Prosedur Perceraian TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERCERAIAN DALAM PERKAWINAN

permohonan maka tidak boleh didaftarkan sebelum petita dan positanya jelas, seperti ada petita namun tidak didukung oleh posita berarti gugatan atau permohonan tidak jelas. 22 Jika hal tersebut terjadi maka gugatan atau permohonan tersebut terlebih dahulu harus diperbaiki, panitera sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam meneliti berkas gugatan atau permohonan sebaliknya melakukan penelitian tersebut disertai dengan membuat resume tentang kelengkapan berkas perkara, lalu berkas perkara beserta resume tersebut diserahkan kepada Ketua Pengadilan dengan buku ekspedisi lokal sebenarnya. Dengan disertai saran tidak misalnya berbunyi “syarat- syarat cukup siap untuk disidangkan”. 23 Kemudian penggugat atau pemohon kemeja I untuk menaksir besarnya biaya perkara dan menulisnya pada Surat Kuasa Untuk Membayar SKUM. Besarnya biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut. Hal ini sejalan dengan pasal 193 Rbg pasal 128 ayat 1 HIR pasal 90 ayat 1 Undang-undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Undang-undang No.50 yang meliputi: a. Biaya kepaniteraan dan biaya materai b. Biaya pemeriksaan, saksi ahli, juru bahasa dan biaya sumpah c. Biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan hakim yang lain 22 Mukti Arto, Perkatek perkara Perdata pada peradilan Agama,Jakarta: pustaka pelajar,2003,cet.ke-4,h.76 23 Raihan A Rasyid,Hukum Acara Peradialan Agama, Jakarta: raja Grafindo persada,2001,ed.ke-2,cet.ke-8,h.129 d. Biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah pengadilan yang berkenaan dengan perkara tersebut. 24 Ketentuan di atas tidak berlaku bagi yang tidak mampu dan diizinkan untuk mengajukan gugatan perkara secara prodeo Cuma-cuma. Ketidak mampuannya dapat dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisir oleh Camat. Setelah itu, penggugat atau pemohon menghadap ke meja II dengan menyerahkan surat gugatanpermohonan dan Surat Kuasa Untuk Membayar SKUM yang telah dibayar. Setelah selesai, kemudian surat gugatanpermohonan tersebut dimasukan dalam map berkas acara, kemudian menyerahkannya pada Wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera. 25 Setelah terdaftar, gugatan diberi nomer perkara kemudian diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama, setelah Ketua Pengadilan Agama menerima gugatan maka ia menunjuk hakim yang ditugaskan untuk menangani perkara tersebut. Pada perinsipnya pemeriksaan dalam persidangan dilakukan oleh hakim maka ketua menunjuk seorang hakim sebagai ketua majlis dan dibantu dua orang hakim anggota. 26 24 Pasal 90 ayat 1, Unadng-undang No.3 tahun 2006 perubahan Undang-uandang No.7 Tahun 1989 Tentang pengadilan Agama,h.74 25 M. Fauzan, Pokok-pokok Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah Di Indonesia, Jakarta: Sinar Garfika,2004, Cet.ke-2, h.14 26 R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata: Tata Cara dan Proses Persidangan, Jakarta: Sinar Gtafika,2004, Cet.ke-6, h.39 Setelah itu hakim yang bersangkutan dengan surat ketetapannya dapat menetapkan hari, tanggal serta jam, kapan perkara itu akan disidangkan, ketua majlis memerintahkan memanggil kedua belah pihak supaya hadir dalam persidangan. Pasal 121 HIR, 27 untuk Membantu Majlis Hakim dalam menyelesaikan perkara, maka ditunjuk seorang atau lebih panitera sidang dalam hal ini panitera, wakil panitera, panitera muda dan panitera pengganti. 28 Tatacara pemanggilan dimana harus secara resmi dan patut, yaitu: a. Dilakukan oleh jurusita atau jurusita pengganti diserahkan kepada pribadi yang dipanggil ditempat tinggalnya; b. Apabila tidak ditemukan maka surat panggilan tersebut diserahkan kepada Kepala Desa dimana ia tinggal; c. Apabila salah seorang telah meninggal dunia maka disampaikan kepada ahli warisnya; d. Setelah melakukan pemanggilan maka jurusita harus menyerahkan risalah tanda bukti bahwa para pihak telah dipanggil kepada hakim yang akan memeriksa perkara yang bersangkutan; e. Kemudian pada hari yang telah ditentukan sidang perkara dimulai. 29 Sedangkan proses pemeriksaan perkara didepan sidang 27 M. FAuzan, Pokok-pokok Acara Peradilan Agama, h.13 28 A. Basiq Djalil, Peradialan Agma Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006, cet.ke-1,h.214 29 R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata, h.40 dilakukan melalui tahap-tahap dalam hukum acara perdata sebagaimana yang telah tertera dalam UU No.2 tahun 2009 tentang Peradilan Agama 30 : “Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Agama dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini”. Setelah hakim membuka sidang dan dinyatakan terbuka untuk umum, dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan tentang keadaan para pihak, ini hanya bersifat cecking identitas para pihak apakah para pihak sudah mengerti mengapa mereka dipanggil untuk menghadiri sidang. Pada upaya perdamaian, inisiatif perdamaian dapat timbul dari hakim, penggugat ataupun tergugat. Hakim harus sungguh-sungguh mendamaikan para pihak. Apabila ternyata upaya perdamaian yang dilakukan tidak berhasil, maka sidang dinyatakan tertutup untuk umum dilanjutkan ketahap pemeriksaan.diawali membaca surat gugatan. 31 Selanjutnya pada tahap dari tergugat, pihak tergugat diberikan kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala kepentingannya terhadap penggugat melalui Hakim. Pada tahap replik penggugat kembali menegaskan isi gugatannya yang dilakukan oleh tergugat dan juga mempertahankan diri atas sanggahan 30 A. Basiq Djalil,Peradilan Agama Di Indonesia,h.202-203 31 R. Soeroso, Peraktik Hukum Acara Perdata, h.41-42 sanggahan yang disangkal tergugat. Kemudian pada tahap duplik, tergugat dapat menjelaskan kembali jawabannya yang disangkal oleh penggugat . 32 Tahap Replik Duplik dapat diulang-ulang sampai hakim dapat memandang cukup, kemudian dilanjutkan dengan pembuktian. Pada tahap pembuktian, penggugat dan tergugat mengajukan semua alat-alat bukti yang dimiliki untuk mendukung jawabannya sanggahan , masing-masing pihak berhak menilai alat bukti pihak lawannya. Kemudian tahap kesimpulan, masing-masing pihak mengajukan pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan. Kemudian pada tahap putusan, hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara tersebut dan menyimpulakan dalam putusan dan putusan hakim adalah untuk mengakhiri sengketa. 33 32 Ibid.,h.43 33 Ibid., h.45 37

