28
B. Awal Masuknya Islam ke Ternate
Menurut Ricklefs, penyebaran Islam di Nusantara berlangsung melalui dua proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan pemeluk agama
Islam yang datang ke wilayah Nusantara kemudian penduduk pribumi menganut agama Islam. Kedua, orang-orang asing, seperti Arab, India, dan Cina
yang telah beragama Islam bertempat tinggal secara permanen di suatu wilayah, kemudian melakukan perkawinan campur dan mengikuti gaya hidup lokal.
40
Jadi, pendapat Ricklefs, faktor yang lebih berpengaruh dalam proses penyebaran agama Islam adalah melalui proses perkawinan.
Sedangkan menurut De Graaf, penyebaran Islam di Nusantara melibatkan tiga fase penting yang saling melengkapi, yaitu yang pertama
melalui fase perdagangan, kedua fase tasawuf sufi, ketiga melalui fase politik.
41
Pendapat De Graaf mengindikasikan antara ketiga fase tersebut memiliki korelasi yang saling berkesinambungan, terutama pada fase
perdagangan dan tasawuf, yang memungkinkan para pedagang tersebut juga merupakan seorang ulama sufi.
Sementara pada fase politik, para penguasa di Nusantara memeluk Islam demi memperoleh dukungan dari para pedagang Muslim secara ekonomis dan
politis.
42
Lebih jauh lagi motif penyebaran Islam merupakan akibat dari ancaman agama Kristen yang mendorong penduduk Nusantara masuk Islam. Jadi,
40
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, h. 27.
41
H. J de Graff, Southeast Asian Islam To The Eighteenth Century, dalam P.M. Holt, The Cambridge History of Islam, vol 2A London: Cambridge University Press: 1987, h. 123.
42
Lihat J.C. Van Leur, Indonesian Trade and Society, h. 110-117.
29
masuknya Islam akibat dari persaingan antara Islam dan Kristen untuk memenangkan pemeluk baru di Indonesia. Penyebaran Islam di Nusantara
terjadi ketika persaingan dan konflik semakin sengit di antara bangsa Portugis dan para pedagang Muslim.
43
Namun, secara umum proses masuk dan berkembangnya agama Islam ini disepakati berjalan secara damai, meskipun ada juga penggunaan kekuatan
oleh penguasa Muslim untuk mengislamkan rakyat atau masyarakat. Secara umum mereka menerima Islam tanpa meninggalkan kepercayaan praktek
keagamaan lain. Perbedaan pendapat tentang apa yang dimaksud dengan “Islam”, ada
yang memberikan pengertian Islam dengan kriteria formal yang sangat sederhana seperti pengucapan dua kalimat syahadat atau pemakaian nama
Islam, sebagian lain mendefenisikan Islam secara sosiologis, yakni masyarakat itu dikatakan telah Islam, jika prinsip-prinsip Islam telah berfungsi secara aktual
dalam lembaga-lembaga sosial, budaya dan politik, jadi mereka menganggap bacaan kalimat syahadat tidak dapat dijadikan bukti adanya penetrasi Islam
dalam suatu masyarakat.
44
Hal tersebut menyebabkan konsep masuknya Islam atau Islamisasi masih dicampuradukkan antara “datang” terdapat bekas Islam disuatu tempat,
43
B.J.O. Schrieke, Indonesian Sociological Studies, vol II, The Hague dan Bandung: W. van Hoeve, 1957, h. 232-237.
44
Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999, h. 30.
30
“berkembang” mesjid ditemukan, dan munculnya Islam sebagai kekuatan Politik sultan memerintah.
45
Bahwa, apapun teori Islamisasi yang dijelaskan di atas, kedatangan Islam ke daerah Maluku sangat mengandalkan jalur perdagangan yang
terbentang antara pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut tradisi setempat, bangsa Arab datang ke Maluku sejak abad
ke-14 M. Raja Ternate yang ke-12 bernama Molomasetija 1350-1357 M telah bersahabat akrab dengan orang Arab, tetapi hubungan kekerabatan tersebut
tidak berpengaruh pada penyebaran Islam. Islam mulai menyebar di Ternate ketika masa pemerintahan Kolano Marhum
46
1465-1468 M oleh seorang ulama dari Jawa bernama Maula Husein.
47
Pendatang dari Jawa ini telah membuat raja dan orang-orang di Maluku tertarik akan ajaran Islam. Dengan
demikian maka Maula Husein berhasil meng-Islamkan banyak orang di daerah itu.
Setelah Kolano Marhum, raja Ternate yang telah memeluk agama Islam adalah Zainal Abidin 1486-1500 M, beliau tidak hanya sekedar masuk Islam
melainkan juga berupaya dalam proses perkembangan Islam di Maluku. Ia
45
Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja Dan Perkembangan Ekonomi Jakarta: LP3ES, 1979, h. 1.
