Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Musik memang seakan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, dan menjadi bagian dari kehidupan karena merupakan sebuah produk dari kebudayaan dan juga cerminan sosial dalam masyarakat. Blacking dalam Djohan, 2005, mengatakan bahwa musik adalah perilaku sosial yang kompleks dan universal, serta memiliki karakter penting dalam kehidupan manusia sehingga tidak ada satu masyarakat atau budaya yang tidak memiliki musik. Terdapat berbagai macam definisi musik, salah satunya The Oxford Concise Dictionary mendefinisikan musik sebagai seni yang mengkombinasikan suara, dari suara manusia atau instrumen untuk mencapai keindahan bentuk dan ekpresi emosi dalam Deutsch, 1999. Jadi bisa dikatakan bahwa musik adalah suatu seni suara suara manusia ataupun instrumen yang mengekspresikan ide-ide dan emosi dalam bentuk yang signifikan dalam elemen ritme, melodi, harmoni dan warna yang telah diterima sebagai bentuk ekspresi dalam masyarakat yang digunakan secara luas. Musik merupakan suatu hal yang bersifat universal dan tidak mengenal golongan masyarakat, siapapun dapat mengapresiasi musik walaupun ia tidak terpelajar dalam bidang musik. Musik digunakan banyak orang sebagai media untuk mengekspresikan diri dapat berupa ide-ide atau nilai-nilai yang diyakininya, juga sebagai hiburan karena didalamnya terkandung lirik-lirik yang 1 sesuai dengan emosi yang sedang dirasakan seseorang, seperti senang, sedih, marah, gelisah, takut, cemburu, semangat dan sebagainya. Nakagawa 2000 menyatakan membuat ataupun mendengarkan musik sama artinya dengan berdialog dengan tubuh, jika kita sedang menikmati musik, kita pasti sadar bahwa gerakan-gerakan tubuh kita itu bukan sekedar tubuh kita sehari-hari. Contohnya ketika kita sedang melakukan suatu aktifitas sambil mendengarkan musik maka disadari atau tidak salah satu bagian dari anggota tubuh akan bergerak mengikuti irama musik yang sedang kita dengarkan, seperti gerakan kepala yang mengangguk, jari tangan yang mengetuk-ngetuk, kaki yang menginjak-injak hingga menggoyang-goyangkan badan. Peminat musik memang dari semua golongan, baik tua dan muda, anak kecil, wanita atau pria, namun tidak dapat dipungkiri lagi individu yang paling banyak dan sering mendengarkan musik adalah remaja. Musik merupakan bagian penting dari kebudayaan remaja, karena remaja tertarik oleh berbagai macam emosi yang diekspresikan dalam lagu-lagu yang populer Rice, 1996. Remaja sendiri secara istilah dapat diartikan tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa yang berasal dari bahasa latin yaitu adolescence. Dimana istilah yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang cukup luas mencakup kematangan mental, emosional, fisik dan sosial Hurlock, 1999. Masa remaja merupakan suatu periode transisi antara masa kanak-kanak menuju orang dewasa yang meliputi perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional Santrock, 2002. Masa remaja sering diibaratkan juga dengan masa topan badai strum and drang, karena mencerminkan kebudayaan modern yang penuh gejolak akibat pertentangan nilai, sehingga remaja seringkali mengalami kesulitan dalam membentuk atau mencari jati diri dan identitas kelompok dalam peer group. Karenanya remaja berusaha mencari nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dirinya agar dijadikan sebagai tempat untuk bertahan dan melewati masa-masa remaja yang kadang sulit dipahami Schafer Sedlmeier, 2009. Sebagian besar menjadikan musik sebagai sarana untuk merefleksikan diri ditengah kegalauan yang dialaminya. Bagi Hodges 1999, musik mempunyai peranan yang amat besar bagi kehidupan remaja, karena