Timbulnya risk taking behaviour sebagai tingkah laku yang menyimpang merupakan hasil pendidikan dalam keluarga. Seorang anak dibesarkan dan
disajikan tingkah laku yang bermasalah sebagai sumber respon yang adaptif untuk menghadapi dunia yang kejam Steinberg, dalam Christia, 2001
d. Teori Sosiologis
Dryfoos dalam Steinberg, 1999 menyatakan bahwa keterlibatan pada suatu tingkah laku beresiko dapat menyebabkan keterlibatan pada tingkah laku
beresiko yang lain. Misalnya penggunaan narkoba memungkinkan terjadinya perilaku seks bebas yang mengakibatkan meningkatnya kehamilan pranikah
pada remaja atau yang lebih ekstrem tindakan bunuh diri. e. Teori Kontrol Sosial Social Control Theory
Menurut Gottfredson dan Hirschi dalam Christia, 2001, individu yang tidak memiliki ikatan yang kuat pada institusi masyarakat, seperti keluarga, sekolah,
masyarakat atau tempat bekerja, akan lebih mudah bertingkah laku beresiko dalam berbagai cara. Teori ini menekankan bahwa perkembangan sikap yang
tidak konvensional adalah akibat dari adanya keterlibatan pada kelompok yang tidak konvensional pula, atau keterlibatan pada satu tingkah laku
beresiko dapat menciptakan rangkaian tingkah laku beresiko lainnya.
2.4. Kerangka Berpikir
Nakagawa 2000 menyatakan bahwa musik adalah ekspresi seni yang berpangkal pada tubuh, musik terdiri atas suatu peredaran atau arus balik feedback dari
membunyikan, mendengarkan, dan membunyikan kembali. Karenanya membuat
atau mendengarkan musik sama artinya berdialog dengan tubuh, jika kita sedang menikmati musik, kita pasti menjadi sadar bahwa gerakan-gerakan tubuh kita itu
bukan sekedar tubuh kita sehari-hari. Jadi musik berperan dalam sejarah perkembangan manusia dari masa ke masa, begitu juga pada tahapan
perkembangan manusia, termasuk masa remaja. Santrock 2002 menyebutkan bahwa masa remaja merupakan suatu
periode transisi antara masa kanak-kanak dan orang dewasa yang meliputi perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional. Pada masa ini remaja
menjadi rentan terhadap hal-hal yang baru mereka alami perubahan fisik dan situasi sosial sehingga emosi mereka menjadi labil, dan belum secara penuh dan
sadar menyadari arti dari setiap peristiwa yang dialami. Saat itu musik dengan lirik-liriknya menjadi sarana hiburan untuk melepas kepenatan serta refleksi dari
diri mereka. Kebiasaaan para remaja untuk menghabiskan banyak waktu
mendengarkan musik tidak jauh berbeda, tetapi tidak semua orang menyukai jenis musik yang sama. Banyak remaja yang mempunyai preferensi kecenderungan
memilihmenyukai musik yang pelan dan lembut light music karena dapat membuat nyaman dan menenangkan perasaan, tetapi tidak sedikit juga remaja
yang mempunyai preferensi jenis musik keras heavy music yang dapat membuat semangat Schwartz Fouts, 2003.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat kemungkinan kebiasaan mendengarkan salah satu jenis musik dapat memberi pengaruh bagi remaja baik positif ataupun
negatif. Dari kedua jenis musik tersebut, heavy music dianggap memberi
pengaruh buruk pada tingkah laku remaja, pandangan bahwa jenis musik ini memberi pengaruh negatif diperkuat saat Hansen Hansen dalam Hargreaves,
1997 yang melakukan penelitian tentang perilaku individu yang menyenangi jenis musik heavy, menyatakan bahwa penggemar musik heavy metal pada
umumnya cenderung berperilaku amoral, manipulatif, menghalalkan segala cara, dan dalam perilaku seksual mereka cenderung mengarah kepada perilaku
hiperseksual. Sedangkan pada remaja yang menggemari musik punk mereka cenderung terlibat dalam penyalahgunaan zat-zat adiktif psikotropika, maupun
terdorong untuk melakukan aksi kriminalitas. Sementara remaja yang berpreferensi musik light
cenderung berkarakteristik sebagai orang yang dapat bekerja sama, bersosialisasi, tidak
impulsif, bertanggung jawab, menerima orang lain dan keluarga mereka, serta mempunyai kepercayaan diri dalam bidang akademik, sehingga mereka dapat
lebih mudah bertransisi ke masa dewasa. Meskipun demikian, di Indonesia banyak juga kasus dimana konser musik light yang berakhir rusuh.
Perilaku para remaja yang mengkonsumsi alkohol, berkelahi, dan melakukan aksi perusakan dalam dunia psikologi dapat dikategorikan sebagai
rebellious behaviors perilaku memberontak dan antisocial behaviors perilaku antisosial yang termasuk dalam tipe-tipe tingkah laku beresiko risk taking
behaviour, yaitu tingkah laku yang diasosiasikan dengan kemungkinan terjadinya konsekuensi negatif melebihi konsekuensi positif Gullone dkk, 2000.
Dengan melihat fenomena yang terjadi di masyarakat kita, dimana musik semakin digemari oleh para remaja serta sering terjadinya kerusuhan pada konser
musik, baik heavy maupun light yang sampai menimbulkan korban jiwa. Maka penulis bermaksud ingin mengetahui apakah ada hubungannya antara preferensi
musik pada remaja dengan tingkah laku beresiko risk taking behaviour.
Bagan Kerangka Berpikir
Risk Taking Behaviour
Remaja Preferensi
musik
2.5 Hipotesis Penelitian