BAB III PANDANGAN ISLAM TERHADAP LESBI

A. Pengertian Lesbi dan Sejarahnya

Menurut Bahasa Lesbian berarti memiliki kelainan seksual yang sama. Sedangkan menurut istilah lesbi berarti ketertarikan seseorang untuk mengadakan hubungan seks dengan orang lain yang berjenis kelamin sama, dalam hal ini terkhusus perempuan dengan perempuan. 1 Dalam Ensiklopedi Indonesia, lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada perempuan atau disebut juga perempuan yang mencintai perempuan lain baik secara fisik, seksual, emosional, atau secara sepiritual. Pada saat ini lesbian digunakan untuk menunjuk kaum gay wanita. 2 Menurut Marzuki Umar Sa’abah dalam bukunya yang berjudul Seks dan Kita menuturkan bahwa lesbi homoseks adalah rasa tertarik dan mencintai sesama jenis. Untuk kaum pria dikenal sebagai kaum gay, sedangkan untuk kaum perempuan dikenal sebagai kaum lesbi. 3 Dengan demikian mereka yang mempunyai kelainan seperti itu secara tidak sadar identitas diri mereka telah bertentangan dengan identitas social di suatu komunitas masyarakat. 1 Ali bin Abdul aziz Musa, Kekejian Perilaku Kaum Nabi Luth, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006, h.5 2 Hasan Sadhily.et. al. Ensiklopedi Indonesia, h.3059. 3 Ibid.,h.3060 Hubungan sesama jenis baik lesbi maupun homoseks sebetulnya bukanlah hal yang baru ada didunia ini, karena sejak zaman Nabi Luth sekitar tahun 2245 SM kasus seperti ini sudah ada. Oleh sebab itu, lesbi homoseks dalam istilah Arab dikenal dengan istilah Liwath yang dinisbatkan kepada perbuatan kaum Nabi Luth. 4 Dalam bukunya Anang Zamroni dan Ma’ruf Ansori yang berjudul Bimbingan Seks Islami dijelaskan bahwa pada awalnya kaum Nabi Luth menyetubuhi wanita melalui duburnya, dan lama-kelamaan hal itu juga dilakukan terhadap kaum lelaki dan dikenal dengan istilah sodomi. 5 Mereka didorong oleh hawa nafsu yang jahat untuk melakukan perbuatan- perbuatan keji dan sangat dicela oleh tabi’at manusia dan tentu saja oleh agama. Perilaku keji tersebut adalah mengadakan hubungan kelamin dengan sesama jenis. Mereka secara terang-terangan mengadakan berbagai kemungkaran di setiap balai pertemuannya. Kaum Luth yang sudah biasa mengerjakan hubungan kelamin sesama jenis, bergegas datang menghampiri tamu-tamu itu para malaikat yang menyerupai pemuda tampan untuk melaksanakan perbuatan yang keji, namun Nabi Luth berusaha untuk memalingkan kejahatan mereka dengan menawarkan puteri-puterinya dan gadis-gadis kaumnya untuk dinikahi, akan tetapi mereka tetap menolak. 4 Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992 h.581 5 Anang Zamroni dan Ma’ruf Ansori, Bimbingan Seks Islami, Jakarta: Pustaka Anda, 1997, h.183