Hal ini dijelaskan oleh akademisi Arstektur USU sebagai berikut : “...dari semua ini pendapat masyarakat itu masuk yang paling
terlihat itu adalah pendapat yang disampaikan oleh masyarakat Medan Utara dan itu didukung oleh seluruh masyarakat dari
kecamatan lain yang ada di Medan ini. Itu mengenai ketimpangan yang ada di masyarakat Medan Utara dengan
masyarakat di kecamatan lainnya.Ketimpangan itu jauh antara yang di pusat dengan yang di Utara jadi ya waktu itu dimintalah
supaya masyarakat Medan Utara itu maju seperti masyarakat yang di pusat. Nah pusat kota yang dahulu itu mencakup empat
kecamatan dengan daerah di sekitar Hotel Marriot sebagai titik pusatnya. Namanya pusat bentuknya titik terus berkembang ada
lingkarannya tuh, jadi ada daerah lingkar satu, lingkar dua, dan seterusnya dan yang bagus pelayanannya itu ya daerah lingkaran
yang paling dekat sama titik pusat. Dalam perencanaan RTRW Kota Medan untuk memenuhi aspirasi masyarakat terutama
masyarakat Medan Utara dan mendorong pertumbuhan seluruh kota, maka dibuatlah pusat kota satu lagi di utara, namanya
Pusat Utara.” Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014
Aspirasi ini diserap oleh pemerintah menjadikan RTRW Kota
Medan sebagai salah satu dari sedikit RTRW di Indonesia yang mempunyai dua pusat pertumbuhan kota, dengan Pusat Pertumbuhan
Utara sebagai pusat kota baru di Kota Medan
51
2. Sulitnya Mengakses Informasi Proses Penyusunan RTRW
.
51
Dalam kolom Laporan Khusus yang dimuat oleh Harian Waspada pada tanggal 13 Maret 2006 yang ditulis oleh akademisi Departemen Antropologi FISIP USU, model Spiral dalam
pembangunan Kota Medan yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Medan menyebabkan adanya ketimpangan antara daerah inti dengan pinggiran kota Medan. Kondisi ini berlangsung cukup lama
sehingga perlu dipertimbangkan mengenai pemekaran wilayah Kota Medan bagian utara menjadi sebuah daerah otonom baru Lampiran 2.Menurut arsitektur USU, isu inilah yang kemudian
diserap Pemerintah Kota Medan sehingga membentuk Pusat Pertumbuhan Utara yang dituangkan di dalam RTRW Kota Medan. Meskipun menurut akademisi Departemen Antropologi FISIP USU
solusi Pusat Pertumbuhan Utara yang diberikan Pemerintah Kota lebih bersifat politis Wawancara dengan Akademisi Departemen Antropologi FISIP USU-Masyarakat wilayah Medan Utara, 8 Juli
2014
Universitas Sumatera Utara
Faktor lain yng menyebabkan publik kurang berpartisipasi dalam penyusunan RTRW adalah akses informasi mengenai proses
penyusunan RTRW yang tidak transparan. Hal ini dinyatakan oleh pihak Non Government Organization NGO yang ikut menyoroti penyusunan
RTRW Kota Medan sebagai berikut : “... pihak NGO mendapatkan informasi mengenai penyusunan
RTRW itu dari berita-berita yang dimuat di media massa, jadi taunya sudah agak ketinggalan. Kalau soal informasi kita
tidak mendapatkan langsung dari pemerintah.Istilahnya kita “jemput bola”. Kalau tidak seperti itu ya kita tidak tau sudah
sampai mana proses yang dilakukan.” Wawancara dengan Kordinator Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014
Meski pemerintah menyatakan bahwa mereka membuka seluruh saluran partisipasi, namun publik tidak tau bagaimana mendapatkan
informasi mengenai progress penyusunan RTRW dan bagaimana menyampaikan aspirasi publik bagi publik yang tidak diundang atau
dilibatkan dalam proses penjaringan opini publik yang dilakukan oleh konsultan.
3. Rendahnya Inisiatif Masyarakat dalam Menyampaikan Masukan secara Resmi Kepada Pemerintah