musik bukan hanya sebagai pengisi waktu luang saja, tetapi juga sebagai kekuatan sosial yang mempengaruhi cara mereka berbicara, berpakaian, bertingkah laku dan juga cara berpikir. Dimana pada masa ini ketika remaja sedang berusaha mengembangkan diri dan identitas kelompok, musik sangat mempunyai pengaruh besar untuk menjalankan keduanya. Kebiasaaan para remaja untuk menghabiskan banyak waktu mendengarkan musik tidak jauh berbeda, tetapi tidak semua orang menyukai jenis musik yang sama. Setiap orang mempunyai preferensi musik yang berbeda yang terbentuk oleh berbagai faktor, diantaranya adalah karakteristik dari musik tersebut tempo,rhytm,pitch,dsb, familiar dan sering mendengarkan suatu jenis musik, perasaan pada saat mendengarkan musik, dan yang tak ketinggalan adalah usia dari pendengar musik Schafer Sedlmeier, 2009 Banyak remaja yang mempunyai preferensi kecenderungan memilihmenyukai musik yang pelan dan lembut light music karena dapat membuat nyaman dan menenangkan perasaan, tetapi tidak sedikit juga remaja yang mempunyai preferensi jenis musik keras heavy music yang dapat membuat semangat Schwartz Fouts, 2003. Finnas dalam Schwartz Fouts, 2003, membedakan para penggemar musik menjadi 2 kategori berdasarkan kualitas musik yang didengarkannya, yaitu mereka yang menggemari musik dengan kualitas berat atau heavy music, yaitu jenis musik populer yang mempunyai tempo lagu cepat, nada yang keras dengan adanya penekanan irama yang kuat secara terus-menerus disertai dentuman bunyi yang berulang-ulang dan biasanya dimainkan dengan alat musik elektronik, contohnya musik rock dan sub-genrenya punk, metal, hardcore, emo dll, musik rap yang merupakan bagian dari kebudayaan hip-hop. Ada lagi yang disebut light music, musik jenis ini meliputi balada-balada yang pelan dan emosional, yang mengandung tema-tema perkembangan, juga melodi beritme yang didesain untuk berdansa, seperti country, pop, pop remaja, jazz dan dance. Kecenderungan dan kebiasaan mendengarkan salah satu jenis musik ternyata berpengaruh terhadap karakteristik dan tingkah laku seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Schwartz and Fouts 2003 dalam penelitiannya tentang preferensi musik, gaya kepribadian dan isu-isu perkembangan remaja, menyatakan bahwa remaja yang mempunyai preferensi musik heavy cenderung lebih independen, keras hati, sangat asertif dalam hubungannya dengan orang lain, tidak acuh akan perasaan dan reaksi dari orang lain, lebih suka terbawa suasana hati, lebih pesimistis, sangat sensitif, tidak mudah puas, impulsif, lebih tidak hormat dari aturan masyarakat, dan lebih tidak percaya diri pada kemampuan akademis. Sejalan dengan yang dikemukakan Christenson Van Nouhuys Roberts, Christenson Gentile, 2008, bahwa penggemar musik heavy metal cenderung memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan remaja lainnya, disekolah mereka lebih sering terlibat konflik dengan para guru dan mengabaikan peraturan sekolah lainnya juga tidak menunjukkan kemampuan akademik yang baik bila dibandingkan dengan remaja lain yang lebih menyenangi musik mainstream light dan eclectic music. Mereka cenderung tidak ramah, dingin, jauh dari keluarga dan sering berselisih dengan kedua orangtua Martin dkk, dalam Roberts, Christenson Gentile, 2008. Berbeda dengan para remaja yang mempunyai preferensi musik light yang cenderung berkarakteristik sebagai orang yang dapat bekerja sama, bersosialisasi, tidak impulsif, bertanggung jawab, menerima orang lain dan keluarga mereka, serta mempunyai kepercayaan diri dalam bidang akademik, selain itu ada juga hal-hal yang dikaitkan dengan kepercayaan diri, pertumbuhan fisik, hubungan