7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Susanto 2011, pada penelitiannya yang berjudul Analisis Efisiensi Pabrik Gula Wringinanom Kabupaten Situbondo menyatakan bahwa PG Wringinanom
inefisien teknis selama 10 tahun karena berada di bawah efisiensi normal. Nilai Mill Extraction ME 89,72, Boiling House Recovery BHR 88,53, Overall
Recovery OR 81,93, Pol 8,80 dan Rendemen 6,36. Kualitas bahan baku tebu yang digiling PG Wringinanom termasuk rendahtidak efisien, karena nilai
parameter teknis tanaman utamanya selama 10 tahun untuk nilai Kadar Nira 80,00, Sabut 12,89, NNPP Nilai Nira Perahan Pertama 9,52 dan Trash
3,87. Biaya Pokok Produksi BPP gula termasuk tinggi selama tahun 2008- 2010 dengan nilai BPP tahun 2008: Rp 5.408,- per kg, tahun 2009: Rp 7.309,-per
kg dan tahun 2010: Rp 9.220,-per kg yang berada di atas BPP nasional selama tahun 2008-2010 yaitu, Rp 4.900,- per kg, Rp 5.100,- dan Rp 6.250,- per kg,
sehingga gula yang dihasilkan PG Wringinanom tidak kompetitif. Shinta dan Pratiwi 2011, pada penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor
Produksi Pabrik Gula Kebon Agung Malang yang membahas tentang efisiensi Pabrik Gula Kebon Agung. Kinerja stasiun gilingan belum mencapai standar
efisien, yang ditunjukkan dari nilai Mill Extraction ME sebesar 94, Boiling House Recovery BHR 79, Overall Recovery OR 74. Keadaan pabrik gula
yang mengalami inefisiensi mesin tersebut, menyebabkan pabrik gula hanya mampu mecapai kapasitas produksi 402,35 ton gula per hari atau sebesar 64,48.
Nilai ekonomis yang mampu dicapai dengan kapasitas produksi tersebut adalah Rp 2.011.750.000 per hari, sedangkan kapasitas produksi yang tidak mampu
dicapai oleh pabrik gula sebesar 239,65 ton gula per hari atau sebesar 38,41. Efisiensi mesin teknis yang mampu dicapai oleh pabrik adalah sebesar 74
4,93hari berdasarkan standar indikator 85, sedangkan tingkat efisiensi sebesar 11 0,73hari tidak mampu dicapai oleh pabrik, apabila dibandingkan
dengan kapasitas produksi yang tidak dapat dicapai pabrik adalah sebesar 38,41. Penyebab mesin tidak dapat mencapai kapasitas produksi gula adalah karena
inefisiensi pada mesin-mesinnya sebesar 0,73 dan sisanya sebesar 37,68 disebabkan karena faktor-faktor lain seperti kualitas bahan baku, manajemen
pabrik yang belum optimal dan lain-lain. Hasan 2006, pada penelitiannya yang berjudul Analisis Harga Pokok
Produksi Gula Pada Petani Tebu Rakyat Yang Tergabung Dalam APTR PG. Soedhono Kabupaten Ngawi Propinsi Jawa Timur yang membahas tentang harga
pokok produksi gula per kilogram Rp. 4.500,00 per Kg dan harga ini lebih tinggi dari ketetapan pemerintah, yaitu Rp. 3.800,00 per Kg. Total biaya pabrik gula
mencapai Rp. 19.378.000,00. Hal ini memberikan gambaran bahwa harga pokok yang dihitung peneliti lebih efisien jika dibandingkan dengan perhitungan pabrik.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Proses Tebang Angkut Tebu