksi galur Bradyrhizobium japonicum indigenus toleran media asam Al. J Hayati 2 : 74-79.

Graham PH, Draeger K, Ferrey ML, Conroy MJ, Hammer BE, Martinez-Romero E, Naarons SR and Quinto C. 1994. Acid pH tolerance in strains of Rhizobium and Bradyrhizobium, and initial studies on the basis for acid tolerance of Rhizobium tropici UMR 1899. Canadian Journal of Microbiology 40 : 198-207.

Gibson AH. 1980. Methods for Legume in glasshouses and controlled environmet cabinet. Di dalam : Bergensen. FJ editor. Methods for evaluating biologycal nitrogen fixation. New York : Jhon Willey and Sons. Hlm 139-184.

Hanum H. 1997. Inokulasi ganda Rhizobium dan Mikoriza-VA untuk meningkatkan ketersediaan hara N dan P berkaitan dengan produksi kedelai pada tanah Tambunan-A Langkat. Tesis Program Pascasarjana. Medan : USU. Hardjowigeno S. 1985. Ilmu tanah. Bogor : IPB

Hardjowigeno S. 1996. Pengembangan lahan gambut untuk pertanian suatu peluang dan tantangan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Indradewa D, Soemartono SS, Notohadisuwarno dan Hari P. 2004. Metabolisme nitrogen pada tanaman kedelai yang mendapat genangan dalam parit. Ilmu Pertanian 11 (2) : 68-75.

Islami T dan Utomo WH. 1995. Hubungan tanah, air, dan tanaman. Semarang : IKIP Semarang Press.

Javaid A, Nasir and Mahmood. 2010. Growth, nodulation and yield response of soybean to biofertilizers and organic manures. P. J. Bot 42(2) : 863-871.

Jordan DC. 1982. Transfer of Rhizobium japonicum Buchanan 1980 to Bradyrhizobium gen. nov., a genus of slow-growing, root nodule bacteria from leguminous plants. Int. J. Sys. Bacteriol. 32 : 136-139

Jordan DC. 1984. Family III. Rhizobiacea Conn. 1938. In N. R. Kreig. J. G. Holt, Bergey’s manual of systematic bacteriology. Baltimore: The Williams and Wilkins Co. Hlm. 234-244.


(54)

Keyser HH and Munns DN. 1979. Tolerance of rhizobia to acidity, aluminium and phosphate. Soil Sci Soc Am J 43 : 519-523.

Kloeper JW and Scroth. 2001. Development of powder formulation of Rhizobium for inoculation of potato seed pieces. Journal Phytopathol 71 : 590-592. Madigan MT, Martinko JM and Parker J. 2000. Biology of Microorganisms. Edisi

ke-9. New Jersey: Prentice Hall.

Maghvensi MK, Kamal P and Mahna SK. 2005. Identification of pH tolerant Bradyrhizobium japonicum strains and their symbiotic effectiveness in soybean (Glycine max (L.) Merr. in low nutrient soil. African journal of biotechnology 4 (7) : 663-666.

Madrzak CJ, Golinska B, Kroliczk J, Pudelko K, Lazewska D, Lampaka B and Sadowsky MJ. 1995. Diversity among field populations of Bradyrhizobium japonicum in Poland. Appl. Environ. Microbiol. 61 (40) : 1194-1200.

Mathews DJ and Hayes P. 1982. Effect of root zone temperature on early growth nodulating and nitrogen fixation in soybean. J Agric Sci 96 : 371-376.

Murayama S and Zahari AB. 1996. Decomposition of tropical peat soil. Estimation of in situ Decomposition by Measurement of CO2 Flux. JARQ 30.

Mubarik NR, Wahyudi AT dan Tedja I. 2009. Potensi Bradyrhizobium Japonicum toleran asam-aluminium sebagai inokulan pada tanaman kedelai. Prosiding seminar hasil-hasil penelitian. IPB. Bogor.

Mubarik NR, Wahyudi AT and Tedja I. 2011. The use of acid-aluminium tolerant Bradyrhizobium Japonicum. World Academy of Science, Enginering and Technology 77.

Najiyati S dan Danarti. 1999. Palawija : Budidaya analisis usaha tani. Jakarta : Penebar Swadaya.

Ningsih RD dan Iswandi A. 2004. Tanggap tanaman kedelai terhadap Inokulasi Rhizobium dan Asam Indol Asetat (IAA) pada Ultisol Darmaga. Bul. Agron 32 (2) : 25.

Noel TCC, Sheng CK, Yost RP, Pharis MF and Hynes. 1996. Rhizobium leguminosarum as a growth-promoting rhizobacterium : direct growth promotion of canola and lettuce. Can. J. Microbial 42 : 279-283.


(1)

P. Kadar total nitrogen tanaman kedelai (dalam %)

Perlakuan I II III IV V Total Perlakuan

Rataan Perlakuan BJG 6

BJM 1 K + N K – N Total Rataan 3.15 2.95 3.32 3.40 12.82 3.21 3,32 2,76 2,00 3,30 11,38 2,85 3,36 2,93 3,46 2,38 12,13 3,03 3,32 3,08 2,46 2,63 11,49 2,87 3,21 3,89 2,85 2,01 11,96 2,99 16,36 15,61 14,09 13,72 56,78 14,19 3,27 3,12 2,81 2,74 11,94 2,98

Sidik ragam untuk rataan Kadar N tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill)

SK Db JK KT F Hitung

F Tabel 0,05 Perlakuan Galat Total 3 16 19 18,42 0,71 19,13 6,1400 0,0443 6,1843

138,38* 3,24

Keterangan : FK = 161,198 KK = 7,07% * = nyata


(2)

Q. Serapan Nitrogen Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) dalam

gram

Perlakuan I II III IV V Total Perlakuan

Rataan Perlakuan BJG6

BJP1 K + N K – N Total Rataan 0,1197 0,0974 0,0996 0,0952 0,4119 0,1029 0,1195 0,1214 0,0740 0,0957 0,4106 0,1027 0,1915 0,0879 0,1453 0,0952 0,5199 0,1299 0,1992 0,1478 0,0836 0,0815 0,5121 0,1280 0,1156 0,1284 0,1108 0,0704 0,4252 0,1063 0,7455 0,5829 0,5133 0,4380 0,2797 0,0699 0,149 0,117 0,103 0,088 0,457 0,114

Sidik ragam untuk rataan serapan N tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill)

SK Db JK KT F Hitung

F Tabel 0,05 Perlakuan Galat Total 3 16 19 0,0103 0,0130 0,0233 0,0034000 0,0008125 0,0042125

4,184* 3,24

Keterangan : FK = 0,2599 KK = 25,004% * = nyata


(3)

FOTO PENELITIAN

Seleksi Isolat Bradyrhizobium di Tanah Gambut

Uji Efektivitas Isolat Bradyrhizobium asal Tanah Mineral dan Tanah Gambut


(4)

Seleksi Isolat B. japonicum di Tanah Gambut

KONTROL + N

KONTROL - N

ISOLAT BJG 5

ISOLAT BJG 3 ISOLAT BJG 1


(5)

Uji Efektivitas B. japonicum isolat BJG 6 dan BJM 1

ISOLAT BJG 6 ISOLAT BJM 1

ISOLAT K+N


(6)

Perbandingan akar dan jumlah bintil akar pada tanaman kedelai (Glycine max (L) Merril) pada uji efektifitas

Bintil

akar Bintil

akar

ISOLAT BJG 6 ISOLAT BJM 1