32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2. Pembahasan
Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah Ocimum americanum Linn. Herba ini dikumpulkan pada bulan Mei 2012 dari kebun kemangi Grogol
Depok sebanyak 34 kg berupa herba segar. Herba yang telah dikumpulkan dilakukan sortasi basah yaitu proses pemilahan herba yang masih segar. Sortasi
dilakukan terhadap tanah, kerikil, rumput-rumputan, bagian tanaman yang rusak, serta bagian tanaman lain yang tidak digunakan dalam penelitian, sehingga dapat
mengurangi pengotor yang terbawa. Kemudian dicuci sampai bersih dengan air mengalir kemudian dirajang selanjutnya dikeringanginkan. Proses pengeringan
bertujuan untuk menghentikan reaksi enzimatik, dimana enzim menjadi tidak aktif sehingga tidak terjadi penguraian bahan kimia. Selain itu, proses pengeringan juga
berguna untuk mengurangi kandungan air dari simplisia, sehingga tidak dapat ditumbuhi jamur. Pengeringan dilakukan dengan menghindari terpaparnya
simplisia dari panas matahari langsung. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi rusaknya simplisia akibat pemanasan Suhendi, Nurcahyanti,
Muhtadi, Sutrisna, 2007. Simplisia yang telah kering dilakukan sortasi kering dari kotoran-kotoran yang tertinggal saat dilakukan sortasi basah kemudian
dihaluskan dengan blender dan diperoleh serbuk sebanyak 4,830 kg. Ekstraksi dilakukan dengan maserasi bertingkat dan maserasi langsung.
Pada maserasi bertingkat, simplisia diekstraksi dengan menggunakan pelarut dengan kepolaran bertingkat yaitu pelarut n-heksan, etil asetat, dan etanol 70.
Ekstraksi dengan cara bertingkat dilakukan supaya komponen-komponen yang bersifat non-polar diharapkan tersari dalam pelarut n-heksan, komponen kimia
yang bersifat semi polar tersari dalam etil asetat dan komponen kimia yang bersifat polar dapat tersari dalam etanol 70. Sedangkan pada maserasi langsung,
simplisia hanya diekstraksi dengan pelarut etanol 70. Maserasi langsung dilakukan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak yang tersari dalam
etanol 70. Pada maserasi langsung, semua komponen ekstrak akan tersari dalam etanol 70.
Hasil penapisan fitokimia pada penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak Ocimum americanum Linn fase n-heksan NH mengandung senyawa golongan
steroid, ekstrak fase etil asetat EA mengandung senyawa golongan saponin dan
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
steroid, ekstrak fase etanol E1 mengandung senyawa golongan flavonoid, saponin, steroid, triterpenoid, dan tanin. Sedangkan ekstrak etanol E2
mengadung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, dan triterpenoid.
Pengujian karakteristik ekstrak meliputi uji organoleptik dan uji kadar abu. Pemeriksaan organoleptik ekstrak meliputi bentuk, warna, dan bau. Penentuan
organoleptik ini termasuk salah satu parameter spesifik yang ditentukan dengan menggunakan panca indera dan bertujuan untuk pengenalan awal secara
sederhana dan bersifat subjektif. Penentuan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal. Pada pengujian
kadar abu, ekstrak dipanaskan sehingga senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan anorganik saja
Arifin, Anggraini, Handayani, Rasyid, 2006, pp. 91. Pengujian terhadap kadar abu ekstrak herba Ocimum americanum Linn menunjukkan hasil yang cukup
tinggi yaitu berkisar 8,44-16,28. Hal ini diduga karena tingginya kandungan mineral internal Ocimum americanum Linn. Kandungan mineral internal Ocimum
americanum Linn dilaporkan pada penelitian Aluko et al 2012, pada penelitian tersebut tercantum bahwa daun Ocimum americanum Linn mengandung kalsium
50,72±1,77 gkg, potassium 18,76±0,12 gkg, magnesium 4,26±0,01 gkg, Sodium 9,58±0,03 gkg, juga mengandung zat besi, fosfor, mangan, seng, timbal,
kadmium, dan vitamin C Aluko, Ologede, Afolayan, 2012, pp. 12699. Pembanding yang digunakan sebagai kontrol positif adalah vitamin C dan
rutin, masing-masing mewakili antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Vitamin C dan rutin digunakan sebagai pembanding karena berfungsi sebagai
antioksidan sekunder yaitu menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai Praptiwi, Dewi, Harapini, 2006, pp. 35. Maslarova 2001
menyatakan bahwa vitamin C termasuk golongan antioksidan sekunder yang mampu menangkal berbagai radikal bebas ekstraselular. Hal itu dikarenakan
vitamin C mempunyai gugus hidroksi bebas yang bertindak sebagai penangkap radikal bebas dan jika mempunyai gugus polihidroksi akan meningkatkan
aktivitas antioksidan Isnidar, Wahyuono, Setyowati, 2011, pp. 160.