46
Kolano Marhun adalah raja pertama yang menerima Islam. Namun, sampai akhir hayatnya beliau tidak memakai gelar Sultan, tetapi dimakamkan secara Islam. Lihat M. Adnan
Amal Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950 Nala Cipta Litera: 2007, h. 62.
47
M. Adnan Amal Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250- 1950 Nala Cipta Litera: 2007, h.62
Nama Maula Husein terdapat perbedaan dalam pengejaan nama, menurut Uka Tjandrasasmita, Maulana Husein, lihat Arkeologi Islam, Jakarta: Gramedia, 2009, h.60. Namun,
beliau juga mengutip perbedaan nama tersebut dari bukunya TW. Arnold dengan ejaan Datu Mulia Husein, lihat Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam, h.27
31
mendapat ajaran agama tersebut dari madrasah Giri di Jawa
48
. Dalam kunjungan ke pusat Islam ini, Sultan Ternate bertemu dengan kepala daerah Hitu dari
Ambon. Antara keduanya diadakan persetujuan mengenai persekutuan. Masuknya pengaruh agama Islam pada abad ke-15 M masa Kolano
Marhum 1468 mempengaruhi juga pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang politik dan pemerintahan. Kepemimpinan dalam bentuk Kolano Ternate
menjadi Kesultanan Ternate dan Zainal Abidin diangkat sebagai Sultan pertama.
Menurut pengetahuan umum bahwa masuknya Islam di Ternate dalam tiga periode, yaitu periode awal, periode pertengahan dan periode diterimanya
Islam oleh Kesultanan.
49
1. Periode Awal Periode ini dimulai pada masa perdagangan orang-orang Arab ke daerah
ini untuk membeli rempah-rempah, berupa cengkeh, pala, dan fuli, lalu dibawa ke Eropa. Periode ini berlangsung pada pertengahan abad VII Masehi.
Masuknya orang-orang Arab ke daerah ini paling tidak memberi pengaruh terhadap masyarakatnya, terjadinya interaksi antara dua orang atau lebih, akan
memberi peluang untuk memberi pengaruh antara satu dengan yang lainnya. 2. Periode Pertengahan
Periode ini dimulai pada abad XII, pada periode ini penyiaran Islam telah disampaikan kepada penduduk, bahkan telah memasuki kawasan kerajaan,
48
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, h. 60.
49
Abd. Rahman I. Marasabessy, Masuknya Agama Islam di Ternate dalam Pandangan Tokoh-tokoh di Ternate Sebuah Telaah Pemurnian Islam di Ternate dalam Ed, G.A. Ohorella,
Ternate Sebagai Bandar di Jalur Sutera Jakarta: CV. Putra Sejati Raya, 1997, h. 83-89.
32
baik Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Bahkan masyarakat pada umumnya. Periode ini ditandai dengan munculnya nama-nama raja yang sudah dipengaruhi
nama-nama Arab, dan diduga keras adalah pengaruh ajaran Islam, seperti Mashur Malamo 1257-1272 yang nama aslinya adalah Cico untuk kerajaan
Ternate, lalu Kolano Sida Arif Malamo 1322-1331. Dari nama-nama raja yang telah dikemukakan, jelas bahwa telah ada pengaruh langsung dari bangsa Arab
yang masuk ke daerah ini, terhadap para raja dari kerajaan-kerajaan yang ada di daerah ini.
3. Periode Penerimaan Islam oleh Kesultanan Sultan Zainal Abidin adalah penguasa Ternate yang ke-19, yang juga
merupakan orang pertama di Ternate yang memakai gelar Sultan. Ini dikarenakan beliau sudah belajar ajaran Islam sedari kecil dan memperoleh
didikan formal dari Maula Husein, hingga ia belajar di sekolah tinggi Islam Gresik di bawah pimpinan Sunan Giri, inilah yang disebut dengan penerimaan
Islam oleh Kesultanan. Dari hasil belajar Islam beberapa bulan di Giri, Zainal Abidin berhasil membangun persahabatan dengan orang-orang yang
berpengaruh besar di Jawa. Beliau juga kemudian bersahabat dengan penguasa lokal yang dikunjunginya dalam perjalanan pulang setelah belajar agama Islam,
seperti penguasa Ambon dan Makasar. Bukan hanya kembali ke kerajaan, Zainal Abidin juga membawa serta para sufi dari Jawa ke Ternate untuk
membantu dalam menyiarkan Islam pada kalangan istana maupun juga kepada masyarakat Ternate. Sehingga mampu membentuk budaya masyarakat Islam
pada masanya di daerah ini.
33
C. Struktur Sosial Masyarakat Ternate