Sosialisasi mengenai pengumuman tender ini tidak menarik bagi publik secara umum, hanya kalangan tertentu saja terutama konsultan
yang tertarik terhadap informasi ini. Padahal sejatinya sosialisasi awal adalah masa bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai
RTRW Kota Medan dan memiliki pemahaman mengenai RTRW sehingga mampu teribat secara aktif dalam proses penyusunan RTRW
Kota Medan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam sosialisasi awal mengenai pembentukan RTRW diantaranya penyebaran brosur,
pemasangan spandek, melaksanakan kegiatan kebudayaan yang di dalamnya disampaikan informasi mengenai pembentukan RTRW atau
melaksanakan forum sosialisasi langsung di masyarakat. Namun, Pemerintah Kota mengakui bahwa hal tersebut tidak pernah dilakukan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyusunan RTRW Kota Medan.
2. Penyebaran Informasi mengenai Proses Penyusunan yang Tidak Transaparan
Penyebaran informasi yang jelas mengenai proses penyusunan RTRW dibutuhkan sebagai wujud transparansi pemerintah kepada publik
hingga pada akhirnya publik dapat mempersiapkan diri untuk terlibat dalam penyusunan RTRW. Dari beberapa kesempatan yang
memungkinkan bagi publik untuk terlibat dalam penyusunan RTRW, penyebaran informasi dilakukan oleh pemerintah tidak ditujukan kepada
publik secara luas.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Laporan Pendahuluan yang ditulis oleh pihak konsultan, pemilihan masyarakat yang relevan untuk terlibat dalam penyusunan
RTRW ini dilakukan dengan mengundang tiga stakeholder yang berperan dalam pelaksanaan good governance yaitu pertama, pihak
pemerintah yang diwakili oleh instansi terkait. Kedua, swasta diwakili oleh asosiasi dan kelompok-kelompok usaha yang terkena dampak dari
RTRW ini.Ketiga, masyarakat yang diwakili oleh pihak LPM dari setiap kelurahan dan masyarakat lain yang terpilih berdasarkna metode
penelitian untuk diwawancarai langsung oleh pihak konsultan. Kenyataan yang terjadi pada proses pelaksanaan adalah
penyebaran informasi untuk terlibat dalam proses penyusunan RTRW hanya ditujukan kepada pihak tertentu saja yang dianggap pemerintah
relevan untuk terlibat dalam proses penyusunan RTRW pada saat itu. untuk penjaringan aspirasi publik yang dilakukan dalam bentuk FGD
atau seminar penyebaran informasi dilakukan dengan mengundang langsung publik yang dilibatkan. Seperti yang dinyatakan perwakilan
publik dari kelompok akademisi sekaligus profesional di bidang perencanaan kota :
“... kalau Saya secara resmi mendapat informasi pembentukan RTRW ini melalui undangan yang diberikan Bappeda Kota
Medan untuk menghadiri public hearing yang diadakan Bappeda.” Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur
USU, 24 Juni 2014
Pemilihan masyarakat yang terlibat dalam penyusunan RTRW
ini juga masih didasarkan pada faktor kedekatan pemerintah dengan
Universitas Sumatera Utara
individu yang akan dilibatkan dalam proses penyusunan RTRW, hal ini dijelaskan sebagai berikut oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan
Hidup Bappeda Kota Medan dalam wawancara pada tanggal 28 Mei 2014:
“... kita menentukan masyarakat yang relevan itu biasanya dari musrembang kan sudah terlihat orang-orangnya siapa saja yang
relevan untuk ikut berpartisipasi dalam penyusunan RTRW ini.” Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup
Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014
Dalam penelitian selanjutnya dinyatakan lagi mengenai pihak
yang terlibat dalam pengumpulan data untuk penyusunan RTRW Kota Medan:
“... kami sendiri Bappeda juga melakukan FGD. Kami undang pihak perbankan, akademisi, LSM, asosiasi, pokoknya kami
undang semua. Yah, kalau mereka mengusulkan pendapat nantinya kami adopt ke dalam RTRW. Ini dilakukan bareng
konsultan ya, karena kan yang harus menghimpun data kan konsultan.” Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan
Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014
Ada banyak media komunikasi yang dapat digunakan untuk
mensosialisasikan penyusunan RTRW ini namun berdasarkan keterangan diatas diketahui bahwa saluran informasi yang digunakan pemerintah
