46
B. 1. Bangsa Cina
Orang-orang Cina berabad-abad lamanya telah merahasiakan negeri asal cengkeh.
70
Penemuan kompas oleh orang Cina, telah memberi jalan pengetahuannya tentang kelautan, sehingga dapat dipastikan orang Cina-lah yang
pertama kali datang ke kepulauan rempah-rempah, kemudian menyusul setelahnya para pedagang asing lainnya dengan tujuan yang sama pula.
Diperkirakan pada abad ketiga sebelum masehi telah ada hubungan dagang antara Indonesia dan Cina dalam perdagangan rempah-rempah atau antara
Maluku dengan Cina.
71
Hubungan dagang mengalami perbedaan pada era Majapahit berkuasa. Semua hasil komoditi Indonesia Timur terutama cengkeh
harus dikumpulkan oleh kapal pengangkut dari Jawa ke pelabuhan-pelabuhan besar Majapahit sebelum dibawa oleh para pedagang asing. Ini karena komoditi
cengkeh merupakan komoditi dagang ketika itu. Diberlakukannya sistem perdagangan ala Majapahit menyebabkan bangsa
Cina mengurangi pelayarannya menuju Maluku. Sistem perdagangan pada masa ini adalah barter, Cina mendatangkan kain sutra, keramik, dan logam. Barang-
barang tersebut kemudian ditukar dengan cengkeh dari Maluku yang dikumpulkan terlebih dahulu di pelabuhan-pelabuhan besar Majapahit.
72
70
Tulisan Deineem, lihat Paramita R. Abdurrahman, Peninggalan-peninggalan yang berciri Portugis di Ambon Bunga Rampai Sejarah Maluku, Jakarta: Lembaga Pendidikan Sejarah
Maluku, h. 50.
71
Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate, h. 18.
72
Tim Penulis PUSPINDO, Sejarah Pelayaran Niaga di Indonesia, h. 30-31.
47
B. 2. Bangsa Portugis
Jalur-jalur perdagangan Nusantara menjadi daya tarik bangsa-bangsa Eropa. Didorong oleh kebutuhan masyarakat Eropa akan rempah-rempah, maka
bangsa-bangsa ini mencari jalan untuk menuju ke daerah penghasil rempah- rempah, kemudian menagadakan hubungan dagang dengan penguasa-penguasa
setempat. Pada tahun 1511 M, Portugis sebagai salah satu pendatang dari benua
Eropa, berhasil menguasai Malaka yang merupakan Bandar terbesar di perairan Barat Nusantara. Setelah penaklukan Malaka, Portugis melakukan ekspedisi yang
mengarah menuju akhir dari jalur pelayarannya ke bagian Timur Nusantara, untuk mencari dan mencapai daerah penghasil rempah-rempah yang konon katanya
berada di Timur Nusantara. Daerah penghasil rempah-rempah inilah sasaran utama Portugis dari berpuluh-puluh tahun menjelajahi jalur pelayaran
internasional. Kedatangan Portugis yang dipimpin oleh Fransisco Serrao pada tahun
1512 M, di kepulauan Maluku disambut oleh penguasa Ternate yang pada waktu itu sedang mencari sekutu untuk memenangkan persaingan sebagai penguasa
tunggal daerah Maluku. Sultan Ternate ketika itu adalah Bayan Sirullah,
73
menjanjikan persahabatan dan mengangkat Serrao sebagai penasehat dalam bidang militer. Pada tahun 1513 M pendirian kantor dagang Portugis di Ternate.
74
Bahkan di tahun 1513 M Sultan meminta Portugis mendirikan benteng dan
73
Nama Sultan Bayan Sirullah atau Kaichil Bolief, kadang dalam berbagai naskah dapat berubah-ubah ejaannya, seperti Bayang Allah. Lihat, Willard A. Hanna dan Des Alwi, Ternate dan
Tidore Masa Lalu Penuh Gejolak, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, h. 11.
74
D.G.E Hall, Sejarah Asia Tenggara, terj. L.P. Soewarsha dan M. Habib Mustopo, Surabaya: Usaha Nasional, 1988, h. 212.
48
mengadakan perjanjian berupa pemberian hak monopoli perdagangan cengkeh kepada Portugis.
75
Tahun 1522 M mulai berdiri benteng pertamaPortugis di Ternate.
76
Benteng ini selain memperkuat kedudukan perdagangan Portugis di Ternate juga memberikan jaminan kekuatan politik dan militer, sehingga dapat menjadi pusat
perdagangan cengkeh bagi seluruh daerah Maluku.
77
Setelah Sultan Bayan meninggal dunia tahun 1522 M, kericuhan mulai timbul dikarenakan campur
tangan Portugis dalam negeri mengenai pengangkatan sultan baru Ternate. Portugis akhirnya menggunakan pengaruhnya setelah terjadi beberapa kali
perubahan kepala pemerintah dengan menempatkan Sultan Tabarija tahun 1535, tetapi akhirnya ia juga ditahan dan diasingkan ke Goa. Namun tidak berlangsung
lama, yang menjadi Sultan Ternate setelah Tabarija adalah Sultan Khairun. Pada masa pergantian sultan ini, telah ada dokumen-dokumen penting
pewarisan tahta, surat wasiat dari Tabarija kepada seorang bangsawan Portugis bernama Jurdao de Freitas dan juga testamen dari Sultan Khairun tentang
pewarisan Kesultanan Ternate.
