Bab V : KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pornoaksi 2.1.1 Pengertian Pornoaksi
Menurut Nasseri dalam Djubaedah, 2003 Pornoaksi berarti segala tindakan, perilaku, sikap, ucapan, gerakan-gerakan erotis yang dapat
merangsang atau menimbulkan nafsu seksual. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pornografi adalah
penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau gambar untuk membangkitkan nafsu birahi. Pornografi merupakan produk
visualisasi seperti gambar, foto, film dan jenis lainnya yang mengeksploitasi seks dengan cara asusila yang melecehkan hakikat dan
martabat manusia, melanggar moral, ajaran agama, adat istiadat dan tradisi.
Menurut RUU Djubaedah 2003 pornoaksi adalah sikap, perilaku, perbuatan, gerakan tubuh, suara yang erotis dan sensual, baik dilakukan
antara manusia dengan hewan, atau antara hewan yang sengaja dipertunjukkan oleh seorang atau lebih yang bertujuan untuk
membangkitkan nafsu birahi orang, baik perbuatan pornoaksi yang dilakukan secara heteroseksual, homoseksual, lesbian, oral-sex, fellatio
cunnilingus, onani, masturbasi, anal intercourse sodomi, baik dilakukan oleh orang sejenis kelamin maupun berlawanan jenis kelamin, yang
7
ditujukan atau mengakibatkan orang yang melihatnya dan atau mendengarnya dan atau menyentuhnya timbul rasa yang menjijikkan dan
atau memuakkan dan atau memalukan, yang bertentangan dengan agama dan atau adat-istiadat setempat.
Dari pengertian pornoaksi, dalam RUU Pornoaksi, dapat diketahui bahwa perbuatan yang tergolong pornoaksi apabila segala perbuatan
yang disebutkan dalam pengertian pornoaksi tersebut dilakukan di tempat umumyang dianggap tempat umum, oleh orang yang tidak terikat
hubungan suami isteri yang sah, dilakukan di depan umum baik yang ditonton oleh penonton tunggal atau bersama-sama. Pengertian dan
ruang lingkup pornoaksi yang diajukan oleh Djubaedah dan RUU Pornoaksi ini, sampai dengan tulisan ini dibuat, Undang-undang Pornoaksi
tersebut belum disahkan.
2.1.2 Unsur-unsur Pornoaksi
Berdasarkan pengertian pornoaksi menurut RUU Pornoaksi, Djubaedah 2003 membagi unsur pornoaksi menjadi lima, yaitu:
a. Sikap, baik yang berupa tataran kognitif serta afektif, dengan kognitif dimaksud adalah melakukan sikap yang membuat pikiran orang yang
melihatnya menjadi ke arah seksual, sedangkan afektif yang dimaksud adalah melakukan tindakan tertentu yang membuat orang yang
melihatnya menjadi terangsang secara seksual.