adalah 1 bagian bukan gula normalnya akan menyebabkan 0,4 bagian pol yang tidak dapat diperoleh dalam hasil dan akan larut dalam tetes atau dengan kata lain
bahwa nilai nira dihitung sebagai selisih antara pol dan 40 bukan gula. Diasumsikan nilai brix tetap, maka nilai nira perahan pertama juga akan semakin
besar. Nilai NPP rata-rata PG Watoetoelis tahun 2009
– 2013 sebesar 10,17 sedangkan standar
nya ≥ 14,00. Kualitas tebu sebuah pabrik gula dapat dikatakan tinggi apabila nilai nira perahan pertama lebih besar atau sama dengan
standar yang ada, akan tetapi dilihat dari nilai rata-ratanya saja kualitas tebu PG Watoetoelis selama 5 tahun terakhir memiliki kualitas yang rendah. Nilai NPP PG
Watoetoelis terendah terjadi pada tahun 2010 yang hanya menginjak pada angka 9,03 saja. Nilai NPP tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 10,89, akan
tetapi nilai ini masih berada jauh dari standarnya. Tahun 2010 dapat dikatakan tahun terburuk yang dialami PG Watoetoelis
selama tahun 2009 - 2013. Hal ini disebabkan karna pada tahun 2010 itu 3 parameter untuk kualitas tebu berada pada posisi paling bawah atau memiliki nilai
terendah dibandingkan dengan tahun lainnya. Parameter-parameter tersebut adalan kadar nira yang hanya sebesar 71,45 sedangkan standarnya 80 - 83,
pol yang hanya 8,25 sedangkan standar nya ≥ 12 dan nilai npp yang hanya
9,03 sedangkan standar nya ≥ 14,00. Oleh sebab itu pada tahun 2010 rendemen
tebu PG Watoetoelis rendah, hal ini disebabkan karena kualitas tebu yang kurang baik.
5.2.4 Kadar Sabut
Tebu sebagai bahan baku utama pabrik gula yang digunakan untuk memproduksi gula. Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku
pembuatan gula. Tebu termasuk dalam jenis rumput-rumputan. Tanaman tebu dapat tumbuh hingga mencapai 3 meter pada kawasan yang mendukung. Umur
tanaman tebu sejak ditanam sampai bisa dipanen sekitar 1 tahun. Tebu dapat dipanen dengan cara manual atau menggunakan mesin-mesin pemotong tebu. Saat
proses penebangan daun harus dipisahkan dari batang tebu kemudian baru dibawa
ke pabrik gula untuk diproses menjadi gula, petani di PG Watoetoelis kurang memperhatikan akan hal ini. Petani menebang tebu dengan asal-asalan, sehingga
daun yang seharusnya dibuang dari batang tebu masih banyak yang tidak terbuang. Daun pada batang tebu ini menyebabkan kadar sabut yang dihasilkan
oleh pabrik gula pada stasiun gilingan juga semakin banyak dan mengakibatkan nira mentah yang kemudian akan diproses pada stasiun pengolahan juga semakin
sedikit. Semakin tingginya kadar sabut, membuktikan bahwa kinerja stasiun gilingan tidak optimal dan kualitas tebu kurang baik, sehingga gula yang nantinya
akan dihasilkan tidak dapat maksimal. Pekerjaan utama dari stasiun penggilingan adalah membantu meningkatkan
pemerahan nira ekstraksi dengan cara merusak struktur tebu sehingga sel-sel penyimpan gula dalam tebu terbuka. Tebu yang awalnya berbentuk lonjong,
kemudian akan dipotong-potong kecil-kecil hingga berbentuk seperti sabut. Selanjutnya, pemerahan dilakukan dengan menggunakan alat gilingan untuk
memerah sebanyak-banyaknya nira dari sabut tebu dan menekan sekecil-kecilnya gula yang terikut dalam sabut.
Nilai standar untuk kadar sabut adalah sebesar 14 - 16. Semakin besar nilai kadar sabut sebuah pabrik gula dari standar maka tebu yang digiling
memiliki kualitas rendah, begitu pula sebaliknya semakin kecil nilai kadar sabut pabril gula maka tebu yang digiling memiliki kualitas yang tinggi atau dapat
dikatakan efisien. Rata-rata nilai kadar sabut PG Watoetoelis selama 4 tahun berturut-turut dari tahun 2010
– 2013 adalah sebesar 12,41 yang berada di bawah nilai standar, yaitu sebesar 14
– 16. Nilai kadar sabut PG Watoetoelis ini masih berada di bawah nilai standar, dengan melihat nilai rata-rata pabrik gula
dapat dikatakan bahwa kualitas tebu PG Watoetoelis tinggi atau efisien selama tahun 2009 - 2013. Nilai kadar sabut tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar
12,79, akan tetapi nilai kadar sabut tersebut masih berada di bawah nilai standar yang ada. Nilai kadar sabut terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 12,20,
akan tetapi nilai ini tidak berbeda jauh dengan tahun sebelumnya yang mencapai 12,79 dan nilai indikator kadar sabut pabrik gula pada tahun 2012 masih berada
dibawah nilai standar.
5.2.5 Trash