Struktur Sosial Masyarakat Ternate

33

C. Struktur Sosial Masyarakat Ternate

Menurut Uka Tjandrasasmita, sangat sulit menganalisa dan menyajikan struktur masyarakat kota pelabuhan Ternate, berkaitan dengan langkanya sumber-sumber mengenai masyarakat kota tersebut serta agaknya terlalu kompleks memahami teori struktur masyarakat social structure. 50 Biasanya struktur masyarakat terjadi dari berbagai aturan kelembagaan dan lingkungannya, cara inilah yang dianggap sebagai proses pemeliharaan dan hubungan satu dengan lainnya dan menentukan kesatuan dan komposisi suatu struktur masyarakat. Namun, aturan kelembagaan selalu terbentur dengan aturan politik, kekuasaan, militer, dan ekonomi. 51 Antonio Galvao sedikitnya mampu menggambarkan struktur masyarakat Ternate sebelum Islam, berdasarkan penerapan peranan sosial dan status ekonomi masing-masing dan mengklasifikasikannya sesuai dengan nama gelar. Momole adalah sebutan atau gelar pemimpinnya, kemudian berganti menjadi kolano, atau istilah yang hampir sama dengan istilah raja. Kolano atau raja adalah posisi tertinggi dalam struktur kerajaan Ternate. Di bawah kolano terdapat golongan elit birokrat, mereka adalah Sangaji atau para adipati, kemudian Marsaoli atau para ksatria, dan Menteri atau para pembesar kerajaan. Pada level bawah terdapat Chetti atau para pedagang, terkecuali para pedagang yang memiliki modal besar. Sedangkan golongan budak disebut Ngofangares. 50 Uka Tjandrasasmita, Struktur Masyarakat Kota Pelabuhan Ternate Abad XIV-XVII, dalam Ed, G.A. Ohorella, Ternate Sebagai Bandar di Jalur Sutera Jakarta: CV. Putra Sejati Raya, 1997, h. 39. 51 Ibid., h.39-40 34 Raja-raja atau kolano-kolano beserta saudara-saudaranya, sengaji dan anak-anaknya menyandang gelar-gelar yaitu untuk laki-laki bergelar Kaicil Pangeran untuk wanita bergelar Naicil. Hanya saudara-saudara laki maupun perempuan dari sengaji-sengaji dan para adipati memakai gelar-gelar yang diberikan oleh kolano. 52 Para Sengaji di daerahnya masing-masing dan daerah kekuasaannya ditaati rakyatnya, ditakuti, dan dihormati seperti raja-raja. Ia mengurusi peradilan sipil dan kejahatan beserta memakai lencana kerajaan. Para sengaji itu memelihara perbatasan-perbatasan dan tanda-tanda bagi pertanahan, di seluruh wilayahnya, kekuasaannya, tempat-tempat, desa-desa, dan kota-kota yang dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut soa-soa kampung-kampung. Jumlah penduduk dikatakan yang terbesar daerah itu mempunyai penduduk tidak sampai 2.000 orang. Penduduk itu kebanyakan menempati sepanjang pesisir atau sepanjang alur-alurnya, dengan rumah-rumahnya di atas tiang-tiang disertai tangga yang diambil pada malam hari. Setelah Islam masuk, seorang Sultan dibantu oleh para Imam pemimpin dalam agama Islam, pembantu sultan dalam bidang agama Islam, pada masa ini kedudukan para Imam menjadi sangat penting. Mereka juga sering dipilih menjadi anggota Soasiwa Soa: kampung, siwa: sembilan atau dalam pengertiannya 9 sengaji. 53 Tidak jarang mereka turut menentukkan nasib kesultanan sekaligus ikut berperan dalam perang melawan para bangsa asing, 52 Ibid, h. 48. 53 R.Z. Leirissa, Sultan Ternate Emir el Mukminin Hamzah Nasarun Minallahi Shah Sultan Hamzah 1627-1648 dan Politiknya di Kerajaan Ternate antara Tahun 1628-1643 Berdasarkan Dokumen VOC yang telah diterbitkan, Skripsi Sarjana Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, 1965, h. 3. 35 selain sebagai penetap hukum keagamaan karena merekalah yang paling mengerti hukum-hukum agama. Di Ternate, Raja adalah kunci utama perdagangan, mengumpulkan cengkeh dari tangan masyarakat sebagai hasil pajak, dan hanya memberikan sedikit imbalan kepada masyarakat, atau dalam keadaan tertentu mengambil dengan paksa atau menyita hasil bumi itu untuknya. Sehingga perdagangan rempah-rempah tidak membawa keuntungan bagi masyarakat biasa, yang mendapat untung besar hanyalah raja dan bawahan-bawahannya. 54 Jogugu menteri dan Fala Raha kata ini secara harfiah berarti empat rumah dan dianggap di sini sebagai Raja Penasehat terpilih untuk membantu raja dalam menjalankan kerajaan. Fala Raha merupakan perwakilan dari empat klan bangsawan yang merupakan pilar penting dari Kerajaan Ternate. Dapat dikatakan bahwa Fala Raha merupakan pengganti empat momole pada periode pra-Islam. Selain itu ada beberapa posisi yang dibentuk untuk membantu raja seperti Nyagimoi Bobato Dewan 18, Sabua Raha empat hakim agung, Heku Cim angkatan laut dan darat, Salahakan Gubernur, dan Sangaji. 55 Kepercayaan atau keagamaan penduduk di daerah Maluku dan Ternate sebagian besar masih animisme dan dinamisme dan sebagian kecil pada lapisan atas terutama golongan raja dan bangsawan berikut anggota birokratnya sudah menganut agama Islam. Golongan atau lapisan masyarakat seperti telah digambarkan oleh Antonio Galvao dari mulai kolano atau sultan setelah Islam masuk dan tersebar di daerah itu lambat laun makin bertambah dan bukan 54 Des Alwi, Sejarah Maluku, Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon, h. 319. 55 Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate, h. 29. 36 penduduk asli saja tetapi sudah bercampur dengan etnik lainnya akibat kedatangan pedagang-pedagang dari etnis lainnya yang berdagang di situ. Perhubungan yang erat sekali berasal dari Jawa atau kebudayaan Jawa masuk dan bercampur dengan kebudayaan setempat seiring dengan pertumbuhan jaringan pelayaran dan perdagangan. Seluruh sistem pertanian, industri, dan sosial di Maluku didasari pada pemahaman bahwa tanah atau lahan dan pengusahaan lahan, termasuk juga laut dan ikan di dalamnya, adalah milik masyarakat. 56 Artinya setiap penduduk mempunyai hak untuk mengelola sistem-sistem ini akan tetapi sebagian dari hasil panen diserahkan kepada para penguasa. Masyarakat Ternate divariasikan dalam hal pekerjaan mereka. Karena Ternate terkenal dengan hasil panen seperti rempah-rempah, dan cengkeh, sebagian besar orang menjadi petani. Mereka yang biasanya bertanam cengkeh, pala, kenari, dan kayu manis tinggal di daerah bukit. Sementara orang-orang yang tinggal dekat pantai biasanya menanam kelapa atau menjadi nelayan. Selain itu, beberapa dari mereka adalah pedagang. Huda yang terbuat dari beras, sagu, atau singkong yang biasanya dimasak dengan cara tertentu adalah makanan pokok Ternate. 56 Des Alwi, Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon, h. 305. 37

BAB IV KESULTANAN TERNATE DALAM LINTAS