5.2.2 Pol Tebu
Kadar gula dinyatakan dengan pol adalah angka yang diperoleh dari analisis cara polarisasi langsung dengan alat sakarimeter. Sakarimeter adalah
polarimeter yang dikhususkan untuk mengukur kadar sukrosa pada tebu. Jika 1 kg gula dilarutkan dengan air 9 kg air dan larutan gula tersebut dianalisis kadar
gulanya dengan cara polarisasi langsung, maka hasil analisis yang diperoleh yaitu pol = 110 x 100 = 10.
Pol adalah salah satu parameter untuk mengukur baik buruknya kualitas tebu yang digiling oleh sebuah pabrik gula. Rata-rata pol tebu PG
Watoetoelisselama 5 tahun sejak tahun 2009 – 2013 adalah sebesar 9,58
sedangkan standar pol tebu adalah ≥ 12,0. Terlihat dari rata-rata pol selama 5
tahun yang masih jauh berada dibawah standar, hal ini menunjukkan bahwa kualitas tebu yang digiling tidak baik. Nilai pol PG Watoetoelis selama 5 tahun
berkisar antara 8,25 - 10,32. Nilai pol tertinggi terjadi pada tahun 2012 yang mencapai 10,32 dan masih berada dibawah standar, akan tetapi pada tahun
berikutnya nilai pol ini menurun menjadi 9,61. Nilai pol terendah terjadi pada tahun 2010 yang hanya menginjak pada angka 8,25 saja. Ketidakstabilan nilai
pol ini diperkirakan karena cuaca yang tidak menentu, karena semakin tinggi curah hujan maka kualitas tebu akan semakin tidak baik yang mangakibatkan pol
tebu yang dihasilkan menurun dan rendemen tebu akhir tidak maksimal. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan kandungan air pada batang tebu semakin tinggi
dibandingkan dengan kandungan sukrosa.
5.2.3 Nilai Nira Perahan Pertama Nilai NPP
Nilai nira perahan pertama adalah nilai nira dari nira perahan pertama, yaitu ukuran kualitas nira yang diambil dari gilingan pertama kemudian dihitung
berdasarkan rumus. Rumus untuk menghitung nilai nira perahan pertama itu sendiri adalah Nilai NPP = Pol
– 0,4 Brix – Pol. Dalam menentukan rendemen, nilai nira perahan pertama diukur dengan mengambil contoh nira pada gilingan
pertama kemudian pol dan brix diukur untuk menghitung nilai nira perahan pertama berdasarkan rumus yang telah ada. Angka 0,4 pada rumus Nilai NPP ini
adalah 1 bagian bukan gula normalnya akan menyebabkan 0,4 bagian pol yang tidak dapat diperoleh dalam hasil dan akan larut dalam tetes atau dengan kata lain
bahwa nilai nira dihitung sebagai selisih antara pol dan 40 bukan gula. Diasumsikan nilai brix tetap, maka nilai nira perahan pertama juga akan semakin
besar. Nilai NPP rata-rata PG Watoetoelis tahun 2009
– 2013 sebesar 10,17 sedangkan standar
nya ≥ 14,00. Kualitas tebu sebuah pabrik gula dapat dikatakan tinggi apabila nilai nira perahan pertama lebih besar atau sama dengan
standar yang ada, akan tetapi dilihat dari nilai rata-ratanya saja kualitas tebu PG Watoetoelis selama 5 tahun terakhir memiliki kualitas yang rendah. Nilai NPP PG
Watoetoelis terendah terjadi pada tahun 2010 yang hanya menginjak pada angka 9,03 saja. Nilai NPP tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 10,89, akan
tetapi nilai ini masih berada jauh dari standarnya. Tahun 2010 dapat dikatakan tahun terburuk yang dialami PG Watoetoelis
selama tahun 2009 - 2013. Hal ini disebabkan karna pada tahun 2010 itu 3 parameter untuk kualitas tebu berada pada posisi paling bawah atau memiliki nilai
terendah dibandingkan dengan tahun lainnya. Parameter-parameter tersebut adalan kadar nira yang hanya sebesar 71,45 sedangkan standarnya 80 - 83,
pol yang hanya 8,25 sedangkan standar nya ≥ 12 dan nilai npp yang hanya
9,03 sedangkan standar nya ≥ 14,00. Oleh sebab itu pada tahun 2010 rendemen
tebu PG Watoetoelis rendah, hal ini disebabkan karena kualitas tebu yang kurang baik.
5.2.4 Kadar Sabut