romantis dengan kekasih dan diterimanya diri mereka oleh teman-teman sebaya. Sehingga mereka yang berada dalam kategori ini tidak mempunyai banyak kesulitan dalam masa remaja mereka dalam Schwartz dan Fouts, 2003 Berdasarkan penelitian diatas diketahui bahwa para remaja yang berpreferensi musik heavy mempunyai tingkat kesulitan lebih tinggi dalam melewati tahapan perkembangannya dibandingkan mereka yang mempunyai preferensi musik light. Pandangan bahwa jenis musik heavy ini memberi pengaruh negatif juga diperkuat saat Hansen Hansen dalam Hargreaves, 1997 yang melakukan penelitian tentang perilaku individu yang menyenangi jenis musik heavy, menyatakan bahwa penggemar musik heavy metal pada umumnya cenderung berperilaku amoral, manipulatif, menghalalkan segala cara, dan dalam perilaku seksual mereka cenderung mengarah kepada perilaku hiperseksual. Sedangkan pada remaja yang menggemari musik punk mereka cenderung terlibat dalam penyalahgunaan zat-zat adiktif psikotropika, maupun terdorong untuk melakukan aksi kriminalitas. Selain itu, Hansen Hansen dalam Schwartz dan Fouts, 2003, menemukan indikasi adanya asosiasi antara preferensi musik heavy dengan hiperseksualitas, kurangnya rasa hormat terhadap wanita oleh pria, adanya perilaku kriminal dan antisosial yang meningkat, serta meningkatnya risk-taking behavior tingkah laku beresiko atau sensation seeking. Martin dkk pada tahun 1993 dalam Roberts, Christenson Gentile, 2003 melaporkan lebih dari 200 siswa SMA di Australia yang menyukai musik hard rock dan heavy metal mempunyai frekuensi perasaan depresi, pikiran bunuh diri, dan sengaja melukai diri sendiri lebih sering dibandingkan yang lainnya. Rubin, West Mitchell yang melakukan penelitian di tahun 2001 dalam Anderson, Carnagey Eubanks, 2003 menemukan para mahasiswa yang menggemari musik heavy metal dan rap mempunyai sikap bermusuhan, kurang ajar terhadap wanita dan tingkat kecurigaan yang tinggi dibanding penggemar genre musik lain. Dimasyarakat kita dapat ditemui peristiwa dimana konser musik heavy disertai perusakan dan berakhir dengan kerusuhan. Konser grup band heavy metal dari Amerika Serikat, Metallica di Stadion Lebak Bulus pada tanggal 11 April 1993 diwarnai dengan penjarahan, pembakaran warung dan toko, serta perampasan harta benda yang dilakukan oleh para penonton yang tidak mendapatkan tiket. Kerusuhan dalam konser musik yang disertai aksi perusakan ternyata tidak hanya terjadi ketika yang tampil adalah band dari luar negeri, konser musisi lokal pun sering berakhir dengan kekacauan dan menimbulkan korban, pada tanggal 18 Desember 2004 saat band GIGI menjadi pengisi acara inaugurasi mahasiswa baru di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terjadi peristiwa atapkanopi Student Center roboh karena dinaiki oleh sekelompok orang dan menimpa para penonton dibawahnya, kejadian ini menyebabkan 57 orang luka-luka dan 2 orang meninggal dunia. Kemudian pada tanggal 9 Februari 2008, saat launching album sebuah band underground asal Bandung bernama Beside yang bertempat di Gedung Asia Afrika Bandung, terjadi kerusuhan yang diawali aksi dorong oleh para penonton yang tidak memilki tiket tetapi memaksa masuk hingga mengakibatkan tragedi yang menyebabkan 11 orang tewas terinjak-injak dan tergencet www.detiknews.com. Namun, ternyata di Indonesia, keributan tidak hanya terjadi pada konser musik heavy saja, beberapa konser band yang musiknya beraliran light juga berakhir rusuh, salah satunya konser Kangen band di Lapangan Genteng, Banyuwangi, Jawa Timur, pada tanggal 28 November 2009 diwarnai kericuhan yang mengakibatkan puluhan orang terluka, akibat penonton saling lempar batu, sandal, dan