23
BAB III KESULTANAN TERNATE
A. Berdirinya Kesultanan Ternate
Di seluruh wilayah Nusantara, pada masa lampau banyak terdapat kerajaan-kerajaan yang secara historis kelahirannya berbeda antara kerajaan
yang satu dengan kerajaan yang lainnya. Sejarah Maluku sebelum kedatangan Portugis adalah sejarah yang
diterka atau rekaan saja, karena memang tidak ada catatan sejarah dan peninggalan-peninggalan arkeologis penting. Bahkan Maluku juga sama sekali
tidak mendekati kepada arus civilisasi yang maju sampai masa mulai menyebarnya Islam pada abad ke-15 M. Sebelum masa itu para imigran dari
daerah Melayu telah datang dan menetap di pulau-pulau di sepanjang pesisir yang sampai hari ini masih bisa kita temukan.
34
Berdirinya kesultanan Ternate tidak dapat dilepaskan pada awal sejarah terbentuknya Kerajaan Ternate atau yang disebut awal masa pra-kolano raja.
Awal berdirinya kerajaan Ternate berkaitan dengan beberapa sumber mitos dan legenda.
Menurut Des Alwi
35
yang bersumber dari naskah tua Ternate, pada awalnya Ternate diduduki oleh pelarian-pelarian yang telah menentang
kekuasaan penguasa lalim dari Jailolo. Profil pemimpin Ternate pertama yang cukup berpengaruh adalah seorang yang bernama Guna seorang kepala Desa
34
Des Alwi, Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon, h. 294.
35
Ibid, h. 296.
24
Tobona yang bertempat tinggal di ketinggian lereng kepundan Merapi. Ketika pada suatu hari ia sedang berkelana mencari kelapa untuk melegakkan
tenggorokan dengan airnya, kaki Guna tersentuh sebongkah batu yang kemudian ternyata terbuat dari emas murni. Harta ini yang pada awalnya
dianggap bekas milik jin yang dianggap bisa membuat pemiliknya mendapatkan kekuatan magis yang pada zaman dahulu dianggap sebagai kelengkapan-
kelengkapan yang dimiliki seorang pemimpin. Oleh karena itu Guna dan para pengikutnya dianggap sebagai penguasa-penguasa seluruh pulau Ternate.
Menurut Abu Sanmas
36
dalam laporan penelitiannya menyatakan bahwa Kerajaan Ternate bermula dari beberapa Momole di antaranya; Momole Guna
yang berkedudukan di Tobona yang menemukan benda berupa bongkahan emas, tetapi karena terjadi huru-hara yang menyertai keberadaan benda tersebut,
lalu beliau menyerahkan kepada Momole Matiti yang berkedudukan di Foramadiyahi, namun Momole Matiti juga tak sanggup menahan benda yang
dianggap mempunyai kekuatan magis, maka diserahkan kepada, Momole Cico yang berkedudukan di Sampalu, Momole Cico ternyata berhasil mengendalikan
huru-hara masyarakat yang berasal dari benda aneh dan dianggap mempunyai magis tersebut. Akhirnya para Momole setuju untuk mengangkat Momole Cico
sebagai Kolano pertama Kerajaan Ternate. Menurut M. Saleh Kota staf Keraton yang diwawancarai oleh Abu
Sanmas, proses terbentuknya Kerajaaan Ternate dimulai sejak menyatunya empat persekutuan hukum adat yakni, Tobona, Tobanga, Sampalu, dan Momole
36
Abu Sanmas, Kedudukan dan Fungsi Lembaga Adat Kesultanan Ternate dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Laporan Penelitian Jakarta: LIPI,t.t., h. 40.
