Mill Extraction ME Efisiensi Teknis Pabrik Gula Watoetoelis

juga menjadi salah satu menyebab pabrik gula tidak efisiensi secara teknis. Pabrik gula harus memberhentikan produksinya secara terpaksa karena terjadi kerusakan secara tiba-tiba pada saat produksi sedang berlangsung. Pabrik gula seharusnya telah memperoleh hasil yang berupa gula apabila tidak terjadi gangguan terhadap mesin, akan tetapi gangguan teknis ini mengakibatkna pabrik gula harus berhenti produksi untuk sementara. Proses produksi yang berhenti menyebabkan tebu yang telah antri di pabrik gula mengalami penundaan penggilingan dan semakin lama tebu tersebut mengalami proses penggilingan yang berdampak terhadap kualitas tebu yang semakin jelek. Tabel 5.1 menunjukkan bahwa terdapat 1 indikator pada efisiensi teknis yang memiliki nilai indikator yang lebih besar dibandingkan dengan nilai standar, indikator tersebut adalah BHR. BHR merupakan kemampuan pabrik gula dalam melakukan proses pengolahan dari tebu hingga menjadi gula. Nilai BHR ini tinggi karena PG Watoetoelis mampu mengolah tebu menjadi gula dengan baik, akan tetapi nilai BHR saja tidak cukup untuk dijadikan faktor yang membuat PG Watoetoelis dapat dikatakan efisien secara teknis. Faktor yang dapat dijadikan pengukuran untuk efisiensi teknis adalah nilai OR, dimana OR merupakan keseluruhan dari proses pengolahan mulai dari kinerja mesin hingga proses pengolahan yang terjadi. ME sendiri merupakan mesin-mesin yang digunakan oleh pabrik gula dalam melakukan proses pengolahan tebu menjadi gula, dimana BHR dan ME tidak saling berhubungan dan memiliki cara tersendiri untuk melakukan pengukuran. Nilai OR sendiri menunjukkan bahwa PG Watoetoelis tidak efisiensi teknis karena nilai OR PG Watoetoelis berada di bawah nilai indikator.

5.1.1 Mill Extraction ME

Mill Extraction ME merupakan kinerja dari stasiun gilingan pada pabrik gula. Mill Extraction ME adalah nilai yang menunjukkan jumlah sukrosa yang berhasil di ekstrak atau nira mentah yang kemudian dibandingkan terhadap kadar sukrosa dalam tebu. Semakin tinggi nilai mill extraction, maka semakin baik pula kinerja stasiun gilingan pada sebuah pabrik gula. Stasiun gilingan sendiri memiliki fungsi untuk memerah tebu sehingga diperoleh nira sebanyak mungkin dan mangusahan agar kandungan nira dalam ampas sangat kecil supaya rendemen tebu yang dihasilkan tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemerahan nira pada stasiun gilingan, antara lain kualitas dan kuantitas tebu, air imbibisi dan kinerja gilingan. Proses pemisahan antara nira dan ampas ini memilik potensi terjadinya kehilangan kadar sukrosa pol yang akan ikut dalam ampas, akan dinyatakan dalam bentuk pol ampas. Pabrik gula dikatakan efisiensi apabila nilai standar mill extraction ME adalah 95, sehingga semakin tinggi nilai mill extraction maka semakin baik pula kinerja stasiun gilingan pada sebuah pabrik gula tersebut. Nilai mill extraction Pabrik Gula Watoetoelis sendiri selama 5 tahun terakhir masih berada dibawah 95, artinya bahwa Pabrik Gula Watoetoelis dikatakan tidak efisiensi teknis atau inefisiensi. Pabrik Gula Watoetoelis yang tidak efisien pada stasiun penggilingan ini dapat diartikan bahwa stasiun penggilingan tidak dapat mengambil pol nira mentah dari pol yang berada dalam batang tebu dan belum mampu meminimalkan pol nira mentah yang ikut bercampur bersama ampas, sehingga pol nira mentah yang nantinya akan menyebabkan rendemen tebu rendah dan menjadikan produksi gula kristal putih semakin sedikit. Kehilangan yang disebabkan karena mesin yang tidak mampu bekerja secara optimal selama 5 tahun terakhir adalah sebesar 2,61, 2,55, 2,94, 3,10 dan 3,15 persen. Kehilangan nira yang tinggi dialami stasiun penggilingan ini mengakibatkan nira mentah yang selanjutnya akan di proses oleh stasiun pengolahan menjadi sedikit. Nira mentah yang sedikit, pada akhirnya akan mengurangi hasil akhir dari pabrik gula yang berupa gula kristal putih GKP.

5.1.2 Boiling House Recovery BHR