botol air mineral. Walaupun polisi mencoba meredam dengan naik panggung dan menangkap para penonton yang dianggap biang kericuhan tapi upaya itu sia-sia, karena sejumlah penonton tetap tawuran, hingga polisi akhirnya membubarkan konser karena situasi sudah di luar kendali http:www.indonesiantunes.com . Kasus lainnya adalah konser musik grup band Numata dan Garasi yang juga beraliran light, pada tanggal 26 Juni 2008 terjadi keributan disusul aksi lempar batu ditengah lautan penonton yang mengakibatkan lima orang terluka dan seorang penonton tewas karena terjatuh dari truk seusai pulang menonton konser http:www.koranindonesia.com . Dari beberapa kasus yang terjadi diketahui ternyata para penonton yang kebanyakan remaja dalam keadaan mabuk saat menonton, sehingga para remaja yang sedang dibawah pengaruh alkohol atau narkoba tidak dapat mengendalikan diri dan gampang sekali terpancing emosinya sehingga terjadi perkelahian antar penonton dan aksi perusakan yang berujung kerusuhan. Bahkan, untuk kasus launching album band Beside di Bandung yang menyebabkan 11 orang meninggal dunia, menurut reporter Ronald Tanamas berdasarkan keterangan beberapa korban yang selamat diketahui adanya pembagian minuman keras oleh panitia kepada sejumlah penonton sebelum memasuki arena konser dan pada saat konser berlangsung para personel Beside juga sempat membagi-bagikan minuman beralkohol kepada penonton dibarisan depan, hal itu diduga kuat menjadi pemicu kerusuhan www.detiknews.com . Perilaku para remaja yang mengkonsumsi alkohol, berkelahi, dan melakukan aksi perusakan dalam dunia psikologi dapat dikategorikan sebagai rebellious behaviors perilaku memberontak dan antisocial behaviors perilaku antisosial yang termasuk dalam tipe-tipe tingkah laku beresiko risk taking behaviour, yaitu segala bentuk perilaku dimana kemungkinan konsekuensi negatif yang akan diterimanya lebih besar daripada konsekuensi positif. Selain perilaku diatas, adalagi tipe didalam risk taking behaviour yang disebut thrill- seeking risk behaviors perilaku mencari sensasi yang intens dan diasosiasikan dengan perasaan naiknya kadar adrenalin di tubuhexcitement, biasanya berhubungan dengan olahraga ekstrem skateboarding, BMX, bungee-jumping, arung jeram, panjat tebing, dll, serta reckless behaviour yang juga merupakan perilaku mencari tantangan namun kadar resikonya lebih tinggi karena akibat yang ditimbulkan biasanya juga dipersepsikan secara negatif oleh masyarakat luas, misalnya mabuk saat berkendara, kebut-kebutan, menggunakan jarum suntik secara bergantian, berganti-ganti pasangan dalam hubungan seksual. Individu yang paling banyak serta sering melakukannya adalah remaja, karena mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang istimewa, unik dan kebal terhadap hal-hal yang beresiko Duffy, 2005. Hal itu juga karena pola pikir remaja yang berbeda dari orang dewasa dalam mengidentifikasi segala macam resiko dari setiap tindakannya, dan menyadari konsekuensi dari resiko tersebut serta nilai-nilai yang diperhatikannya sebelum melakukan sesuatu. Jika orang dewasa lebih berpegang pada norma-norma agama, hukum, susila dll, sementara remaja lebih mementingkan penerimaan dan pengakuan dari peer group walau harus bertentangan dengan norma-norma tersebut. Contohnya, ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan narkoba pada suatu pertunjukan musik, maka akan ada evaluasi terhadap berbagai konsekuensi, yaitu resiko secara hukum dan kesehatan, efek sampingnya, dan penilaian dari orang lain yang hadir pada saat itu. Baik remaja maupun orang dewasa akan mempertimbangkan semua kemungkinan ini, tetapi orang dewasa relatif lebih