25
Toyo melalui suatu forum yang dikenal dengan nama Foramadiyahhi yang artinya duduklah kebenaran dan keadilan. Proses pernyataan empat persekutuan
itu sendiri diprakarsai oleh Mashur Malamo, putra keempat dari Siti Nursafah dengan Jafar Sadik yaitu seorang penyiar agama Islam yang tiba di Ternate
pada tahun 1250 M. Sedangkan menurut Abdul Hamid Hasan,
37
Kerajaan Ternate berdiri karena pertikaian antara sesama Momole di Ternate, yang menyebabkan
kerugian para kelompok-kelompok Momole, hingga diadakanlah suatu permufakatan bersama pada tahun 1251 yang dikenal dengan persetujuan
”Foramadiahi” artinya duduklah kebenarannya. Dari beberapa versi di atas, bahwa asal-usul berdirinya kerajaan Ternate
dimulai dari penyatuan beberapa wilayah persekutuan hukum adat yang ada di pulau Ternate. Pada versi kedua, kerajaan Ternate terbentuk pada saat sebelum
masuknya pengaruh Islam di wilayah itu, yang ditandai dengan ditemukannya sebuah benda aneh, di mana Cico-lah yang diangkat menjadi Kolano raja
pertama. Sementara versi ketiga, menunjukkan bahwa kerajaan Ternate terbentuk setelah terjadi perkawinan antara Jafar Sadik dengan Siti Nursafah,
setelah masuknya pengaruh agama Islam, semua Momole pada persekutuan- persekutuan hukum tersebut semua berada dalam satu garis keturunan
genealogis. Terkecuali pada versi pertama, sumber yang berasal dari cerita rakyat yang disebut legenda atau mitos yang dipengaruhi unsur animisme,
sehingga tingkat keotentikan sumber tersebut sangat lemah. Namun, cerita
37
Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate Ternate: 1998, h. 28.
26
rakyat tersebut, dapat dijadikan kekayaan Nusantara sebagai wacana pembuktian lebih lanjut mengenai kerajaan Ternate.
Pada masa kerajaan pucuk pimpinan dinamakan, Kolano, dari kata Koko-la-nao, yang artinya tegak diatas kekuatan dimana kekuatan-kekuatan
dibawahnya terdiri dari lembaga-lembaga kerajaan, yaitu:
38
1. Gam Raha = Empat Pilar Besar, sebagai dewan tertinggi yang
memilih dan mengangkat kolano serta menyatakan perang dan damai.
2. Bobato Nyagimoi de Tufkange = Dewan Delapan Belas, sebagai
lembaga penetapan hukum-hukum adat dan berhak mengajukan kandidat kolano.
3. Soasio = Dewan Menteri
4. Falahara = Dewan Pertimbangan Agung
5. Sabua Raha = Mahkamah Agung
6. Sangaji-sangaji = Pemerintahan Wilayah
7. Heku Cim = Angkatan Bersenjata
8. Bala Kusu se Kano-kano = Rakyat
Pada sub-judul sebelumnya, diterangkan bahwa Ternate pertama kali bersentuhan dengan Islam, yaitu pada masa Kolano Marhum. Namun, secara
struktur pemerintahan gelar kolano sebagai raja belum digantikan dengan gelar
38
Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate Ternate: 1998, h. 23. Tentang struktur lengkap lembaga-lembaga kerajaan maupun struktur pemerintahan kerajaan lihat,
Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate, h. 28.
27
sultan, itu berarti intensitas Islamisasi yang terjadi di kerajaan Ternate pada masa Marhum masih dalam masa transisi.
Ketika masa kepemimpinan Marhum berakhir, tahta kerajaan Ternate digantikan anaknya Zainal Abidin. Awal kepemimpinannya, gelar sultan mulai
diterapkan sebagai identitas pemimpin kerajaan. Dengan demikian, secara de facto struktur pemerintahan kerajaan Ternate telah berganti menjadi kesultanan
Ternate, seiring dengan pergantian gelar tersebut. Meski pada masa Marhum Islamisasi baru pada tahap transisi, tampaknya Marhum menyadari betul bahwa
Islam benar-benar sebuah pilihan sehingga berimplikasi pada pentingnya mempelajari dan mendalami Islam. Oleh karena itu, Marhum berupaya
mendidik anaknya, Zainal Abidin, mempelajari Islam di bawah bimbingan Maula Husein, dan memperoleh pendidikan Islam secara formal di sekolah
tinggi Islam Gresik yang dipimpin langsung oleh Sunan Giri 1495.
39
Adanya perubahan dalam sistem pemerintahan ini mengakibatkan fungsi ganda Sultan, yaitu sebagai pemegang kekuasaan duniawi pemerintah dan
juga sebgai pemegang kekuasaan spiritual keagamaan. Secara teoritis sultan adalah pengganti Rasul atau dikenal dengan istilah Tubaddi al Rasul, yaitu
sultan memiliki tanggung jawab memimpin negara sekaligus menyiarkan dan memelihara agama Islam. selain itu, sultan memiliki kewajiban memperluas
wilayah kekuasaannya dan menundukkan daerah-daerah lain.
39
M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950 Nala Cipta Litera: 2007, h.62-65.
28
B. Awal Masuknya Islam ke Ternate