78
Hal ini mencerminkan sudah adanya pengaruh
75
Ibid, h. 213.
76
Awal pembangunan 24 Juni 1522 atau bertepatan dengan perayaan hari Santa John Baptiste, sehingga dinamakan benteng San Joao Baptiste de Ternate. Tetapi, setelah pembangunan
benteng usai tahun 25 Februari 1523 berubah kembali namanya menjadi Nostra Senhora del Rosario gadis cantik berkalung bunga mawar. Rupanya nama ini terlalu sulit dalam ejaannya
sehingga orang Ternate menyebutnya Benteng Gamlamo, mengikuti nama kota dimana benteng tersebut didirikan. Lihat, M. Adnan Amal, Portugis dan Spanyol di Maluku, Depok: Komunitas
Bambu, 2009, h. 42-43.
77
Paramita R. Abdurrahman, Peninggalan-peninggalan yang berciri Portugis di Ambon Bunga Rampai Sejarah Maluku, h. 249.
78
Sultan Tabarija akhirnya ditahan dan diasingkan ke Goa karena sultan tidak dapat menerima intrik-intrik Portugis dan ia dipersalahkan dengan tindakan anti-Portugis. Sultan
penggantinya yaitu Sultan Khairun ternyata juga mempunyai pandangan yang sama dengan Sultan Tabarija, bahkan agar kesultanan tidak jatuh ke tangan Portugis, ia bersiasat membuat surat wasiat.
Isinya dinyatakan bahwa Ternate merupakan vassal Portugis, tetapi ia minta agar putra sulungnya Baabullah diakui resmi sebagai putra mahkota dan anak-anak lainnya diakui sebagai pewaris tahta.
49
pemikiran Barat, bahwa segala sesuatu harus diatur secara legal dan ditulis hitam di atas putih. Sultan Khairun berusaha mengukuhkan kekuatan dan memperluas
daerah Kesultanan Ternate selain membantu kegiatan Portugis di wilayahnya. Masa pemerintahan Sultan Khairun berakhir ketika tahun 1570 M terjadi
pembunuhan atas dirinya, setelah selesai mengadakan persetujuan mengenai penjualan rempah-rempah dengan Portugis yang kemudian melanggar
kesetiaannya melalui pembunuhan tersebut.
79
Dengan terbunuhnya Sultan Hairun seluruh rakyat Ternate merasa terhina dan dengan serentak bangkit menyerang Benteng Gamlamo di bawah pimpinan
Sultan Baabullah 1570-1583. Baabullah menuntut balas atas pembunuhan ayahnya, ia beserta para pengikutnya mengumumkan perang jihad untuk
memerangi Portugis selama 5 tahun.
80
Tahun 1575 akhirnya Portugis berhasil diusir dari Ternate dan bentengnya dipindahkan ke Tidore. Pengusiran bangsa
Portugis oleh Sultan Baabullah adalah kemenangan besar suatu bangsa dalam menegakkan kewibawaan dan martabat. Kemenangan Sultan Baabullah
memberikan kredibilitas kepemimpinannya dalam menyusun kekuatan bangsa mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan seluruh wilayah kesatuan.
Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Ternate mengalami kemajuan yang luar biasa. Berkat keterampilan politiknya, ia meluaskan daerah
Lihat, Paramita R. Abdurrahman, Peninggalan-peninggalan yang berciri Portugis di Ambon Bunga Rampai Sejarah Maluku, h. 256.
79
Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate, h. 40, menyebutkan bahwa Sultan Hairun diserang oleh Antonio Pimental keponakan dari Diego Lopes de Mesquita setelah
menerima perintah dari de Mesquita, dengan menikamkan sebuah keris di dalam Benteng Gamlamo, pada saat itu pulalah Sultan Hairun tewas seketika.
80
Pada waktu itu dilakukan pengepungan terhadap benteng Portugis dan tiap usaha dari pemukim-pemukim benteng untuk mendapatkan bahan makanan dicegah. Lihat, Paramita R.
Abdurrahman, Peninggalan-peninggalan yang berciri Portugis di Ambon Bunga Rampai Sejarah Maluku, h. 257.
50
kekuasaannya. Pada masa pemerintahan Baabullah juga bangsa Eropa lainnya datang ke Kesultanan Ternate. Francis Drake seorang pedagang petualang Inggris
datang pada tahun 1579. Saat itu sultan yang sedang kesal dan dendam dengan Portugis, bersumpah untuk mengadakan persahabatan dan kesetiaan kekal kepada
Ratu Elisabeth dan mempercayakan sebuah cincin materai berhias batu merah delima untuk diserahkan kepada ratu serta menawarkan padanya suatu perjanjian
dan pengangkutan rempah-rempah.
81
B. 3. Bangsa Belanda