untuk menginformasikan mengenai penyusunan RTRW Kota Medan dilakukan melalui surat kabar dan melalui undangan personal saja
padahal masih ada beberapa media lain yang dapat digunakan seperti selebaran, radio, dan sosial media. Namun diakui penggunaan sosial
media saat itu belum banyak dimanfaatkan oleh pihak pemerintah. Hal
Universitas Sumatera Utara
ini dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan :
“... tahun 2006 itu kan belum seperti sekarang e-governmentnya, jadi ya kalau penyebaran informasi ke masyarakat lewat e-
government itu tidak ada.” Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei
2014
Hal ini sesuai dengan pernyataan akademisi dari Departemen Arsitektur USU :
“... pada saat pembentukan RTRW ini kan sosial media belum banyak seperti sekarang, jadi penyebaran informasinya juga ya
tidak begitu luas. Masyarakat juga memberi masukannya juga belum banyak lah, medianya masih sedikit.” Wawancara dengan
Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014
Meski tidak melakukan penyebaran informasi melalui banyak
media, namun kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya tidak dibatasi oleh pihak pemerintah. Hal ini dinyatakan oleh
Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan : “... jadi kalau masyarakat ingin menyampaikan masukan bisa
saja lewat tertulis, lewat telepon kita terima, melalui jaring aspirasi yang kita lakukan juga bisa, semuanya bisa deh kita
tidak membatasi.” Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014
Hal ini diperkuat dengan pernyataan akademisi dari Departemen Arsitektur USU :
“... meskipun saat itu belum banyak medianya, masyarakat tidak sulit menyampaikan aspirasinya. Pemerintah tidak pernah
tertutup, mereka membuka semua ruang pasrtisipasi jadi apa yang mau kamu sampaikan ya silahkan sampaikan saja kumpul
sini kalau mau tertulis yang mau kamu sampaikan.” Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014
Universitas Sumatera Utara
Ruang partisipasi yang diakui oleh pihak pemerintah maupun publik tidak dibatasi ini masih belum mampu mendorong publik
berpartisipasi secara aktif dalam pengumpulan data dan memberikan masukan untuk materi RTRW kota Medan, padahal partisipasi aktif dari
publik sangat diharapkan oleh pihak pemerintah untuk menjadikan RTRW Kota Medan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kota
Medan.Seperti yang dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan :
“... dalam penyusunan ini, pendapat publik sangat perlu, tapi masyarakat itu tidak peduli, gini masyarakat itu sebenarnya
belum tau apa itu RTRW. Mereka hanya tau jalan kami inginnya bagus, drainase kami ya bagus juga soalnya sering banjir.Ya
yang begitu-begitulah yang disampaikan.” Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota
Medan, 28 Mei 2014
Namun pihak pemerintah menyatakan bahwa pemerintah sudah
melakukan berbagai strategi untuk menjaring opini publik dalam menyusun RTRW ini.
“... kami sudah survey misalnya datangi tukang becak, datangi warung-warung. Itu dilakukan konsultan ya. Jadi sebetulnya apa
yang disarankan sudah dilakukan tapi ya gitu mereka tidak paham apa itu RTRW.” Wawancara dengan Kasubid Tata
Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014
Dijelaskan lagi mengenai strategi penjaringan aspirasi publik
dengan stakeholder di luar masyarakat umum. “... dari kami sendiri kami melakukan FGD juga dengan pihak
perbankan, akademisi, LSM, asosiasi, semua kami undang. Yah kalau mereka mengusulkan pendapat kami adopt pendapat
itu.Tetap konsultan yang melakukan pengumpulan datanya
Universitas Sumatera Utara
ya.”Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014
Berdasarkan penjelasan diatas, kebanyakan strategi penjaringan opini publik lebih banyak dilakukan oleh konsultan penyusunan RTRW,
pemerintah hanya menjadi fasilitator yang mempertemukan konsultan
dengan stakeholder. V.3.1.4. Rendahnya Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan
RTRW 1. Rendahnya Pemahaman Stakeholderterhadap Pentingnya RTRW
di Kota Medan
Rendahnya tingkat pemahaman stakeholder terhadap RTRW menjadi salah satu hambatan dalam penyusunan RTRW ini terutama
dalam proses pengumpulan data yang nantinya akan menyulitkan proses implementasi.
