Rendemen Tebu Efisiensi Teknis Pabrik Gula Watoetoelis

5.1.5 Rendemen Tebu

Rendemen tebu merupakan salah satu indikator dari efisiensi teknis suatu pabrik gula. Suatu pabrik gula dapat dikatakan memiliki kinerja baik apabila pabrik gula tersebut mampu menghasilkan rendemen tebu yang tinggi. Pengertian rendemen tebu adalah persentase perbandingan antara gula yang dihasilkan dengan sejumlah tebu yang digiling. Apabila dikatakan rendemen tebu 10, artinya bahwa dari 100 kg tebu yang digiling akan diperoleh gula sebanyak 10 kg. Nilai standar untuk rendemen tebu adalah sebesar 12. Nampaknya persentase ini akan sangat sulit dicapai khususnya pada tahun 2013, hal ini disebabkan karena cuaca basah dengan kondisi hujan sepanjang tahun yang berdampak kurang baiknya produktivitas gula khususnya di Jawa Timur. Hal ini dapat dibuktikan dengan menurunnya rendemen tebu pada tahun 2013 yang menurun secara signifikan, yaitu rata-rata 7,08 pada tahun 2013 yang turun sebesar 0,97 atau 12 dari rendemen tebu pada tahun 2012 yang mencapai 8,05. Rendemen tebu tertinggi PG Watoetoelis sendiri terjadi pada tahun 2012 yang mencapai 7,32 dan rendemen tebu terendah terjadi pada tahun 2010 yang hanya berkisar 5,85. Persentase rendemen yang tinggi pada tahun 2012 masih sangat jauh nilainya dengan standar yang ada, yaitu sebesar 12 hal ini disebabkan karena cuaca pada tahun terlalu basah dan tidak terjadi hujan sepanjang tahun sehingga produktivitas tebu yang dihasilkan baik. Begitu pula sebaliknya pada tahun 2013, sama seperti yang terjadi di Jawa Timur. Persentase rendemen pada tahun 2013 menurun yang disebabkan karena cuaca yang basah dengan terjadinya hujan sepanjang tahun yang berdampak kurang baiknya produktivitas gula dan hal ini terjadi pula pada PG Watoetoelis yang menyebabkan rendemen tebu menurun sebesar 1,47 atau 20,1. Rendemen tebu yang tidak mencapai standar ini disebabkan karena petani yang menebang tebu tidak melakukan penebangan dengan baik, tebu yang telah berbunga juga ikut di tebang dan di giling oleg pabrik gula. Bunga yang tumbuh pada tebu menyebabkan kandungan gula pada tebu yang akan dikristalkan menurun. Kandungan gula pada tebu yang akan dikristalkan menurun dipengaruhi oleh konsentrasi fotosintesis tanaman tebu yang diarahkan untuk mengeluarkan bunga. Curah hujan yang tinggi akan mendukung pembungaan sehingga dapat menurunkan rendemen tebu. Bunga yang mucul pada tanaman tebu ini nantinya akan menjadi ampas dan tidak dapat diproses menjadi gula. Semakin banyak ampas, maka semakin banyak pula kehilangan nira mentah mentah yang akan dialami stasiun penggilingan. Petani tebang angkut di PG Watoetoelis selalu melakukan penebangan tanpa melihat kapasitas pabrik gula. Penebangan yang terus menurus ini terkadang menyebabkan antrian truk yang cukup panjang. Antrian ini berdampak pada menurunnya jumlah sukrosa yang terdapat di dalam tebu yang diakibatkan karena penguapan yang terjadi pada saat antrian tersebut terjadi. Sebelum antrian terjadi, pihak PG Watoetoelis telah melarang petani untuk menebang tebu yang berada di lahan tetapi petani tidak menghiraukan larangan pihak pabrik gula tersebut dan mengakibatkan terjadinya antrian. Petani di PG Watoetoelis kebanyakan membudidayakan tebu keprasan yang tumbuh dari tunas tebu sebelumnya, sehingga hasil dari tebu keprasan ini tidak terlalu banyak mengandung kadar sukrosa. Petani lebih memilih membudidayakan tebu keprasan, karena petani menganggap bahwa tebu keprasan lebih membutuhkan modal yang sedikit. Tebu keprasan juga menjadi salah satu mengapa rendemen tebu PG Watoetoelis tidak dapat mencapai nilai standar yang ada. Saat musim tebang terjadi, petani hanya melakukan penebangan dan kemudiaan membiarkan tebu tumbuh begitu saja tanpa melakukan perawatan terhadap tebu yang telah mereka tebang tersebut, sehingga tebu tidak banyak mengandung sukrosa yang dibutuhkan untuk proses pembuatan gula. Petani dilahan hanya memikirkan keuntungan saja, tanpa mau mengeluarkan modal untuk melakukan perawatan untuk tanaman tebu mereka.

5.2 Kualitas Tebu Yang Digiling Pabrik Gula Watoetoelis