menitikberatkan pada resiko hukum dan kesehatan dari narkoba, sedangkan remaja lebih pada konsekuensi sosial jika tidak menggunakan narkoba yang didapatnya, dapat berupa penolakan ataupun pelecehan dari teman kelompoknya Steinberg, 1999. Pengaruh usia juga cukup menentukan, karena terdapat perbedaan yang signifikan dalam mempersepsikan resiko dari suatu tingkah laku, seseorang yang berusia muda atau remaja berpendapat resiko dari risk taking behaviour mereka tidaklah besar sehingga kemungkinan mereka terlibat lebih tinggi daripada yang berusia lebih tua Gullone dkk, dalam Christia, 2001. Itu sebabnya dalam pandangan masyarakat awam, musik yang beraliran heavy dianggap berdampak negatif terhadap perkembangan remaja karena mendorong mereka untuk melakukan tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori risk taking behaviour. Meskipun demikian kenyataan yang terjadi di Indonesia tidak hanya konser musik heavy yang sering berakhir rusuh tetapi konser musik light juga. Mengingat semakin banyaknya fenomena dimasyarakat yang berkaitan dengan masalah diatas maka peneliti merasa tertarik dan penting untuk menelitinya, apalagi akibat dari risk taking behaviour yang dilakukan para remaja sangat merugikan diri sendiri juga orang-orang disekitarnya, baik secara sosial, finansial, kesehatan bahkan sampai yang terburuk dapat menyebabkan kematian. Selain itu Finnas dalam Schafer Sedlmeier, 2009 menekankan tentang pentingnya mengetahui preferensi musik bagi perkembangan kultur musik itu sendiri, masyarakat dan perkembangan kepribadian seseorang. Lagipula beberapa penelitian terdahulu dilakukan diluar negeri, karenanya peneliti bermaksud mengetahui apakah kecenderungan dan kebiasaan mendengarkan salah satu jenis musik pada remaja di Indonesia dapat menyebabkan tingkah laku beresiko, selain karena perbedaan letak geografis dan demografis serta kultur budaya yang berbeda, sekaligus juga untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi pada kehidupan sosial budaya masyarakat kita, khususnya para remaja. Dengan demikian peneliti mengajukan judul “Hubungan Antara Preferensi Musik dengan Risk Taking Behaviour Pada Remaja” sebagai bahan untuk membuat skripsi sebagai syarat kelulusan dan mendapatkan gelar kesarjanaan Psikologi.

1.2 Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

36 272 102

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di Ruangan RB2 RSUP HAM.

15 115 59

HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PRE OPERASI DENGAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PADA KLIEN PRE OPERASI

2 3 7

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

0 2 28

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

0 2 13

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RSUD SETJONEGORO KABUPATEN WONOSOBO NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RSUD SETJONEGORO KABUPATEN W

0 3 11

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

0 0 11

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU PRE OPERASI SECTIO CAESAREA DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU PRE OPERASI SECTIO CAESAREA DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAM

2 3 12

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERIOPERATIF DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI KATARAK DI RS MATA “Dr. YAP” YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN PENGETAHUAN PERIOPERATIF DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI KATARAK DI RS MATA “DR. YAP” YOGYAKARTA

0 2 16

Hubungan Pengetahuan Operasi dengan Tingkat Kecemasan Pre Operasi Pasien dengan Tindakan Spinal AnestesI - Repository Poltekkesjogja

0 2 22