“.. stakeholder itu tidak memberikan data yang kita butuhkan. Misalnya, kita tanya PLN tentang pembagian alur listrik
perkawasan, mereka tidak punya itu. Atau tentang rencana pembangunan yang akan dilakukan mereka beberapa tahun ke
depan, mereka belum punya rencana. Nanti setelah kita menetapkan RTRW ini barulah mereka keluarkan rencana
mereka.Perusahaan Gas juga begitu, ketika ditanyarencana pembangunan tidak ada dibawa rencana itu. Atau masukan-
masukan lain ya itu kurang lah, sangat pasif. Setelah implementasi ternyata mereka melakukan pemasangan aliran
listrik atau gas di jalur yang sama tapi waktunya berbeda, kan bolak balik bongkar jalan jadi jalannya rusak. Padahal kalau
dari awal diberikan rencana itu kan bisa dilakukan koordinasi pemasangan aliran lisrtik dan gas bersamaan, lebih hemat
anggaran. Tapi ya tidak dibawa padahal kami sudah menyebutkan sebelumnya data-data yang dibutuhkan. Tapi saya
tidak tahu ya kalau yang dikirim sebagai delegasi itu bukan orang yang pas, kan kita butuh orang bagian perencanaan tapi
mungkin yang dikirim bagian produksi jadi kurang tepat ditanyai
Universitas Sumatera Utara
masukan tentang perencanaan mereka.” Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota
Medan, 28 Mei 2014
Begitu juga yang terjadi pada saat proses pengumpulan data dan
informasi dari masyarakat. “... kapedulian masyarakat terhadap RTRW pada tahun 2006 itu
masih rendah, jadi ketika kita mencari data yang ada dimasyarakat mereka tidak punya. Kalau pun ada,
hambatannya adalah akurasi data, data yang dimiliki BPS dengan data yang ada dilapangan dikelurahan gitu berbeda,
datanya tidak seragam. Itu untuk pengumpulan data ya.” Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan
Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014 Selain menghambat pegumpulan data rendahnya pemahaman
masyarakat ini juga menyebabkan materi RTRW yang disusun itu tidak mendapat dukungan aktif dari masyarakat serta menurunkan tingkat
keakuratan analisis data. “... masyarakat itu harusnya sadar akan status tanahnya. Tanah
yang ada di Kota Medan ini kan bukan seluruhnya milik pemerintah. Sebagian milik masyarakat.Jadi, kalau seandainya
kita merencanakan sesuatu di tanah masyarakat misalnya jalan mau dibangun di tanah itu, mau tidak masyarakat melepaskan
status tanahnya?Nah, ini yg belum dipahami masyarakat jadi ada kesulian bagi kita dalam melakukan perencanaan.Misalnya lagi
masyarakat dipinggir Sungai Deli, padahal sudah ditentukan 15 meter dari pinggir sungai itu tidak tempat pemukiman. Pada saat
kami merencanakan RTRW ini mereka sudah tinggal di sana. Masyarakat yang tidak peduli kan tentu menyulitkan perencanaan
ini. Tapi kita tetap datangi dan beri pemahaman bahwa secara teknis bermukim dipinggir sungai berbahaya, jadi ketika mereka
tau mereka bisa legowo melepaskan tanahnya.” Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda
Kota Medan, 28 Mei 2014
Universitas Sumatera Utara
Partisipasi yang akti diharapkan mampu meningkatkan kualitas analisis perencanaan RTRW ini, seperti yang diungkapkan Kasubid Tata
Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan : “... kalau dari pihak masyarakat kurang partisipasi ya karena
mereka kurang paham.Akademisi juga kami undang tapi mereka tidak banyak memberi masukan, mungkin dianggap kurang
penting.Jadi, kalau dikatakan perencanaan RTRW ini kurang bagus ya karena ini kepedulian itu masih kurang, kami tidak
dapat data yang dibutuhkan.Padahal, kalau data yang ada itu maksimal, maka analisisnya juga pastilah semakin baik.”
Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014
Kondisi ini menurut analisis yang dilakukan oleh akademisi
Departemen Arsitektur USU disebabkan oleh pihak pemerintah yang masih kurang mampu menyerap aspirasi masyarakat selama ini, yang
disampaikan dalam forum Musrembang maupun forum diskusi lainnya.Hal inilah yang pada akhirnya menyebabkan masyarakat apatis
untuk berpartisipasi dalam penyusunan RTRW Kota Medan pada saat itu. “... komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat saat
pembentukan RTRW saat itu bagus karena masyarakat sudah terdidik di Musrembang jadi cara penyampaian aspirasinya
sudah bagus. Yang tidak bagus adalah proses analisis dan implementasi. Jadi bagaimana yang sudah disampaikan
masyarakat itu dianalisis dan kemudian dijadikan action plan.Menurut saya sebagian besar tidak bisa diserap
pemerintah.Jadi begini, ini pendapat masyarakat kemudian saat dilakukan dianalisis itu ada pengaruh kepentingan-kepentingan,
masuk ke Bappeda lagi ada lagi kepentingan apalagi masuk ke DPRD jadi berubah lagi aspirasi yang disampaikan itu. Jadi
misalnya, apa yang disampaikan Bapak A, masyarakat Medan Marelan itu tidak sampai ke dalam kebijakan yang dibuat itu,
nanti ada muncul program-program baru ditengah-tengah proses yang sudah tidak sesuai dengan aspirasi yang disampaikan
sebelumnya. Kalau kita feedback itu tidak bisa dilakukan secara tuntas karena proses feedback itu tidak pernah ada dan tidak ada
di peraturan dan tidak ada yang melaksanakan. Jadi menurut
Universitas Sumatera Utara
saya lama-lama proses komunikasi yang bagus itu bisa menjadi apatis karena tidak diserap dengan baik. Kalau bahasa
masyarakatnya setiap diundang datang hearing ‘Tiap tahun kami bilang jalan kami rusak tapi gak diperbaiki juga. Tiap tahun kami
bilang ini itu tapi tidak kalian laksanakan juga.’ Karena lain yang disampaikan masyarakat lain juga program yang muncul,
tidak bisa di feed back itu problemnya.” Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014
Ketidakpahaman publik mengenai RTRW dan ketidakmampuan
pemerintah menyerap aspirasi publik tidak semerta-merta menjadikan RTRW Kota Medan disusun tanpa didasarkan pada aspirasi
publik.Meurut Kasubid Tata Rang dan Lingkungan Hidup Bappeda publik tetap memberikan partisipasi kepada pemerintah meskipun hanya
sedikit. “... bentuk partisipasi yang diberikan stakeholder yaitu data, tapi
ya seperti tadi dijelaskan, kurang maksimal.Kalau soal ide untuk materi RTRW tidak ada.” Wawancara dengan Kasubid Tata
Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014
Pernyataan ini dibantah oleh pihak publik yang diwakili
akademisi Departemen Arsitektur USU. Dalam proses penyusunan ini dilakukan kegiatan public hearing yang mengundang perwakilan
masyarakat kecamatan yang dihadiri oleh LPM dari tiap kelurahan. Pada saat public hearing masyarakat Kecamatan Medan Utara menyampaikan
bahwa adanya ketimpangan yang terjadi antara Kecamatan Medan Utara dengan kecamatan lainnya dalam hal pembangunan dan pelayanan
publik. Meski disampaikan oleh masyarakat dari Kecamatan Medan Utara, namun aspirasi ini didukung oleh seluruh perwakilan masyarakat
dari kecamatan lain.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini dijelaskan oleh akademisi Arstektur USU sebagai berikut : “...dari semua ini pendapat masyarakat itu masuk yang paling
terlihat itu adalah pendapat yang disampaikan oleh masyarakat Medan Utara dan itu didukung oleh seluruh masyarakat dari
kecamatan lain yang ada di Medan ini. Itu mengenai ketimpangan yang ada di masyarakat Medan Utara dengan
masyarakat di kecamatan lainnya.Ketimpangan itu jauh antara yang di pusat dengan yang di Utara jadi ya waktu itu dimintalah
supaya masyarakat Medan Utara itu maju seperti masyarakat yang di pusat. Nah pusat kota yang dahulu itu mencakup empat
kecamatan dengan daerah di sekitar Hotel Marriot sebagai titik pusatnya. Namanya pusat bentuknya titik terus berkembang ada
lingkarannya tuh, jadi ada daerah lingkar satu, lingkar dua, dan seterusnya dan yang bagus pelayanannya itu ya daerah lingkaran
yang paling dekat sama titik pusat. Dalam perencanaan RTRW Kota Medan untuk memenuhi aspirasi masyarakat terutama
masyarakat Medan Utara dan mendorong pertumbuhan seluruh kota, maka dibuatlah pusat kota satu lagi di utara, namanya
Pusat Utara.” Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014
Aspirasi ini diserap oleh pemerintah menjadikan RTRW Kota
Medan sebagai salah satu dari sedikit RTRW di Indonesia yang mempunyai dua pusat pertumbuhan kota, dengan Pusat Pertumbuhan
Utara sebagai pusat kota baru di Kota Medan
51
2. Sulitnya Mengakses Informasi Proses Penyusunan RTRW